RANAH KEBAHASAAN YANG MENJADI TUMPUAN KAJIAN
NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG
3. Penggunaan Ejaan
88 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA
“Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis...” dan pada klausa kedua dijumpai konstruksi: “dapat dilakukan...” dalam: “... sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.”
89 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik 18, Ayat (2) UU Nomor: 4, Tahun 1982, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup berikut ini.
Pasal 18
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, di dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, secara sektoral dilakukan oleh departemen/lembaga nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Frase keterangan adposisi: “...di dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup...” diapit oleh penggunaan dua tanda koma. Frase ini berfungsi mempertegas maksud kalimat dan dapat dilesapkan dengan tidak mengubah informasi kalimat. Penggunaan dua tanda koma itu dapat pula diganti dengan menggunakan sepasang tanda hubung yang ditulis tanpa terpisah, misalnya:
(2) Pengelolaan lingkungan hidup--di dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup--secara sektoral dilakukan oleh departemen/lembaga nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Patut ditambahkan bahwa penggunaan tanda koma dalam kalimat yang panjang, di samping dapat memudahkan pengaturan pernafasan ketika membaca kalimat tersebut juga dapat membantu memudahkan pemahaman maksud kalimat. Tanpa tanda koma, kalimat pada Pasal 18, Ayat (2) tersebut akan sukar dipahami maksudnya. Begitu pula, jika salah dalam meletakkan tanda baca koma, maksud kalimat menjadi lain. Perhatikan modifikasi posisi tanda baca koma pada kalimat pada pasal tersebut berikut ini.
Pasal 18
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, di dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral, dilakukan oleh departemen/lembaga nondepartemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.
90 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA Frase “secara sektoral” dalam kalimat hasil modifikasi menjelaskan kegiatan “pengelolaan lingkungan hidup”, berbeda dengan fungsi frase itu pada konstruksi asalnya yang menjelaskan “sektor apa saja yang melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup”, yang dalam hal itu adalah departemen atau lembaga nondepartemen.
b. Tanda Titik Koma (;)
Terdapat penggunaan tanda baca yang menyimpang dari kaidah ejaan karena aspek estetika dan penonjolan. Namun, ada penggunaan tanda baca yang secara ejaan menarik untuk diperhatikan, yaitu penggunaan tanda baca titik koma (;) pada konsideran dan diktum utama teks peraturan perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 berikut ini.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pening katan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
91 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan
dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup,dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kemba li ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-Undang yang baru;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Pada konsideran berisi hal-hal yang menjadi pertimbangan atau hal-hal yang diperhatikan di dalam memutuskan sesuatu. Kata kerja/
verba yang digunakan adalah menimbang, dan menginat (dapat juga ditambah dengan verba memperhatikan, seperti dalam teks peraturan perunadng-undangan yang berupa Ketetapan MPR, lihat lampiran).
Ada yang menarik untuk diperhatikan, yaitu penggunaan tanda baca titik koma (;) sesudah butir a, b, c, dan d sesudah verba “menimbang”
92 Linguistik Forensik: Memahami Forensik Berbasis Teks Dalam Analogi DNA dan setelah verba “mengingat” dan diakkhiri tan titik setelah pengisian verba “memutuskan” dan “menetapkan” pada diktum utama. Selain itu, penggunaan tanda koma pada rincian peraturan perundang- undangan yang dirujuk pada verba “mengingat” dalam konsideran.
Apabila dicermati konastruksi konsideran mulai dari frasa “DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA” sampai dengan diktum pengisi verba “MEMUTUSKAN”
dan “Mengingat” dan diakhiri tanda baca titik sesungguhnya bahwa bagian konsideran dan bagian utama diktum merupakan sebuah kalimat kompleks. Mulai dari satuan bahasa pengisi fungsi sintaktis keterangan (K): DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA” diikuti satuan bahasa pengisi fungsi sintaktis subjek (S): “PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA”, lalu diikuti satuan bahasa pengisi fungsi sintaktis predikat (P): ditandai dengan verba: “membimbang” dan seterusnya; verba
“mengingat” dan seterusnya; satuan bahasa pengisi fungsi keterangan (K) penyerta: “DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA”; sampai dengan diikuti predikat berupa verba: “MEMUTUSKAN” dan “MENETAPKAN” dan seterusnya serta dialhitri tanda titik menggambarkan bagian tersebut merupakan sebuah konstruksi kalimat yang sangat kompleks dan menjadi ciri khas bahasa pada teks peraturan perundang-undangan. Penggunaan tanda baca berupa titik koma tersebut sudah sesuai dengan kaidah ejaan, yang salah satunya digunakan untuk memilah konstruksi kalimat dengan diakhiri tanpa konjungsi penghubung intrakalimat berupa: dan, serta, atau. Pandangan yang menganggap konstruksi konsideran dengan konstruksi diktum bagian utama sebagai sebuah kalimat kompleks, meskipun satuan bahasa pengisi verba menetapkan tidak diakhiri dengan tanda baca titik, karena satuan bahasa itu ditulis dengan huruf kapital.
Bahwa tidak ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama setiap kata ditulis dengan huruf kapital, karena produk ketetapannya ingin lebih ditonjolkan (foregrounding).
c. Tanda Titik (.)
Tanda titik digunakan untuk mengakhiri kalimat dan jika dibaca keras intonasinya menurun. Untuk merasakan hal ini dapat dilakukan dengan melafalkan kalimat yang diakhir tanda titik dengan membaca bagian kalimat yang menggunakan tanda koma. Sebagai tanda yang
93 BAB 2 | Ranah Kebahasaan yang Menjadi Tumpuan Kajian Linguistik Forensik digunakan untuk mengakhiri kalimat, maka susunan kata yang tidak merupakan kalimat tidak menggunakan tanda titik. Judul teks peraturan perundang-undangan tidak menggunakan tanda titik, karena memang bukan kalimat, Begitu pula di belakan nomor pasal juga tidak menggunakan tanda titik.
d. Tanda Garis Miring (/) dan Tanda Kurung ()
Seperti disebutkan di atas bahwa garis miring digunakan untuk memberi pilihan atas dua hal yang dapat digunakan kedua-duanya atau salah satu di antaranya, seperti penggunaan tanda garis miring pada pemakaian konjungsi: dan, atau (dan/atau), seperti dicontohkan pada uraian tentang Pasal 20, Ayat (2) di atas. Selain itu, tanda garis miring digunakan juga dalam penulisan nomor ketetapan, misalnya: Ketetapan MPR-RI Nomor: II/MPR/1978, Tetang Ekaprasetya Pancakarsa.
Adapun tanda kurung yang mengapit angka pada ayat digunakan semata-mata untuk membedakan antara pasal dan ayat.
e. Huruf Kapital
Huruf kapital biasanya digunakan untuk penulisan di awal kalimat.
Namun, terdapat penggunaan huruf kapital (termasuk tanda baca lainnya serta penggunaan spasi) yang berbeda dengan kaidah, namun semata-mata didasarkan pada pertimbangan estetika dan penonjolan (foregrounding). Kepala surat ketetapan, yang berisi nama lembaga, nomor, hal, dan pihak yang mengeluarkan ketetapan, diktum utama, jabatan, dan nama penanda tangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital agar lebih menarik perhatian. Begitu pula penulisan kata “bab”,
“pasal”, dan “ayat” ditulis dengan huruf kapital jika diikuti dengan penomoran, bandingkan penulisan: BAB III -- bab; Pasal 2 -- pasal; Ayat 3 --ayat.
Dengan kata lain, huruf kapital digunakan untuk menarik perhatian pada hal-hal yang dianggap penting, seperti:
a. kepala surat, berisi: keterangan tentang lembaga yang mengeluarkan surat keputusan
b. diktum, yang berisi hal(-hal) yang diputuskan c. jabatan dan nama terang penanda tangan.
95 BAB 3 | Metode Dalam Kajian Linguistik Forensik