• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6 -Desain penelitian

Dalam dokumen Buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Halaman 112-133)

SUBYEK YANG DITELITI

Bab 6 Bab 6 -Desain penelitian

Husein

Alatas,

WT Karyomanggolo, Dahlan Ali

Musa,

Aswitha Boediarso, Ismet

N Oesmana

Nikmah

S

ldris

esain penelitian merupakan rancangan penelitian yang

disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban

terhadap pertanyaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih luas desain penelitian mencakup pelbagai hal yang

dilakukan

peneliti, mulai dari identifikasi masalah, rumusan hipotesis, operasionalisasi hipotesis, cara pengumpulan dat4 sampai akhimya pada analisis data.

Dalam pengertian yang sempit desain penelitian mengacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian; karena itu desainberguna sebagai pedomanuntuk mencapai tujuan penelitian.

Dengan demikian maka pada hakekatnya desain penelitian

merupakan suatu wahana

unfuk

mencapai tujuan penelitian, yang juga berperan sebagai rambu-rambu yang akan menuntun pen'eliti dalam seluruh proses penelitian. Dalam garis besar, desain penelitian

mempunyai 2

kegunaan

yang

amat

penting dalam

keseluruhan proses penelitiary yakni:

r

Merupakan sarana bagi peneliti

untuk

memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.

o

Merupakan alat

bagi peneliti untuk

dapat mengendalikan atau mengontrol pelbagai variabel yang berpengaruh atau berperan dalam suatu penelitian.

Huseinalatas dkk 105

Desain penelitian membantu peneliti untuk mendapatkan

jawaban atas pertanyaan penelitian dengan sahilu obyektif, akurat, serta hemat. Desain penelitian harus disusun dengan cermat dan

kemudian dilaksanakan

dengan

penuh perhitungan

agar dapat memperoleh

bukti

empiris yang kuat relevansinya dengan

merujuk

pada pertanyaan penelitian. Desain yang direncanakan dengan

baik

sangat

membantu peneliti untuk mengandalkan

observasi dan intervensi, serta melakukan inferensi atau generalisasi hasil penelitian ke populasi yang lebih luas.

PEnAU DESAIN DALAM PENELITIAN

Bagaimana

desain penelitian dapat berperan seperti

tersebut?

Desain merupakan kerangka

acuan

bagi pengkajian hubungan

antar-variabel. Dalam pengertian tertentu desain mengatakan jenis observasi atau pengukuran ap a y ar.g harus dilakukary bagaimana cara melakukan pengukurary serta bagaimana melakukan analisis terhadap hasil pengukuran. Jadi desain mengacu pada pengukuran dan analisis; misalnya manakah yang terma suk a ariab eI b eb as (u arinb eI independen, prediktor, risiko, atar kausa) dan mana yang merupakan variabel tergantung (aariabel dependen, aariabel efek, outcome, euent).

Dari variabel bebas dapat dilihat mana yang termasuk dalam variabel

aktif

(misalnya kebiasaan merokok), dan mana

yang

merupakan variabel

atribut

(misalnya jenis kelamin).

Terdapat beberapa

hal penting

yang

perlu dikaji

sebelum jenis desain ditenfukan. Pertama, sejak awal peneliti harus menentukan apakah

akan melakukan intervensi, yaitu studi intervensional

(eksperimental), atau hanya akan melaksanakan pengamatan saja tanpa intervensi,

yaitu

melaksanakan

studi

observasional. Kedua, apabila

dipilih

penelitian observasional, harus

ditentukan

apakah akan

dilakukan

pengamatan sewaktu

(yaitu studi

cross-sectional)

atau dilakukan follow-up dalam kurun waktu tertentu (studi

longitudinal).

Hal.

ketiga adalah apakah akan dilakukan studi

retrospektif,

yaitu mengevaluasi peristiw a y angsudah berlangsung ataukah

studi prospektif yaitu

dengan

mengikuti

subyek

untuk

meneliti peristiwa

yang

belum

terjadi.

106 Desain ptnelitian

Perlu dikemukakan bahwa

desain

penelitian yang

satu

tidak lebih unggul daripada

yang

lain,

oleh karena desain yang

dipilih berhubungan erat dengan tujuan dan pertanyaan penelitian.

Dengan kata

lairy pemilihan

desain bertujuan

untuk

memperoleh

jawaban atas pertanyaan penelitian dengan cara yang paling efisien dan dengan hasil yang memuaskan. Selain

itu,

satu jenis penelitian dapat menunjang jenis penelitian yang lain.

Hasil

suatu penelitian observasional

unfuk

mencari data awal suatu penyakit, yang sering disebut sebagai studi deskriptif, misalnya mengenai gambaran

klinis

dan laboratorium suatu penyakit, dapat digunakan untuk menyusun

studi analitik

mengenai hubungan sebab-akibat beberapa variabel,

misalnya faktor yang meningkatkan terjadinya penyakit.

Pada tahapan berikutnya

mungkin

dapat

dilakukan

studi intervensional, berupa intervensi medis, prosedur, ataupun penyuluhan kesehatan,

untuk

menilai peran intervensi dalam menurunkan morbiditas dan

mortalitas penyakit

tersebut.

KTasmIKASI IENIS PENELITIAN

Seperti tercermin dalam

uraian di

atas, klasifikasi jenis penelitian medis sangatberagam, bergantung pada dasar pembuatan klasifikasi.

Tidak

ada satu klasifikasi

pun

yang memuaskan.

Di

satu sisi tidak satu

pun

klasifikasi yang lengkap, namun

di lain

sisi banyak yang tumpang-tindih. Tidak ada klasifikasi desain yang bersif at mutually exclusiue (kalau sudah termasuk dalam kelompok yang satu

tidak

dapat dimasukkan dalam kelompok yang lain).

Uraian

ringkas

di

bawah

ini

dikemukakan

untuk

memperlihatkan betapa orang dapat membuat klasifikasi jenis penelitian kedokteran dan kesehatan dengan pelbagai dasar, bukannya

untuk

dihafal atau dianut.

Tabel 6-1 memperlihatkan salah satu cara

klasifikasi

penelitian

di

dalam

bidang ilmu

kedokteran dan kesehatan. Tampak bahwa

klasifikasi ini bersifat tumpang-tindih: penelitian

dasar

mungkin

bersifat deskrip'tif, dapat pula analitik, penelitian klinis

dapat bersifat transversal atau

longitudinal,

dan seterusnya.

Inilah

yang

dimaksud

dengan

tidak

mutually exclusioe.

Husein alatas dldc 107

Tqbel

6-1. Klosifikqsi

desqin

penelition

kedokteron

/

kesehcton

I

Berdosorkon podo rucng lingkup penelilicn

o

Penelition klinis

o

Penelition lopongon

r

Penelitionlqborotorium 2 Berdqsorkon podo woktu

o

Penelition tronsversol (cross-secfionor): prospektif otou retrospektif

'' .

Penelilion longitudinol: prospektif otou retrospektif 3 Berdosqrkon podo subslonsi

o

Penelition dosor

o

Penelition teropon

4 Berdosorkon podo odo qlou tidoknyo qnolisis hubungon onlqr'voriqbel

r

Penelitiondeskriptif

o

Peneliiion onolitik 5 Desoin khusus

o

Uii diognosrik

o

Anolisis kesintoson (survivol onolysis)

r

Meto-onolisis

Klasifikasi

yang sangat sering

dikemukakan

adalah

penelitian deskriptif dan penelitian analitik.

Pembagian

ini menimbulkan

kerancuan oleh karena sering disalahtafsirkary yaitu disebut sebagai penelitian

deskriptif

akan tetapi dalam pelaksanaannya

dilakukan

analisis data. Sebaliknya pada setiap

studi analitik

selalu

diawali

dengan deskripsi data sebelum

dilakukan

analisis.

Arti

kedua jenis penelitian tersebut

diuraikan di

bawah.

Namun harus diakui bahwa terdapat perbedaan dalam klasifikasi

ini. Kami

masih menggunakan pemahaman konvensional, dengan mengacu pada ada'atau

tidaknya

hubungan antar-variabel. Studi yang tidak mempelajari hubungan antar-variabel disebut penelitian

deskriptif, dan

semua

penelitian yang

mencari

hubungan

antar-

108 Desainpenelitian

variabel disebut sebagai penelitian analitik. Pendapat lain memberi batasan

yang lebih

ketat

untuk

menyatakan

studi analitik, yakni

penelitian yang mencari hubungan kausal, termasuk

uji klinis

dan studi etiologi. Dengan demikian

uji

diagnostik, misalnya,

lnenurut

paham

ini

termasuk

studi

deskriptif.

Pada

penelitian deskriptif

peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan.

Hasil

pengukuran disajikan apa adanya,

tidak dilakukan

analisis mengapa fenomena terjadi.

Pada

studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis

sehingga

tidak

dilakukan uji hipotesis (uji statistika) seperti uji x2 atau uji-t maupun penghitungan

risiko relatif,

rasio odds dan sejenisnya. Contohnya adalah survei morbiditas dan mortalitas, atau gambaran

klinis

dan laboratorium sindrom atau penyakit tertentu. Laporan retrospektif hasil pengobatan (biasanya dalam konteks pelayanan pasien) yang

dilakukan

tanpa

kontrol

adalah contoh lain.

Pada

penelitian analitik peneliti

berupaya mencari

hubungan

antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Pada

penelitian

ini dilakukan

analisis

terhadap

data, karena

itu pada penelitian analitik selalu diperlukan hipotesis yang harus diformulasikan

sebelum penelitian

dimulai, untuk divalidasi

dengan data

empiris yang dikumpulkan. Hubungan antar-variabel dapat dilakukan

dengan pelbagai

uji hipotesis

(sering disebut secara

kurang

tepat sebagai'uji statistik a' atarJuji'kemaknaan') sesuai dengan data, dan

I

atau pelbagai jenis analisis lain yang disebutkan

di

atas.

Telah disebutkan bahwa data pada

penelitian deskriptif

sering dapat

dipakai untuk penelitian

analitik pada tahapan berikutnya.

Jika

kita

akan melakukan penelitian tentang'penyakit yang datanya

masih sedikit,

sebaiknya

dilakukan penelitian deskriptif

terlebih

dahulu. Data

tersebut

kemudian dipakai untuk menyusun

latar

belakang dan hipotesis penelitian analitik. Hal

tersebut relevan

untuk penyakit baru

seperti

flu burung

atau

flu

babi.

Perlu diingat pula bahwa laporan penelitian analitik selalu

diawali

dengan deskripsi subyek penelitian lebih

dulu,

sebelum

dilakukan

analisis.

Hal ini fidak berarti

penelitian tersebut bersifat

deskriptif

dan analitik, kecuali bila deskripsi subyek yang

terpilih

merupakan salah satu pertanyaan penelitian yang secara khusus perlu dijawab.

Husein alatas dkk 109

Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi

tiga jenis,

yaitu

(1)

studi

cross

-sectional,

(2)

studi kasus-kontrol'

(3)

studi

kohort.

Akhir-akhir ini

meta-analisis, suatu desain khusus yang menggabungkan hasil banyak studi, digolongkan dalam

studi observasional analitik.

Telah

dikemukakan bahwa klasifikasi jenis

desain

penelitian

sangat beragam; setiap ahli membuat klasifikasi sendiri, seringkali terkesan dengan mengabaikan klasifikasi yang dibuat oleh ahli yang

lain. Klasifikasi yang

sederhana,

mudah dipahami,

dan banyak

dipakai

pada

studi epidemiologi maupun

penelitian

klinis

tertera

pada Gambat

6-"1..

Pembagian desain tersebut cukup

praktis

dan didasarkan pada ada atau

tidak

adanya intervensi atau manipulasi yang

dilakukan

oleh peneliti terhadap subyek penelitian. Pada

studi eksperimental peneliti

melakukan

manipulasi

terhadap satu atau

lebih

variabel

penelitian dan kemudian mempelajari efek perlakuan

tersebut, sedang pada

studi

observasional

ia

melakukan pengamatan atau

pengukuran terhadap

pelbagai

jenis variabel subyek penelitian

menurut keadaan alamiatu tanpa berupaya melakukan manipulasi atau intervensi.

Perlu sedikit

dijelaskan tentang makna

kata intetoensi

dalarn desain

penelitian ini.

Yang

dimaksud

dengan

intervensi

dalam

konteks

ini

adalah perlakuan yang dilakukan oleh peneliti terhadap subyek

penelitiary

dan

hasil perlakuan

tersebut

diamati, diukur,

dan dianalisis. Apabila peneliti melakukan tindakan atau intervensi, namun efek intervensi tersebut

tidak diukur

dan

tidak

dianalisis, maka hal tersebut bukan merupakan suafu studi intervensi. Sebagai

contoh

seorang

ahli bedah melakukan intervensi bedah untuk

mengambil batu empedu dan meneliti komposisi batu

empedu yang diambilnya, maka ahli bedah tersebut

tidak

dapat dikatakan melakukan

penelitian

intervensional melainkan melakukan

studi

observasional.

Ciri khas studi intervensional dibanding

dengan

studi observasional adalah pada studi intervensional peneliti

menentukan subyek mana yang akan memperoleh

perlakuan

aPa, sedangkan pada studi observasional pajanan terhadap faktor

risiko

atau variabel independen berlangsung secara alamiah.

110 Desainpenelitian

Desqin penelition

I 2 3 4 5 6

Observosionol Loporon kosus*

Seri kosus*

Studi cross-secfionol lermosuk survoi*

Studi kosus-kontrol siudi kohorr Meto-onolisis

lntervensionol

I

Uii klinis

2

lniervensi

pendidikon periloku

kesehoton mosyorokot

Gambar 6-L. Skema memperlihatkan klasifikasi sederhana desain penelitian.

Catatan: *Sebagian ahli berpendapat bahwa laporan kasus, seri kasus, dan survai bukan merupakan penelitian yang sebenarnya.

Kami mengacu pada Hegde yang mengatakan bahwa ilmu adalah suatu filosofi, sedang penelitian adalah tindakan (action) untuk

mengisi ilmu. Sepanjang laporan kasus, seri kasus, dan pelbagai survai tersebut merupakan proses untuk mengisi ilmq maka ia dapat disebut sebagai penelitian dengan desain yang sederhana. Banyak penelitian dasar yang desainnya sederhana namun membuahkan hasil spektakular dipandang dari segi ilmu karena substansinya yang berbobot.

A PENEUTIANoBSERVASIONAL LaponnN

KASUS

DAN

sERI KASUS

Banyak

yang tidak

menganggap

laporan kasus dan seri

kasus sebagai suatu penelitian. Dasar pendapat tersebut dapat dipahami, mengingat pada

filosofi

dasar penelitian: the essence of research is comparison.

Dari laporan

kasus

dan seri

kasus

kita tidak

dapat

menilai terdapatnya hubungan

sebab-akibat,

karena dilakukan

tanpa menggunakan kontrol. Bila pada laporan kasus dikemukakan adanya gejala efek samping terhadap sejenis obatbaru, hal itu harus ditanggapi secara berhati-hati karena faktor peluang (chance) sangat besar. Tetapi deskripsi efek samping pada laporan kasus merupakan

Husein alatas dkk 111

dokumentasi

yang

amat berharga, karena dapat menggugah

kita untuk

waspada terhadap kemungkinan efek samping tersebut dan memberikan

stimulasi untuk

melakukan

penelitian lebih

lanjut.

Cukup banyak laporan kasus atau seri kasus pada masa lampau

yang kemudian membuahkan suatu

Penemuan

penyakit

baru.

Misalnya laporan

kasus

Richard Bright pada

tahun1.,827

yang membuahkan penyakit glomerulonefritis yang pada saat ini

ternyata sangat beragam jenisnya. Laporan

William

Heberden tahun 1772 mengenai

sakit dada pada sejumlah

kasus

pada akhirnya membuahkan penyakit angina pektoris. Bahkan akhir-akhir ini laporan

serial kasus

yaitu 5 lelaki

homoseksual

yang

menderita

pneumonia akibat

Pneumocystis

carinii pada tahun

1.980-1981,

akhirnya

membuahkan penemuan

penyakit AIDS,

sebagai suatu

penyakit baru dan amat penting, muncul ke permukaan

dan menjadi isu kesehatan global hanya dalam

waktu

beberapa tahun.

Salah satu

bentuk

seri kasus yang

seringkali dilakukan

adalah

pengaruh

pengobatan atau

prosedur

atau

tindakan

pengobatan pada sejumlah kasus. Laporan semacam

ini

meski

dilakukan

pada lebih dari 50 kasus, tidak mempunyai

nilai

yang besar dalam ranah penelitian, oleh karena

tidak dilakukan

dengan

kontrol.

Penelitian

seperti ini hanya memberi petunjuk mengenai kemungkinan

terdapatnya efek terapi obat tersebut, serta efek samping ataupun

komplikasi

yang dapat

timbul

pada pemakaian sesuatu obat atau

prosedur.

Seharusnya

laporan

semacam

ini dilanjutkan

dengan

studi

eksperimental

untuk membuktikan

ada atau

tidaknya

efek obat atau prosedur tersebut.

Tidak jarang suatu laporan kasus yang mengesankan terdapakrya efek

terapi

obat atau

prosedur

pengobatan, setelah

diuji

dengan penelitian eksperimental temyata hasilrrya negatif . Contohnya adalah penggunaan obat imunosupresif imuran pada sindrom nefrotik relaps frekuen; obat tersebut semula dilaporkan cukup

efektil

nalnun setelah dilakukan penelitian eksperimental (uji klinis) oleh ISKDC (International Study of Kdney Disease

ii

Children) secara kolaboratif, temyata pasien sindrom

nefrotik

relaps frekuen yang

diberi imuran

hasilnya sama dengan kelompok kontrol yang diberi pengobatan standar. Akhimya disimpulkan bahwa penggunaan imuran pada pasien sindrom nefrotik

112 Duainpenelitian

relaps sering adalah tidak efektif. Keadaan serupa dijumpai pada obat atau prosedur pengobatan lain. Karenanya pada saat

ini

dapat dibuat simpulan

urmrn

bahwa studi observasional atau

uji

klinis yang tidak dirandomisasi cenderung untuk melebih-lebihkan efek suatu obat atau pengobatan dibanding dengan uji klinis dengan randomisasi. Namun harus diakui terdapat cukup banyak prosedur pengobatan yang tidak didasarkan atas uji klinis dengan randomisasi, baik karena jumlah kasus yang sedikit, masalah teknis, atau masalah etika.

PrrunrrrAN

cRos

s- sECnoNAL

Dalam penelitian cross-sectional penellti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat

tertentu.

Kata satu saat bukan berarti semua subyek diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapi

artinya tiap

subyek hanya diobservasi satu

kali

dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Dengan demikian maka pada

studi

cross-sectional

peneliti tidak

melakukan

tindak lanjut

terhadap pengukuran yang dilakukan, Desain cross- sectional sering digunakan baik dalam studi klinis dan lapangan; desain

ini

dapat digunakan pada penelitian deskriptif maupun analitik.

Contoh

penelitian

cross-sectional

deskriptif:

.

persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif

di

komunitas

o

prevalens obesitas pada mahasiswa di Jakarta

o

indeks

tuberkulin

pada anak. (Studi

ini,

meski memerlukan follow-up 48-721am

untuk

penilaian hasil

uji

tuberkuliry tetap disebut sebagai studi cross- sectional karena penyuntikan, dan penilaian hasil merupakan safu kesatuan).

Contoh

penelitian

cross-sectional analitik:

o

beda proporsi pemberian ASI eksklusif pada pelbagai

tingkat pendidikan ibu

.

beda kadar kolesterol

dokter

anak dan dokter bedah

o

Beda prevalens

penyakit tertentu

antara siswa

lelaki

dan perempuan

o

Peran pelbagai faktor risiko dalam terjadinya penyakit tertentu

Husein alatns dkk 113

Dalam studi

analitik

toss-sectional yang mempelajari hubungan antara

faktor risiko

dengan

penyakit

(efek), pengukuran terhadap variabel bebas (faktor

risiko)

dan variabel tergantung (efek) hanya

dilakukan

sekali dalam

waktu

yang bersamaan.

Dari

pengukuran tersebut

maka dapat diketahui jumlah

subyek

yang

mengalami efek, baik pada kelompok subyek yang faktor risiko, maupun pada

kelompok

tanpa

faktor

risiko.

Hasil pengukuran biasanya disusun dalam tabel? x 2; dari tabel

ini

dapat

dilihat

prevalens

penyakit

(efek) pada kelompok dengan atau tanpa

faktor risiko, kemudian

dapat

dihitung

rasio preaalens,

yakni

perbandingan antara prevalens efek pada kelompok subyek yang

memiliki

faktor

risiko

dengan prevalens efek pada kelompok subyek tanpa

faktor

risiko.

Rasio prevalens memberikan

gambaran

peran faktor risiko

terhadap terjadinya efek atau penyakit. Bila rasio prevalens sama dengan 1, artinya prevalens

penyakit

pada subyek dengan

faktor A

sama dengan prevalens pada subyek tanpa faktor

A,

maka faktor tersebut bukanlah merupakan faktor risiko. Bila nilai rasio prevalens lebih dari 1 berarti faktor A tersebut merupakan faktor risiko, dan nilai yang kurang dari 1 menunjukkan

bahwi

faktor tersebut merupakan faktor protektif (mencegah terjadinya efek). Namun dalam menilai rasio prevalens

harus diperhatikan

interanl kepercayaan

Karena studi

cross-sectional hanya

mengukur

prevalens (bukan insidens), maka

studi tersebut seringkali disebut pula

sebagai

studi

prevalens.

Untuk uraian

selanjutnya

lihat

Bab 7.

Srupr KASUS-KoNTRoL

Berbeda dengan

studi

cross-sectional,

pada studi kasus-kontrol

observasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel tergantung tidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuran variabel tergantung, yal,rri efek, sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif; karena itu studi kasus-kontrol disebut sebagai studi longitudinaf artinya subyek tidak hanya diobservasi pada satu saat tetapi

diikuti

selama periode yang ditentukan.

114 Desainpenelitian

seperti telah

disebutkan,

pada studi kasus-kontrol dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakit

(efek),

kemudian ditelusur

secara

retrospektif

ada atau

tidaknya faktor risiko

yang

diduga

berperan.

Untuk kontrol

harus

dipilih

subyek dari populasi dengan karakteristik yang sama dengan kasus; bedanya kelompok

kontrol ini tidak

menderita penyakit atau kelainan yang

dlteliti. Pemilihan

subyek

kontrol ini dapat dilakukan

dengan 2

cara,

yakni

dengan cara serasi (matching) atau tanpa matching.

seperti pada studi cross-sectional, hasd pengukuran pada studi kasus- kontrol disusun dalam tabel2x 2. Hubungan sebab akibat antara faktor

risiko dan efek diperoleh

secara

tidak langsung, yakni

dengan menghitung risiko relatif, yang dalam studi kasus-kontrol dinyatakan sebagai rasio odds (odds

ratio),

Odds adalah perbandingan antara peluang (probabilitas)

untuk

terjadinya efek dengan peluang

untuk

Uaat te4aainya efek; bila peluang terjadinya efek dinyatakan dengan P,

maka

odds adalah P/(1-P). Sebagai

contoh, bila peluang

atau kemungkinan Muhammad

Ali untuk

menang melawan Joe Frazier adalah 75"/o, maka odds Ali untuk menang adalah

:75%

:25"/o -- 3.

Rasio odds menttnjukkan berapa besar peran

faktor risiko

yang

diteliti

terhadap terjadinya penyakit (efek), jadi serupa dengan rasio prevalens pada studi cross-sectional atatatau risiko relatif pada studi kohort.

Nilai

rasio

odds:1

menunjukkan bahwa faktor yang

diteliti

ternyata bukan merupakan risiko

untuk

terjadinya efek. Rasio yang lebih besar

dari

1 menunjukkan bahwa benar

faktor yang diteliti merupakan faktor risiko,

sedangkan

rasio yang kurang dari

L

menunjukkan bahwa faktor

tersebut merupakan

faktor protektif untuk terjadinya

efek.

Nilai

rasio odds

ini harus disertai interval

kepercayaannya.

SruoI KoHoRT

Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang mulai dengan

identifikasi

efek, pada

penelitian kohort

yang

diidentifikasi

lebih

dahulu

adalah kausa atau

faktor

risikonya, kemudian sekelompok

subyek (yang disebut kohort) diikuti

secara

prospektif

selama

periode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya

efek.

Husein alatas dkk 115

Pada

penelitian kohort murni, yang diamati

adalah subyek yang belum mengalami pajanan faktor risiko yang dipelajari serta belum

mengalami

efek.

Sebagian subyek tersebut secara alamiah akan mengalami pajanan terhadap faktor risiko tertentr4 sebagian lainnya tidak. Subyek yang terpajan faktor risiko menjadi kelompok yang diteliti, sedang subyek yang

tidak

terpajan menjadi kelompok kontrol. Dalam keadaan ini,

oleh

karena kedua kelompok berangkat

dari

populasi yang sama, maka biasanya keduanya sebanding (comparable) kecuali dalam hal adanya pajanan terhadap

faktor risiko.

Kedua

kelompok

tersebut kemudian

diikuti

selama masa tertenhr, untuk kemudian ditentukan apakah telah te4adi efek atau penyakit yang diteliti.

Hasil

pengamatan

studi kohort

juga disusun dalam

tabel2

x 2,

dan dapat ditentukan insidens terjadinya efek pada kelompok

terpajan dan kelompok

kontrol.

Selanjutnya dapat

dihitung risiko relatif, atau risiko insidens, yakni

perbandingan antara insidens efek pada kelompok dengan

faktor risiko

dengan insidens efek pada

kelompok tanpa

faktor

risiko.

Risiko relatif menunjukkan

besarnya peran

faktor risiko

terhadap terjadinya penyakit;

bila risiko relatif

=

1 maka

faktor yang diteliti bukanlah merupakan faktor

risiko,

nilai yang lebih daripada

1

menunjukkan bahwa faktor

tersebut

merupakan risiko, sedangkan nilai yang kurang daripada

1 menunjukkan bahwa faktor yang

diteliti

tersebut bersifat

protektif.

Dalam menilai hasil

risiko relatif

harus

pula

diperhatikan

interval

kepercayaannya. Uraian selanjutnya dapat dipelajari dalam Bab 9.

Selain studi kohort prospektif juga dikenal studi kohort retrospektif.

Pada desain

ini

peneliti mengideritifikasi faktor

risikb

dan efek pada

kohort

yang

terjadi di

masa

lalu

(penelitian disebut rerospektif bila pada saat penelitian dilakukan outcome y arrg

diteliti

sudah terjadi).

Analisis

yang

digunakan

sama dengan pada

studi kohort prospektif. Kesahihan hasil studi ini bergantung

pada kualitas data pada rekam medis atau sumber data lain. Seperti pada studi kohort prospektif, baik faktor risiko maupun efek yang

diteliti

harus didefinisikan dengan jelas. Salah satu kelemahan studi

kohort

retrospektif

ini

adalah terdapatnya kemungkinan bahwa pelbagai pengukuran

yang dilakukan

pada masa lampau

tidak

memenuhi

116 Desainpenelitian

standar, karena data yang ada adalah data pelayanan, data penelitian. Diagram pada Gambar

6-2 memperjelas perbedaan desain

studi

cross-sectional, kasus-kontrol,

kohort prospektif,

dan

kohort

retrospektif.

cross secttlonal

:

fZ."".""

Cross sectionaf

;;,--l I

f*t".. ".". ry

Masa lampau Masa datan{t

Gambar 6-2. Skema memperlihatkan dimensi waktu dalam desain observasional. Pada studi cross-se ctionalpengukuran faktor risiko dan efek dilakukan satu kali pada saat yang sama; studi

ini

disebut retrospektif bila kejadian yang diteliti telah terjadi pada masa lalu.

Pada studi kasus-kontrol, efek dinilai sekarang sedangkan faktor risiko ditelusur retrospektif. Pada studi kohort prospektif penelitian dimulai sekarang, faktor risiko dan efek dideteksi ke depan secara

prospektif. Pada studi kohort retrospektif faktor risiko dan efek telah

i"4uii

di masa lalu, namun kejadian efek ditelusur prospektif dilihat dari saat pajanan faktor risiko.

PENnTNIAN EKSPERIMENTAL

Studi eksperimental, sering pula disebut studi intervensional,

adalah salah satu rancangan penelitian yang dipergunakan

untuk

Dalam dokumen Buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Halaman 112-133)