Secara
klasik
tr anslational r esear chdidefinisikan
sebagai " ...ffictia etranslation of the new knowledge, mechanisms, and techniques generated
by
adaancesin
basic scienceinto
new approachesfor
preaention, diagnosis, and treatment of disease which are essentialfor
improainghealth.." (Fontanerosa).
Lebih jauh lagi
beberapapakar
membagi translational researchmenjadi dua blok, yaitu T1 dan
T2 sebagaisuatu
translational continuumatat
clinical research enterprise.Istilah T1 sering dianggap bersinonim atau merujuk
kepada"bench to bedside",
yaitu
"the bench-to-bedside enterprise of harnessing knowldegefrom
basic sciences to produce new drugs, deaices, and treatment optingsfor
patients". TheInstitute
of Medicine's ClinicalResearch Roundtable mendefinisikan TL sebagai
berikut:
"the transfer of nezn understanding of disease mechanisms gainedin
the laboratory into the deaelopment of new methods for diagnosis, therapy, and preuention and theirfirst
testingin
humans."Artinya
area risetini
merupakan pertemuan antarailmu
dasar dengan kedokteranklinis;
target atau endpointyang dituju adalah produksi terapi atau obatbaru yang dapat digunakan secaraklinis
ataudiproduksi
secara komersial. Definisi T1ini hampir mirip
dengandefinisi
translational research secaraumum
yang dikemukakan oleh Fontanerosa.Apa yang dimaksud dengan
T2?Riset T2 dapat dikatakan
merupakan translasi hasil penelitianklinis
ke dalampraktik untuk
memastikan bahwa. obatatau
pendekatandiagnostik yang baru
ditemukan
benar-benarmenjangkau
pasienatau populasi
yangdimaksud. Untuk itu, produksi obat/pendekatan terapi
atau126 Desainpenelitian
diagnostik yang merupakan luaran
fase bench-to-bedside menjadititik awal T2. Ringkasnya T2 menerjemahkan temuan dalam penelitian klinis ke dalam praktik sehari-hari
serta pembuatankebijakan
kesehatan.Berdasarkan pemahaman
di
atas,tampak bahwa T1 dan
T2 merupakan continuum. Riset T1 memerlukan penguasaanbiologi
molekular, genetik, danilmu
dasar lain sertaklinikus
terlatih yang bekerjadi laboratorium lengkap
denganteknologi
canggih sertainfrastruktur yang mendukung. Sebaliknya, laboratorium
T2 adalah komunitas dan pelayanan rawat jalan, yaitu tempat intervensi berbasispopulasi, tempat riset
berbasispraktis
membawahasil penelitian
T1ke ruang publik. Oleh karena ltu,
T2 memerlukan keterampilan riset berbeda,yaitu
penguasaanilmu
implementasi lapangandan
evaluasiintervensi di lingkungan
nyata, termasukepidemiologi klinis, teori komunikasi, ilmu perilaku,
kebijakanpublik,
keuangan, teori organisasi, desain sistem,informatika,
dankombinasi riset metodologi/kualitatif.
Penelirian T1 dan T2 menghadapi tantangan yang berbeda. T1
berjuang dengan misteri biologi atau teknologi, rekrutmen uji
klinis, dan pengontrolan lingkungan. Adapun risetT2lebihbanyak menghadapi tantangan perilaku manusia, masalah
organisasi, hambataninfrastruktur
dan sumber daya, dengan segala tantanganyang
ada.Mengingat rumitnya
prosestranslasi hasil penelitian untuk memiliki dampak bagi
kesehatanmasyarakat,
beberapakelompok
membuatmodel
dengan T1'-T2-T3-T4 yang merupakankontinuum riset
biomedis.o
T1 adalah translasi dariilmu
dasar ke studi penelitianklinis
(dengan subyek manusia),o
T2 menerapkan hasil penelitianklinis
ke pasiery.
T3 adalah riset berbasispraktik,
dan. T4 merupakan
outcome researchyang mengacu pada komunitas
dan kebijakan kesehatan.Apa pun
modelnya,inti
konsep penelitian translasional adalah memastikanbahwa
apa yangditemukan dalam penelitian
dasar diteruskan ke penelitian pada manusai dan komunitas.Huseinalatas dkk 127
RnvcxaseN
Secara
tradisional, riset
dalambidang
kedokterandan
kesehatan seringkalidikelompokkan
menjadi dua kategori,yaitu
riset dasar (disebut juga riset fundamental atau risetmurni)
dan riset terapan.Riset dasar bersifat
lebih spekulatif
dan memerlukanwaktu
lama(seringkali dalam hitungan
dasawarsa)untuk diterapkan
dalamkonteks praktis namun kadang mampu menghasilkan
temuanfenomenal yang menyebabkan
pergeseranparadigma praktis.
Sebaliknya
riset terapan memiliki implikasi langsung
terhadappraktik
tetapi seringkali hanya menghasilkan perbaikan bertahap danbukan
suatu terobosan radikal.Dikotomi
riset dasar dan terapanini menyulitkan
pembentukantim multidisiplin yang diperlukan untuk
keberhasilan penelitian translasional. Riset translasional berusaha membebaskandiri dari domain
dasardan
terapanini
sehinggadapat diterapkan
secara lebih umum. Pada riset translasional interaksi antara riset akademisdan praktik pelayanan kesehatan/industri ditingkatkan.
Parapraktisi dapat membantu pembentukan agenda riset
denganmemberi informasi mengenai masalah apa yang
sebenarnyadihadapi
dan memerlukan pendekatan dengan riset translasional.Seperti telah disebut, pendekatan riset terapan hanya menghasilan perbaikan masalah kesehatan yang sedikit.
Dnrrnn PUSTAKA
Abramowics M, Barnett Hl, Edelmann CMIR. Controlled trial of azathioprine in children with nephrotic syndrome. The report of The Intemational Study of Kidney Diseases in Children. Lancet. 1970;2:959-61,.
Azwar A, Prihartono, J. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: Binarupa Aksar4 1987.
Campbell
Dl
Stanley jC. Experimental and quasiexperimental designs for research. Boston: Houghton Mifflin Co.;L963.Doll R,
Hill
AB. Mortality in relation to smoking: Ten-year observation of British doctors. BMI L964; 1399-450.Dougherty D, Conway PH. The "3T's" road map to transform US health care: the "how" of high-quality care, JAMA. 2008;299:23191321.
4
5
128 Desainpenelitian
6
Egger M, Smith GD, Philips AN. Meta-analysis: principles and procedures.BMI 1997;31.5:1533-7.
7
Fletcher R, Fetcher S, Wagner EH. Clinical epidemiology-
the essentials.Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins; 1996.
Fontanarosa PB, C.D, DeAngelis CD. Basic science and translational research:
call for papers/ IAMA. 20OI;285:2246.
Hulley SB, Cummings SR" Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
Katz DL. Clinical epidemiology & evidence-based medicine. Thousand Oaks:
Sage Publications; 2001.
Pratiknya AW: Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan
kesehatan. Jakarta: Rajawali; 1986.
Sackett DL, Wenberg JE. Choosing the best research design for each question. BMI 1997 ;135:1636.
Zerhouni EA. US biomedical research: basic, translational, and clinical sciences. IAMA. 2005;294:1352-58.
10
11
t2 13
Husein alatas dlck 129
MwweM
Desoin penelition merupokon rencono penelition sebogoi sorono bogi peneliti untuk memperoleh jowobon otos perfonyoon penelition otou menguji voliditos hipotesis.
Klosif ikosi sederhono yang bermonfoat odoloh pembagion menjodi studi eksperimentol don observosional. Podo studi eksperimentol, peneliti melakukon olokosi subyek untuk diberi intervensi, don mengukur hosil (efek) intervensi. Podo studi observos ionol penel iti honyo melokukon pengamoton terhodop subyek penelition don mengonolisis hosil pengomotan.
Desoin penelition seringkoli soling menunjong satu dengon loinnyo. Bentuk'penelition' yong poling sederhono pun, yoitu laporon kosus, kodong dopot membuohkon Penamuon penyokit yong penting don berbohoyo di kemudion hori.
Tiop jenis desoin mempunyoi keunggulon dan kekurangon.
Desoin untuk mencori hubungon kousol yong terkuot odoloh stud i eksperimentol. 5t udi o bs ervas i o nal memi I i ki kopos itos hubungon sebob-okibot yong lebih lemoh, tetopi lebih banyok digunokon koreno
ralotif
muroh don mudoh.Tidok odo desoin terboik untuk semua jenis penelition. Untuk menjowab pertonyoon penelition yong somo,
teoritis
dapot dipergunokan pelbogoi desoin penelition. Desain terbaik odolah yong dopot manjowob partonyoon penelition secoro okurat, sohih, ef ektif , don ef isien.Dikotomi penelifian dosor don teropon okhir-okhir ini menjodi bohon diskusidon horus lebih diintegrosikon dalam konsep penelition tronsklosionol, yang menerjamohkan hasil studi dosor ke penelition klinis, komunitos, don okhinryo ke kebijokon kesehoton.
Bab 7 -Sildi cross-sectional
Muhamad Vinci Ghazali, Suharyono Sastomihardio*, Sri Rochani Soediarwo, Titi Soelaryo, Hariarti
SPramulyo
alam penelitian kedokteran dan
kesehatan,studi
cross pectionalmerupakan
suatubentuk studi
observasional(non-eksperimental) yang paling sering dilakukan. Kira-
kira
sepertigaartikel orisinal
dalamjurnal
kedokteran merupakan laporan studi cross-sectional Dalam arti kata luas,studi
uoss-sectional mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat. Studi sepertiini
dapat hanya bersifat deskriptif, misalnya penentuannilai
normal(nilainilai
antropometrik bayi baru lahir, kadarimunoglobin
pasien asma). Ia juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi perbandingan antarakadar
asamurat
pada manula yang normal dan yang gemuk, atau studi korelasi antara skor kebugaran tertenfu dengan kadar kolesterol. Dengan perkataanlain, penelitian
yangpengukurannya dilakukan hanya satu kali, disebut studi
crlss- sectional. Berikutini
akan dibahas studi cross- sectional analitikuntuk
mempelajarietiologi
ataufaktor risiko
suatu penyakit.Dalam studi
cross-sectional,variabel independen atau faktor risiko
dan tergantung (efek)dinilai
secara simultan pada satu saat;jadi tidak
adafollow-up
padastudi
cross-sectional, Denganstudi
cross-sectional
diperoleh
prevalenspenyakit
dalampopulasi
pada suatu saat; oleh karenaitu
studi cross-sectional disebut pula sebagaistudi
prevalens (preaalence study).Dari
data yang diperoletr" dapatMuhamad Vnci Ghazali dkk. 131
dibandingkan
prevalenspenyakit
padakelompok
denganfaktor
risiko, dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa faktor risiko.Studi prevalens tidak hanya digunakan untuk
Perencanaan kesehatan, akan tetapi juga dapat digunakan sebagai studi etiologi.Yang dibicarakan dalam bab
ini lebih untuk
mengenal fungsinya sebagaisuatu penelitian etiologi.
Pembahasandiawali
dengan tinjauan ringkas tentang pengertian dasar, dandilanjutkan
dengan langkah-langkah dalam melaksanakan studi cross-sectional. Contohstudi analitlk
cross-sectionaldikemukakan,
sebelum pembicaraan mengenaistudi
cross-sectionnlyang menilai lebih dari
satufaktor
risiko.Akhirnya
dibahas pula beberapa kelebihan dan kekurangan desain cross-sectional.PENcBnUAN DASAR sruDl cRoss- SECTTaNAL
Telah dikemukakan bahwa dalam penelitian cross-sectional
peneliti mencari hubungan
antaravariabel
bebas(faktor risiko)
dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.Tentunya
tidak
semua subyek harus diperiksa padahari
ataupun saat yang sam4 namun baik varibel risiko serta efek tersebutdiukur
menurut keadaan atau statusnya padawaktu
observasi,jadi
pada desain cross sectionaltidak
ada prosedurtindak lanjut
atau follow- up. Selainltu
temporal relationship (hubunganwaktu)
antarafaktor risiko
dan efektidak
selalu tergambardari
data yangterkumpul.
Hasil
pengamatan
cr oss-s ectionaluntuk
mengidentifikasi faktor risiko ini kemudian disusun dalam tabel2x 2. Untuk desain sepertiini
biasanya yangdihitung
adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatupenyakit
atau efek pada subyek kelompok yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalens penyakit atau efek pada subyek yangtidak
mempunyai faktor risiko. Rasio prevalens menunjukkan peran faktorrisiko
dalam terjadinya efek padastudi
cross-sectionalLlhatlah
susunan tabel 2x 2
pada Gambar 7-1.Studi
cross-sectional merupakan salah satustudi
observasionaluntuk
menentukanhubungan
antarafaktor risiko dan
penyakit.Studi
cross-sectionaluntuk mempelajari etiologi suatu penyakit
132 Studi cross-sectional
digunakan terutama untuk mempelajari faktor risiko penyakit yang