• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA

B. Lima Kode Pembacaan

5. Kode Semik

4.1.17 Analisis Scene 23

Gambar 4.42

A. Analisis Leksia

Yosi melanjutkan, "So demi cintaku pada” sambil berdiri di atas meja. Dia lalu menyanyikan kata "Jakarta" sambil membuat gerakan naik-turun dengan kedua tangannya, mengakibatkan orang-orang di sekitar situ berkumpul di sekelilingnya. Semua mendongak menatapnya. Reza, Martin, Moreno, Jhonny, dan lelaki berkopiah hitam mengalihkan pandangan mereka ke arah kanan, lalu mengangguk-anggukkan kepala mereka ke depan.

Latar belakang scene dan pemeran pembantu lalu berganti. Empat orang berada di sisi kanan Yosi. Di posisi terdepan adalah lelaki bercambang dan

berbaju kuning. Di sampingnya adalah lelaki berbaju batik berlengan pendek dan celana panjang hitam, seorang lelaki bertopi pet hitam dan berkaus kuning cerah, serta seorang lelaki berkaus abu-abu dan bercelana jeans.

Jumlah orang yang sama ada di sisi kiri Yosi. Mereka adalah perempuan berkaus biru dengan rambut disanggul. Dia melilitkan sarung warna-warni di pinggangnya. Di sebelah kanannnya tampak lelaki berkacamata dan berkaus biru muda. Berikutnya adalah perempuan Tiongjoa berambut hitam panjang, berkulit putih, berblus hijau toska, dan bercelana panjang hitam. Di sebelahnya yaitu perempuan Tionghoa berambut pendek yang dicat cokelat, berblus oranye muda dan bercelana panjang putih dan aksen garis merah muda.

Shot ini menggunakan teknik pengambilan gambar long shot dan low level angle. Jenis fokus yang digunakan adalah selective focus. Pencahayaan terletak pada kategori high key dengan kategori warna warm.

B. Lima Kode Pembacaan

1. Kode Hermeneutika

Mengapa lirik yang dinyanyikan Yosi berbunyi "So demi cintaku pada Jakarta"? Mengapa kelima rekannya mengangguk-anggukkan kepala? Mengapa latar belakang shot berubah saat "Jakarta" diucapkan? Mengapa Yosi berdiri di atas meja? Mengapa posisi Reza, Martin, Moreno, Jhony, dan lelaki berkopiah hitam digantikan oleh beberapa orang baru? Mengapa dia mengucapkan "Jakarta"

sambil membuat gerakan naik-turun dengan kedua tangannya? Mengapa orang- orang itu berkumpul di sekelilingnya?

Mengapa lelaki pertama bercambang dan berbaju kuning? Mengapa lelaki kedua mengenakan baju batik dan celana panjang hitam? Mengapa lelaki ketiga mengenakan topi pet hitam dan kaus kuning cerah? Mengapa lelaki keempat memakai kaus abu-abu dan celana jeans?

2. Kode Proaretik

Setelah mengekspos isu SARA dan dampaknya, lirik “so demi cintaku pada Jakarta” merupakan awal dari konklusi yang hendak ditawarkan oleh Cameo

Project. Konklusi yang dimaksud adalah tindakan seperti apa yang harus dilakukan agar Pilkada DKI Jakarta bisa berjalan dengan baik. Anggukan kepala dari rekan-rekan Yosi menandakan bahwa mereka memiliki sentimen yang sama dengan Yosi. Pergantian latar belakang shot saat kata “Jakarta” dinyanyikan memberi kesan dinamis dan variatif. Begitu pun halnya dengan posisi Reza, Martin, Moreno, Jhony, dan lelaki berkopiah hitam yang digantikan beberapa orang baru.

Eksekusi shot ini menampilkan lebih banyak lagi perwakilan ‘wajah’ dari penduduk Jakarta. Yosi yang dalam posisi berdiri di atas meja menjadikan sosoknya terlihat lebih tinggi dari rekan-rekannya Hal ini menguatkan kesannya sebagai opinion leader bagi masyarakat Jakarta. Hal itu dibuktikan dengan berkumpulnya orang-orang tersebut di sekelilingnya. Yosi mengucapkan

“Jakarta” dengan tangan dinaik-turunkan untuk memberi penekanan pada kata itu, mengingat lokasi dan aplikasi Pilkada ada di kota tersebut.

Empat orang berada di sekeliling Yosi. Semuanya laki-laki. Baju kuning yang dikenakan lelaki pertama memberi kesan ceria. Baju batik dan celana panjang hitam yang dikenakan lelaki kedua menandakan pribadi yang santai dan cenderung tradisional. Topi pet hitam yang dikenakan lelaki ketiga memberi kesan kasual dan sporty, sedangkan kaus kuning cerah memberi kesan riang. Kaus abu-abu yang dikenakan lelaki keempat memberikan kesan tenang, sementara celana jeans memberi kesan santai namun modern.

3. Kode Simbolik

Bahasa gaul, seperti yang ditunjukkan dalam lirik “so demi cintaku pada Jakarta” adalah simbol dari modernitas penduduk perkotaan. Tak seperti bahasa formal yang terstruktur atas aturan linguistik yang mengikat, bahasa gaul berkesan kasual, kerap digunakan dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan dalam basis keseharian itulah yang menciptakan kesan akrab dan membumi di kalangan masyarakat.

Sentimen “cinta pada Jakarta” yang semrawut, macet, dan korup—sentimen yang sehari-harinya sulit untuk dirasakan para penduduknya, dibangkitkan lagi melalui lirik ini. Lirik yang sederhana dan mudah dimengerti memberi perasaan

kepada penonton bahasa rasa “cinta pada Jakarta” adalah hal yang dirasakan oleh siapa saja, bukan hanya oleh Cameo Project. Rasa “cinta” yang disinggung dalam lirik, merupakan sentimen kuat yang mampu membuat partisipan politik kembali antusias tentang masa depan kotanya. Anggukan kepada dari orang-orang di sekeliling Yosi persamaan sentimen tersebut. Kehadiran mereka yang menggantikan kelima pemeran utama merepresentasikan ragam wajah warga Jakarta. Sosok Yosi yang berdiri di atas meja melambangkan statusnya sebagai pemuka pendapat (opinion leader).

Teknik pengambilan gambar long shot menciptakan jarak yang jelas dengan penonton. Low angle menciptakan kesan kurangnya otoritas dengan menempatkan penonton dalam keadaan didominasi dan dikuasai. Selective focus meminta perhatian penonton tertuju pada satu objek tertentu, yaitu Yosi dan pemain figuran yang ada di sekelilingnya. Pencahayaan high key menciptakan nuansa yang riang dan cerah. Pewarnaan yang hangat memberi kesan optimis serta penuh semangat.

4. Kode Kultural

Lirik “so demi cintaku pada Jakarta” menggunakan bahasa yang informal.

Difusi budaya Barat dalam lirik ini dapat dilihat dari pemakaian kata “so”. Kata

“so” berasal dari bahasa Inggris, yang berarti “jadi” atau “karena itu”. Kata ini mengandung makna kausalitas atau sebab-akibat. Bagian “sebab” yang dimaksud adalah pemaparan tentang isu SARA yang menghasut pemilih untuk memilih berdasarkan agama. Eksposisi bagian “akibat” dimulai di shot ini. Langkah pertama yang dilakukan untuk menanggulangi perpecahan yang diakibatkan oleh isu SARA adalah bersatu di bawah sentimen yang sama—“rasa cinta pada Jakarta”.

Jakarta, dengan segala problematika yang menggelayutinya, memerlukan kepedulian dari penduduknya, terlebih kaum muda yang berenergi dan beraspirasi besar. Salah satu bentuk bentuk kepedulian itu adalah berpartisipasi dalam Pilkada sebagai pemilih. Fakta bahwa video ini diakses melalui Youtube menandakan bahwa spesifikasi khalayak sasaran Came Project adalah kaum urban yang tidak hanya melek internet, tetapi juga cukup peka terhadap isu sosial. Selain itu,

digunakannya potongan bahasa Inggris dalam lirik menandakan bahwa khalayak sasaran Cameo Project adalah kaum muda yang urban dan modern.

5. Kode Semik

Lewat lirik “so demi cintaku pada Jakarta”, Cameo Project ingin menyampaikan bahwa partisipasi politik warga Jakarta di Pilkada adalah bukti cinta mereka pada kotanya. Mayoritas orang belum memahami esensi dari memilih, yang bukan hanya tentang hak, tetapi juga kewajiban. Naiknya taraf kesejahteraan sesungguhnya dimulai dari partisipasi warga sendiri. Jika memang masalah-masalah di Jakarta ingin segera ditanggulangi, warga Jakarta hendaknya menggunakan kesempatan dalam Pilkada untuk memilih pemimpin yang benar.

Dengan ini jumlah orang yang memilih untuk golput seperti dalam Pilkada tahap pertama bisa berkurang. Kepedulian adalah kuncinya. Jika warga sudah peduli pada nasib Jakarta, maka mereka akan bergerak tanpa ragu-ragu.

Gambar 4.43

A. Analisis Leksia

Yosi menyilangkan kedua tangannya di depan pinggangnya saat menyanyikan "sebelum semuanya". Yosi merentangkan tangannya, mengangkatnya, menekuknya di sisi kanan dan kiri tubuhnya, lalu melanjutkan dengan lirik "tambah parah" sembari menoleh ke kanan dan kiri.

Kedelapan 'penonton' yang berada di sekitar Yosi masih menyimak. Sebagian besar dari mereka mengerutkan dahi. Lelaki Tionghoa berkaus kuning di sisi kanan Yosi mengarahkan telunjuk kanannya ke arah Yosi, lalu sedikit menundukkan kepalanya. Perempuan Tionghoa berblus hijau toska menurunkan pandangannya, lalu mengangguk tegas.

B. Lima Kode Pembacaan

1. Kode Hermeneutika

Mengapa lirik yang dinyanyikan Yosi berbunyi “sebelum semua tambah parah”? Mengapa Yosi menyilangkan kedua tangannya di depan pinggangnya saat menyanyikan "sebelum semuanya". Mengapa dia menoleh ke kanan dan kiri saat mengucapkan kata "tambah parah"?

Mengapa sebagian orang yang berkumpul di sekitar Yosi mengerutkan kening? Mengapa lelaki Tionghoa berkaus kuning di sisi kanan Yosi menunjuk Yosi, kemudian menundukkan kepalanya? Mengapa perempuan Tionghoa berblus hijau toska menunduk, lalu mengangguk dengan tegas?

2. Kode Proaretik

Tangan yang tersilang mengilustrasikan keinginan Yosi untuk mengakhiri dampak isu SARA yang ada di Pilkada DKI Jakarta. Penggalan lirik “... tambah parah” yang dinyanyikan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan mengimplikasikan bahwa jika tidak segera ditanggulangi, masalah-masalah sosial di Jakarta akan semakin memburuk. Kerutan di kening semua orang di sekeliling menunjukkan bahwa mereka mengerti sulitnya situasi demikian. Gestur lelaki Tionghoa berkaus kuning di sisi kanan Yosi menandakan bahwa dia menyadari kebenaran dari kata- kata Yosi. Setelah mendengarkan Yosi, lelaki itu menundukkan kepalanya seperti sedang berpikir. Perempuan Tiongoa berblus hijau toska pun turut menunduk lalu mengangguk dengan tegas, menandakan bahwa dia juga menyetujui kata-kata Yosi.

3. Kode Simbolik

Lirik “sebelum semua tambah parah” menyimbolkan tekad warga Jakarta untuk mencegah masalah di kotanya berlarut-larut. Masalah yang menumpuk tak jarang membuat orang semakin stres dan tidak peduli. Namun, lewat lirik kali ini Yosi mengingatkan bahwa warga Jakarta masih bisa berbuat sesuatu.

4. Kode Kultural

Jakarta selama ini dikenal dengan segudang permasalahan yang tak kunjung selesai. Kemiskinan, korupsi, kemacetan, banjir, pemukiman kumuh, kriminalitas—hal-hal tersebut merupakan generalisasi kategori dari permasalahan yang belum terselesaikan sebelum Pilkada DKI Jakarta dimulai. Kepadatan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan dan penanganan yang baik dari pemerintah provinsi.

Ketimpangan kelas sosial juga jelas sekali terasa di beberapa daerah tertentu:

Jakarta Barat dengan warga yang moderat, Jakarta Pusat yang sesak dihuni oleh berbagai kalangan mulai dari artis, birokrat, sampai gelandangan, Jakarta Timur yang padat dan rawan kejahatan, Jakarta Utara yang terpinggirkan, sampai Jakarta Selatan yang makmur dan ditempati para jutawan. Permasalahan-permasalahan ini, jika tidak segera ditangani dengan benar, akan menjadi bumerang bagi warga Jakarta sendiri. Sungguh suatu ironi bagi provinsi yang didaulat sebagai provinsi pusat yang sekaligugs merupakan lokasi ibu kota Republik Indonesia.

5. Kode Semik

Lirik “sebelum semua tambah parah” mengacu pada masalah-masalah yang bercokol di Jakarta, seperti kemacetan, banjir musiman, kemiskinan, dan korupsi yang merajalela baik di tiap lapisan pemerintahan. Daftar tersebut akan semakin ekstensif jika tidak dicari jalan keluarnya.

Satu hal yang penting, sesungguhnya penanganan masalah kesejahteraan sosial adalah tanggung jawab bersama. Pemerintahan yang baik didukung oleh rakyat yang baik, begitu pun sebaliknya. Rakyat tidak bisa terus-terusan berharap agar pemerintah sadar—bila rakyat menginginkan perubahan, rakyat harus membuat perubahan sehingga pemerintah tak punya pilihan lain selain berubah.

Rakyat Jakarta tidak boleh berdiam diri. Masalah-masalah yang mendarah daging ini sudah menjadi pengetahuan umum. Lewat lirik “sebelum semua tambah parah”, Cameo Project mengajak penonton, khususnya yang berdomisili di Jakarta, untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut, dengan cara yang mereka bisa.

Gambar 4.44

A. Analisis Leksia

Yosi turun dari meja yang dinaikinya. Kini ia berada di tengah-tengah 'penonton' pribadinya. Yosi berada di antara lelaki berkacamata yang memakai kaus biru laut dan perempuan bersanggul dengan kaus biru muda. Perempuan Tionghoa yang memakai blus oranye berada di sebelah kirinya. Perempuan Tionghoa berblus hijau tampak berada di sebelah kirinya. Di hadapannya adalah lelaki Tionghoa berkacamata dan berbaju merah.

Scene ini menggunakan teknik pengambilan gambar medium shot dan eye level angle. Jenis fokus yang digunakan adalah selective focus. Pencahayaan terletak pada kategori high key dengan kategori warna warm.

B. Lima Kode Pembacaan

1. Kode Hermeneutika

Mengapa Yosi turun dari meja yang dinaikinya? Mengapa Yosi menyanyikan potongan lirik "nyak babe cak encing"? Mengapa kini dia berada di antara 'penonton' pribadinya? Mengapa perempuan Tionghoa di sebelah kiri Yosi memakai blus oranye? Mengapa perempuan Tionghoa satunya memakai blus hijau? Mengapa lelaki Tionghoa di hadapannya memakai kacamata dan baju merah?

2. Kode Proaretik

Yosi turun dari meja yang dinaikinya agar bisa berdiri sejajar dengan audiensnya, yaitu para pemain figuran yang berada di sekelilingnya. Tindakannya ini juga membantu memberi kesan kesetaraan, baik terhadap posisinya dengan sesama pemain maupun dengan penonton. Dalam shot ini penonton kembali melihat Yosi berdiri dan bernyanyi dengan ketinggian yang selevel dengan pandangan mata. Lirik “nyak babe cak encing” berfungsi mengajak semua lapisan masyarakat Jakarta. Pemakaian julukan dalam bahasa daerah tersebut menggambarkan kondisi sosio-demografi Jakarta yang majemuk.

3. Kode Simbolik

Dampak dan efektifitas pesan tidak hanya bergantung pada kata-kata yang disampaikan. Posisi dan gestur yang ditunjukkan oleh pembicara tidak kalah pentingnya. Yosi yang berada dalam posisi lebih tinggi di shot sebelumnya, kini berdiri sama tingginya dengan penonton. Tindakannya menyimbolkan keinginan pemuka pendapat untuk menjalin relasi emosional yang setara dengan calon pengikutnya. Hal ini mengingat ‘tugas’ Yosi di sepanjang video adalah mengajak masyarakat untuk melihat sisi positif dari sudut pandangnya.

Hadirnya kesetaraan di antara pembicara dan pendengar adalah manifestasi harmoni, salah satu hal yang ingin dicapai Cameo Project. Lirik “nyak babe cak encing” pun berbicara banyak tentang harmoni di antara suku bangsa. Ini dapat dilihat dari kata “Nyak” yang berarti “ibu” “babe” yang berarti ayah dalam bahasa

Betawi. Sementara “cak” adalah sapaan bagi para pemuda dalam bahasa Madura.

Sedangkan “encing” sendiri adalah kata untuk bibi dalam bahasa Betawi.

Teknik pengambilan gambar medium shot menciptakan kesan hubungan personal dengan penonton. Eye level angle menciptakan kesan kesetaraan antara pemain dan penonton. Selective focus meminta perhatian penonton tertuju pada satu objek tertentu, yaitu Yosi dan tiga pemain figuran di sebelahnya.

Pencahayaan high key menciptakan nuansa yang riang dan cerah. Pewarnaan yang hangat memberi kesan optimis serta penuh semangat.

4. Kode Kultural

Lirik yang diucapkan Yosi pada shot ini berbunyi “nyak babe cak encing”.

Terdapat beberapa kata yang berasal bahasa daerah pada lirik tersebut. “Nyak”

adalah kata dalam bahasa Betawi yang berarti “ibu”, “babe” adalah kata dalam bahasa Betawi untuk kata “ayah”, sedangkan “encing” berarti bibi dalam bahasa Betawi.

Bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah anak dari bahasa Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini dinamakan orang Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah asalnya, yaitu Jakarta.

Bahasa Betawi didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah dengan unsur- unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa dari Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian), bahasa Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama bahasa Belanda dan bahasa Portugis.

Bahasa Betawi pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarat menengah ke bawah pada masa-masa awal perkembangan Jakarta. Komunitas budak serta pedagang yang paling sering menggunakannya. Karena berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran -in (pengaruh bahasa Bali), serta peralihan bunyi /a/ terbuka di akhir kata menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal.

Di lain pihak, “cak” bagi masyarakat Surabaya adalah panggilan akrab yang merakyat. Cak berasal dari kata “cacak” atau kakak. Sehingga, panggilan Cak

sama dengan abang, mas, atau kakak laki-laki. Sapaan Cak bisa ditujukan kepada setiap laki-laki—terutama yang belum tua—yang belum dikenal, maupun yang sudah dikenal. Panggilan Cak sebagai pengganti “mas” untuk suku Jawa sudah biasa, begitu pula sapaan cak untuk pemuda yang berasal dari Madura.

Berdasarkan elaborasi tersebut, maka bahwa lirik “nyak babe cak encing”

adalah usaha Yosi untuk merujuk kepada penduduk Jakarta yang majemuk. Kata

“nyak” dan “babe” dan “encing” merujuk kepada masyarakat Betawi yang merupakan penduduk asli Jakarta. Sedangkan kata “cak” ditujukan kepada para pemuda pendatang, khususnya yang berasal dari daerah Jawa Timur dan Madura.

Mengingat kemajemukan suku dan demografi penduduk Jakarta, lirik “nyak babe cak encing” sebenarnya tengah berusaha merangkul semua kalangan, tua maupun muda. Bahasa Betawi yang merupakan rumpun bahasa asli di Jakarta mudah dipahami oleh banyak pihak, sedangkan kata “cak” akrab digunakan dalam sapaan sehari-hari bagi penduduk bersuku Jawa.

5. Kode Semik

“Nyak babe cak encing” secara faktual berbicara tentang keberagaman. Hal ini terbaca dari beragamnya bahasa daerah yang disatukan dalam satu baris lirik.

Kata “Nyak”, “Babe”, dan “encing” mewakili kalangan dewasa dari suku Betawi, sedangkan “cak” mewakili kaum pemuda dan suku Jawa. Solusi yang ditawarkan Yosi harus dapat diterima banyak kalangan agar dapat dilaksanakan.

Mengharmonisasikan kemajemukan kondisi sosio-demografis Jakarta adalah salah satu jalannya.

Tindakannya turun dari meja menandakan paham egaliter yang menjunjung tinggi kesetaraan di antara sesama manusia. Sosok Yosi kini bukan lagi sebatas pemuka pendapat, tetapi juga anggota masyarakat dengan minat dan kepentingan yang sama—menjadikan Jakarta kota yang lebih baik dengan memilih gubernur yang tepat untuk masa kepemimpinan lima tahun mendatang. Merangkul perbedaan demi mewujudkan persatuan adalah salah satu bentuk implementasi semboyan Bhineka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu—tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam kehidupan berpolitik sebagai masyarakat madani.

Disebutnya kata “nyak”, “babe”, “cak” dan “encing” juga menunjukkan bahwa kalangan penonton yang dirujuk Yosi di video ini sangat beragam.

Penyebutan kata-kata itu menunjukkan bahwa teknologi internet, dengan situs Youtube sebagai salah satu produknya, telah merembes ke berbagai lapisan usia dan suku bangsa.

Gambar 4.45

A. Analisis Leksia

Yosi menyanyikan lirik "mari kita sepakat". Dia mengulurkan tangannya ke depan, telapak tangan menghadap ke bawah. Tindakannya itu diikuti oleh ketujuh orang yang berada di sekelilingnya.

B. Lima Kode Pembacaan

1. Kode Hermeneutika

Mengapa Yosi menyanyikan lirik "mari kita sepakat"? Mengapa dia mengulurkan tangan ke depan, dengan telapak tangan menghadap ke bawah?

Mengapa kedelapan orang itu mengikuti tindakannya?

2. Kode Proaretik

Lirik “mari kita sepakat” merupakan persuasi yang ditujukan kepada penonton, terutama kepada penduduk Jakarta. Uluran tangan menegaskan maksud Yosi untuk menjangkau orang-orang yang ada di sekelilingnya. Maksudnya itu disambut baik oleh orang-orang itu, terbukti dengan tindakan mereka yang ikut mengulurkan tangannya.

3. Kode Simbolik

Uluran tangan menyimbolkan ajakan. Tindakan simbolis ini mempertegas makna lirik “mari kita sepakat”. Pemakaian kata “sepakat” pada lirik ini juga mengandung arti tertentu. Kata tersebut mengindikasikan bahwa seperti apapun isu SARA yang melanda, masyarakat Jakarta akan memperkuat persatuan di antara mereka, dan karenanya tak akan terpancing.

4. Kode Kultural

Masyarakat Timur identik dengan budaya kolektif. Budaya kolektif mengutamakan kebersamaan dan kerja sama dalam segala aspek kehidupan.

Bertolak belakanga dengan budaya Barat yang cenderung individualistis dan liberalis, budaya Timur menekankan pentingnya kesepakatan dan persamaan kepentingan. Lirik “mari kita sepakat” mencerminkan budaya kolektif tersebut.

“Mari kita sepakat” adalah lirik persuasif dari Cameo Project. Tujuannya adalah mengajak para penonton menyatukan pikiran dan tujuan demi pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta yang bersih dan tertib.

5. Kode Semik

Demi terwujudnya Pilkada DKI Jakarta yang bersih dan tertib, warga Jakarta harus memiliki visi dan misi yang sama untuk kotanya: menjadikan Jakarta kota yang lebih baik, bersih dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan.

Untuk mencapainya dibutuhkan persatuan dari segenap lapisan masyarakat yang berdiam di Jakarta. Mereka harus sama-sama menyadari dan menyetujui bahwa partisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta diperlukan demi memilih pemimpin

yang cakap dan amanah menjalankan tugasnya. Itulah bentuk persatuan—sebagai intisari dari budaya kolektif—yang ingin disampaikan Cameo Project.

Gambar 4.46

A. Analisis Leksia

Yosi menyanyikan lirik "siapa pun gubernurnya" dan menangkupkan tangan kirinya di atas tangan ketujuh orang tersebut.

B. Lima Kode Pembacaan

1. Kode Hermeneutika

Mengapa Yosi menyanyikan lirik "siapa pun gubernurnya"? Mengapa dia menangkupkan tangan kirinya di atas tangan kedelapan orang tersebut?

2. Kode Proaretik

Lirik “siapa pun gubernurnya” mengacu kepada sosok Fauzi Bowo atau Joko Widodo. Lirik ini menerangkan probabilitas bahwa gubernur Jakarta selanjutnya adalah salah satu dari mereka. Tangan Yosi yang ditangkupkan di atas tangan kedelapan tangannya merupakan aba-aba darinya untuk mengeratkan persatuan di antara mereka. Tindakan ini juga menunjukkan status Yosi sebagai pemuka pendapat (opinion leader) di antara rekan-rekannya.