• Tidak ada hasil yang ditemukan

Versi Kisah Nabi Musa Dalam Al-Qur’a>n

C. Kisah Dalam Kesustraan dan Kisah Dalam Al-Qur’a>n

2. Versi Kisah Nabi Musa Dalam Al-Qur’a>n

Membaca kisah Nabi Musa langsung dari Al-Qur’a>n memerlukan ketelitian dan ketekunan untuk memahaminya. Sebab, seperti kebanyakan kisah dalam Al- Qur’a>n, kisah Musa dalam Al-Qur’a>n terpencar-pencar, dengan gaya dan logika bahasa yang berbeda-beda dalam kemasan sastrawinya, diulang-ulang ditempat- tempat yang berbeda dengan kronologi yang acak, dan mengabaikan keterpaduan unsur kisah (termasuk nama tokoh, waktu, serta tempat).41

Merekonstruksi kisah Musa dalam Al-Qur’a>n, ditujukan untuk membangun alur cerita Al-Qur’a>n secara umum bukan menelaah dari sisi sastrawinya (al-fann al- qas}as}i). Dengan demikian, metodenya adalah pertama, mengumpulkan seluruh ayat tentang Nabi Musa; kedua, merekonstruksi ayat-ayat terkumpul dalam satu alur kisah dan membabakkannya; ketiga, menerjemahkan ayat-ayat tersebut dalam suatu deskripsi-narasi yang bertutur untuk mendapatkan ilustrasi yang hidup. 42

Kisah Nabi Musa dalam Al-Qur’a>n sendiri tersebar dalam 30 surat dan termasuk kisah yang paling banyak dimuat dalam Al-Qur’a>n. Ada beberapa surat yang lengkap menerangkan kisah sosok sentral dalam agama Yahudi ini.

Selebihnya, hanya potongan-potongan kisah dalam satu dua ayat saja. Surat-surat yang cukup representatif menggambarkan kisah Nabi Musa adalah Q.S al-A'rāf, al- Kahfi, T}āha, al-Syu'arâ>’, dan al-Qas}as}. Sedangkan surat-surat yang repetitif, segmentatif (sepotong-sepotong), dan global mengisahkan Nabi Musa adalah Q.S al-

40 Q.S. Hu>d [11] : 120.

41 M. Faisol, “Interpretasi Kisah Nabi Musa Perspektif Naratologi al-Quran” dalam Jurnal Islamica: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 11, No. 2, Maret 2017, h. 366

42 Syukran Affani, Rekonstruksi Kisah Nabi Musa dalam al-Quran: Studi Perbandingan dengan Perjanjian Lama, dalam Al-Ihkam, Vol. 12, No. 1, Juni 2017, h. 172.

STAIN Pamekasan Jln. Raya Panglegur Km. 04 Pamekasan.

Baqarah, Āli Imra>n, al-Māidah, Yūnus, Ibrahi>m, al-Isra>’, al-Hajj, al-Mukminūn, al- Furqān, al-Naml, al-Ankabūt, al-Mukmin, al-Dukhkha>n, al-S}affat, dan al-Nāzia>t. 43 3. Struktur Kisah Nabi Musa Dalam Al-Qura>n

Karakteristik kisah Al-Qura>n tidak dapat disamakan dengan kisah karya sastra pada umumnya. Seperti kisah Nabi Musa alaihis salam dalam Al-Qura>n yang cara penyajiannya sangat berbeda, terlebih lagi kisahnya yang tersebar di beberapa surah. Masing-masing surat memiliki gaya yang berbeda dalam menceritakan kisah Nabi Musa. Tercatat tiga surah yang menyajikan kisah tersebut secara terstruktur dalam Al-Qura>n. Ketiga surah tersebut adalah Q.S. Tā{ hā [20], Q.S. al-Syu‘arā [26], dan Q.S. al-Qas}as} [28]. Sementara beberapa surah lainnya hanya menampilkan potongan kisah Nabi Musa seperti Q.S. al-Baqarah [2], Q.S. al- Mā’idah [5], Q.S. al-A‘rāf [7], dan Q.S. al-Kahfi [18].44

Penyusunan kisah Nabi Musa dalam beberapa penelitian yang telah ada menggunakan berbagai metode diantaranya dengan menggunakan periodesasi kisah berdasarkan peristiwa eksodus. Seorang peneliti yang bernama Lenni Lestari melakukan eksplorasi dengan mengelompokkan surah-surah yang memuat nama Musa, kemudian membaginya berdasarkan urutan turunnya surat (tartīb nuzulī).

Sehingga diperoleh gambaran bahwa surah-surah periode Makiyah lebih banyak menyajikan alur-alur kisah nabi Musa pada masa pra-eksodus dan saat eksodus serta beberapa detail kisah pasca- eksodus Tetapi menurut Yunarhar Ilyas bahwa kisah nabi Musa tersebar dalam 34 surat, yaitu 27 Makkiyah dan 7 Madaniyah. Paling banyak terdapat dalam surat al-’Araf (21 kali), kemudian surat al-Qasas (18 kali), surat Ta>ha> (17 kali) dan surat al-Baqarah (13 kali). Selebihnya berkisar antara 1-8 kali. 45

Sementara itu Mohammad Faisol dalam tulisan jurnalnya yang berjudul

“Interpretasi Kisah Nabi Musa Perspektif Naratologi Al-Qura>n” menyusun kisah Nabi Musa ke dalam enam episode (maqs}a>d). Urutan yang disusunnya tidak jauh berbeda dengan yang dirumuskan Muh}ammad ‘Ābid al-Jābirī sebagai berikut 46:

Episode pertama, era kelahiran dan pertumbuhan Nabi Musa di istana Fir‘aun . Episode kedua, Nabi Musa membunuh salah satu penduduk Qibt>i dan mengasingkan diri ke Madyan. Episode ketiga, Nabi Musa kembali ke Mesir dan melakukan pertemuan pertama dengan Tuhannya, di mana pada pertemuan tersebut Nabi Musa diangkat menjadi Nabi dan Rasul dengan mengemban misi membebaskan Bani> Isra>i>l dari tekanan atau imperialisme Fir‘aun . Episode keempat, Nabi Musa keluar dari Mesir menuju Palestina dan Fir‘aun

43 Syukran Affani, Rekonstruksi Kisah Nabi Musa dalam al-Quran: Studi Perbandingan dengan Perjanjian Lama, ….., h. 173.

44 M. Faisol, “Interpretasi Kisah Nabi Musa Perspektif Naratologi al-Quran” dalam

Jurnal ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 11, No. 2, Maret 2017, h. 291.

45 https://suaramuhammadiyah.id/2016/01/12/nabi-musa-as/

46 Muhammad ‘Ābid al-Jābirī, Madkhal ilā al-Qur’an al-Karīm: al-Juz al-Awwal fī

al-Ta‘rīf bi al-Qur’ān (Beirut: Markaz Dirāsāt al-Wihdah al-‘Arabīyah, 2006), h. 360.

mengejarnya hingga ia tenggelam bersama bala tentaranya. Episode kelima, Nabi Musa pergi menemui Tuhan-nya untuk kedua kalinya dan menerima sepuluh wasiat, sedang Bani> Isra>i>l, tanpa sepengetahuannya, menjadikan anak sapi sebagai berhala. Ia pun geram pada saat kembali, kemudian ia memohon ampunan untuk kaumnya. Episode keenam, beberapa peristiwa penyimpangan dan kesesatan yang merupakan signifikansi dari kisah Nabi Musa dalam Al- Qur’ān (maghzā).47

Penyusunan kisah Nabi Musa dan Fir‘aun dalam penelitian ini menempuh beberapa tahapan dalam kehidupan nabi Musa hingga berakhirnya Fir‘aun tenggelam di laut merah beserta bala tentaranya disertai analisis tafsi>r isha>ri terhadap kisah Musa dan Fir‘aun tersebut yang bertujuan untuk menggali aspek spiritual (sufistik) yang terdapat pada tokoh dalam suatu kisah.

Adapun pembagian kisah Al- Qur’ān dalam penelitian ini dibatasi pada kisah Musa dan Fir‘aun dalam Al- Qur’ān . Sehingga penelitian ini sebatas membahas kisah Musa dan Fir‘aun sampai akhir tenggelamnya Fir‘aun . Adapun periode setelah itu tidak termasuk pembahasan dalam kajian ini, mengingat begitu luasnya kisah tersebut. Maka peneliti membatasi pada periode dimana Fir‘aun mengalami kematiannya dengan tenggelam di laut dan mayatnya yang diabadikan oleh Allah.

Adapun tahapan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tahapan Nabi Musa Saat Masa Kelahirannya.

I. Tahapan : Nabi Musa Hidup Di Istana Fir‘aun Hingga Pembunuhan Kepada Orang Qibt>i.

II. Tahapan Nabi Musa Lari Ke Madya>n Setelah Peristiwa Pembunuhan Dan Menetap Disana Selama 10 Tahun.

III Tahapan Nabi Musa Kembali Ke Mesir dan Peristiwa Pengangkatannya Menjadi Nabi di Bukit T}ursina.

IV. Tahapan Nabi Musa dan Ha>ru>n Berdakwah Kepada Fir‘aun .

V. Tahapan Tantangan Fir‘aun Mengajak Adu Tanding Dengan Tukang Sihirnya.

VI. Tahapan Perintah Membawa Bani Israil Keluar Dari Mesir Ke Baitul Maqdis di Palestina.

VII. Tahapan Selamatnya Musa dan Bani Israil serta Tenggelamnya Fir‘aun dan Pasukannya di Laut.

Demikian alur kisah Nabi Musa dan Fir‘aun dalam Al- Qur’ān berdasarkan tahapan-tahapan diatas yang terdiri dari beberapa tahapan dimulai dengan masa kelahiran nabi Musa hingga selamatnya nabi Musa dari kejaran Fir‘aun dan pasukannya serta berakhirnya kekejaman Fir‘aun terhadap Bani Israil.

47 Muhammad ‘Ābid al-Jābirī, Madkhal ilā al-Qur’an al-Karīm: al-Juz al-Awwal fī

al-Ta‘rīf bi al-Qur’ān, (Beirut : Markaz Dirāsāt al-Wih}dah al-‘Arabīyah, 2006), h. 360.

42 BAB III.

TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR ISHARI A. Pengertian Tafsir Secara Bahasa Dan Istilah.

Secara umum pengertian dari tafsir adalah metode untuk memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’a>n. Agar terhindar dari kesalahan dalam memahami makna tafsir, maka amat diperlukan sekali memahami pengertiannya secara bahasa maupun istilah.

Adapun definisi kata tafsi>r menurut Ibn Fa>ris diambil dari al fasru yang artinya menerangkan sesuatu dan menjelaskannya. 1 Sementara Al-Fairuz A>ba>di>

menyatakan arti yang hampir sama, bahwa kata tafsir artinya adalah penjelasan (Al Ibana>h) dan menyingkap sesuatu yang tertutup (Kasyf Al-Mughat}a>). 2

Begitu pula yang dijelaskan oleh Ibnu Manz}ur dalam Lisa>n al-‘Arab bahwa : صشلا رسفي artinya هنباأ (menerangkannya). 3

Kata al fasru dan al-tafsirah artinya : alat-alat kedokteran yang secara khusus digunakan untuk dapat mendeteksi atau mengetahui segala penyakit yang diderita oleh pasien. Karena tafsirah adalah alat yang digunakan untuk mengetahui penyakit yang menjangkit seorang penderita, maka dalam hal ini tafsir adalah alat untuk mengeluarkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’a>n. 4

Dalam Bahasa arab lafaz} tafsi>r merujuk kepada pengertian iz}ha>r (menampakkan) dan kasyf (menyingkap) serta al-baya>n (menerangkan), dan hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam firman Allah ta’ala :

ﱁﭐﱡﭐ ﱂ ﱃ

ﱄ ﱅ ﱆ ﱇ ﱈ

ﱉ ﱠ

“Tidaklah mereka (orang-orang kafir itu) datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan paling baik tafsirnya.”5

Yakni sebaik-baik penjelasan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn

‘Abba>s. 6

1Ibn Fa>ris, Mu‘jam Maqa>yis al-Lughah, )Beirut : Da>r al-Fikr, 2009), Jilid 4, h.

504.

2 Majduddi>n al-Fairuz A>ba>dii>, Al-Qa>mu>s} al-Muhi>t}, (Beirut : Muassasah al- Risa>lah, 2005), Jilid 2, h. 114.

3 Ibn Manz}ur, Lisa>n al-‘Arab, )Beirut : Da>r al-S}adir, 2010), Jilid 6, h. 361.

4Al-Jauhari>, Al-S}iha>h, (Beirut : Da>r al-‘Ilmi Lilmala>yin, 1979), Jilid 2, h. 781., Lihat pula U. Abdurrahman, Metodologi Tafsir Falsafi dan Tafsir Sufi, dalam jurnal Adliya, Vol. 9 No. 1, Edisi Januari-Juni 2015.

5 Q.S. Al-Furqa>n [25] : 33.

6 Ibn Manz}ur, Lisa>n al-‘Arab, )Beirut : Da>r al-S}adir, 2010), Jilid 5, h. 55.

Dari makna tafsi>r menurut bahasa sebagaimana dijelaskan diatas pada dasarnya memiliki pengertian yang sama meskipun disampaikan dalam redaksi bahasa yang berbeda. Bahwa tafsir itu memiliki arti penjelasan atau keterangan terhadap maksud yang sukar dipahami dari ayat-ayat Al-Qur’a>n. Dengan demikian menafsirkan Al-Qur’a>n adalah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit difahami dari ayat-ayat Al-Qur’a>n.7

Menurut sebagian ahli tafsi>r secara istilah tafsi>r tidak termasuk dalam jajaran ilmu pengetahuan atau sains yang memiliki batasan tertentu. Pemikiran ini berdasarkan alasan bahwa tafsi>r tidak mempunyai istilah dan batasan-batasan khusus, seperti yang terdapat dalam ilmu sains yang diciptakan oleh akal manusia.

Meskipun demikian sebagian ahli tafsi>r memasukkan tafsir ke dalam kelompok ilmu pengetahuan karena dalam tafsi>r terdapat topik-topik tertentu yang membutuhkan campur tangan dari beberapa kaidah keilmuan yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam ilmu tafsi>r. Dengan adanya unsur-unsur ini tafsi>r dimasukkan ke dalam kategori ilmu pengetahuan ilmiah. 8

Oleh karena itu, sebagian ahli tafsi>r mencoba mendefiniskan tafsi>r dengan berbagai definisi diantaranya sebagai berikut :

a. Al-Zarkasi> menyatakan bahwa tafsi>r adalah

ّع حل