• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHUN 1992 TENTANG

Dalam dokumen LINGUISTIK FORENSIK: - Universitas Mataram (Halaman 76-82)

RANAH KEBAHASAAN YANG MENJADI TUMPUAN KAJIAN

NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG

64 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA disusul keputusan (perhatikan hierarki peraturan perundang-undangan yang dipapar pada bagian di atas).

Dalam diktum terdapat tiga bagian utama, yaitu mulai dari Memutuskan, menetapkan lalu masuk ke bab-bab, pasal-pasal, dan ayat- ayat. Pada Bab bagian Umum berisi: definis-definisi, konsep-konsep dari beberapa istilah atau kata konci yang digunakan dalam pasal-pasal pengaturan, lalu diikuti bab/bagian inti, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Pada teks peraturan perundang-undangan, selain teks UUD 1945, sebelum konsideran terdapat Kop Negara, Judul teks, yang berisi: nama teks, nomor, tentang pengaturannya, seperti berikut ini:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 1992

65 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik atau “Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia”. Akhirnya, pada bagian verba memutuskan diikuti Verba (kata kerja) menetapkan, berisi nama peraturan perundang- undangan yang ditetapkan. Contoh berikut ini diharapkan memperjelas yang dimaksud.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa dalam rangka pening katan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;

c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup,dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

66 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-Undang yang baru;

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

a. Apabila ditinjau dari konstruksi konsideran di atas, yang memuat keterangan pembuka, lalu diikuti oleh pelaku dan diikuti oleh verba:

menimbang, mengingat, lalu diikuti diktum bagian utama: pelaku penyerta yang mengesahkan dan akhirnya diikuti memutuskan, dan menetapkan, maka sesungguhnya konsideran ditambah diktum bagian utama merupakan satu konstruksi kalimat yang sangat kompleks. Dikatakan demikian, karena paling tidak terdapat empat verba utama yang menjadi pengisi predikat, yaitu: menimbang, mengingat, dan memutuskan, serta menetapkan. masing-masing verba memiliki satuan pengisi fungsi keterangan yang sangat kompleks pula, misalnya untuk verba menimbang pada teks UU Nomor: 4 Tahun 1002 tersebut terdapat tiga satuan pengisis keterangan yang diawal dengan kata “bahwa”. Itu sebabnya pula, antara satu satuan kebahasaan pengisi fungsi keterangan yang satu

67 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik

dengan lainnya dibatasi dengan tanda titik koma (;). Begitu pula pada verba mengingat tidak diakhiri dengan tanda baca titik, karena memang kalimatnya belum selesai, masih ada verba “memutuskan”

dan “menetapkan”. Untuk mengatur kalimat konsideran yang sangat kompleks itu, maka dalam dalam sistem tata tulis teks peraturan perundang-undangan, dibuat agak khusus, meskipun pemanfaatan tanda baca masih mengikuti kaidak ejaan bahasa Indonesia, seperti penggunaan tanda baca titik koma (;). Kekhususan tersebut, misalnya pada satuan bahasa pengisi fungsi keterangan dan fungsi subjek ditulis dengan huruf kapital dengan tata letak di tengah halaman: “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA”. Apabila diuraikan kalimat yang dibentuk gabungan antara konsideran dengan bagian utama diktum, maka diperoleh kalimat-kalimat:Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;

c. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup,dan meningkatkan

68 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

d. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kemba li ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-Undang yang baru;

e. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia mengingat Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

f. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memutuskan (untuk) menetapkan undang-undang tentang perumahan dan permukiman.

Kalimat (a)--(d) memiliki struktur sintaktis yang sama, yaitu berstruktur: K-S-P-O dan pengisi fungsi K-S-P sama, yaitu masing- masing:

K = dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa S = Presiden Republik Indonesia

P = menimbang.

Adapun yang berbeda dari keempat kalimat itu adalah satuan pengisi fungsi keterangan (K) yang menguraikan isi bagian kalimat yang disebutkan sebelumnya. hal ini ditandai dengan penggunaan konjungsi

“bahwa” (KBBI, 2015). Oleh karena satuan bahasa yang menjadi pengisi tiga fungsi sintaktisnya, maka kalimat itu dapat digabung menjadi satu dengan tidak perlu mengulangi penulisan ketiga satuan pengisi fungsi sintaktis yang sama tersebut. Untuk membedakannya sebnagai kalimat yang berbeda (terdapat empat kalimat) cukup dengan menggunakan tanda baca titik koma. Kemudian, kalimat (e) dengan verba “mengingat”

sebagai pengisi fungsi predikat memiliki struktur sintaktis yang reklatif

69 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik sama dengan kalimat (a)--(d). Hanya bedanya, kalimat (e) berstruktur K-S-P-O. Meskipun sedikit berbeda strukturnya, namun satuan pengisi fungsi K-S-P-nya sama, sehingga antara kalimat (a)--(d) di satu sisi dengan kalimat (e) pada sisi yang lain dapat digabung dalam satu konstruksi bahasa dalam teks peraturan perundang-undangan yang mengisi struktur berpikir konsideran. Selanjutnya, kalimat (f) yang menjadi pengisi struktur diktum bagian utama, memiliki satuan bahasa yang sama yang menjadi pengisi fungsi K dan S, yaitu: “dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa”, hanya yang berbeda adalah pengisi fungsi keterangan (yang berperan penyerta): “dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia” dan satuan pengisi fungsi predikat:

“memutuskan” serta pengisi fungsi keterangan (yang berperan sasaran):

“...(untuk) menetapkan Undang-Undang Tentang Perumahan dan Permukiman”. Oleh karena satuan pengisi fungsi keterangan dan fungsi subjek antara kalimat (a)--(f), keenam kalimat tersebut dapat digabung dalam satu konstruksi konsideran dan diktum bagian utama dengan penanda penggunaan tanda titik koma pada setiap satuan kalimat yang dibentuknya. Patut dicatat, bahwa dimungkinkannya ketujuh kalimat itu dapat digabungkan dalam membentuk satu konstruksi utama teks peratiran perundang-undangan (konsideran dan diktum bagian utama), karena secara logika, bahwa melakukan tindakan memutuskan untuk menetapkan suatu produk perundanga-undangan harus memiliki latar belakang melakukan tindakan itu, ditandai dengan penggunaan verba

“menimbang” dan memiliki dasar hukum bagi kepentingan melakukan tindakan tersebut yang ditandai penggunaan verba “mengingat”.

Dengan demikian, terdapat hubungan logis antara penggunaan verba:

“menimbang, mengingat, memutuskan, dan menetapkan”.

Selain itu, patut dijelaskan pula bahwa penulisan dengan menggunakan huruf kapital terjadi juga pada penulisan unsur bahasa pengisi Keterangan (pelaku pengesah) serta nama produk peraturan perundang-undangan yang disahkan.

Patut ditambahkan pula bahwa, satuan bahasa pengisi keterangan (pelaku pengesah) dapat dicantumkan kedua belah pihak yang menyetujui produk perundang-undangan tersebut. Bandingkan contoh Diktum utama teks perundang-undangan yang berupa UU Nomor: 4 Tahun 1992 tersebut dengan diktum teks UU Nomor: 17 Tahun 2014 berikut ini.

70 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 17 TAHUN 2014

Dalam dokumen LINGUISTIK FORENSIK: - Universitas Mataram (Halaman 76-82)