RANAH KEBAHASAAN YANG MENJADI TUMPUAN KAJIAN
NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG
C. Metode Analisis Data
2. Analisis Data dengan Tujuan Mengeksplanasi Jenis/Bentuk Tindak Kejahatan Dialakukan
112 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA New York biasanya berdiri di atas (on) garis untuk membeli tiket, sementara orang Amerika lainnya berdiri di dalam (in) baris.
Kebanyakan warga New York yang tidak menyadari fitur yang sangat khas ini. Bahkan ketika mereka mendengarnya, perbedaan itu dipandang register.
Kasus permintaan tebusan yang dianalisis Shuy (1998) dari catatan tebusan yang ditulis pelaku menarik karena fakta linguistik mampu menjejaki/membuat profil pelaku, meskipun tidak untuk identifikasi pribadi pelakunya sendiri, hanya dari penggunaan kata/frase tertentu yang menjadi ciri khas suatu wilayah pakai bahasa. Artinya variasi dialektal dapat menuntun pada penjejakan profil pelaku.
Apa yang menarik secara metodologis dari analisis yang dilakukan Shuy tersebut, ialah ditemukannya penggunaan metode padan intralingual, teknik hubung banding membedakan, seperti dilakukan pada tahap (1) dengan (2), menghubung banding menyamakan, tahap (3) dengan (4) dan (6) dengan (7), dan penggunaan metode padan ektralingual, yaitu menghubung banding menyamakan antara fakta kebahasaan dengan daftar nama-nama calon pelaku tindak kejahatan yang ada pada daftar terbatas polisi, sebagai fakta nolingual: tahap (5) dengan (6) dan (7).
2. Analisis Data dengan Tujuan Mengeksplanasi Jenis/Bentuk
113 BAB 3 | Metode Dalam Kajian Linguistik Forensik 1. Menemukan satuan bahasa yang dapat menjadi titik masuk yang
dapat memberikan arah bagi penggambaran bentuk/wujud tindak kejahatan yang dilakukan. Satuan bahasa itu, dapat menyangkut aspek linguistik yang berbungan dengan linguistik mikro atau linguistik makro/antarbidang. Untuk bidang linguistik mikro dari yang paling rendah tatarannya, yaitu tataran bunyi atau grafem, morfologi, leksikon, sintaksis, semantik sampai tataran teks.
Termasuk ke dalam linguistik mikro ini adalah linguistik diakronis:
dialektologi dan linguistik historis komparatif. Adapun yang termasuk linguistik antarbidang, misalnya soisolinguistik, dengan aspek-aspek yang menjadi perhatiannya tertuju pada aspek sosial bahasa, seperti ragam baku/nonbaku, terdidik/tidak terdidik, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial dan lain-lain.
2. Melakukan analisis sesuai kaidah ilmiah untuk analisis aspek kebahasaan seperti: (a) analisis bunyi menggunakan analisis fonetis, (b) analisis morfologis menggunakan analisis untuk melihat kecendrungan menggunakan bentuk morfem tertentu, (c) analisis sintaksis untuk membuat segmentasi unsur-unsur kalimat yang menjadi tempat pernyataan yang diduga mengandung unsur tindak kejahatan sehingga dapat ditentukan apakah unsur itu merupakan unsur yang dipentingkan atau tidak, (d) analisis semantik atas unsur yang diduga mengandung makna tindak kejahatan yang diduga terkandung dalam teks itu, dan (e) melakukan analisis tekstual dalam arti melihat interrelasi/hubungan antara satuan yang diduga mengandung unsur tindak kejahatan dengan satuan lain dalam keselurahan teks.
3. Menciptakan data padanan baru dengan berbagai teknik lanjutan dari teknik dasar agih untuk memperjelas kandungan makna tindak kejahatan yang diduga terdapat dalam teks tersebut;
4. Menghubungkan dengan teori linguistik tertentu untuk memberi penjelasan atas fakta bahasa itu.
Sekadar contoh penjelas penggunaan metode tersebut dengan langkah-langkah di atas, berikut ini disajikan secara singkat analisis data terkait kasus penodaan/penistaan agama yang dilakukan Ahok dan lebih jauh dapat dilihat dalam uraian bab IV.
114 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA Dalam pidato lisan Ahok, dijumpai konstruksi yang diduga mengandung unsur penistaan agama:
<…Dibohongin pake surat Al-Maidah 51 macem-macem itu…>
Titik persoalan yang diduga mengandung makna penistaan agama itu adalah penggunaan verba/kata kerja “dibohongin” yang ditempatkan dalam satu konstruksi kalimat dengan frase: “surat Al-Maidah 51 macam- macam itu”, sebagai salah satu surat dalam kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’an. Para pelapor/penutut menganggap bahwa pembicara/Ahok telah mengedegradasi nilai kitab suci yang oleh pemiliknya dipandang sebagai sesuatu yang mengandung kebenaran menjadi sesuatu yang mengandung makna kebohongan. Untuk menjelaskan hal itu, salah satunya dapat digunakan teori linguistik tipologi Lehman (1972), yang menjelaskan bahwa verba dalam bahasa-bahasa di dunia memiliki peran sentral dalam menentukan struktur semantik nomina pengisi peran pelaku dan alat/instrumen. Untuk menerapkan konsep teoretis yang berhubungan dengan peran sentral verba tersebut, maka konstruksi yang diduga mengandung makna penistaan agama itu perlu dibandingkan dengan konstruksi yang sepadan dengan itu, yang merupakan hasil perluasan dan penyisipan unsur yang menjadi pengisi peran pelaku dan sasaran yang dilesapkan, sehingga diperoleh konstruksi padanannya:
<…Bapak ibu dibohongin oleh orang dengan memakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu…>. Pengisi peran sasaran: <bapak ibu> dan pengisi peran pelaku <orang> diperoleh dari kalimat sebelumnya, seperti dikutip berikut ini:
<…Jadi saya ingin cerita nih supaya bapak ibu semangat…”Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, ya kan? Dibohongin pake Surat Al-Maidah 51 macem-macem gitu…>. Dengan demikian, diperoleh dua konstruksi yang dapat diperbandingkan, yaitu:
1) <…Dibohongin pake surat Al-Maidah 51 macam-macam itu…>
2) <…Bapak ibu dibohongin oleh orang dengan memakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu…>
Kedua tuturan itu memiliki informasi yang sama, hanya bedanya tuturan (1) satuan pengisi peran sasaran dan pelaku kegiatan tindakan tidak muncul, mengalami pelesapan karena telah disebutkan pada
115 BAB 3 | Metode Dalam Kajian Linguistik Forensik tuturan/kalimat sebelumnya. Selain itu, dalam tuturan lisan yang bersemuka, seperti dalam pristiwa pidato, satuan pengisi pelaku dapat saja dilesapkan karena antara pembicara sebagai pelaku dengan pendengar sebagai sasaran tindakan ikut bersama-sama dalam pristiwa tindak bahasa tersebut. Diperolehnya tuturan kedua, karena dilakukan perluasan dan penyisipan unsur pengisi peran-peran tersebut. Dengan kata lain, penggunaan teknik perluas dan sisip mampu diciptakan data padanan dengan penerapan metode padan intralingual teknik hubung- banding menyamakan. Melalui pembandingan antara data tuturan asli dan pembandingnya itu dapat dijelaskan bahwa konstruksi yang digunakan oleh pembicara, yang diduga mengandung unsur penodaan/
penistaan agama tersebut, adalah konstruksi berupa kalimat majemuk bertingkat. Pola dasar kalimat intinya berstruktur (SPOK), yang unsur pengisi keterangan alat diperluas menjadi anak kalimat pengganti keterangan alat. Persoalannya, apakah nomina pengisi keterangan alat tersebut: <Surat Al-Maidah 51> ternistakan melalui penggunaan verba yang mengandung makna negatif: <dibohongin>, diperlukan data pembanding yang memungkinkan untuk menjelaskan bahwa teori tentang peran sentral unsur verba dalam bahasa itu merupakan sesuatu kebenaran. Untuk itu, melalui penerapan teknik lesap dan teknik ganti pada tuturan (2) dperoleh tuturan (3) dan (4) berikut:
3) Bapak ibu dibohongin oleh orang.
4) Bapak ibu dibohongin oleh orang dengan janji-jani manis.
Pada kalimat/tuturan (3) nilai negatif yang dimiliki verba:
<dibohongin> tersematkan pada nomina pengisi peran pelaku:
<orang>, sedangkan pada kalimat (4), nilai negatif pada verbanya itu tidak hanya tersematkan pada nomina pengisi peran pelaku, tetapi juga tersematkan pada nomina pengisi peran alat/instrumental: <janji-janji manis>, karena frase itu jika berdiri sendiri memiliki makna positif, tetapi dengan diletakkan dalam konstruksi yang mengandung nilai negatif, frase itu terdegradasi nilainya dari positif menjadi negatif: dari
‘janji-janji manis’ menjadi ‘janji-janji palsu’. Lebih jauh tentang analisis ini dapat dilihat dalam bab IV. Penerapan metode padan intralingual dengan berbagai macam tekniknya itu, dapat saja dilakukan secara langsung dengan tanpa menciptakan data pembanding melalui berbagai teknik lanjutan tersebut, jika dalam sampel bukti tindak kejahatan sudah
116 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA terdapat di dalamnya, seperti pada catatan pembunuhan berantai yang telah dipaparkan di atas.