• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Banyak Korban dan Kerugian Harta Benda

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 160-180)

Bagan 3.2 Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Gunung Api Merapi

C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Banyak Korban dan Kerugian Harta Benda

Kehidupan masyarakat di lingkungan kaki Gunung Merapi membuat penduduknya sangat rentan terhadap berbagai kemungkinan letusan Gunung Merapi seperti terjangan awan panas, aliran lahar, jatuhan batu dan krikil, hujan abu vulkanik, dan gas beracun yang membahayakan, mengingat tempat tinggal mereka yang begitu dekat dengan Gunung Merapi. kekayaan alam yang disuguhkan oleh Gunung Merapi membuat penduduk menggantungkan hidupnya di sana dan membuat mereka nyaman untuk menetap di Kawasan Rawan Bencana tersebut. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya banyak korban jiwa dan kerugian harta benda adalah sebagai berikut.

Faktor pertama, jarak tempat tinggal penduduk di Kawasan Rawan Bencana dengan Gunung Merapi yang terlalu dekat memengaruhi material vulkanik Merapi melanda kawasan tersebut. Terbukti pada erupsi tahun 1994 Dusun Turgo dan Tritis yang terletak enam kilometer dari puncak Merapi diterjang awan panas yang mengarah ke sektor selatan. Awan panas inilah yang akhirrnya menyebabkan banyaknya korban meninggal dan luka-luka, ternak mati, kerusakan lingkungaan hidup, dan kerusakan infrastruktur milik penduduk.365 Awan panas yang terjadi pada erupsi Merapi tahun 2006 juga menewaskan dua relawan yang terjebak di dalam bungker Kaliadem dengan suhu mencapai 500 derajat Celcius. Ada empat relawan mengalami luka bakar akibat awan panas saat menjemput warga yang tinggal di Kawasan Rawan

365“Gunung Merapi Meletus, 18 Orang Tewas”, Kompas, 23 November 1994, hlm. 1 dan 13.

Bencana Merapi untuk segera mengungsi.366 Hal serupa juga terjadi pada erupsi 2010, awan panas yang melanda pemukiman penduduk di kawasan sektor selatan Gunung Merapi menewaskan 386 jiwa karena warga belum sempat melarikan diri.367

Faktor kedua, erupsi Gunung Merapi merupakan bencana geologis yang tidak dapat diprediksi secara pasti kapan waktu terjadi erupsi dan seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan. Hal ini membuat potensi ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi tinggi terhadap kehidupan warga yang tinggal di sekitar lereng Gunung Merapi. Salah satu upaya penanggulangan erupsi Gunung Merapi biasanya dilakukan melalui tindakan peringatan dini dengan prediksi berdasarkan gejala-gejala yang dikeluakan Gunung Merapi sebelum meletus.

Akan tetapi, warga sering kali tidak dapat menyelamatkan diri ketika Gunung Merapi meletus secara mendadak.

Faktor ketiga, kurangnya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Umumnya masyarakat akan menolak untuk dievakuasi saat Gunung Merapi mulai kritis dengan gejala arah letusan tidak menuju ke selatan. Mereka beranggapan bahwa letusan tersebut tidak berbahaya.

Masyarakat seharusnya memiliki kesadaran bahwa erupsi Gunung Merapi tidak dapat di prediksi secara akurat. Saat Gunung Merapi telah memasuki level siaga, mereka seharusnya segera mengungsi meskipun arah letusan tidak menuju selatan sebagai tindakan pencegahan akan timbulnya korban jiwa. Mereka harus menyadari bahwa arah letusan Gunung Merapi dapat sewaktu-waktu berubah menuju selatan.

Sebenarnya erupsi Merapi dapat diminimalisasi dengan tindakan pencegahan. Umumnya letusan Gunung Merapi datangnya tidak secara mendadak, tetapi didahului oleh sejumlah gejala yang dapat dideteksi dengan peralatan yang sudah modern. Akan tetapi, kurangnya kesadaran pada penduduk

366“Korban Tewas Akibat Suhu Tinggi”, Kompas, 17 Juni 2006, hlm. 1 dan 15.

367“Laporan Akhir Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunung Merapi 2010, Satuan Tugas Nasional Penanggulangan Bencana Merapi” (Jakarta:

BNPB, 2011), hlm. 89-91

135

terhadap bahaya erupsi Merapi menyebabkan banyaknya korban dan kerugian yang dialami.

Sebelum letusan besar pada erupsi tahun 1994, petugas pengawas sudah mencatat letusan-letusan kecil pada Selasa pukul 10.40 WIB. Perintah mengungsi telah coba diberikan kepada penduduk. Penduduk belum sepenuhnya memahami bahaya awan panas Merapi. Ketika bencana datang lebih cepat pukul 11.26 WIB korban tidak sempat menyelamatkan diri. Sebelumnya ketika Gunung Merapi ditetapkan memasuki status Waspada menuju Siaga hingga Awas penduduk di KRB III seperti Dusun Turgo dan Tritis justru tetap beraktivitas seperti biasa tidak segera bergerak untuk mengungsi.368

Ilmu titen yang berkembang dalam masyarakat lereng Merapi Kabupaten Sleman memang tidak ada salahnya untuk dipercaya karena secara psikologis masyarakat menjadi tidak panik dalam menghadapi letusan Gunung Merapi.

Namun di sisi lain, masyarakat bisa lengah. Pada erupsi Merapi 2006 sebagian penduduk menolak untuk dievakuasi termasuk Mbah Maridjan sekeluarga.

Mereka percaya bahwa Merapi saat itu tidak membahayakan. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwon ke-10 turun langsung untuk menghimbau agar penduduk mau dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Dalam proses evakuasi yang kedua kalinya tiba-tiba awan panas muncul mengarah ke sektor selatan yang mengakibatkan dua relawan meninggal di dalam bunker Kaliadem dengan luka bakar.369 Pada erupsi 2010 juga sebagian penduduk lereng Merapi di Kabupaten Sleman menolak untuk dievakuasi salah satunya Mbah Maridjan yang menolak dengan mengatakan: “Nek aku mudhun diguyu pitik”. Ungkapan penolakan tersebut ia katakan sebagai tanda setia Mbah Maridjan terhadap Gunung Merapi. Sebagian penduduk juga menolak untuk dievakuasi dengan alasan bahwa mereka telah dilahirkan dan hidup di lereng Merapi selama berpuluh-puluh tahun yang membuat mereka tidak takut dan percaya bahwa Gunung Merapi tidak akan membahayakan. Meskipun demikian, Mbah Maridjan maupun masyarakat seharusnya memiliki kesadaran penuh bahwa

368“Kita Hadapi Bersama Akibat Letusan Gunung Merapi”, Kompas, 24 November 1994, hlm. 4.

369“Mbah Maridjan Bertahan, Gubernur HB X Memerintahkan Evakuasi Seluruh Warga”, Kompas, 16 Mei 2006, hlm. 2.

bencana erupsi Gunung Merapi merupakan bencana geologis yang tidak dapat diprediksi seberapa besar letusan dan dampak yang ditimbulkan, sehingga untuk mengantisipasi potensi bahaya tersebut masyarakat seharusnya bersikap kooperatif dalam mengantisipasi dan menghadapai bencana erupsi Gunung Merapi. Pada peristiwa erupsi Gunung Merapi tahun 2010 Mbah Maridjan dan 276 warga lain di Kabupaten Sleman yang menolak untuk mengungsi menjadi korban amukan awan panas Merapi.370

370“Nek Aku Mudhun Diguyu Pithik”, Suara Merdeka, 28 Oktober 2010, hlm. 1 dan 7.

137 BAB V KESIMPULAN

Erupsi Gunung Merapi berdasarkan catatan sejarah telah berlangsung sejak tahun 1006. Sejak 1984 sampai 2010 telah terjadi erupsi Gunung Merapi sebanyak delapan kali. Erupsi terjadi antara lain pada 1984, 1992, 1994, 1997, 1998, 2001, 2006 dan 2010. Dampak besar terjadi pada erupsi tahun 2010. Hal tersebut disebabkan karena letusan Merapi bersifat eksplosif atau ledakan yang membuat material vulkanik berhamburan keluar menuju ke Kabupaten Sleman seperti awan panas, lava pijar, krikil, dan abu vulkanik.

Erupsi Gunung Merapi telah membawa dampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat di Kabupaten Sleman. Dampak positif merupakan keuntungan yang diperoleh dari peristiwa erupsi Merapi seperti kekayaan alam yang melimpah berupa pasir, krikil, batu sebagai bahan bangunan dan bernilai jual tinggi, lahan subur yang meningkatkan hasil pertanian dan perkebunan, udara yang sejuk, dan potensi wisata cukup tinggi yang mampu meningkatkan perekonomian penduduk. Dampak negatif merupakan kerugian yang ditimbulkan akibat peristiwa erupsi Gunung Merapi seperti adanya korban meninggal, korban luka-luka, ternak mati, gangguan kesehatan, gangguan psikologis, kerusakan infrastruktur fisik, dan kerusakan lingkungan. Dampak-dampak ini telah mendorong terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat seperti munculnya mata pencarian baru yaitu sebagai penambang, terjadi perubahan struktur sosial dalam masyarakat, terjadinya perubahan dalam interaksi sosial masyarakat, dan munculnya konflik baru dalam kehidupan masyarakat akibat penggunaan alat berat dalam menambang material vulkanik.

Gunung Merapi merupakan gunung yang setiap lerengnya dipadati oleh penduduk. Mereka bergantung hidup terhadap kekayaan alam dari Gunung Merapi, sehingga mereka memiliki risiko tinggi terhadap ancaman bencana erupsi Gunung Merapi. Erupsi Gunung Merapi merupakan peristiwa alam yang tidak bisa dihindari, dikontrol, maupun diukur seberapa besar dampak yang ditimbulkannya. Akan tetapi, dampak erupsi Merapi dapat diminimalisasi dengan berbagai upaya. Pemerintah sebagai lembaga negara yang memiliki

kewajiban untuk melindungi rakyatnya telah memiliki langkah-langkah dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana tersebut. Sebagai langkah awal pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan nasional terkait penanggulangan bencana. Puncak dari kebijakan tersebut yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana sebagai landasan utama dan menyeluruh. Pemerintah dalam menanggulangi erupsi Gunung Merapi bekerja sama dengan masyarakat, dan instansi-instansi terkait melalui tindakan kesiapsiagaan, peringatan dini, mitigasi bencana, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Tindakan-tindakan tersebut dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu pra-bencana, saat tanggap darurat, dan pasca-bencana.

Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya banyak korban jiwa, ternak, kerusakan infrastruktur, dan kerusakan lingkungan milik penduduk di Kabupaten Sleman pada erupsi Gunung Merapi adalah sebagai berikut. Pertama, jarak tempat tinggal penduduk di Kawasan Rawan Bencana dengan Gunung Merapi yang terlalu dekat memengaruhi material vulkanik Merapi melanda kawasan tersebut. Kedua, bencana erupsi Merapi tidak dapat terdeteksi secara akurat kapan waktu Merapi akan meletus. Ini mengakibatkan tidak adanya upaya maksimal dalam mengevakuasi penduduk ke tempat yang lebih aman.

Pencegahan hanya bisa dilakukan berdasarkan prediksi melalui gejala-gejala yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. peringatan dini seringkali telah diberikan kepada masyarakat, namun masyarakat sering menghiraukan dan tidak bisa menyelamatkan diri ketika Merapi tiba-tiba meletus.

Ketiga, Rendahnya kesadaran penduduk terhadap bahaya erupsi Gunung Merapi. Sebagian penduduk di lereng Merapi Kabupaten Sleman lebih percaya pada ilmu titen dan wisik yang berkembang di masyarakat sebagai penentu bahaya atau tidaknya erupsi yang terjadi. Ketika sebagian penduduk percaya bahwa erupsi Gunung Merapi yang terjadi tidak berbahaya maka mereka memutuskan untuk menolak dievakuasi. Mereka akan lebih memilih berdiam diri di rumah, bahkan sebagian dari mereka tetap beraktivitas seperti hari-hari biasa.

139

DAFTAR PUSTAKA

Arsip dan Manuskrip

“Laporan Akhir Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunung Merapi 2010 Satuan Tugas Nasional Penanggulangan Bencana Merapi” (Jakarta: BNPB, 2011).

“Laporan Tanggap Darurat Erupsi Merapi 2010, 22 Oktober s/d 23 Mei 2011”

(Koleksi Arsip BPBD Kabupaten Sleman).

“Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN-PRB)” (Jakarta:

Bappenas dan Bakornas PB, 2006).

“Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana (RAN-PRB)” (Jakarta:

Bappenas dan Bakornas PB, 2006).

“Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi 2010 (Status Siaga) Kabupaten Sleman” (Sleman: BPBD Kabupaten Sleman, 2011).

Badan Pusat Statistik, Kabupaten Sleman Dalam Angka 2010 (Kabupaten Sleman: BPS, 2010).

Data Audio Kronologi Erupsi Gunung Merapi Tahun 1992 (Koleksi Ketep Vulcano Merapi).

Data Info Umum Gunung Merapi (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi).

Data Kuncen Merapi (Koleksi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1984 (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1992 (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1994 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1997 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1998 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2001 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2006 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Data Merapi: Gunung Api Strato (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Data Mitos Gunung Merapi (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Data Penduduk Kawasan Rawan Bencana Merapi Tahun 2010 (Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Sleman).

Data Peringatan Dini Tradisional (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Data Sebaran Kawasan Rawan Bencana II dan III Gunung Merapi (Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Sleman).

Data Sejarah Letusan Besar, Jumlah Pengungsi, dan Koban Jiwa Periode 1500- 2007 di Indonesia dan Data Korban Merapi 2010 (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Kabupaten Sleman dalam Angka 2010 (Sleman: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman 2011).

Keppres Nomor 43 Tahun 1990 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

keputusan Bupati No.323/Kep.KDH/A/2010, tanggal 22 Oktober 2010.

Keputusan Bupati Nomor 12 Tahun 2004 tentang Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.

Keputusan Bupati Sleman Nomor 83 Tahun 2006 tentang Mekanisme Penanganan Bencana Api Merapi.

Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1979 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam.

Peraturan Bupati Sleman Nomor 31 Tahun 2010 tentang Komando Tanggap Darurat Bencana Gunung Api Merapi.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Peraturan Kepala BNPB Nomor 12 Tahun 2008 tentang Kajian Pembentukan dan Penyelenggaraan Unit Pelaksana Teknis.

Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunungapi, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan Tsunami.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Perpres Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.

Seksi Gunung Merapi, “Laporan Tahunan, Tahun 2006” (Yogyakarta: BPPTK, 2007).

Surat Badan Geologi Nomor 2464/45/BGL.V/2010 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi).

141

Surat Badan Geologi Nomor 3120/45/BGL.V/2010 (Koleksi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Geologi).

Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Nomor:

188.4/974/Kep.Ka.Din/2010 Tanggal 27 Oktober tentang Pelaksanaan Kegiatan Tanggap Bencana Gunung Api Merapi Bidang Tanaman Pangan Dan Hortikultura.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Buku, Artikel dan Internet

“Letusan Dahsyat Gunung Merapi Tahun 2010”

(http://tribunnews.com.regional/2010/11/05/, diunduh pada 25 Mei 2018).

“Mitigasi Bencana Gunung api” (http://merapi.bgl.esdm.go.id/, diakses pada 23 Oktober 2016).

“Modul Pengantar Manajemen Bencana”

(http://www.bpbd.banyuwangikab.go.id/, diunduh pada 26 Desember 2017).

“Pemantauan” (http://merapi.bgl.esdm.go.id/, diakses pada 23 Oktober 2016).

Andayani, Theresia Tuti, “Dana Sumbangan Masyarakat Untuk Pembangunan Ekonomi Pasca Bencana Merapi”, Jurnal Penanggulangan Bencana Vol.

2 No. 1 (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011).

Asriningrum, Wikanti, Dkk., “Pengembangan Metode Zonasi Daerah Bahaya Letusan Gunung Api Studi Kasus Gunung Merapi”, Jurnal penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 1, No. 1, Juni 2004 (http://jurnal.lapan.go.id/, diunduh pada 24 Oktober 2016).

Bahrry, M Dachlan Al dan Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:

Arloka, 1994),

BNPB, “Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Merapi”

(http://www.geospasial.bnpb.go.id/, diunduh pada 1 Maret 2018).

Editor Ambary, Hasan Muarif dan Henri Chambert-Loir, Panggung Sejarah:

Persembahan Kepada Prof. Dr. Danys Lombard (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999).

FGD (Forum Group Discussion), Manajemen Komunikasi Bencana Merapi 2010, 26 Juli 2012 Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB), Yogyakarta.

Franz Magnis, Suseno SJ, Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa (Jakarta: Gramedia Putaka Utama, 1996).

Gottschalk, Louis, mengerti sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 1983).

Gunawan, FX Rudy, Mbah Maridjan, Sang Presiden Gunung Merapi (Jakarta:

Gagas Media, 2006).

Kaplan D., Teori Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

Kartadirdjo, Sartono, et. al. Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975).

Kartodirdjo, Sartono, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).

Kartodirdjo, Sartono, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia Suatu Alternatif (Jakarta: Gramedia, 1982).

Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1992).

Khoiriyah, Ulin Nihayatul, “Erupsi Gunung Kelud 1919 dan Akibat-Akibat yang Ditimbulkannya di Wilayah Blitar sampai Tahun 1922” (Tesis pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2016).

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013).

Kusumadinata K., Data Dasar Gunung Api Indonesia: Catalogue of References on Indonesia Vulcanoes with Eruption in Historical Time (Bandung:

Direktorat Jendral Pertambangan Umum dan Energi, 1979).

M Dachlan Al Bahrry, Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:

Arloka, 1994).

Maarif, Syamsul, Dkk, “Kontestasi Pengetahuan dan Pemaknaan tentang Ancaman Bencana Alam” Jurnal Penanggulangan Bencana Vol. 3, No. 1, Tahun 2012 (http://www.bnpb.go.id/, diunduh pada 3 Agustus 2017).

Notosusanto, Nugroho, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah (Jakarta: Mega Book Store, 1984).

Notosusanto, Nugroho, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer: Suatu Pengalaman (Jakarta: Inti Idayu Press, 1984).

Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2006).

Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 2 (Jakarta: Kompas, 2003).

Puji, Lestari, et al., “Manajemen Komunikasi Bencana Merapi 2010 Pada Saat Tanggap Darurat”, Journal Ilmu Komunikasi Vol. 10 Nomor 2, 2012 (http://jurnal.upnyk.ac.id/., diunduh pada 15 September 2017).

Puturuhu, Ferad, Mitigasi Bencana dan Pengindraan Jauh (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015).

Reksawiraga, L, J., Melengkapi dan Sebagian Merevisi Peta Daerah Bahaya Gunung Api di Indonesia: Catalogue of References of Indonesia

143

Vulcanoes With Eruption in Historical Time (Bandung: Direktorat Jendral Pertambangan Umum dan Energi, 1972).

Rozi, Syafuan, et.al., Memahami Erupsi Merapi: Kebijakan dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2016).

Sandy, I Made, Atlas Indonesia (Jakarta: PT Bumi Restu, 1977).

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2006).

Tim Redaksi Korem 072/Pamungkas, Merapi dan TNI: Misi Kemanusiaan Wilayah Korem 072/Pamungkas (Yogyakarta: Korem 072/Pamungkas, 2012).

Tim Revisi, Pedoman Penulisan Skripsi Sejarah (Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang, 2014).

Tiyas, Trirahayu, “Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi Oleh Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Sleman”(http://journal.student.uny.ac.id/, diunduh pada 22 Juli 2017).

Triyoga, Lucas Sasongko, Merapi dan Orang Jawa: Persepsi dan Kepercayaannya (Jakarta: Grasindo, 2010).

UNDP, Lesson Learned: Disaster Management Legal Reform, the Indonesian Experience (Jakarta: UNDP, 2007).

Surat Kabar dan Majalah Bernas, edisi 7 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 30 November 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 4 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 10 Maret 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 10 Oktober 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 12 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 13 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Desember 1994.

Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 14 Januari 1997.

Kedaulatan Rakyat, edisi 15 Desember 1994.

Kedaulatan Rakyat, edisi 15 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 15 Juli 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 15 Septmber 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 17 Desember 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 17 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 17 Januari 1997.

Kedaulatan Rakyat, edisi 17 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 18 Januari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 18 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 19 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 19 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 19 November 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 20 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 20 Juli 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 21 Januari 1997.

Kedaulatan Rakyat, edisi 22 Juli 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 23 Desember 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 23 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 23 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 23 Juni 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 24 Februari 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 24 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 27 Agustus 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 27 Juni 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 27 Maret 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 28 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 29Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 3 Juli 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 30 Juli 1998.

Kedaulatan Rakyat, edisi 4 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 5 Desember 1994.

Kedaulatan Rakyat, edisi 5 Februari 1992.

145

Kedaulatan Rakyat, edisi 6 Februari 1992.

Kedaulatan Rakyat, edisi 7 Desember 2006.

Kedaulatan Rakyat, edisi 8 Maret 2001.

Kedaulatan Rakyat, edisi 8 Maret 2001.

Kompas, edisi 18 Januari 1997.

Kompas, edisi 30 Januari 2001.

Kompas, edisi 11 Februari 2001.

Kompas, edisi 11 Januari 2001.

Kompas, edisi 11 Juni 2006.

Kompas, edisi 12 Juni 2006.

Kompas, edisi 13 Februari 1992.

Kompas, edisi 13 Februari 2001.

Kompas, edisi 14 Februari 1992.

Kompas, edisi 14 Juni 2006.

Kompas, edisi 14 Juni 2006.

Kompas, edisi 15 Juni 2006.

Kompas, edisi 15 Juni 2006.

Kompas, edisi 16 Januari 2001.

Kompas, edisi 16 Mei 2006.

Kompas, edisi 17 Januari 2001.

Kompas, edisi 17 Juni 2006.

Kompas, edisi 18 April 2006.

Kompas, edisi 18 Februari 2001.

Kompas, edisi 18 Januari 1997.

Kompas, edisi 18 Januari 2001.

Kompas, edisi 18 Mei 2006.

Kompas, edisi 19 April 2006.

Kompas, edisi 19 April 2006.

Kompas, edisi 19 Januari 1997.

Kompas, edisi 19 Juni 2006.

Kompas, edisi 2 Februari 2001.

Kompas, edisi 20 April 2006.

Kompas, edisi 20 Juli 1998.

Kompas, edisi 20 Mei 2006.

Kompas, edisi 21 Februari 2001.

Kompas, edisi 22 Januari 2001.

Kompas, edisi 22 Juni 2006.

Kompas, edisi 23 Februari 2001.

Kompas, edisi 23 November 1994.

Kompas, edisi 24 April 2006.

Kompas, edisi 24 Januari 1992.

Kompas, edisi 24 November 1994.

Kompas, edisi 26 Februari 2001.

Kompas, edisi 26 Januari 1992.

Kompas, edisi 26 November 1994.

Kompas, edisi 27 April 2006.

Kompas, edisi 27 November 1994.

Kompas, edisi 27 Oktober 2010.

Kompas, edisi 28 Februari 1997.

Kompas, edisi 28 Maret 1994.

Kompas, edisi 28 November 1994.

Kompas, edisi 28 Oktober 2010.

Kompas, edisi 29 Januari 1992.

Kompas, edisi 29 November 1994.

Kompas, edisi 3 Februari 1992.

Kompas, edisi 30 November 1994.

Kompas, edisi 30 Oktober 2010.

Kompas, edisi 31 Januari 2001.

Kompas, edisi 31 Oktober 2010.

Kompas, edisi 4 April 1994.

147

Kompas, edisi 7 Februari 1992.

Kompas, edisi 8 Desember 1994.

Radar Yogya, edisi 13 Januari 2001.

Radar Yogya, edisi 24 Februari 2001.

Republika, edisi 5 November 2010.

Suara Merdeka, edisi 10 Februari 2001.

Suara Merdeka, edisi 15 Januari 1997.

Suara Merdeka, edisi 20 Juli 1998.

Suara Merdeka, edisi 25 Juli 1998.

Suara Merdeka, edisi 26 Juli 1998.

Suara Merdeka, edisi 28 Juli 1998.

Suara Merdeka, edisi 28 Oktober 2010.

Suara Merdeka, edisi 30 Juli 1998.

Suara Merdeka, edisi 4 Januari 1995.

Suara Merdeka, edisi 5 Agustus 1998.

Gambar dan Foto

Cendawan Awan Panas Erupsi Gunung Merapi Tahun 1997 “Merapi Meletus”, Kompas, 18 Januari 1997, hlm. 1.

Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Luluh Lantak Usai Diterjang Awan Panas “Pengungsi Merapi Kelaparan”, Suara Merdeka, 26 Oktober 2010.

Foto Aktivitas Gunung Merapi Berangsur Normal “Status Gunung Merapi Berangsur Jadi Siaga”, Kompas, 13 Februari 1992, hlm. 13.

Foto Bunker Kaliadem tertimbun lava erupsi Merapi tahun 2006 (Koleksi Ketep Vulcano Merapi).

Foto Erupsi Gunung Merapi Tahun 1994 (Koleksi Badan Geologi-PVMBG).

Foto Erupsi Gunung Merapi Tahun 1998 (Koleksi Badan Geologi-PVMBG).

Foto Erupsi Gunung Merapi Tahun 2001 “Gunung Merapi Meletus”, Kompas, 18 Februari 2001, hlm. 12.

Foto Erupsi Gunung Merapi Tahun 2006 (Koleksi Badan Geologi-PVMBG).

Foto Sebaran Awan Panas Letusan Gunung Merapi Tahun 1984 (Koleksi Ketep Vulcano Merapi).

Korban Luka-Luka Akibat Awan Panas Merapi, “Awan Panas Merapi Tewaskan 19 Orang”, Suara Merdeka, 23 November 1994, hlm. 1.

Letusan Dahsyat Gunung Merapi Tahun 2010 (http://tribunnews.com.regional/, diunduh pada 25 Mei 2018).

Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Merapi (http://www.geospasial.bnpb.go.id/, diunduh pada 1 Maret 2018).

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Upacara Labuhan Gunung Merapi, Mohamad Final Daeng dan Lukas Adi Prasetya, “Merapi dalam Slimut Budaya”, Kompas, 30 Oktober 2010, hlm.

23.

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 160-180)