• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seperti pada jenis desain penelitian lairu

studi kohort mempunyai

beberapa keunfungan dan kekurangan atau kelemahan, y angharus secara cermat dipertimbangkan oleh

peneliti

dalam

pemilihannya untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Kelebihan

1 Studi kohort merupakan

desain

terbaik dalam menentukan

insidens dan perjalanan

penyakit

atau efek yang

diteliti.

2 Studi kohort merupakan

desain

terbaik dalam

menerangkan dinamika hubungan temporal antara

faktor risiko

dengan efek

3 Studi kohort merupakan piiihan terbaik untuk kasus yang

bersifat fatal dan progresif.

4 Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa

efek

sekaligus

dari

suatu

faktor risiko

tertentu.

5

Karena pengamatan

dilakukan kontinu

dan

longitudinal, studi

kohort dianggap andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan.

Kekurangan

1

Studi

kohort

biasanya memerlukan

waktu

yang lama.

2

Sarana dan biaya biasanya mahal.

aJ

4

TaralanTambunan dkk. 185

Studi kohort seringkali rumit.

Kurang efisien

dari

segi

waktu

dan biaya

untuk

meneliti kasus jarang.

Terancam drop out atau terjadinya perubahan intensitas pajanan atau

faktor risiko

dapat mengganggu analisis hasil.

Pada

keadaan tertentu dapat menimbulkan masalah etika karena peneliti membiarkan subyek terkena pajanan yang dicurigai

atau dianggap dapat merugikan subyek.

Derran PUSTAKA

1 2

Bracken MB. Perinatal epidemiology. New York: Oxford University Press;1984.

Black C, Kaye JA, |ick H. Relation of childhood gastrointestinal disor ders to autism: nested case-control study using data from the UK General Practice Research Database. BMI 2002;325:419-21,.Dawson B, Trapp RG. Basic

& Clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/Mc Graw- Hill2001.

Fetcher RH, Fletcher SW, Wagner Eh. Clinical epidemilogy

-

the essentials.

Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996.

Folsom AR, Nieto Fj, McGovern PG, Tsai

Ml

Malinow MR, Eckfeldt fH, et al.

Prospective Study of Coronary Heart Disease Incidence in Relation to Fasting Total Homocysteine, Related Genetic Polymorphisms, and B Vitamins The Atherosclerosis Risk

in

Communities (ARIC) Study. Circulation.

1998;98:204-21.0.

Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Herast N, Newman TB, penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.

Matanoski GM, Sletser & Sartwell PE, Elliot EA. The current mortality rates of radiologists and other physician specialists: deaths from all causes and from cancer. AM J Epidemiol. 1975;101:188-98.

Nguyen ND, Pongchaiyakul C, Center ]R, Eisman fA, Nguyen TV. Abdominal fat and hip fracture risk in the elderly: The Dubbo Osteoporosis Epidemiology Study. BMC Musculoskeletal Disorders.2005, 6:LI doi:10.1186/1471-2474-6-IL.

Pratiknya AW. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran kesehatan.

Jakarta: Rajawali; 1986.

Zeka A, Eisen EA" Kriebel D, Gote R, Wegman DH. Risk of upper aerodigestive tract cancers in a case-cohort study of autoworkers exposed to metalworking fluids. Occup Environ Med. 2004;61.:426431.

186 Studikohort

Sm *

s

ffiffiwe#ffiww"

Studi kohort merupokon penelition observosionol onolitik yong biosonyo digunokon untuk menentukon pengoruh pojonon terhodop kejodion efek otou penyokit.

Studi kohort dimuloi denganmenantukon subyek tonpo pojanon, mengomati tarjodinyo pojonon dan meniloi terjodinyo penyokit podo kelompok terpojan don tidok terpojon.

Anolisis yong khos untuk studi kohort odoloh penentuon risiko

relalif

(RR) yokni perbondingon ontoro insidens penyokit podo kelompok terpojon dengan insidens podo kelompok tidok terpojon.

Nilai RR horus disertoi intervol kepercayaan (IK). RR = 1 otou RR denganfKyong mencokup ongko 1 menunjukkon bohwo pojonon bukon merupokon

fokfor

risiko, niloi f K yong

>1 menunjukkon bohwo pojonon benor merupokon

foktor

risiko, don niloi IK <1 menunjukkon bohwo pojonon merupakon

foktor protektif.

D i kenol beberapavorion stud i ko hort, termasu k stud i kohort dengan kontrol eksternal,studi kohort retrospektif, don nested case-control

sfudy

dan case-cohorf study.

Kelebihon studi kohirt odoloh io dopot menentukan insidens penyokit. Kekurongonnyo, studi kohort seringmemerlukon woktu lomo, mohol, don songot teroncom pada drop ouf. Mokin lomo moso pengomotan, mokin besor kemungkinon terjadinya drop outyang dopot mangurongi voliditos penelition.

Seperti holnya podo studi kasus-kontrol, studi kohort dapot digunokon untuk meneliti beberopo

faktor

risiko.

Bab L0-Uiiklinis

Sri Rezeki Harun, Sukman T Putra, Imral Chain Sudigdo Sastoasmoro

ji klinis (clinical trials) merupakan penelitian

eksperimental terencan a y arrg dilakukan pada manusia.

Pada

uji klinis peneliti memberikan perlakuan

atau

intervensi pada peserta penelitian, kemudian

efek

perlakuan teresebut diukur dan dianalisis. Bila dibandingkan

dengan

studi

observasionaf

uji klinis

memPunyai kapasitas yang lebih

tinggi

dalam memperlihatkan hubungan sebab-akibat. Dalam desain

ini pelbagai jenis bias dapat ditiadakan atau dikurangi,

termasuk bias akibat variabel perancu.

Uji klinis

seringkali dilakukan

untuk

membandingkan efek satu jenis pengobatan dengan pengobatan lainnya. Dalam arti kata luas, pengobatan tidak hanya berarti pengobatan medikamentosa, namun termasuk tindakan pencegahary tindakan bedatu terapi psikologis,

die!

akupungtur, pendidikan atau intervensi kesehatan masyarakat, dan

lain-lain. Uji klinis formal

pertama

kali dilakukan

pada

akhir

abad ke-19

untuk menguji efektivitas vaksin difteria. Uji klinis

multisenter y angpertama dilakukan pada pengobatan tuberkulosis dengan

streptomisin.

Sejak

itu teori

dan

praktik uji klinis makin

berkembang. Meski randomisasi dan penyamaran, dua konsep penting dalamuji klinis sudah dikenalbeberapa dasawarsa sebelumnya narnun baru dalam paruh kedua abad ke-20 kedua hal tersebut amat sangat ditekankan dalam proses

uji klinis.

188 Ujiklinis

Dalam uji klinis dikenal uji klinis

acak

terkontrol

(randomized controlled

trial = RCT), yang merupakan baku

emas

uji klinis.

Dalam istilah tersebut

implisit

sudah termasuk aspek ketersamaran (masking, blinding) selain randomisasi.

Uji klinis

bervariasi

dari uji

efektivitas obat yang sederhana, yang hanya melibatkan beberapa

puluh

pasien dan dapat dilaksanakan oleh

satu

peneliti, sampai

uji

klinis multisenter yang menuntut organisasi yang

rumif

di samping

jumlah

peserta

dan peneliti yang

banyak,

faktor logistik,

sistem

informasi, dan

manajemen

yang kompleks. Hasil uji klinis

yang sahih (ualid)

dan penting

memberikan

informasi

kepada

praktisi

tentang dua hal utama berikut;

.

efek terapi

yang

dikehendaki (intended effects)

o

efek samping yang

tidak

dikehendaki (unintended

fficts)

Faktor harga, ketersediaan dan kemudahan

untuk

memperoleh obat, meski biasanya bukan merupakan isu utama dalam

uji klinis, seringkali menjadi penentu

apakah

obat

akan

digunakan

dalam

praktik

ataukah tidak. Dalam bab

ini

diuraikanbeberapa dasar cara

untuk

merancang

uji klinis

acak

terkontrol

yang paling sederhana.

Pembahasan

diawali

dengan tahapan dan

jenis

desain

uji klinis, dilanjutkan

dengan langkah-langkah pelaksanaannya, kelebihan dan kekurangan uji klinis, serta beberapa catatan penting dan lampiran.

TaHnpaN PENEMUAN oBAT BARU

Dalam arti sempit uji klinis merupakan

proses pengembangan pengobatan baru. Biasanya jenis obat atau'cara pengobatan yang akan

diuji

diharapkan memberikan hasil yang lebih baik

dibanding

dengan pengobatan yang ada. Dalam konteks

ini kita

mengenal 2 tahapan, yakni:

Tahapanl

Pada tahapan

ini dilakukan

penelitian laboratorium, yang disebut sebagai

uji pra-klinis,

dilaksanakan dengan menggunakan hewan coba.

Tujuan penelitian

tahapan 1 adalah

untuk mengumpulkan

SriRezekiHarun dkk. 189

informasi tentang

aspek

farmakologi dan toksikologi obat

guna menyiapkan tahapan

berikut, yakni studi

menggunakan manusia.

Tahapan2

Dalam

tahapan pengembangan obat

bant 2 digunakan

manusia sebagai peserta penelitian. Tahapan ke-2

ini

berdasarkan tujuannya dibagi menjadi

4

fase, yaitu:

Fase

I

bertujuan

untuk

meneliti keamanan serta toleransi terhadap obat, biasanya dilaksanakan dengan menyertakan 20-100 peserta,

tidak

jarang melibatkan relawan karyawan pengembang obat.

Fase

II

bertujuan menilai sistem atau dosis pengobatan yang

paling

efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 peserta penelitian.

Uji klinis

fase

I maupun

fase

II tidak

mempunyai desain standar,

namun

disesuaikan dengan jenis obat dan

penyakit

yang diobati.

Uji

fase

I

dan

II

sering

dilakukan

tanpa randomisasi.

Fase

III bertujuan

mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru

dibandingkan

dengan plasebo atau pengobatan

yang

ada (terapi standar).

Uji klinis

yang banyak dilaporkan dalam

jurnal

termasuk dalam fase

ini.

Baku emas

uji klinis

fase

III

adalah

uji klinis

acak

terkontrol

(randomized cntrolled trial).

Fase

IV bertujuan untuk

mengevaluasi obat

yang telah dipakai

Dalam dokumen Buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis (Halaman 191-196)