pembaca) menghendaki agar Fir‘aun harusnya berkata : : Wahai Musa silahkan engkau perintahkan kepadaku apa saja yang engkau inginkan! Tetapi Fir‘aun ternyata berkata : Aku meminta kepadamu untuk mengambil kembali ular tersebut demi yang mengutusmu, maka Musa pun mengambilnya, lalu ular tersebut kembali menjadi tongkat. هَد َي َعَ َ نَوKemudian Musa mengangkat tanganya, yakni mengeluarkan tangannya dari bawah ketiak ( َنحيّر ّ ٰٓ نلّل ُ ْۤا َ حيَ ب َص ّهاَتّا َف ( Maka tiba-tiba tangannya menjadi putih berkilau bagi orang menyaksikan, yakni putih cemerlang diluar kebiasaan, yang menyebabkan silaulah orang yang melihatnya karena diluar kebiasaan.
Diriwayatkan bahwa Fir‘uan ketika melihat mu‘jizat yang pertama berkata : Apakah kamu (ya Musa) memiliki mu‘jizat yang lain? Maka Musa mengeluarkan tangannya dan berkata kepada Fir‘aun : engkau lihat apa ini? Fir‘aun menjawab : itu tanganmu. Lalu Musa memasukkan tangannya ke ketiaknya kemudian mengeluarkannya dan keluarlah cahaya yang sangat terang dari tangannya yang hampir menutupi penglihatan dan memenuhi seluruh ufuk ruangan dengan cahaya tersebut. Maha suci Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. 35
،ةماركلا وأ ب جعلما روه ىلع نايملإاو قدصلا في اقوتت دلا صه ةينوعرفلا وفنلا : براشلإا ف الله و لج ل ب ،ة مارك لَو ب جعم لىإ جا تتح ت ف ة يك لا وفنلا امأو ة قيراب ويد صتلاو ة يادلِا ا هي
صش ىلع اقوت يرغ نم ،ةيصوصلخا .
ويفوتلا للهباو .
Tafsir Isharinya adalah : Jiwa yang kotor seperti Fir‘aun untuk membenarkan dan mengimani dakwah amat bergantung kepada tampaknya mu'jizah atau karomah. Sementara hati yang bersih maka untuk membenarkan dan meyakini kebenaran dakwah tidak memerlukan mu‘jizat dan karamah, tetapi Allah menciptakan di dalam jiwanya berupa hidayah dan membenarkannya dengan cara yang khusus tanpa bergantung dengan sesuatu apapun. Wallahu alam.
Demikianlah pengenalan terhadap tafsir Ibn ‘Aji>bah al-Bah}ru al-Madi>d Fi>
Tafsi>r al-Qu’ra>n al-Maji>d. Lalu selanjutnya kita beralih kepada upaya kita mengenal tafsir karya al-Sha’rawi yaitu Khawa>t}ir al-Sha’ra>wi>
35 Ibn ‘Aji>bah, al-Bah}r al-Madi>d Fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Maji>d, (Beirut : Da>r al- Kutub al-‘Ilmiyah, 2015), Jilid 5, h. 159.
B. Pengenalan Terhadap Khawa>t}ir al-Sha‘ra>wi> karya Muhammad Mutawalli al- Sha‘ra>wi.
1. Biograpi Shaikh Muhammad Mutawalli al-Sha‘ra>wi>.
Nama lengkap beliau adalah Shaikh Muhammad Mutawalli al-Sha’rāwi al- Husaini, dilahirkan pada hari Ahad tanggal 15 April tahun 1991 M di sebuah desa Daqādus, sebuah desa kecil yang terletak di kepulauan timur kecamatan Mayyit Ghamair Provinsi Dakhaliyah.36
Lahir dari keluarga yang sederhana dimana ayahnya bernama Mutawalli al- Sha’rāwi berprofesi sebagai petani yang menyewa sebidang tanah di kampungnya untuk beliau kelola sendiri. Meskipun demikian ayah beliau tergolong orang ‘a>lim dan tekun beribadah. Tentu kondisi keluarga yang demikian memberikan pengaruh yang sangat besar pada perkembangan keislaman dan keilmuan beliau, dimana ayahnya mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian al- Sha’rāwi. 37
Kecerdasan Shaikh al-Sha’rāwi tampak jelas sejak kecil ketika beliau belajar Al-Qur’a>n dan menghafalnya dari seorang ‘a>lim di kampungnya yang terkenal dengan nama Shaikh ‘Abd al-Majid Pasya, dimana beliau sudah berhasil hafal Al- Qur’a>n 30 juz saat berusia 11 tahun. 38
Pendidikan formal al-Sha‘rawi diawali dengan menempuh pendidikan di sekolah dasar al-Azha>r Zaqa>ziq pada tahun 1926 M. Lalu beliau melanjutkan studinya ke jenjang sekolah menengah di wilayah yang sama dan lulus pada tahun 1936. Shaikh Muhammad Mutawalli al-Sha’râwî terbilang sangat cerdas sehingga beliau bisa melanjutkan studinya di Universitas al-Azha>r pada tahun 1937 pada Fakultas Bahasa Arab.39
Dunia kampus al-Azha>r semakin membuat dirinya menggeluti keilmuan dan naluri keulamaannya. Selain tekun belajar, Shaikh al-Sha’rāwi juga terlibat aktif dalam pergerakan mahasiswa, yaitu pada tahun 1919 ketika pecah revolusi di al- Azha>r menentang penjajahan Inggris di negeri Mesir, dimana Shaikh al-Sha’rāwi beserta teman-teman mahasiswa melakukan demonstrasi demi menolak penjajahan Inggris atas Mesir, sehingga pada tahun 1934 M ketika ia terpilih menjadi ketua persatuan mahasiswa beliau berkali-kali menjadi target penangkapan oleh penjajah Inggris.
Pendidikan di kampus al-Azha>r beliau selesaikan pada tahun 1941 dan pada tahun 1942 beliau mendapatkan ijazah untuk mengajar, maka mulailah kehidupan akademis beliau dengan menjadi guru di Ma’had Thonto al-Azha>r, kemudian pindah mengajar ke Ma’had al-Iskandaria, kemudian pindah lagi ke Ma’had Al-
36 Ahmad al-Mursi Husein Jauhar, al-Syaikh Muhammad al-Mutawalli al- Sha’ra>wi> (Imâm al-‘Ashr), (Kairo : Nahd}ah, 1990), h. 11.
37 Istibsyarah, Hak-hak Perempuan (Relasi Gender Menurut Tafsi>r al-Sya’ra>wi), (Jakarta: Mizan, 2004), h. 40.
38 Ahmad al-Mursi Husein Jauhar, al-Syaikh Muhammad al-Mutawalli al- Sha’rawi(Imâm al-‘Ashr),,………. h. 74.
39Sa‘id Abu al-‘Ainain, al-Sya’rāwi> Alladhi Lâ Na’rifuhu, (Kairo: Akhba>r al-Yaum, 1995), h. 28-29.
Zaqaiq. Kemudian tahun 1950 beliau diminta bekerja di kerajaan Saudi Arabia di Ma’had Anjal. Dan pada tahun berikutnya yaitu tahun 1951, beliau diminta untuk mengajar mata kuliah tafsir dan hadits pada kuliah syaria’h di Universitas Al Malik
‘Abdul ‘Azi>z di kota suci Mekkah. 40
Setelah beberapa tahun mengajar di Universitas Malik ‘Abdul ‘Azi>z maka beliau memutuskan untuk kembali ke negerinya Mesir dan setelah kembalinya beliau dipilih menjadi wakil pada ma’had T}onto al-Azha>r tahun 1960. Kemudian selain itu beliau menempati posisi direktur wakaf pada wilayah barat. Lalu setahun setelah itu beliau menempati posisi sebagai mudir Dakwah Islamiyah pada departemen wakaf tahun 1961. Kemudian 1 tahun setelahnya yaitu pada tahun 1962 bekerja sebagai peneliti bagi ilmu-ilmu keislaman di universitas al-Azha>r. Kemudian setelah itu Shaikh Hasan Ma’mur yang merupakan Syaikh al-Azha>r memilihnya menjadi direktur pada perpustakaan pada tahun 1964, kemudian 1 tahun kemudian beliau dipilih menjadi direktur umum bagi urusan-urusan yang terkait dengan universitas al-Azha>r pada tahun 1965.41
Setelah itu Shaikh al-Sha’rāwi mengadakan perjalanan ke berbagai negeri seperti ke al-Jaza>ir untuk menangani kepemimpinan utusan-utusan dari al-Azha>r dan menduduki posisi sebagai pembimbing kurikulum dan meletakkan kurikulum bahasa arab dan keislaman pada tahun 1966. Kegiatan-kegiatan beliau banyak sekali dan padat sehingga tahun 1973 beliau muncul di stasiun televisi Mesir dalam acara Nu>r
‘Ala Nu>r dalam serial acara bersambung dimana beliau menyajikan tema Isra dan Mi’raj dengan cara penyampaian yang menarik dan sulit dicari tandingannya. Lalu pada tahun 1967 dipilih oleh pihak departemen al-Sayyid Mamdu>h Sali>m untuk menangani program departeman wakaf dan urusan al-Azha>r dan beliau diminta konsentrasi penuh setelah itu dalam bidang dakwah dan menulis kitab.42
Lalu pada tahun 1977 dimulailah kunjungan-kunjungan dakwah yang besar ini di luar wilayah negeri arab, sehingga pada bulan April pada tahun yang sama Shaikh al-Sha’rāwi melakukan perjalanan ke ‘Umar Abad di India, lalu selain itu pula beliau melakukan perjalanan ke London untuk menghadiri Mu’tamar Ekonomi di Pusat Islam Eropa. Kemudian kunjungan beliau berlanjut ke Karachi, lalu ke negeri Haramain dan berbagai negeri negeri lainnya.Pada tahun 1987 Shaikh Muhammad al-Sha’rāwi terpilih menjadi anggota Majma‘ al-Lughah al ‘Arabiyah di Kairo. Lalu satu tahun kemudian mendapatkan penghargaan dari presiden Republik Mesir Husni Mubarak hari perayaan hari para dai.43
Pada saatnya semua manusia kembali ke pangkuan Tuhannya, begitu pula ulama pembaharu ini menemui Tuhannya, dimana beliau wafat pada hari Rabu
40 Ahmad al-Mursi Husein Jauhar, al-Syaikh Muhammad al-Mutawalli al- Sha’rawi (Imâm al-‘Ashr), (Kairo : Nahd}ah, 1990), hal. 12.
41Muqaddam Muhammad, Manhaj al-Sha‘rawi> Fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, (Al- Jazair : Ja>mi‘ah al-Salaniya Wa Hawan, 2012), h. 28-29.
42 Mans}u>r Ka>fi, Al-Syekh Muhammad Mutawalli al-Sha’rāwi Wa Manhajuhu Fi> al- Tafsi>r, (Kairo : Majallah Kuliyyatul Ulu>m al-Isla>miyyah, 2006), h. 111-112.
43 Mans>ur Ka>fi, Al-Syekh Muhammad Mutawalli al-Sha’rāwi Wa Manhajuhu Fi> al-
Tafsi>r, …., h. 113-114.
tanggal 17 Juni tahun 1988 yan bertepatan dengan tanggal 22 Safar tahun 1419 H dalam usia 87 tahun. Tentunya hal ini membuat masyarakat Islam merasa kehilangan baik masyarakat Mesir maupun dunia Islam atas wafatnya beliau.44
2. Konteks Kajian
Metode yang ditempuh oleh Shaikh Mutawalli al-Sha’ra>wi dalam menafsirkan Al-Qur’a>n dalam sisi makna z}a>hirnya tampak sekali dan amat mudah diketahui. Hal ini karena Shaikh Shaikh Mutawallali al-Sha‘ra>wi> dalam penafsirannya beliau menggabungkan antara metode tafsir bi al-ma’tsur dan metode tafsir bi al-ra’yi tetapi yang terpuji (mahmu>d). Karena penafsiran menggunakan metode tafsir bil ma’tsur sudah pasti menyentuh makna z}a>hir dari penafsiran Al-Qur’a>n. Sementara untuk makna batinnya maka ditemukan dalam metode tafsir bi al-ra’yi. Penafsiran Al- Qur’a>n yang menekankan makna z}a>hir nya tersebut dapat ditelusuri dari sumber- sumber yang digunakannya dalam penafsiran Al-Qur’a>n yang ditempuh Shaikh al-Sha’ra>wi> dalam tafsirnya tersebut.45
Berikut beberapa hal yang digunakan al-Sha‘ra>wi> dalam menggunakan penafsirannya yang menekankan aspek makna z}a>hirnya, yaitu; Pertama, analisa bahasa (al-tahli>l al lughawi>). Kedua, menguraikan makna ayat dengan bahasa yang mudah dan luas. Ketiga : Memberikan contoh-contoh dari realitas kehidupan.
Keempat : Memberikan perhatian dalam menjelaskan asba>b al-nuzu>l. Kelima : Beliau menjauhi tema-tema yang bersifat berdebatan dalam masalah fiqih madzhab meskipun beliau cenderung kepada madhhab Sya>fi‘i.46
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh Shaikh Muhammad Mutawalli dalam kitab Khawa>t}ir al-Sha‘ra>wi karyanya, adalah sebagai berikut :
A. Tafsir bi al-Mas|ur.
Dalam pendekatan tafsir bil al-mas|ur beliau menempuh langkah berikut : 1. Menafsirkan Al-Qur’a>n dengan Al-Qur’a>n.
Hal itu terlihat dalam banyak tempat diantara contohnya adalah ketika beliau menafsirkan surat al-Baqarah ayat 38 :
ﭐ
ﳍﭐﱡ ﳎ ﳏ ﳐ ﳑ ﳒ ﳓ
ﳔ
ﳕ ﳖ ﳗ ﳘ ﳙ ﱠ
44 Badruzzaman M. Yunus, Tafsir al-Sha’rāwi> : Tinjauan Terhadap Sumber, Metode dan Ittijah, Disertasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 40.
45Muqaddam Muhammad, Manhaj al-Sha’rāwi> Fi>Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, (Al- Jaza>ir : Ja>mi‘ah al-Sala>niya Wa Hawa>n, 2012), h. 208.
46 Hikmatiar Pasha, Studi Metodologi Tafsir al-Sha’ra>wi>, dalam Studi Quranika Jurnal Studi Al Qur’an, Vol. 1, No. 2, Januari 2017, University of Darussalam Gontor, Indonesia.
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.47
Shaikh al-Sha‘ra>wi menyatakan : kalimat kalimat ini yang nabi Adam terima, dimana para ulama bertanya apa kalimat-kalimat tersebut?
Apakah kalimat tersebut adalah firman Allah taala48 :
ﱁﭐﱡﭐ ﱂ ﱃ ﱄ ﱅ ﱆ ﱇ ﱈ ﱉ ﱊ ﱋ ﱌ
ﱍ ﱠ
Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”49 Al-Sha‘ra>wi berkata : Ayat Al-Qur’a>n yang mulia ini menunjukkan bahwa dosa Adam bukan muncul karena dosa takabbur, akan tetapi dosa karena lalai. Sedangkan dosa Iblis adalah dosa karena sombong dari menolak perintah Allah. Dan ketika Adam terjerumus kepada perbuatan dosa maka segera beliau tunduk dan menyesal lalu berkata : Ya Tuhanku perintahmu agar aku tidak mendekati pohon ini adalah benar, akan tetapi aku tidak sanggup mengendalikan diriku, maka Adam mengakui hak Allah sebagai pembuat undang-undang, sementara Iblis ketika terjerumus kepada perbuatan dosa ia justru berpaling dari perintah tersebut dan berkata : Apakah aku harus sujud kepada makhluk yang Engkau ciptakaan dari tanah?50
2. Tafsir Al-Qur’a>n Dengan Hadits Nabawi
Shaikh al-Sha‘ra>wi> mengisyaratkan dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat Al-A‘ra>f ayat 43 51:
ﲲﭐﱡ ﲳ ﲴ ﲵ ﲶ
ﲷ ﲸ
ﲹ ﲺ ﲻ
ﲼ
ﲽ ﲾ ﲿ ﳀ ﳁ ﳂ ﳃ
ﳄ
ﳅ ﳆ ﳇ ﳈ ﳉ
ﳊ
ﳋ ﳌ ﳍ ﳎ ﳏ
ﳐ
ﳑ
ﳒ ﳓ ﳔ ﳕ ﳖ
ﳗ
ﳘ ﳙ
ﱠ
47 Q.S. Al-Baqarah [2] : 37.
48Muqaddam Muhammad, Manhaj al-Sha’rāwi> Fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, (Al- Jaza>ir : Ja>mi‘ah al-Sala>niya Wa Hawa>n, 2012), h. 137.
49 Q.S. al-A‘ra>f [7] : 23.
50 Muqaddam Muhammad, Manhaj al-Sha’rāwi> Fi>Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, …. h.
138.
51 Muqaddam Muhammad, Manhaj al-Sha’rāwi> Fi>Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m, …. h.
146.
Dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.” Diserukan kepada mereka,
“Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan.”52
Para ulama berusaha mengkompromikan ayat ini dengan hadits nabi :