• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak dan Perubahan Sosial akibat Erupsi Gunung Merapi Tahun 1984-2010

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 107-128)

Bagan 3.2 Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Gunung Api Merapi

A. Dampak dan Perubahan Sosial akibat Erupsi Gunung Merapi Tahun 1984-2010

Lereng Gunung Merapi sebagai wilayah yang dipadati penduduk memiliki potensi besar terhadap risiko bencana erupsi Gunung Merapi. Pada 1984 sampai 2010 Gunung Merapi mengalami erupsi sebanyak delapan kali. Erupsi ini memberikan dampak terhadap kehidupan penduduk di Kawasan Rawan Bencana khususnya wilayah Kabupaten Sleman. Dampak tersebut dibedakan menjadi dua yaitu dampak postif dan negatif. Dampak positif merupakan keuntungan yang diperoleh dari peristiwa erupsi Merapi, sedangkan dampak negatif merupakan kerugian yang ditimbulkan akibat peristiwa erupsi Gunung Merapi.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari erupi Gunung Merapi tahun 1984- 2010 salah satunya adalah timbulnya korban jiwa dan penduduk yang harus mengungsi. Adapun jumlah korban jiwa dan jumlah pengungsi dalam peristiwa erupsi Gunung Merapi tahun 1984-2010 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah Pengungsi dan Korban Jiwa Erupsi Gunung Merapi 1984- 2010

No Tahun Erupsi Jumlah Pengungsi Jumlah Korban meninggal

1. 1984 - -

2. 1992 - -

3. 1994 5.426 64

4. 1997 3.000 -

5. 1998 - -

6. 2001 - -

7. 2006 3.150 2

8. 2010 21.933 386

Sumber: Data Sejarah Letusan Besar, Jumlah Pengungsi, dan Koban Jiwa Periode 1500-2007 di Indonesia dan Data Korban Merapi 2010 (Koleksi Museum Gunung Merapi).

81

Berdasar pada data tabel di atas dapat dipahami bahwa jumlah korban jiwa terbesar terjadi pada erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang mengakibatkan 386 jiwa meninggal dan 21.933 jiwa harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 1994 dan 2006 tergolong cukup besar sehingga menimbulkan adanya korban jiwa. Erupsi tahun 1994 menyebabkan 64 jiwa warga meninggal dan total ada 5.426 jiwa harus mengungsi. Adapun erupsi Gunung Merapi tahun 2006 menyebabkan dua relawan meninggal dunia dan 3.150 penduduk harus diungsikan. Lain halnya dengan erupsi Gunung Merapi tahun 1984, 1992, 1997, 1998, dan 2001 yang tidak tergolong sebagai letusan yang besar sehingga tidak menimbulkan adanya korban jiwa. Arah letusan di tahun-tahun tersebut didominasi menuju timur dan barat daya.

Awan panas yang dibawa pada erupsi Gunung Merapi tahun 1984 dan 1992 keluar dalam skala kecil. Awan panas hanya mengalir di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi seperti Kali Blongkeng, Kali Putih, Kali Bebeng dan Kali Krasak.179 Erupsi Gunung Merapi pada tahun tersebut tidak tergolong sebagai letusan yang hebat.180 Material vulkanis seperti hujan abu tipis-tipis melanda Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan. Kandungan gas pada partikel debu berterbangan bebas di pemukiman penduduk. Masyarakat menghabiskan banyak aktivitas mereka di dalam rumah karena abu vulkanis memiliki potensi menyerang saluran pernapasan dan iritasi mata. Udara di kawasan itu tercemar dengan kandungan gas Hidrogen Sulfide/H2S, Nitrogen Dioksida/NO2, Sulfur Dioksida/SO2. Partikel tersebut menyebabkan aktivitas masyarakat di luar rumah sedikit terganggu. Anak-anak tidak dapat dengan leluasa bermain di luar rumah. Hujan abu vulkanis lebat pada erupsi Gunung Merapi tahun 1984 dan 1992 mengarah ke barat sampai ke Weleri, Kendal, dan Semarang.181

Kegiatan warga di sektor perikanan, pertanian, peternakan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tetap berjalan lancar seperti hari-hari biasa. Para

179Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1984 (Koleksi Museum Gunung Merapi).

180Wawancara dengan Bapak Ari, 20 Juli 2017. Ia adalah warga KRB III sekaligus Relawan bencana erupsi Gunung Merapi.

181Wawancara dengan Bapak Ari, 20 Juli 2017.

petani tetap pergi ke ladang dan mencari rumput untuk memberi makan ternak sapi mereka, meskipun mereka harus memilah-milah rumput akibat dihujani abu vulkanis. Tanaman milik petani tidak mengalami kerusakan karena abu yang menempel dapat tersapu oleh hujan. Aktivitas penduduk tetap berjalan seperti biasa. Anak-anak tetap bersekolah dan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.182

Erupsi Gunung Merapi tahun 1994 membuat warga trauma karena akibat yang ditimbulkan. Tercatat ada 64 warga meninggal dunia, 29 orang luka-luka, dan 5.426 warga harus mengungsi akibat amukan awan panas. Sebagian besar korban adalah penduduk Turgo, Kelurahan Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.183 Sebagian warga yang tewas tengah berada di rumah salah seorang warga bernama Sudisupar. Ia adalah warga RT 06/RW 03 Dusun Turgo yang berencana menyelenggarakan hajatan pada Rabu malam 23 November 1994. Rumah Sudisupar ambruk dan menimpa orang-orang di dalamnya karena dilanda awan panas.184 Ada 29 warga yang tercatat mengalami luka-luka juga berasal dari Dusun Turgo. Adapun gambar korban luka bakar akibat awan panas Gunung Merapi tahun 1994 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

182Wawancara dengan Ibu Dewi, 20 Juli 2017. Ia adalah salah satu pegawai BPPTKG Yogyakarta.

183Data Sejarah Letusan Besar, Jumlah Pengungsi, dan Koban Jiwa Periode 1500-2007 di Indonesia (Koleksi Museum Gunung Merapi).

184“Gunung Merapi Meletus. 18 Orang Tewas”, Kompas, 23 November 1994, hlm. 1.

83

Gambar 4.1 Korban Luka-Luka Akibat Awan Panas Merapi Sumber: “Awan Panas Merapi Tewaskan 19 Orang”, Suara Merdeka, 23

November 1994, hlm. 1.

Berdasar gambar di atas menerangkan bahwa 29 warga yang tercatat mengalami luka-luka dirawat di beberapa rumah sakit di Yogyakarta seperti RSUP dr Sardjito, RS Panti Rapih, RS Bethesda, dan PKU Muhammadiyah.

Kondisi para korban sangat mengenaskan. Tubuh mereka melepuh, kulit terkelupas seperti luka bakar, dan menghirup gas beracun. Mereka yang berhasil diselamatkan mengalami luka bakar serius mencapai 60-70 persen lebih. Awan panas telah melelehkan telinga, hidung, dan tangan, sehingga tidak berbentuk apalagi berfungsi seperti semula.

Penghasilan mayoritas penduduk di Dusun Turgo adalah beternak sapi perah. Hasil pertanian menjadi sumber penghasilan yang kurang mendukung.

Pada erupsi 1994 tercatat ada 268 ekor sapi perah di Dusun Turgo. 32 ekor di antaranya mati akibat terkena awan panas.185 Selain ternak yang mati, awan panas juga membuat aktivitas masyarakat menjadi lumpuh total terutama di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun. Dusun Turgo yang beratus-ratus tahun tidak pernah dilewati awan panas menjadi hangus terbakar oleh awan panas.

Akibat erupsi 1994 mengakibatkan bangunan pos pemantauan di Kaliurang mengalami retak-retak, bagian kaca dan pintu meleleh terkena awan panas.186

185“Korban Meninggal Terus Bertambah”, Kompas, 27 November 1994, hlm. 1 dan 8.

186“Awas Merapi”, Kompas, Minggu, 11 Januari 2001, hlm. 22.

Beberapa alat pemantauan yang dipasang di puncak Gunung Merapi juga mengalami kerusakan karena terkena material vulkanis yang dikeluarkan Merapi secara langsung pada saat meletus.187

Hujan abu vulkanis yang melanda sektor selatan mengakibatkan masyarakat mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Penyakit gatal- gatal pada tubuh juga menyerang warga di Desa Kaliurang. Hal tersebut berkaitan dengan tebaran gas belerang di kawasan Merapi. Penduduk terpaksa beraktivitas dengan menggunakan masker. Akibat peristiwa ini, banyak masyarakat yang mengalami stres karena tidak stabilnya mental dan kondisi kejiwaan mereka menghadapi bencana. Dalam kondisi tersebut mereka tetap harus mengungsi ke tempat yang lebih aman, karena keadaan tidak memungkinkan untuk mereka tetap bertahan.188

Material erupsi Gunung Merapi seperti awan panas dan batu pijar menyebabkan ekosistem hutan di lereng Merapi terbakar dan mengalami kerusakan parah di sektor lereng selatan. Tanaman dan sayur-sayuran milik petani rusak parah akibat guyuran debu vulkanis Gunung Merapi. Kerusakan parah tersebut menyebabkan para petani gagal panen dan mengalami kerugian besar.189

Tidak jauh berbeda dengan erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun- tahun sebelumnya bahwa erupsi Gunung Merapi pada 1997, 1998, dan 2001 juga memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat di kawasan lereng Gunung Merapi. Meskipun tidak ada korban meninggal, tetapi material hujan abu vulkanis pada erupsi 1997 dan 1998 menghujani kawasan lereng Merapi di sektor barat dan mengakibatkan hujan abu tipis-tipis di KRB III Kabupaten Sleman.190 Tanaman tomat, wortel, cabe, tembakau, kacang panjang, terong,

187“Awan Panas Ancam Penambang”, Kedaulatan Rakyat, 19 Juli 1998, hlm. 13.

188“Gunung Merapi Meletus. 18 Orang Tewas”, Kompas, 23 November 1994, hlm. 1.

189“Akibat Hujan Abu Merapi Warga Lereng Stres dan Gatal”, Kedaulatan Rakyat, 14 Desember 1994, hlm. 11.

190“Aktivitas Merapi Tetap Tinggi Meningkat, Pertumbuhan Kubah Lava”, Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 1997, hlm. 1.

85

buncis mengalami rusak berat. Tanaman tersebut tidak kuat menahan tumpukan abu yang menempel di daun, dan panas abu vulkanis Merapi mempercepat pengeringan daun tanaman.191 Mutu tanaman tembakau Merapi anjlok, bahkan ribuan tanaman hutan pinus rusak total terkena panas abu vulkanik maupun semburan awan panas. Kerugian ini mencapai miliaran rupiah.192 Para petani tidak pergi ke ladang karena ladang mereka terletak di kawasan yang berpotensi dilanda awan panas jika sewaktu-waktu arah letusan berbelok arah.193

Pada erupsi 2001 hujan abu cenderung jatuh ke wilayah Surakarta, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali bagian selatan, Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo sampai ke Kabupaten Karanganyar dengan radius 80 km dari Merapi.

Tiupan angin mengarah ke timur.194 Penduduk di Kabupaten Sleman juga mengalami gangguan pernapasan, batuk, dan iritasi mata akibat guyuran abu vulkanis.195 Masalah lain yang timbul pada erupsi 1997, 1998, dan 2001 yaitu tercemarnya air bersih akibat hujan abu.196 Masyarakat mulai susah mencari air bersih karena air sumur mereka tercemar dengan abu vukanis. Air berubah menjadi keruh dan rasanya jadi tidak enak untuk diminum maupun dimasak.197 curah hujan yang meningkat mengakibatkan aliran lumpur sangat pekat terus mengalir dari puncak Merapi, Pos Babadan terpaksa ditutup.198 Bekas galian

191“Tebing Merapi Penuh Material”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juli 1998, hlm. 11.

192“Ada Titik Api Diam di Puncak”, Kedaulatan Rakyat, 24 Juli 1998, hlm. 1.

193“Awan Panas Terus Menyembur”, Kedaulatan Rakyat, 12 Juli 1998, hlm. 6.

194“Kubah ‘97 Rawan, DIY Terancam”, Kedaulatan Rakyat, 19 Februari 2001, hlm. 1.

195“Aktivitas Merapi Cenderung Meningkat, DIY Juga Terancam Wedhus Gembel”, Kedaulatan Rakyat, 13 Februari 2001, hlm. 1.

196“Warga Lereng Merapi Butuh Bantuan”, Suara Merdeka, 26 Juli 1998, hlm. 3.

197“Awan Panas Merapi Menggila”, Kedaulatan Rakyat, 15 Februari 2001, hlm. 1.

198“Merapi Membahayakan, Pos Babadan Ditutup”, Kompas, 2 Februari 2001, hlm. 19.

pasir yang sebelumnya dimanfaatkan warga untuk budidaya ikan konsumsi seperti wader, lele, dan nila belum sempat dipanen, seluruhnya mati dan larut terbawa air ke hilir saat datang banjir lahar membawa material vulkanis serta lumpur bercampur belerang.199

Pengungsian pada erupsi tahun 2001 hanya dilakukan oleh lansia, anak- anak, wanita, dan sebagian warga yang merasa trauma mengingat erupsi tahun 1994. Mereka juga mengalami sakit kepala, rasa pusing karena faktor psikologis.200 Mereka khawatir Gunung Merapi akan meletus dengan tekanan ledakan yang begitu besar. Merekapun memilih untuk mengungsi, meskipun sebanyak 20.002 orang yang tinggal di daerah telarang kawasan Merapi tidak bergeming. Tidak ada gerakan atau tanda-tanda untuk mereka melakukan pengungsian meskipun aktivitas Gunung Merapi semakin tinggi.201

Dampak parah erupsi Gunung Merapi juga terjadi pada erupsi 2006 dan 2010. Pada Rabu 14 Juni 2006 terjadi luncuran awan panas sangat besar disertai material cukup besar yang menewaskan dua relawan.202 Dua relawan tersebut terjebak di dalam bunker Kaliadem, Cangkringan, Sleman, DIY. Mereka tewas karena suhu tinggi yang mencapai 500 derajat Celcius. Dua relawan itu adalah Warjono dan Sudarwanto. Tubuh warjono terdapat luka bakar dan hangus, sedangkan tubuh Sudarwanto tidak begitu hangus. Pada saat awan panas meluncur Sudarwanto mencelupkan diri di dalam air pada bak mandi bunker, sedangkan air sendiri berfungsi sebagai isolator dari panas.203 Di dalam bunker berukuran 10x7 meter terdapat timbunan material vulkanis berupa batu-batuan seukuran kepala manusia, pasir, dan abu vulkanis. Timbunan material setebal satu meter tersebut mengisi ruangan bunker hingga 4 meter dari pintu utama.

199“Banjir Lahar di Sungai Lamat”, Suara Merdeka, 30 Juli 1998, hlm. 4.

200“Aktivitas Merapi Cenderung Meningkat, DIY Juga Terancam Wedhus Gembel”, Kedaulatan Rakyat, 13 Februari 2001, hlm. 1.

201“Merapi Meletus”, Kompas, 18 Februari 2001, hlm. 12.

202“Aktivitas Merapi Masih Tinggi”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juni 2006, hlm. 17.

203“Korban Tewas Akibat Suhu Tinggi”, Kompas, 17 Juni 2006, hlm. 1 dan 15.

87

Material masuk karena pintu tidak dikunci oleh korban.204 Kondisi bunker pada erupsi Gunung Merapi 2006 dapat dilihat pada Gambar 4. 2.

Gambar 4.2 Bunker Kaliadem tertimbun lava erupsi Merapi tahun 2006.

(Koleksi Ketep Vulcano Merapi).

Berdasar gambar di atas terlihat bahwa material vulkanis pada erupsi Gunung Merapi menerjang kawasan Bebeng dan Kaliadem yang menyebabkan bunker Kaliadem, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman rusak parah tertimbun material vulkanis Merapi. Akibat peristiwa ini bunker Kaliadem tidak lagi digunakan.

Di Desa Glagaharjo yang terletak di sebelah timur Kepuharjo ada tiga relawan Emergency Respond Posko Merah Putih yang sempat terkena radiasi awan panas. Mereka adalah Rikayatullah, Sugeng, dan Heri. Kulit muka dari ketiga relawan mengelupas. Secara umum kesehatan mereka tidak terganggu dan masih bisa beraktivitas seperti biasa. Semula mereka sedang menjemput pengungsi untuk kedua kalinya, namun ternyata awan panas sudah masuk dusun dan terjadi hujan abu panas.205

Semburan abu vulkanis ke berbagai arah mengakibatkan masyarakat sulit bernapas, dada terasa sesak, mata perih, tenggorokan jadi gatal, batuk, dan pencernaan pengungsi mulai terganggu. Kesehatan para pengungsi mulai menurun karena kurang istirahat dan terlalu banyak kontak dengan udara malam.

204“Korban Tewas Akibat Suhu Tinggi”, Kompas, 17 Juni 2006, hlm. 1 dan 15.

205“Awan Panas ke Pemukiman”, Kompas, 15 Juni 2006, hlm. 15.

Penyakit yang paling banyak di derita adalah gangguan pernapasan seperti batuk dan pilek. Ada juga anak-anak yang panas tubuhnya.206

Kandungan hujan abu vulkanis memiliki tingkat bahaya sekitar 54 persen dari awan panas yang menyebabkan iritasi mata.207 Berdasar pada hasil penelitian, abu vulkanis membahayakan mata manusia sebab mengandung partikel kuarsa/SiO2. Kuarsa adalah mineral yang dikenal sebagai bahan baku utama membuat kaca. Mineral ini memiliki kekerasan tujuh (Skala Mohs) atau tergolong sangat keras.208

Bumi perkemahan menjadi lautan batu dan abu, pendopo rata dengan tanah, gedung BPPTK hancur, dan bunker tertimbun batu dan pasir.209 Ratusan hektar area tanaman sayur-sayuran mengalami kerusakan akibat tebalnya abu yang menempel pada daun pepohonan.210 Tanaman tomat terlihat rusak terutama bagian daunnya. Para petani mengalami gagal panen karena hujan abu yang terjadi secara terus menerus.211 Warga juga kesulitan memperoleh rumput bersih untuk memberi makan ternak mereka.212 Hujan abu vulkanik yang melanda area pertanian berdampak pada menurunnya penjualan bibit sayuran. Omset penjualan bibit sayuran menurun hingga 50 persen. Jika dalam sehari biasanya para petani bisa menjual 15.000 bibit. Sejak turunnya hujan abu petani hanya bisa menjual 7.000 bibit.213 Hutan di lereng Gunung Merapi mengalami kerusakan. Kerusakan hutan yang terjadi mengakibatkan terganggunya fungsi perlindungan hutan sebagai area resapan air dan terancamnya populasi hewan

206“Merapi Masuki Siklus Erupsi Baru”, Kompas, 22 Juni 2006, hlm. 24.

207“Awan Panas Mulai Beresiko”, Kompas, 18 Mei 2006, hlm. 15.

208“Abu Merapi Berbahaya”, Kompas, 20 Mei 2006, hlm. 7.

209“Awan Panas ke Pemukiman”, Kompas, 15 Juni 2006, hlm. 15.

210“Meski Semburan Awan Panas Menurun, Aktivitas Merapi Masih Tinggi”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juni 2006, hlm. 17.

211“Merapi Membentuk Kawah Baru”, Kompas, 11 Juni 2006, hlm. 15.

212“Meski Semburan Awan Panas Menurun, Aktivitas Merapi Masih Tinggi”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juni 2006, hlm. 17.

213“Status Merapi Turun Jadi Siaga”, Kompas, , 14 Juni 2006, hlm. 15.

89

setempat seperti macan tutul, kera, dan kijang.214 Abu vulkanis yang bertebaran di jalan aspal membuat jalanan menjadi licin.215 Jarak pandang warga dan orang yang lewat di sepanjang jalan di Kepuharjo menjadi terbatas.216 Bandar udara tidak dapat beroperasi melakukan penerbangan karena debu vulkanis yang dihasilkan oleh erupsi Merapi menyembur ke berbagai kawasan dan dapat menyebabkan mesin pesawat mati.217

Alat-alat pemantauan Gunung Merapi seperti 11 buah reflektor yang dipasang di puncak di 11 titik hilang. Reflektor hilang karena ikut terbawa longsoran material saat terjadi awan panas dan guguran lava pijar.218 Reflektor atau cermin ini berfungsi sebagai patokan untuk mengetahui perubahan kondisi morfologi. Akibatnya, BPPTK tidak bisa lagi mendeteksi kemungkinan terjadinya deformasi atau pembengkakan di puncak maupun tubuh Gunung Merapi. Padahal saat itu banyak terdapat kubah disekitar puncak yang terancam longsor dan perlu terus menerus diamati yaitu kubah 1997 dan kubah Woro.219 Lahar dingin yang mengalir di Sungai Gendol menyebabkan jembatan Manggong di Dusun Kepuh dan jembatan Kemiri-Boyong Desa Purwobinangun tertutup lumpur lahar dingin. Lahar dingin juga menyeret dan menghanyutkan pohon-pohon di pinggir sungai yang menghantam pipa air minum PDAM di Umbul Wadon, PDAM Arga Jasa, pipa milik warga dan pipa penyuplai kebutuhan air bersih untuk warga yang mengakibatkan suplai air terhenti.220

214“433,5 Hektar Hutan Merapi Terbakar”, Kompas, 15 Juni 2006, hlm. 7.

215“Setiap Sore Pegungsi Merapi Masih Penuhi Barak”, Kedaulatan Rakyat, 15 Juli 2006, hlm. 7.

216“Lahar Dingin dan Abu Menyebar”, Kedaulatan Rakyat, 17 Desember 2006, hlm. 1.

217“Wedhus Gembel Muncul, Pipa Air Minum Hancur, Banjir Lahar Hantam Lereng Merapi”, Kedaulatan Rakyat, hlm. 1.

218“Meski Semburan Awan Panas Menurun, Aktivitas Merapi Masih Tinggi”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juni 2006, hlm. 17.

219“Meski Semburan Awan Panas Menurun, Aktivitas Merapi Masih Tinggi”, Kedaulatan Rakyat, 23 Juni 2006, hlm. 17.

220“Lahar Merapi Hantam Pipa PDAM”, Kedaulatan Rakyat, 23 Desember 2006, hlm. 1.

Hujan lebat di puncak Merapi terus terjadi hampir tanpa henti membuat air meluap dan mengakibatkan larutnya endapan lava hasil erupsi Merapi menjadi lahar dingin. Semakin lama banjir lahar menghantam pemukiman warga tiga kecamatan di Sleman masing-masing Cangkringan, Pakem, dan Ngemplak.

Petugas yang terdiri dari Satlak Kabupaten, Tim SAR, dan warga langsung melakukan pertolongan pertama terhadap 3.150 orang pegungsi, 157 orang luka- luka, serta 68 rumah rusak.221

Dampak erupsi Merapi juga menyerang psikis warga. Kecemasan warga di sekitar Kecamatan Cangkringan semakin bertambah karena semakin tingginya endapan lava vulkanis. Mereka takut potensi terjadinya lahar dingin semakin besar. 222 Meskipun aktivitas Gunung Merapi cenderung menurun, tetapi sebagian warga di Kepuharjo, Glagaharjo, dan Umbulharjo Cangkringan masih dibayangi kekhawatiran munculnya kembali awan panas. Suara guguran lava masih terdengar warga dengan radius 7-8 km dari puncak Gunung Merapi.

Akibatnya, mereka belum mau tidur di rumah masing-masing dan tetap mengisi barak pengungsian.223 Warga benar-benar trauma dengan kejadian di Merapi pada bulan Juni 2006 lalu.224

Setelah Gunung Merapi meletus tahun 2006, tahun 2010 Gunung Merapi meletus lagi dengan intensitas letusan yang lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Erupsi ini menjadi letusan paling dahsyat sepanjang tahun 1984 hingga 2010 dengan membawa korban jiwa maupun kerugian harta benda.

Dampak yang ditimbulkan merupakan dampak terparah. Arah letusan Gunung Merapi menuju sektor selatan menyebabkan Kabupaten Sleman sebagai wilayah dengan kerusakan terberat. Aliran awan panas telah menyapu kawasan yang berada di lereng Gunung Merapi terutama di beberapa kecamatan di Kabupaten

221 “Dalam Latihan Bencana, Lahar Dingin Datang, Ribuan Warga Diungsikan”, Kedaulatan Rakyat, 15 September 2006, hlm. 7.

222“Suplai Magma Bertambah, Kualitas Awan Panas Merapi Meningkat”, Kedaulatan Rakyat, 27 Juni 2006, hlm. 5.

223“Warga Cangkringan Masih Tetap Khawatir, Aktivitas Merapi Terus Menurun”, Kedaulatan Rakyat, 3 Juli 2006, hlm. 11.

224“Setiap Sore Pegungsi Merapi Masih Penuhi Barak”, Kedaulatan Rakyat, 15 Juli 2006, hlm. 7.

91

Sleman seperti Cangkringan, Pakem, Turi, Tempel, dan Ngemplak. Kawasan tersebut menjadi kawasan dengan risiko bencana erupsi yang tinggi. Aktivitas masyarakat menjadi terganggu karena aktivitas vukanik Gunung Merapi yang membahayakan. Hal tersebut membuat mereka harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Adapun jumlah pengungsi terdistribusi di masing-masing desa yang dapat dilihat pada Table 4.2.

Table 4.2 Data Jumlah Pengungsi Erupsi Merapi 2010.

No Nama Desa Jumlah Pengungsi

1. Kepuharjo 1.329 orang

2. Glagaharjo 1.643 orang

3. Umbulharjo 2.073 orang

4. Hargobinangun 5.879 orang

5. Purwobinangun 2.368 orang

6. Pakembinangun 87 orang

7. Girikerto 2.627 orang

8. Wonokerto 1.711 orang

9. Wukirsari 3.816 orang

Jumlah 21.933 orang

Sumber: “Laporan Tanggap Darurat Erupsi Merapi 2010, 22 Oktober s/d 23 Mei 2011” (Koleksi Arsip BPBD Kabupaten Sleman), hlm. 40.

Tabel atas menerangkan bahwa pada erupsi Merapi tahun 2010 mengakibatkan sekitar 21.933 jiwa dari sembilan desa harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Jumlah pengungsi dari masing-masing desa cukup banyak, mengingat keadaan Gunung Merapi berada pada fase kritis. Jumlah pengungsi dari masing-masing desa antara lain ialah Desa Kepuharjo 1.329 jiwa, Glagaharjo 1.643 jiwa, Umbulharjo 2.073 jiwa, Hargobinangun 5.879 jiwa, Purwobinangun 2.368 jiwa, Pakembinangun 87 jiwa, Girikerto 2.627 jiwa, Wonokerto 1.711 jiwa dan Wukirsari 3.816 jiwa.

Sapuan awan panas pada erupsi 2010 mengakibatkan adanya korban jiwa baik meninggal maupun luka-luka. Jumlah korban akibat bencana erupsi Merapi 2010 adalah 386 korban meninggal. 5 korban hilang, 121 korban luka berat.

Korban meninggal berdasar pada fase erupsi pertama yaitu 26 Oktober-4 November 2010 adalah 40 orang, dan pada fase erupsi kedua yaitu 5 November-

23 Mei 2011 berjumlah 346 orang. Penyebab korban meninggal mayoritas disebabkan karena luka bakar.225

Juru Kunci Merapi yaitu Mbah Maridjan juga menjadi salah satu korban meninggal akibat letusan erupsi tahun 2010 ini. Tempat tinggal Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, DIY luluh lantak tersapu awan panas. Tak satupun bangunan tegak berdiri tanpa kerusakan. Tubuh Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di rumahnya pada malam hari. Hal tersebut mengisyaratkan berakhirnya kehidupan di Kinahrejo.226

Secara makro banyak masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung akibat bencana erupsi Gunung Merapi, baik itu korban jiwa, psikologis, maupun ekonomi. Tidak sedikit korban kehilangan pekerjaan yang berakibat pada perekonomian di beberapa daerah. Selain itu, anak-anak belum bisa bersekolah secara normal, jasa wisata lumpuh, koperasi terancam likuidasi, dan pelayanan publik seperti penerbangan pesawat terganggu. Ribuan ternak mati, sementara ribuan hektar lahan pertanian hancur, hutan lindung dan hutan masyarakat dalam skala ribuan hektar juga telah hangus oleh awan panas.

Ribuan rumah yang dihuni sekitar 2.400 keluarga luluh lantak dan rusak.

Puluhan dusun hancur, dan ekosistem lereng selatan Merapi mengalami perubahan bentuk yang sangat radikal akibat daya jangkau awan panas yang mencapai sekitar 15 kilometer dari puncak.227

Masyarakat yang berada di barak-barak pengungsian banyak yang mengeluhkan tentang kesehatan mereka terutama para lansia. Kebanyakan dari mereka terserang batuk pilek, iritasi mata, dan merasa pusing-pusing karena kekagetan psikis akibat erupsi Gunung Merapi.228 Selain korban jiwa, kerugian

225“Laporan Tanggap Darurat Erupsi Merapi 2010, 22 Oktober 2010 s/d 23 Mei 2011” (Sleman: BPBD Kabupaten Sleman, 2011), hlm. 45.

226“Kinahrejo Tetap Hidup dalam Mitologi”, Kompas, 28 Oktober 2010, hlm. 2.

227 Theresia Tuti Andayani, “Dana Sumbangan Masyarakat Untuk Pembangunan Ekonomi Pasca Bencana Merapi”, Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 2 No. 1 (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011), hlm.

44.

228“Pengungsi Membludak”, Kompas, 28 Oktober 2010, hlm. 24.

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 107-128)