RANAH KEBAHASAAN YANG MENJADI TUMPUAN KAJIAN
NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG
C. Metode Analisis Data
1) Kelompok Pertama
106 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA tidak memandang siapa penelitinya. Dengan kata lain, hasilnya tidak bias (Olsson, tth.).
b. Kasus Bahasa Lisan
Dalaam rangka mengilustrasikan aanalisis dengan menggunakan metode padan intralingual dan ekstralingual pada analisis sampel bukti bahasa dari suatu tindak kejahatan akan bertumu pada tiga kasus menarik yang dikelompokkan atas dua kelompok utama. Kelompok pertama, analisis atas bukti catatan pembunuhan beratai/Serial Killer dan catatan Pemburuh/Stalker, yang dikutip dari (Andrew Leonard, 2005) dan analisis catatan Permintaan Tebusan yang dianalisis Shuy (1998) berikut ini. Dua kasus pada kelompok pertama menarik, karena menyangkut pelaku yang sama serta dapat menggambarkan bagaimana sinergi hasil analisis ahli linguistik forensik dengan analisis dari bukti nonlinguistik; sedangkan kasus Permintaan Tebusan/Ransom Note, kelompok kedua, terkait dengan bagaimana faktor dialektal dapat menjadi penanda pelaku tindak kejahatan.
107 BAB 3 | Metode Dalam Kajian Linguistik Forensik dan dia menghisap “keran” dengan baik. Aku akan mencitai untuk menemukannya. Beberapa hari lalu dia memastikan tunangan saya tahu. Dia membuang saya dan kemudian melakukan aborsi’
(Andrew Leonard, 2005).
Dengan menerapkan metode padan intralingual, teknik hubung banding-menyamakan, maka yang segera muncul dalam pengamatan terhadap sampel kebahasaan berupa catatan pembunuhan berantai tersebut adalah terjadinya pengulangan bentuk bahasa/kata yang bersifat ironis (ironi repetition) kata kerja yang sama: to break, dalam kalimat konsekutif (berurutan). Untuk jelasnya, dapat dibandingkan kalimat: (3)
<… She wonted to break it off…> dan (4) <… So I broke her neck!...> pada sampel kebahasaan catatan pembunuhan berantai. Kedua kalimat yang berurutan tersebut, sama-sama melakukan pengulangan verba/kata kerja yang sama: to break. Dengan menerapkan metode analisis padan dengan teknik hubung banding membedakan, kedua kalimat itu meskipun melakukan pengulangan verba yang sama, namun terjadi pengubahan konteks penggunaan dengan cara memperlihatkan suatu pertentangan/
ironi. Pengulangan ironi pada catatan pembunuhan berantai tersebut dicapai melalui pengubahan subjek dan penggeseran satuan pengisi fungsi pelengkap/komplemen dari kata kerja kalimat pertama ke kalimat kedua. Jadi, dalam kasus serial pembunuhan kata kerja break diulang dan terjadi penukaran dari seorang wanita (korban) ke penulis.
Selanjutnya, dengan menerapkan metode yang sama, yaitu metode padan intralingual dan teknik hubung banding menyamakan, pada sampel kebahasaan berupa catatan pemburuhan, maka ditemukan pengulangan unsur bahasa yang sama (frase) yang berupa pengulangan ironi. Pada klimat (3) <… I would have loved to have found out…> dan kalimat (4) <… A couple of days later she made sure my fiancée found out…>
frase kerja: find out ‘mencari tahu’ masing-masing digunakan dalam dua kalimat yang berurutan letaknya, sehingga di sini terjadi pengulangan dua unsur bahasa yang sama. Dengan menggunakan metode padan intralingual, teknik hubung banding-membedakan, pengulangan frase yang sama itu ternyata memiliki perbedaan. Apabila pada kalimat (3) penggunaan frase: find out untuk subjek saya penulis (I), maka pada kalimat keempat dipidahkan ke dia korban (she). Selanjutnya, dengan menggunakan metode dan teknik yang sama serta dilakukan analisis intertektual (analisis hubung banding dua teks), antara teks
108 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA pembunuhan berantai dan teks pemburuh, maka dapat dikemukakan hasil analisis:
1) Dalam kasus Stalker, frase verba find out dan subjek bergeser dari saya penulis (I) ke dia korban (she).
2) Dalam kasus pembunuhan berantai, pengisi keterangan/pelengkap/
komplemen: break mengalami perubahan unsur yang dijelaskan dari menjelaskan affair ‘teman selingkuh’ ke penjelasan pada neck ‘leher’;
sedangkan dalam kasus pemburuh: pelengkap find out diubah dari makna secara hipotetis ‘tindakan seks khusus/spesifik’ ke makna
‘telah memiliki hubungan gelap’.
Dari sudut pandang analisis linguistik forensik, dua sampel data kebahasaan itu menunjukkan pola pemanfaatan kaidah kebahasaan yang sama, yaitu sama-sama menggunakan pengulangan ironi (ironi reduplication). Atas dasar itu, interpretasinya adalah bahwa kedua catatan itu diduga ditulis oleh pelaku yang sama.
Andrew Leonard (2005) selanjutnya, menyatakan bahwa hasil analisis tersebut cukup berperan, khususnya dalam memperoleh surat perintah pencarian data lebih lanjut, dan contoh-contoh tulisan diketahui (sampel yang teridentifikasi penulisnya/penuturnya) telah ditulis oleh tersangka utama polisi. Ahli linguistik forensik yang menganalisis kasus itu, tidak menemukan bukti pada contoh sampel baru yang dapat menghubungkan antara tulisan-tulisan surat masa lalu yang “terketahui”(Known) dengan surat-surat tanpa nama/Anonim (kasus Pembunuhan Berantai dan kasus Pemburuh). Namun, terdapat penanda-penanda lain yang sangat mencolok, yaitu adanya pola agak unik dari kontraksi yang menunjukkan tingkat kesamaan pada seluruh sampel tulisan anonimus dan sampel “terketahui” secara konsisten yang menunjuk pada penulis tunggal dari kedua kasus itu. Singkatnya, dalam kedua data itu: “terketahui” dan Anonim, pada kalimat negatif kadang- kadang terjadi kontraksi (misalnya, cannot atau can not kadang-kadang menjadi can’t), tetapi pada kalimat non negatif tidak pernah terjadi kontraksi (misalnya, I am selalu dikontraksikan dengan I’m). Sepertinya, cenderung mengarah pada keistimewaan yang bersifat pribadi: sebuah unsur dari idiolek. Dalam kasus seperti ini, ketika analisis linguistik forensik belum secara terang benderang menuntun pada pelaku tindak kejahatan, maka untuk mengukur pola-pola linguistik yang unik yang
109 BAB 3 | Metode Dalam Kajian Linguistik Forensik ditemukan itu, perlu dihubung bandingkan dengan sebuah perhitungan dasar dari seperangkat data acuan. Dalam kasus itu, telah dilakukan melalui upaya memasukan pangkalan data acuan yang besar melalui mesin pencarian google. Apa yang menarik dari analisis dengan melibatkan pangkalan data acuan yang lebih besar tersebut, bahwa ihwal pola-pola kontraksi dan non kontraksi yang telah diidentifikasi melalui teknik hubung banding menyamakan dan membedakan antara sampel “terketahui” dan tidak diketahui/anonim tidak ada satu pun yang dapat dihubungkan dengan pangkalan data acuan yang diakses atau disusun tersebut.
Secara metodologis, tatkala analisis dari aspek bahasa belum memberikan identifikasi profil pelaku tindak kejahatan dengan seterang-benderangnya, maka bukti linguistik perlu dipadankan dengan bukti-bukti nonlinguistik. Dalam hal ini, metode pada ektralingual, yaitu menghubung-bandingkan antara fakta bahasa (lingual) dengan fakta non kebahasaan (nonlingual). Untuk itu, ahli linguistik forensik telah bekerja sama dengan agen rahasia/detektif, yang memiliki data berupa: kasus kematian tidak sesuai pakain, kesan kamera pengawas (CCTV), dan sebuah istrumen pencekikan—untuk pembunuhan wanita yang dilakukan tersangka/pelaku yang sama. Dengan metode padan ekstralingual itulah, beberapa waktu kemudian tersangka mengaku atas perbuatannya dan menjalani hukuman antara 20-40 tahun (Andrew Leonard, 2005).