• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interelasi Gagasan Sentral/Inti, Utama, dan Pendukung Isi Teks Ada dua hal, terlebih dahulu harus dibedakan, yaitu persoalan tujuan

Dalam dokumen LINGUISTIK FORENSIK: - Universitas Mataram (Halaman 188-199)

BERBASIS TEKS DALAM ANALOGI DNA

C. Kasus Ahok: Ke Arah Analisis Linguistik Forensik Terpadu dalam Analogi DNA

3) Interelasi Gagasan Sentral/Inti, Utama, dan Pendukung Isi Teks Ada dua hal, terlebih dahulu harus dibedakan, yaitu persoalan tujuan

sosial sebuah teks dan isi teks itu sendiri. Sesuai tujuan sosial dari teks pidato adalah memengaruhi orang lain agar mengikuti jalan pikiran orang

177 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks yang berpidato, maka tujuan sosial pernyataan verbal Ahok di Kepulauan Seribu itu adalah memengaruhi orang lain. Pertanyaannya, memengaruhi dalam hal apa? Di sinilah menyangkut isi teks. Berdasarkan analisis, tujuan sosial pidato Ahok adalah terkait dengan Pilkada DKI, hanya saja tujuan sosial itu disamarkan dalam pembicaraan program-program dan pencitraan diri Ahok.

Terkait isi teks dapat dijelaskan berikut. Apabila dicermati satuan kebahasaan yang mengisi struktur isi teks, yaitu mulai dari kalimat setelah kalimat pengisi salam pembuka, Ahok berusaha mengidentifikasi diri sebagai masyarakat yang tinggal di Kepulauan Seribu, seperti terungkap dari penyataan, <…Saya kalau ke Pulau Seribu saya pasti bilang saya ingat kampung saya…>Pengidentifikasian diri sama tersebut diperkuat kembali dengan pernyataan yang melukiskan bahwa struktur pemerintahan di Kepualaun seribu itu sama dengan struktur pemerintahan di Bangka belitung tempat Ahok sebelumnya menjadi Bupati, yaitu di sana tidak ada kelurahan, tetapi yang ada adalah Desa, seperti dalam pernyataan lanjutannya, “<... waktu saya turun, saya liat pak lurah saya panggil pak kades, karena taunya kades...>”. Secara psikologis, pernyataan seseorang yang berupa pengidentifikasian diri sama dengan kondisi masyarakat, tempat yang didatangi, setidak- tidaknya dapat membawa efek psikologis:

(a) menghilangkan jarak antara si pembicara (pendatang) dengan masyarakat sasaran (yang didatangi);

(b) menghilangkan kecurigaan (sikap negatif) masyarakat penerima pada dirinya sehingga apa pun yang akan disampaikan selanjutnya tidak perlu dicurigai sebagai sesuatu yang negatif bagi mereka;

(c) secara maksimal dapat menghilangkan kemungkinan memuncul perilaku yang bersifat antagonis, kritis dari masyarakat yang didatangi, karena si pembicara, dalam hal itu adalah Ahok sendiri, merupakan bagian dari dirinya. Apa pun yang akan dikatakan, meskipun ditujukan pada masyarakat sasaran pidatonya, tidak perlu dikritisi karena si pembicara selain membicarakan tentang masyarakat sasaran juga membicarakan tentang dirinya. Dengan kata lain, dampak terhadap suasana psikologis pendengar menjadi selalu familier terhadap si pembicara.

178 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA Pola yang dilakukan oleh Ahok ini sangat mendukung tujuan sosial dari sebuah teks pidato, yaitu untuk memengaruhi orang lain agar apa yang menjadi pesan teks dapat diterima. Selanjutnya, setelah proses identifikasi diri, Ahok mulai memaparkan gagasan-gagasan yang menjadi isi teks. Secara umum dan sepintas pesan teks pidato yang disampaikan Ahok adalah menyangkut rencana program yang menjadi mimpi Ahok dalam memanfaatkan potensi laut melalui budidaya hasil laut. Hal itu tergambar dari pernyataan Ahok: “<...Nah, saya waktu jadi Bupati saya memimpikan itu budidaya karena manusia ini sekarang makin lama makin banyak, kita daratan gak cukup buat pelihara makan manusia...>”.

Untuk memperkuat penalaran akan perlu budidaya ikan itu Ahok memberikan beberapa alasan sebagai gagasan penjelas/pendukung:

a) <…manusia…makin lama makin banyak…daratan tidak cukup buat …makan manusia…>

b) <…Bapak, ibu dari nelayan…tidak mungkin terus melakukan penangkapan ikan…>

c) <…seluruh dunia sudah berbicara budidaya…>

d) <…saya ingat kemarin waktu psikotes…saya gambar laut…

kekayaan yang dilupakan…>

e) <…jarak ke Jakarta gitu deket…>, <…ya sekarang bayangkan orang pulau seribu bisa dekat ke Jakarta…>, gagasan penjelas ini memiliki sub gagasan penjelas:

i. <…Kita November.. akan datang kapal lagi…>

ii. <…saya pengen tiap pagi dari Jakarta ke pulau seribu, dari pulau Seribu ke Jakarta, jadi dua kali…>

iii. <…ini bawa barang murah, satu ton cuma lima ribu, jadi lima rupiah per kilo…>

iv. <…Pulau Seribu gak ada tempat yang lebih nyaman lagi, dekat ibukota, satu jam saja…jadi bapak, ibu manfaatkan kesempatan ini…>

Selain gagasan tentang budidaya hasil laut, juga Ahok menginginkan budidaya hasil bumi dan ternak, seperti dalam pernyataan berikut ini.

3) Gagasan utama, Budidaya tanaman ambon, pisang dan lain-lain:

<…Saya dulu punya teman kerja di pulau. Pulau Belitung ada pulau kecil-kecil lagi…>, memiliki gagasan penjelas:

179 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks i. <…Dia punya tanaman ambon, pisang raja, pisang kepok itu

sampai busuk…>

ii. <…Sampai dia berbulan-bulan tidak makan nasi…dia makan pisang sama ikan selama kerja di sana…>

iii. <…karena pisangnya nggak mungkin diantar kapal untuk dibawa ke Jakarta …>

4) Program budidaya ternak ayam: <…saya bilang pulau ini…boleh piara ayam pelihara telur…Nah kita, mesti masuk ke situ…>

5) <…Jadi budidaya ini bila perlu kalau lakinya malas, kasi ke isterinya saja…>

6) <…Kenapa saya berani tawarkan semua ke bapak, ibu…asal yang rajin, mau kerja ya…keluar dari sini mandang laut luas, gak usa beli ni tanah…nanti kalau semua tambak berhasil, kita akan bangun pasar…konstoret…nanti mau ekspor ikan pun bisa langsung jemput ke pulau seribu…berarti dia berani beli dengan harga yang lebih tinggi…>

Tidak hanya itu, program yang diusulkan Ahok berusaha dikesankan memihak masyarakat, seperti terungkap melalui gagasan penjelas berikut ini:

a) <…Tapi kita ada aturan main…>

b) <…untuk mulai awal saya juga minta diubah sistemnya, karena banyak orang per kelompok…bagi sapi jadi rendang…>

c) <…bagi perahu nelayan per kelompok tidak semuanya nelayann…>

d) <…sama kayak raskin…berasnya kadang jelek lagi…saya gak mau lagi pemerintah subsidi…saya udah bilang ama pak Jokowi kita minta mentahnya saja… >

e) <…dan program tambak ini jalan atau nggak? Oh jalan, saya bikin sistem sangat baik…ada nggak ada saya, program yang saya lempar pasti jalan…>

f) <…jadi soal tambak sistemnya begini…bapak ibu bekerja tidak

…berkelompok,…kelompok hanya buat pertemanan, …masing- masing orang harus tanggung jawab sanggup berapa, bagi hasil berapa?...>

g) <…80 bapak itu lo, kami 20 Pemda…kalau ama bos-bos kan kamu 10 saya 90 betul nggak?...ini Anda 80 kami 20… nanti yang 20…

180 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA bukan buat kami…nanti bapak, ibu udah mulai kompak…udah keliatan mana yang tukang bohong…cuma pinter ngomong…cuma minta jatah, banyak ni orang ni…nanti mulai keliatan mana yang rajin…yang pinter, pasti biasa orang yang rajin, orang yang jujur tu berteman dengan orang yang jujur…>

h) Pembentukan koperasi: <…nanti mulai berkelompok kita akan bentuk koperasi, tapi koperasi bukan kepala untung duluan, gak ada…>:

i. <…saya tanya sama bapak, ibu ada berapa banyak koperasi kita yang sukses…anggotanya makmur…tapi kalau koperasi didirikan dari pembudidaya yang jujur dan rajin, dia pribadi dapat 80% udah kaya, lalu yang 20% ditaruh di koperasi yang dia juga anggotanya…>

ii. <…saya yakin bapak, ibu punya duit banyak pasti pada haji, hajjah nanti…minimal umroh kalau tidak punya uang…>

i) <…Nah ini untuk apa? Supaya bapak, ibu kaya…>

Selain menyampaikan program kerja, Ahok juga berusaha mencitrakan diri sebagai orang yang berintegritas: sederhana, pekerja, jujur, tidak korupsi, tegas, seperti terungkap melalui gagasan penjelas:

a) <…Saya orangnya sederhana saja…kalau bapak, ibu nggak rajin, nggak mau kerja out aja nggak usa banyak ngomong…tapi yang mau kerja harus…>

b) <…bapak ibu nelayan saya tau persis saya di Belitung ni main, namanya bantuan kapal dari pusat…udah korupsi …kayunya jelek…

udah kacau, saya ngerti betul makanya saya menentang itu…>

c) <…ngikuti kerja 80-20 adil kan? Kalau gak adil lu cari taoke yang mana lu gak bakal dikasi deh, jadi taoke Ahok yang kasih 80 buat lu…>

d) <…kalau ada orang kami yang hilaf, korup, minta rente, macem- macem, laporkan. Gak usa kuatir langsung kita berhentikan sebagai PNS… tinggal lapor, SMS kami…udalah aku paling seneng berentiin PNS nakal…>

Persoalannya, dalam rangka apa Ahok mengemukakan program- program unggulan serta pencitraan diri sebagai sosok orang/tokoh yang berintegritas, sederhana, pekerja, jujur, tidak korupsi, tegas. Pernyataan

181 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks Ahok dalam gagasan utama tentang pilkada berikut ini dapat menjadi jawaban atas pertanyaan itu, yang didukung gagasan-gagasan penjelas:

a. <…Saya selalu tegaskan ama bapak, ibu jangan juga terpengaruh.

Ini urusan dengan pilkada ya, saya mau ingatin…>, yang memiliki subgagasan penjelas:

i. Kriteria sosok tokoh yang pantas dipilih menjadi gubernur:

1. <…saya mau ingatin, kalau ada yang lebih baik…kerja lebih benar…lebih jujur dari saya, bapak ibu jangan pilih saya…ngepilih saya bapak, ibu bodoh… >

2. Menganalogikan pemilihan dalam kondisi alternatif seperti itu bagaikan pilihan dalam membeli motor produksi Jepang dan Cina dengan harganya sama, tetapi kualitasnya berbeda:

a) <…Harganya sama beli motor Jepang atau motor Cina gua Tanya? Motor Jepang dong.

b) <…Jadi kalau ada yang lebih bangus, lebih baik dari saya jadi gubernur bapak, ibu pilih dia, semuanya jelas…>

c) <…tapi orang yang nggak pengalaman cuma jual obat bapak pilih, ya bodoh juga berarti…beli kucing dalam karung juga gitu lo…>

d) <…tukang jual obat banyak, jual kecap selalu kecap nomor satu…kampanye sama, …saya gak pernah jual kecap nomor satu, silakan tanding…>

e) <…kalau ada yang lebih baik…lebih terbukti dari saya, jangan pilih saya bapak, ibu, sangat fair…>

3. Menghubungkan kekuatan, kehebatan diri Ahok dengan keunggulan program yang dibuatnya: <…dan program tambak ini jalan gak? Oh jalan, saya bikin sistem yang sangat baik…ada gak ada saya program yang saya lempar pasti jalan…kecuali bapak, ibu temukan bupati atau gubernur yang memang korup…>

b. <…Jadi bapak, ibu nggak usa kawatir, ini pemilihan kan dimajuin…>, memiliki subgagasan penjelas:

182 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA ii. Ahok ingin menyemangati masyarakat dengan menceritakan

pengalaman tentang ada pihak tertentu yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51 untuk memengaruhi pemilih:

4. <…Jadi saya ingin cerita nih supaya bapak, ibu semangat…

”Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak, ibu gak bisa pilih saya, yak kan? (Bapak ibu) dibohongin (oleh orang) (dengan mem-)pake Surat Al- Maidah 51 macem-macem itu…>

iii. Ahok berpandangan bahwa memilih dirinya yang non muslim akan masuk neraka sebagai bentuk pembodohan: <…Jadi kalau bapak, ibu perasaan nggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, …>.

Pada kutipan pernyataan Ahok di atas pesan teks yang berhubungan dengan Pilkada dinyatakan sebanyak dua kali, meskipun dalam konstruksi yang berbeda, seperti:

(a) Dinyatakan secara eksplisit dalam bentuk akronim: “Pilkada”, seperti dalam pernyataan: “<...Saya selalu tegaskan ama bapak ibu jangan juga terpengaruh. Ini urusan dengan Pilkada ya, saya mau ingatin…> dan

(b) Dinyatakan secara implisit, dalam bentuk kata “pemilihan”, seperti pada pernyataan, “<...Jadi bapak ibu nggak usah khawatir, ini pemilihan kan dimajuin....>”.

Pada konstruksi pertama digunakan akronim pilkada dan yang kedua menggunakan kata pemilihan, namun keduanya merujuk pada hal yang sama, yaitu masalah pilkada DKI. Di sini terjadi replikasi semantik dalam bentuk perubahan bentuk bahasa. Yang menarik, ialah bahwa sebelum menyampaikan pernyataan ihwal pilkada itu, Ahok, membicarakan integritas diri dan keunggulan program yang dirancangnya. Untuk pernyataan tentang pilkada butir (a), Ahok mengesankan bahwa dirinya sebagai sosok yang sederhana, tegas, jujur, bersih, beda dengan lainnya/

tak tertandingi, seperti masing-masing tergambar dari pernyataan yang dikemukakan di atas dan dikutif salah satunya: <…tukang jual obat banyak, jual kecap selalu kecap nomor satu…kampanye sama, …saya gak pernah jual kecap nomor satu, silakan tanding…> dan lain-lain.

Adapun untuk pernyataan ihwal pilkada dalam bentuk kedua, Ahok berusaha mengesankan, bahwa program yang diusungnya merupakan

183 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks program yang baik, yang dalam bahasa perencanaan, disebut sebagai program yang terencana, terarah, dan terukur. Oleh karena sistem yang dibangun dipandang sangat baik, maka kegagalan program itu hanya dimungkinkan jika pejabatnya korup, Hal itu terungkap dalam pernyataan Ahok, seperti dikemukakan di atas, misalnya <…dan program tambak ini jalan gak? Oh jalan, saya bikin sistem yang sangat baik…ada gak ada saya program yang saya lempar pasti jalan…kecuali bapak, ibu temukan bupati atau gubernur yang memang korup…> dan lain-lain.

Suatu hal yang menarik pula, bahwa Ahok mencoba membangun stigma dengan menggunakan kata “bodoh” tatkala mengomunikasikan gagasan tentang pemilihan, seperti tergambar dalam gagasan penjelas:

c. <…Kalau ada yang lebih baik,…kerja lebih benar,…lebih jujur dari saya…jangan pilih saya…Bapak, ibu ngepilih saya, bapak, ibu bodoh…>

d. <…tapi orang yang gak pengalaman cuma jual obat bapak pilih ya bodoh…>

e. <…Jadi bapak, ibu perasaan nggak bisa pilih nih, karena takut saya masuk neraka dibodohin gitu ya…>

Sementara itu, Ahok mencoba mempertentangkan gagasan stigmatisasi “bodoh” itu dengan keberadaan dirinya seperti tergambar melalui gagasan penjelas:

f. sebagai sosok yang baik, kerja benar, jujur, tegas:

i. <…Saya orangnya sederhana saja…kalau bapak, ibu nggak rajin, nggak mau kerja out aja nggak usa banyak ngomong…

tapi yang mau kerja …>

ii. <…bapak ibu nelayan saya tau persis saya di Belitung ni main, namanya bantuan kapal dari pusat…udah korupsi …kayunya jelek…udah kacau, saya ngerti betul makanya saya menentang itu…>

g. sebagai sosok yang berpengalaman, programnya berhasil, dan sukses memimpin:

iii. <…waktu jadi bupati saya memimpikan itu budidaya…>

iv. <…pengalaman saya di Belitung…>

184 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA v. <…hancur tuh kapal…bapak, ibu nelayan saya tau persis, saya

di Belitung nih main, namanya bantuan kapal dari pusat, udah korupsi…kayunya jelek…luasnya jelek…>

vi. <…tapi kalau putus sekolah di Yogya itu yang SMA udah capai 14%, eh 13 deh, 13 persen, di Jakarta hanya 0,4%. Kenapa, karena KJP kita jalan…>.

Menarik untuk dicermati, apakah dalam pidato itu Ahok meminta dirinya untuk dipilih nanti jika pilkada berlangsung? Mungkin secara sepintas, jawabannya tidak ada penyataan seperti itu, bahkan Ahok menyatakan agar tidak memilih dirinya, seperti terungkap dalam pernyataan gagasan penjelas: <…kalau ada yang lebih baik…lebih terbukti dari saya, jangan pilih saya bapak, ibu, sangat fair…> dan gagasan: <…Kalau ada yang lebih baik,…kerja lebih benar,…lebih jujur dari saya…jangan pilih saya…Bapak, ibu ngepilih saya, bapak, ibu bodoh…>. Serta gagasan penjelas: <… Jadi kalau bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka dibodohin gitu ya, nggak apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu...>” Gagasan penjelas ini sebenarnya hanya semacam selingan, dengan meminjam istilah dalam DNA merupakan intron, karena sesungguh ada gagasan penjelas lainnya, yaitu: <…tapi orang yang gak pengalaman cuma jual obat bapak pilih ya bodoh…>. Sementara itu, terdapat pernyataan yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang berpengalaman, tidak hanya itu tetapi juga dia adalah orang yang jujur, pekerja, tegas, tidak korup (lihat kembali seksi 4.3.1 butir gagasan c, d, dan g). Fungsi gagasan yang bersifat intron itu hanya ingin mengaburkan permasalahan, upaya enghilangkan jejak akan maksud utamanya, yaitu memengaruhi pendengar.

Berdasarkan uraiaan di atas, dapat dikatakan bahwa paling tidak terdapat tujuh gagasan utama yang menjadi isi teks pidato Ahok di Kepualaun Seribu tersebut, dengan masing-masing memiliki gagasan penjelas sebagai pendukung. Ketujuh gagasan utama tersebut adalah:

a. Identifikasi diri sama dengan warga Kepulauan Seribu b. Program budidaya hasil laut, bumi, dan ternak

c. Program yang dibuatnya dikesankan berpihak pada rakyat/

masyarakat

185 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks d. Pencitraan diri Ahok sebagai orang yang berintegritas: sederhana,

pekerja, jujur, tidak korupsi, tegas e. Pilkada atau pemilihan (Gubernur) DKI

f. Ahok mencoba membangun stigma dengan menggunakan kata

“bodoh” tatkala mengomunikasikan gagasan tentang pemilihan g. Ahok mencoba mempertentangkan gagasan stigmatisasi “bodoh”

itu dengan keberadaan dirinya.

Harus dicatat, masih banyak gagasan yang berupa gagasan penjelas yang tidak dikemukakan di sini, karena ketujuh gagasan utamanya itu dipandang cukup mewakili gagasan-gagasan penjelas yang tidak dikutip tersebut dan juga berupa gagasan penjelas yang berwujud selingan/

intron.

Di antara ketujuh gagasan utama tersebut, terdapat salah satu di antaranya yang menjadi gagasan inti/sentral yang dapat mempertautkan dan menjadi dasar bagi terhubungnya gagasan-gagasan utama beserta gagasan penjelasnya dalam membentuk konstruksi isi teks pidato yang secara nalar koheren. Gagasan utama yang dapat menjadi gagasan inti atau gagasan sentral tersebut adalah gagasan tentang pilkada atau pemilihan gubernur DKI. Setidaknya ada tiga alasan yanag dapat diajukan terkait penetapan gagasan butir (e) sebagai gagasan inti/sentral, yaitu: (1) dinyatakan secara berulang meskipun dalam konstruksi yang berbeda, (2) dari tujuh gagasan utama tersebut ada tiga gagasan yang terkait langsung dengan masalah pilkada (gagasan utama butir f dan g), dan (3) secara logis dapat menjadi dasar bagi keterhubungan antara enam gagasan lainnya.

Terkait alasan (1) dan (2) dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep topikalisasi atau pengedepanan dalam teori linguistik. Dari sudut pandang teori linguistik tentang pengedepanan/topikalisasi, pengulangan atas isu Pilkada itu menggambarkan bahwa Ahok memang sedang berpidato dalam konteks Pilkada DKI. Persoalan lain yang muncul, apabila pesan yang ditonjolkan itu lebih berkonteks pada Pilkada, mengapa harus berbicara berputar-putar, tentang program dan menyangkut diri pribadi Ahok, tidak langsung saja ke masalah pemilihan? Hal itu, tentu terkait dengan pandangan yang dianut dan dicoba bangun oleh Ahok, yaitu: (a) sosok calon gubernur DKI yang layak dipilih adalah sosok gubernur yang memiliki program yang

186 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA inovatif, (b) berintegritas: jujur, berani, tidak korup, dan berpengalaman, dan (c) ingin menempatkan persaingan pilkada lebih ditekankan pada persaingan integritas calon serta kemampuan mengembangkan program kerja yang berpihak pada masyarakat. Namun, dia pun sadar bahwa, ada tantangan latar belakang agama pemilih yang harus dihadapi, yaitu latar belakang pemilih Muslim, yang tergambar pada penggunaan kata

<haji, hajjah, dan umroh> dalam teks pidato itu, yang merupakan istilah khas dalam agama Islam seperti dijelaskan di atas. Adanya kesadaran dan pemahaman Ahok akan pemilih Muslim itulah Ahok melakukan kesalahan patal dengan membuat pernyataan: <… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak/ibu gak bisa pilih saya, ya kan? (Bapak ibu) dibohongin (oleh orang) (dengan mem-)pake Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu…>, yang mengandung makna penodaan/penistaan agama.

Kemudian terkait alasan butir (3) dapat dijelaskan bahwa gagasan tentang pilkada atau pemilihan, dalam hal ini pemilihan gubernur DKI (gagasan butir e), dapat mempertautkan gagasan tentang program budidaya (gagasan butir b) dan gagasan tentang Program yang dibuatnya dikesankan berpihak pada rakyat/masyarakat (gagasan butir c) dengan gagasan tentang pencitraan diri Ahok sebagai orang yang berintegritas: sederhana, pekerja, jujur, tidak korupsi, tegas (gagasan butir d) dan gagasan tentang Ahok mencoba membangun stigma dengan menggunakan kata “bodoh” tatkala mengomunikasikan gagasan tentang pemilihan (gagasan butir f) serta gagasan tentang Ahok mencoba mempertentangkan gagasan stigmatisasi “bodoh” itu dengan keberadaan dirinya (gagasan butir g). Adapun gagasan tentang Identifikasi diri sama dengan warga Kepulauan Seribu (gagasan butir a) hanya sebagai titik masuk untuk membangun kebersamaan dan kepercayaan masyarakat terhadap dirinya. Secara skematis, peta konsep relasi pendasaran gagasan- gagasan utama yang terdapat dalam pidato Ahok yang disampaikan di Kepulauan Seribu tersebut dapat diperlihatkan berikut ini.

187 BAB 4 | Kasus Ahok dan Kajian Linguistik Forensik Berbasis Teks

GAGASAN (c) GAGASAN

(b)

GAGASAN

Dalam dokumen LINGUISTIK FORENSIK: - Universitas Mataram (Halaman 188-199)