Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang
diteliti dilakukan
setelahdilakukan validasi
dan pengelompokan data. Analisisini
dapat berupa suatuuji
hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko relatif. Hal yang terakhir inilah yang lebih seringdihitung
dalamstudi
cross-sectionaluntuk mengidentifikasi faktor
risiko.Yang
dimaksud
denganrisiko relatif pada studi
cross-sectionaladalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek)
pada136 Studi cross-sectional
kelompok
denganrisiko,
dengan prevalens efek padakelompok
tanpa risiko. Pada studi cross-sectional ini, risiko relatif yang diperolehbukan risiko relatif
yangmurni. Risiko relatif
yangmumi
hanya dapat diperoleh dengan penelitian kohort, dengan membandingkan insidenspenyakit
padakelompok
denganrisiko
dengan insidens penyakit pada kelompok tanpa risiko.Pada
studi
cross-sectional,estimasi risiko relatif dinyatakan
dengan rasio prevalens (RP),yakni
perbandingan antarajumlah
subyek denganpenyakit
(lama danbaru)
pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada. RPdihitung
dengan cara sederhan4yakni
dengan menggunakan tabel2x2seperti dilukiskan
dalam Gambar 7-2.Dari
skema tersebut rasio prevalensdapat dihitung
denganformula berikut:
RP=o/(o+b):c/(c+d)
o /(o+b)
=
proporsi (prevolens) subyek yong mempunyoi foktor risiko yong mengolomi efekc /(c+d)
=
proporsi (prevolens) subyek tonpo foktor risiko yong mengolomi efekRasio prevalens harus selalu disertai dengan interval kepercayaan (confidence interaal) yang dikehendaki, misal
interval
kepercayaan 95%.Interval
kepercayaanmenunjukkan
rentang rasio prevalens yang diperoleh padapopulasi
terjangkaublla
samplingdilakukan
berulang-ulang dengan cara yang sama. Cara penghitunganinterval
kepercayaanuntuk
rasio prevalens dapatdilihat
dalamLampiran,
atau dapatdihitung
dengan pelbagai program statistika komputer.Bagi kita yang terpenting adalah pemahaman bahwa interval
kepercayaan tersebut harus
dihitung,
dan memahami bagaimana menginterpretasinya.Lihatlah
kembaliuraian
dalam Bab 2.Interpretasi hasil
1 Bila nilai rasio prevalens =
1berarti variabel yang diduga
sebagaifaktot risiko tidak
ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau dengan katalain
ia bersifat netral. Misalnya semula diduga bahwa pemakaian kontrasepsi oral pada awal kehamilanMuhamad Vinci Ghnnli dkk. 137
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung
bawaan pada bayi yang akandilahirkan.
Apabila temyata padaakhir penelitian ditemukan rasio
prevalensnya =1, makahal
tersebut berarti bahwa pemakaian obat kontrasepsi oral olehibu pada awal kehamilan bukan merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit jantung bawaan pada bayi yang kemudiandilahirkan.
Bila
rasio prevalens >1 dan rentang interval kepercayaantidak
mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktorrisiko untuk timbulnya penyakit. Misalnya rasio
prevalenspemakaian KB suntik pada ibu memberikan ASI eksklusif
terhadap kejadiankurang gizi
pada anak=2.Ini
berarti bahwa KB suntik merupakan risiko untuk terjadinya defisiensigizipada
bayi,yakni bayi
yangibunya
akseptorKB suntik
mempunyai risiko menderita defisiensigizi2kali
lebih besar ketimbang bayi yang ibunya bukan pemakai KB suntik.Bila nilai
rasio prevalens <1 dan rentanginterval
kepercayaan tidak mencakupangkal,berarti
faktor yangditeliti
merupakanfaktor protektif, bukan faktor risiko. Misalnya
rasio prevalens pemakaianASI untuk terjadinya diare
padabayi
adalal10,3, berarti ASIjustru
merupakanfaktor
pencegah diare pada bayi,yakni bayi
yangminum ASI memiliki risiko untuk
menderitadiare
0,3kali apabila dibandingkan
denganbayi yang tidak minum
ASI.Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup
angka L, maka berarti pada populasi yangdiwakili
oleh sampel tersebut masihmungkin nilai
rasio prevalensnya = 1.Ini
berarti bahwa dari datayang adabelum dapat disimpulkanbahwa faktoryang dikaji
benar-benarmerupakan faktor risiko
ataufaktor protektif.
Contoh
Rasio prevalens (RP) sebesar 3, dengan interval kepercayaan
95o/o 1,4 sampaiQ8 menunjukkan bahwa dalam populasi yang
diwakili
oleh sampel yang diteliti, kita percaya 95% bahwa rasio prevalensnya terletak antara L,4 sampai 5,8 (selalu lebih138 Studi cross-sectional
dari 1). Namun suatuRP sebesar3 dengan interval kepercaya:rn 957o antara 0,8 sampai 7, menunjukkan bahwa variabel bebas yang diteliti belum tentu merupakan faktor risiko, sebab di dalam populasi yang diwakili oleh sampel,95% nilai RP-nya terletak
di
antara 0;8 dan 7, jadi mencakupnilai
L. RP = 1 menunjukkan bahwa variabel yang diteliti bersifat netral. Hal yang sama juga berlaku untuk faktor protektif (RP kurang dari 1); apabila nilai interval kepercayaan selalu kurang dari Lberarti benar bahwa dalam populasi variabel independen tersebut merupakan faktor protektif. Namun apabila rentang interval kepercayaan mencakup angka 1., faktor yang
diteliti
tersebut belum tentu merupakan faktor protektif.
CoNroH sruDl cRoss-s ECTTaNAL
Sruor cRoss-sECTIoNAL DENGAN sATU FAKToR RISIKo
Misalnya penelitiingin
mencari hubungan antara penggunaan obat nyamuk semprot dengan batukkronik
berulang (BKB) pada balita dengan desain cr oss-sectional. Langkah-langkah yan diperlukan pada penelitianini
adalah:L
Penetapan pertanyaanpenelitian
dan hipotesiso
Pertanyaanpenelitian:
Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB pada anak balita?o Hipotesis yang
sesuaiadalah:
Pemakaianobat nyamuk
semprot berhubungan dengan kejadian BKB pada balita.2 Identifikasi
variabelo
Faktor risiko yang diteliti: penggunaan obat nyamuk semproto
Efek: BKB pada balitao
Faktor risiko yang tidakditeliti:
adanya riwayat asma dalamkeluarga'tingkat
sosial ekonomi,jumlah
anak,dll.
Semua
istilah tersebut harus dibuat definisi
operasionalnya dengan jelas, sehinggatidak
bermakna ganda.Muh ama d Vn ci Ghaznli dkk. 139
3
Penetapan subyekpenelitian
o
Populasi-terjangkau: misalnya ditetapkanbahwa respondenadalah
semuabalita pengunjung poliklinik yang tidak memiliki riwayat
asmadalam
keluarga,memiliki tingkat
sosial ekonomi tertentu, sertajumlah
anak dalam keluarga tertentu.o
Sampel:Dipilih
sejumlah anak balita sesuai dengan perkiraan besar sampelyang diperlukan (misalnya telah dihitung
diperlukan sejumlah 250 anak). Pemilihan subyek dilakukandengan
random snmplingdengan mempergunakan
tabel angka random.4
Pengukurano
Faktor risiko: ditanyakan apakah di rumah subyek digunakan obatnyamuk
semprot.o
Efek: dengankriteria tertentu ditetapkan
apakah subyek tersebut menderita BKB.5 Analisis
Hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel 2x2
(Gambar 7-3). Pada Gambar 7-3 terdapat 100 anak yang terpajanobat nyamuk semprot, 30 anak di antaranya menderita
BKB (prevalens BKB padakelompok
terpajan obatnyamuk :
30/100:
0,3). Terdapat 150 anak tidak terpajan obat nyamuk, 15 di antaranya
menderita BKB (prevalens BKB kelompok tidak terpajan
obatnyamuk :
1511,50: 0,1).Maka
rasio prevalens = 0,310,1= 3.0.Selanjutnya
perlu dihitung interval
kepercayaan rasio prevalens (RP) tersebut. Pada data hipotesiskita nilai interval
kepercayaan 95% RP tersebut selaludi
atasnilai 1 (yakni
antara 1',70 sampai 5,28), artinya dalam populasi 95% RP terletakdi
antara 1,70 sampai 5,28 sehingga dapatdisimpulkan
bahwa benar penggunaan obatnyamuk
semprot merupakanfaktor risiko untuk terjadinya
BKB pada anak. Namury meski (pada datalain)
RP-nya3,biIa interval
kepercayaan mencakup angka L(misalnya
antara 0,9 sampai 6,7), maka penggunaan obatnyamuk
semprotbelum
dapat dikatakan140 Studi cross-sectional
BKB
Tidok Jumloh
Obot nyomuk
135
Jumloh 250
Gambar 7-3. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara pemakaian obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB pada balita. Rasio prevalens = 30/100 : 15/150
:
3.secara
definitif
sebagai faktor risiko.Ini
dapat disebabkan oleh duahal:
(1) obatnyamuk
semprot memangbukan
merupakanfaktor
risiko terjadinya BKB pada anak balita, atau (2) jumlah subyek yangditeliti kurang
banyak;bila ini yang terjadi,
maka penambahanjumlah
subyekpasti
akan mempersempitinterval
kepercayaan.Dari contoh tersebut tampaklahbahwa pada rancangan penelitian cross-sectional
faktor prevalens adalah penting. Prevalens ialah
proporsi subyek yang sakit pada suatuwaktu
tertentu (kasus lama dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan penelitiankohort
yang berartiproporsi
subyek yang semula sehat kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam periode tertentu.Walaupun istilah prevalens sering dihubungkan dengan penyakit,
tetapi dapat juga diartikan
sebagaibukan penyakit, misalnya prevalens dari faktor risiko, atau faktor lain yang akan diteliti.
Prevalens sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk mengetahui berapa banyak penduduk yang terkena penyakit
tertentu dan juga penting di
klinik
untuk mengetahui penyakit yang banyak terdapat dalam suatu pusat kesehatan.Yo
Yo
Tidok
r00 r50 70
30
l5
205 45
Muh am a d Vin ci Ghazali dkk. 141
SrunI cRoss-sE crtoNAL DENGAN
BEBERAnAFAKTOR
RISIKOTidak jarang peneliti ingin memperoleh peran
beberapafaktor risiko untuk
terjadinya sesuatu penyakit sekaligus, atau data yangdikumpulkan tidak
dapatmenyingkirkan
adanya faktor-faktorlain yang mungkin merupakan faktor perancu
(confoundingfactor).
Untuk data ini dapat dilakukan analisis multivariat. Dua
jenis analisismultivariat
yang sering digunakan adalah regresimultipel
dan regresilogistik.
Keduanyadisinggung
sekilas.1
Bila semuafaktor risiko
adalah variabel berskalanumerik
dan variabel efek juga berskala numerik, maka dipergunakan regresimultipel.
Contoh
Ingin
diketahui peran kadar kolesterol total, trigliserida, hemoglobin, jumlah konsumsi rokok, dan usia terhadap tekanan darah diastolik guru lelaki di Jakarta. Desain yangdipilih
adalah uoss-sectional. Hrubungan antara pelbagai jenis variabel independen (faktor risiko) dengan variabel dependen (tekanan darah) dinyatakan dalam persamaan regresi multipel.2.
Bila variabel efek berskalanominal
dan variabel bebas numerik, ordinal, dan nominal, maka yang dipakai adalah regresi logistik.Contoh
Dengan suatu studi cross-sectional
ingin
diketahui peran faktor jenis kelamin, status gizi, usia, kadar gula puasa, dan kadar trigliseridauntuk
terjadinya gangren diabetikum.Karena variabel
tergantung
berskalanominal
dikotom (gangren-tidak gangren), danfaktor risikonya
berskalanumerik
(yakni usia, kadar gula, kadar trigliserida) dan nominal (j enis kelamiry status gizi), maka analisis yang sesuai adalah regresi logistik.Baik persamaan regresi multipel maupun regresi logistik
merupakan
carayang kuat untuk menunjukkan peran banyak
142 Studi cross-sectional
variabel independen terhadap terjadinya variabel dependen, namun
mempunyai
pelbagai persyaratan, keterbatasan,dan
pendekatan interpretasi tertentu, yangtidak
dibahasdi
sini.Pertanyaannya adalah mengapa
bila teknik multivariat ini baik
sertaefisien
(karena sekaligus mendeteksibanyak faktor risiko) tidak
selalu digunakan dalamstudi
kedokteran? Jawabnya adalah oleh karena meskipun teknikmultivariat
dapat mendeteksi banyakvariabel independen
(biasanya sebagaifaktor risiko)
sekaligus,namun dalam
penghitungannyabanyak digunakan
asumsi agaruji
hipotesistertentu
sesuaiuntuk
data tersebut.Misalnya untuk uji parametrik diasumsikan bahwa data yang
adamempunyai distribusi
yangnormal;
dalam kenyataannyatidak
jarang asumsi tersebuttidak dipenuhi
oleh data.Padahal dalam studi apa pury asosiasi yang langsung lebih dapat
diperoleh
dengan desain yanglebih
sederhana.Makin
sederhana desainyang digunakan, makin sedikit
asumsiyang diperlukan,
makin langsung pula asosiasi yang diperoleh. Hasil penelitian yangmenggunakan
desainyang
sederhanalebih mudah pula untuk
diinterpretasi. Oleh karena itulah maka studi multivariat oleh sebagian
ahli dianggap
sebagaipenelitian untuk membangun hipotesis (hypothesis generating
researchl,dan bukan penelitian untuk menguji hipotesis (hypothesis testing
research\.Artinya
hasil analisismultivariat
dapat digunakan sebagai latar belakanguntuk
mengembangkanpenelitian baru yang menguji
asosiasi antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan desain penelitian yang lebih sederhana dan terarah.Kelebihan
dankekurangan penelitian
cl o ss-sectional Kelebihan
1
Keuntungan yang utama desain cross-sectionnl adalah desainini relatif
mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.2
Memungkinkan penggunaan populasidari
masyarakat umum, tidak hanya pasien yang mencari pengobatary dengan demikian maka generalisasinyacukup
memadai.Muh am ad Vn ci Gh azali dkk. 143
J 4 5
Dapat dipakai
untuk
meneliti banyak variabel sekaligus.Jarang terancam loss to folloza-up (drop out).
Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian
kohort
atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit menambahbiaya.
Dapat dipakai sebagai dasar
untuk
penelitian selanjutnya yang bersifatlebih konklusif. Misalnya
suatulaporan
cross-sectional tentang hubungan antara kadarHDL
kolesterol dan konsumsialkohol
dapat merupakan dasarstudi kohort
(atauuji klinis) untuk
dapat memastikan adanya hubungan sebab akibat.Kekurangan
1
Sulituntuk
menentukan sebab dan akibat karena pengambilan datarisiko
dan efekdilakukan
pada satu saat yang bersamaan (temporal relationshiptidak
jelas).Akibatnya seringkali tidak mungkin
ditentukan mana penyebab dan mana akibat (dilematelur dan
ayarr., horse and cart).Misalnya hubungan
kausal antara diare danmalnutrisi tidak
dapatditentukan
pada studi prevalens, karena diarekronik
dapat menyebabkan terjadinyamalnutrisi, sebaliknya malnutrisi juga dapat
menyebabkansindrom
malabsorbsi dengan gejala diarekronik.
2 Studi
prevalenslebih
banyak menjaring subyek dengan masa sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit pendek,karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai
kesempatan yanglebih kecil untuk
terjaring. Bila karakteristik pasien yang cepat sembuh atau meninggal berbeda dengan yang mempunyai masa sakit panjang, dapat terjadi bias, yakni salah interpretasi hasil penelitian.3 Dibutuhkan jumlah
subyek yang cukup banyak, terutamabila
variabel yang dipelajari banyak.4
Tidak menggambarkan perjalananpenyakif
insidens, maupun prognosis.5
Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangatjarang, misalnyakanker lambung, karena pada populasi usia 45-59 tahun
144
5 6 J
4
Studi cross-sectbnal
diperlukan paling
tidak
10.000 subyekuntuk
mendapatkan satu kasus.Kekurangan ini
sebagiandapat diatasi dengan
caramemilih populasi dari
daerah yangendemikikelompok risiko tinggi
daripadamemilih
populasi umum.Mungkin
terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek suatu faktor risiko selama periode tertentu dapat disalahtafsirkan sebagai efek penyakit. Misalny apada rancangan penelitian cross- sectional didapatkan frekuensiHLA-A2
yangtinggi
pada pasien leukemialimfositik akut (LLA),
memberi kesan bahwa pasien denganHLA-A2 mempunyai risiko yang lebih
besaruntuk
menderitaLLA. Namun
dalam penelitianlain
yangdilakukan kemudian terbukti
bahwaHLA-A2 justru memiliki
prognosisyang baik,
yakni umur
pasien lebih panjang; akibatnya, pasienLLA
denganHLA-A2 dijumpai lebih
banyak daripada pasienLLA
denganHLA
lain.Darrnn PUSTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/Mc Graw-Hill, 2001.
Durham WH. Air pollution and student health. Arch Environ Health. 1974;
1.6:853-61.
Fleiss |L. Statistical methods for rates and proportions. Edisi ke-2. New York:
John Wiley,1981.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Lambert PM. Smoking, air pollution, and bronchitis. Lancet. 7970;l:853-7.
Sackett DL, Wenberg jE. Choosing the best research design for each question. BMI. 1997 ;135:L636.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &Hall;1999.
Muh ama d Vn ci Gh az ali dkk. 145
Secaro umum studi cross-sectional merujuk podo
penelition yang tidok mempunyoi dimensi woktu; pengukuron pel5agai voriobel dilakukon sotu koli.
Desoin cross - sect i o na I dapat d ipokoi untuk stud i deskripf if ,
studi komporotif , studi etiologik otou
foktor
risiko.Podo studi ati log i k, studi c ross -sect i o nal mencari hubungon ontorc voriobel bebos (risiko) denganvoriobel tergontung (ef ek). Bila
foktor
risiko serta ef ekberskalo nominol dikotom, dopot diperoleh rosio prevolens, yaituparbondingon onforo prevalens efekpada kelompok dengon risiko don podo kelompok tonpo risiko.
Rosio prevolens = 1 menunjukkon bohwovoriobel bebosyong
diteliti
bukon merupokonfoktor
risiko. Rosio prevolens >1 menunj ukkon bohwo var iobel independen tersebut merupokonfoktor
risiko, don bila rosio prevolens kurong dari 1 berorti voriobel tersebut merupokon foktor protektif.Intervol kepercoyoon horus disertokon untuk menyingkirkon kemungkinon intervol rosio prevolens mencokup ongko 1, yong
berorti dalom populosi, voriobel independen belum tentu merupokan foktor risiko otou foktor
protektif.
Hubungon bonyok voriabel independen dengan sotu voriobel dependendopot diperoleh dengon mempergunokon onolisis multivoriot; yong bonyok dipokoi odoloh Persomoon regresi multipel don regresi logisti k.
Keuntungon sfudi cross-sectional adoloh
relotif
muroh, mudoh, don hos i I nyo cepot d i per ol eh. Ket erbotosonnyo odoloh koreno tidok odonya dimensi woktu, dari desoinnyo tidok dopot ditentukon mono penyebab don mono okibot.Bab B - Sudi kasus-kontrol
Rulina Suradi, Corry M Siahaan*, Rachma
FBoediang, Sudiyanto, Iswari
Setyaningsih,
Soepardi
Soedibi oenelitian kasus-konftol
(case-control study),sering
jugadisebut
sebagai case-clmparison study, case-compeer study, case-referentstudy, atau
retrospectiaestudy, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang
menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan)tertentu
denganfaktor risiko tertentu.
Desainpenelitian
kasus-kontrol
dapat dipergunakanuntuk
menilai berapa besarkah peranfaktor risiko dalam kejadian penyakit
(cause-effect relationship), seperti hubungan antara kejadian kanker serviks denganperilaku
seksual,hubungan
antaratuberkulosis
anak dengan pemberian vaksinasi BCG, atau hubungan antara stafusgizibayi
usia 1 tahun dengan pemakaian KBsuntik
pada ibu.Dalam kekuatan hubungan
sebab-akibat,studi
kasus-kontrol beradadi bawah
desain eksperimentaldan studi kohort,
namun desianini
lebih kuat daripada studi cross-sectional, karena pada studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan pada studi cross-sectional
tidak. Desain kasus-kontrol mempunyai kelemahan khususnya akibat
recall bias,tetapi juga mempunyai
beberapa keuntungan, sehinggacukup
banyakdilakukan
dalam penelitianklinis. Pada keadaan tertentu, yakni pada kasus yang jarang
ditemukan, desain kasus-kontrol bahkan merupakan satu-satunya yangmungkin
digunakanuntuk
mencari hubungan sebab-akibat.148 P en elitian kns us -ko ntr oI
Gambar 8-1. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus), dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua kelompok, kemudian dibandingkan.
F",".'*"6-l
fffi-",.t-l F.t-;*",f fffi-",t-1
Jumloh
Foktor risiko
*
Foktor risiko (-)
o*b c*d o*c b+d
o*b*c*d
Gambar 8-2. Tabel2x2 menunjukan hasil pengamatan pada studi kasus-kontr ol (tanpa matching).
Sel
a
= kasus yang mengalami pajanan Selb :
kontrol yang mengalami pajanan Selc :
kasus yang tidak mengalami pajanan Seld
= kontrol yang tidak mengalami pajanan Risiko relatif yang dinyatakan dalam rasio odds (RO) = {a/(a+b) : b/(a+b)} /{c(c+d): d/(c+d)} =ah:
cld= ad/bc
Rulina Suradi dlck. 149
X
lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y dibandingkan dengan mereka yang tidak berpenyakitX.
Pertanyaanyang perlu dijawab
denganpenelitian ini
adalah: apakah ada asosiasi antara variabelefek (penyakit,
keadaanlain)
dengan variabellain
(yang diduga memengaruhi terjadinya penyakit tersebut) pada populasi yang diteliti?Studi kasus-kontrol sering digunakan karena dibanding dengan
studi kohort ia lebih
murah,lebih
cepat memberi hasil, dantidak memerlukan jumlah
subyekyang banyak.
Sepertitelah
disebut,untuk
kasusyang jarang
desainkasus-kontrol merupakan
satu- satunya desain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasifaktor risiko. Misalnya penelitian ingin
menentukan apakah pemberian estrogen padaibu di
sekitar masa konsepsimempertinggi risiko terjadinya penyakit jantung
bawaan (PJB) padabayinya'
Karena insidens PIB padabayi lahir hidup dari ibu
yangtidak
mendapat estrogenadalah
8per
1000,pada studi kohort diperlukan
4000ibu
terpajan dan 4000ibu tidak
terpajanfaktor risiko untuk
dapat mendeteksi peninggian risiko sebanyakZkal|
sedang denganstudi kasus-kontrol hanya diperlukan
188 kasusdan
188kontrol.
Bila yangditeliti
ialah PJB khusus, misalnyamalformasi konotrunkus
yang kekerapannya hanya 2 per 1000 kelahiranhidup,
makauntuk studi kohort diperlukan
15.700ibu
terpajandan
15.700ibu tidak
terpajan estrogen, sedangkanuntuk
studi kasus-kontrol tetap hanyadiperlukan
sejumlah 188 kasusdan
188kontrol.
LnNCXAH-LANGKAH PADA PENELITIAN KASUS-KONTROt
Pada
studi
kasus-kontrol tahapan yangdiperlukan
adalah:1
Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai2 Mendiskripsikan
variabel penelitian:faktor risiko,
efek3
Menentukanpopulasi
terjangkau dan sampel (kasus, kontrol), dan carauntuk pemilihan
subyek penelitian4
Melakukan pengukuran variabel efek danfaktor risiko
5
Menganalisis datar50
P enelitian knsus-kontrol1, MrnuvrusKAN pEr{TANyAAN pENELITIAN /
HIPOTESIS
Setiap penelitian
diawali
dengan penetapan pertanyaan penelitiary kemudian disusun hipotesis yang akandiuji
validitasnya.Misalnya pertanyaannya adalah:
Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda dengan keiadian penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan?
Hipotesis yang
ingin diuji
adalah:Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan 9PJB) dibanding pada ibu yang anaknya tidak menderita PfB.
2 MENNETINISIKAN
VARIABEL PENELITIANFaktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat
dinilai
dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan.Ukuran
pajanan terhadapfaktor risiko
yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:o
Dikotom,yaitu
apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernahminum jamu peluntur
atautidak
o
Polikotom, pajanandiukur
padalebih
dari 2tingkat,
misaltidak
pernalr, kadang-kadang, atau'sering terpajano
Kontinu, pajanandiukur
dalam skalakontinu
atau numerilg misalnyaumur
dalam tahury paritas, berat lahir.Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajananitu
berlangsung terus-meneruso
Saat mendapat pajanan pertamao
Bilakah terjadi pajananterakhir
RulirnSuradidkk. 151
Di antara pelbagai ukuran tersebut,yangpaling sering digunakan adalahvariabel independen (faktor risiko) berskala nominal
dikotom (ya
atautidak) dan variabel
dependen (efek,penyakit)
berskala nominaldikotom
(ya atau tidak) pula.Untuk masalah
kesehatan,terutama
kesehatanreproduksi,
apakah pajananterjadi
sebelum, selama,atau
sesudah keadaantertentu
sangatlahpenting. Misalnya
pemakaian kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum pemah mengalami kehamilan sampai cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker pay'udara'Kita juga yahu
pajanan beberapaobat
atau bahanaktif tertentu
selamakehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian
kelainan bawaan pada janin.Dalam mencari informasi
tentang pajanan suatufaktor risiko
yangditeliti
maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat.Informasi tersebut dapat diperoleh antara
lain
dari:o
Catatan medis rumahsakif laboratorium
patologi anatomio
Datadari
catatan kantorwilayah
kesehatano Kontak
dengan subyekpenelitian, baik
secara langsung, telepory atau surat)Cara apa