• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penelitian

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 43-48)

(survive) atau tersingkir.31 Pada hakikatnya proses adaptasi pada masyarakat di lereng Gunung Merapi tidak akan pernah sempurna karena lingkungan akan selalu berubah-ubah, dan manusia harus selalu tetap mengikutinya menuju pada kondisi perubahan lingkungan barunya. Salah satu adaptasi masyarakat dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi adalah melalui tindakan penanggulangan.

Adaptasi tersebut muncul setelah adanya permasalahan yang ada di sekitar masyarakat yaitu bencana erupsi Gunung Merapi yang kerap melanda kehidupan masyarakat di kawasan lereng Gunung Merapi. Pasca-erupsi Gunung Merapi banyak warga yang mulai berpikir untuk mengurungkan niat mereka membangun rumah mewah. Hal tersebut terjadi sebagai bentuk adaptasi warga dalam menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal mereka merupakan wilayah rawan bencana erupsi Gunung Merapi.

17 adalah sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber tertulis yang diperoleh melalui penelitian dokumen yang berupa laporan-laporan dan arsip- arsip yang berhubungan dengan topik ini. Sumber primer merupakan kesaksian dari seorang saksi mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera lain, atau alat mekanis yang hadir dalam pristiwa tersebut.35 Sumber primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah koran atau surat kabar harian umum yang sezaman, yaitu Suara Merdeka, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Radar Yogya, Bernas, Republika, Suara Pembaharuan.

Selain koran, penulis juga mengumpulkan arsip-arsip atau dokumen yang diperoleh dari beberapa instansi seperti Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPTTKG). Data yang diperoleh dari BPPTKG berupa data letusan Gunung Merapi tahun 1994 dan 2001, data laporan tahunan 2006, laporan kegiatan Gunung Merapi tahun 1984, 2001 dan 2010, data rekomendasi hunian sementara, data teknis pengamatan Gunung Merapi tahun 2001, data pemasangan seismograf untuk penyelidikan Gunung Merapi, data peningkatan aktivitas Gunung Merapi tahun 2010, data gempa harian Gunung Merapi tahun 1984.

Data yang diperoleh dari Badan Arsip Kabupaten Sleman berupa peta Kabupaten Sleman, peta kawasan Rawan Bencana (KRB) Kabupaten Sleman, peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Kabupaten Sleman, data sebaran penduduk di kawasan rawan bencana III, II Gunung Merapi, data daftar nama dusun yang masuk Kawasan Rawan Bencana Merapi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman (BPBD) juga merupakan salah satu instansi yang dituju dengan diperoleh data berupa Keputusan Bupati Sleman Nomor 83 Tahun 2006 tentang mekanisme penanganan bencana gunung api Merapi, data laporan tahunan 2010, data rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi

35Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 32.

Merapi 2010 Kabupaten Sleman, data laporan tanggap darurat erupsi Merapi 2010, 22 Oktober sampai dengan 23 Mei 2011.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman (BPS) merupakan badan yang dituju peneliti dalam mencari data kependudukan. Data yang diperoleh dari BPS berupa banyaknya bantuan sosial korban bencana alam dirinci menurut kecamatan di Kabupaten Sleman tahun 1998, 2001 dan 2010, data banyaknya korban bencana alam dan kerugian di Kabupaten Sleman tahun 1998 dan 2001, data jumlah penduduk Kabupaten Sleman tahun 1994 sampai 2001, data target dan realisasi transmigrasi di Kabupaten Sleman tahun 2010, data target dan pencapaian transmigrasi di Kabupaten Sleman tahun 2010, data luas wilayah Kabupaten Sleman tahun 2010, data nama-nama sungai yang melintasi kecamatan dan nama gunung di Kabupaten Sleman, data migrasi penduduk di Kabupaten Sleman tahun 2004 sampai 2006, dan data banyaknya fasilitas kesehatan per kecamatan di Kabupaten Sleman tahun 2001, 2006 dan 2010.

Data yang diperoleh dari Museum Gunung Merapi (MGM) berupa data letusan Gunung Merapi tahun 1984 sampai 2010, data jumlah pengungsi dan korban jiwa periode 1500-2007 di Indonesia, data pos pengamatan Gunung Merapi, data chemical gas monitoring Gunung Merapi, data sabo Gunung Merapi;

data seismic monitoring Gunung Merapi, koleksi foto-foto letusan Gunung Merapi. Data yang diperoleh dari Ketep Vulcano Merapi berupa foto-foto penanggulangan bencana Gunung Merapi tahun 2001 dan 2006, data sebaran awan panas Gunung Merapi tahun 1984 sampai 2006, dan data tentang pengendalian banjir lahar. Selain dari MGM dan Ketep Vulcano, data juga diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman yang berupa data inventarisasi kerusakan akibat erupsi Merapi 2010. Data yang diperoleh dari Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan Kabupaten Sleman berupa nilai kerugian tanaman pangan dan holtikultura di Kabupaten Sleman.

Sumber primer lisan adalah sumber yang diperoleh melalui wawancara, sebab dalam penelitian ini tidak cukup hanya menggunakan sumber tertulis.

19 Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah orang-orang yang benar- benar mengetahui dan mengikuti kejadian masa lampau yang menjadi fokus penelitian. Kegiatan wawancara ini dilakukan dengan masyarakat kawasan rawan bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman terutama KRB III. Hasil wawancara ini digunakan sebagai pelengkap dan sekaligus pembanding sumber tertulis.36

Sumber sekunder tertulis disampaikan oleh bukan saksi mata yang hadir dalam peristiwa tersebut, seperti buku-buku, jurnal, majalah, laporan penelitian, artikel, dan karya ilmiah seperti skripsi, tesis yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber-suumber sekunder ini penulis peroleh dari Perpustakaan Daerah Jawa Tengah di Semarang, Library Center Yogyakarta, Perpustakaan Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro (UNDIP), Grahatama Pustaka, Depo Arsip Suara Merdeka, Kompas, Monumen Pers Nasional, serta diperoleh melalui media online atau internet dengan alamat website resmi dari instansi-instansi terkait yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tahap kedua merupakan kritik sumber yaitu melakukan pengujian informasi sumber sejarah melalui dua macam kritik, yaitu kritik ekstern dan kritik intern.

Kritik ekstern berfungsi untuk menentukan otentisitas sebuah sumber sejarah dan kritik intern berfungsi untuk menentukan kredibilitas sebuah sumber sejarah.37 Kritik ekstern digunakan untuk meneliti keaslian sumber yang diperoleh penulis.

Dari beberapa dokumen, foto dan laporan tahunan, penulis menguji keaslian dokumen dengan melihat lembaga yang mengeluarkan arsip tersebut dengan membandingkannya dari segi fisik. Hal ini dilakukan dengan memeriksa kondisi sumber mulai dari cover, kertas, tulisan, dan segala bentuk yang mendeskripsikan keaslian fisik dari sumber tersebut.

36Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 35.

37Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1983), hlm. 80.

Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui keaslian sumber atau melihat kemungkinan sumber tersebut telah diubah. Keaslian sumber sangat berpengaruh terhadap kredibilitasnya, oleh karena itu diperlukan kritik lain yaitu kritik intern. Kritik intern dalam skripsi ini digunakan untuk meneliti keaslian sumber dari segi isinya. Kritik intern harus membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber tersebut harus bisa dipercaya. Kritik ini diperoleh dengan cara penilaian intern terhadap sumber-sumber dan membandingkan sumber tersebut dengan sumber lainnya untuk mendapatkan fakta-fakta sejarah.

Kitik intern dilakukan terhadap hasil wawancara dan data tertulis. Kritik terhadap hasil wawancara dilakukan dengan cara mencocokkan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para informan dan membandingkannya satu sama lain, kemudian dicari yang paling relevan dan tidak bersifat subjektif.

Kritik intern terhadap data tertulis dilakukan dengan cara membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan membuat pertanyaan kritis, misalnya apakah pembuat sumber sejarah adalah orang-orang yang menyaksikan langsung peristiwa itu dan apakah ia layak membuat sumber tersebut. Tindakan tersebut dilakukan agar diperoleh data yang bersifat objektif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Tahap ketiga adalah interpretasi, yaitu kegiatan penafsiran atas data yang diteliti. Apabila tidak ada penafsiran sejarawan maka data tidak akan dapat berbicara.38 Tahap ini juga bertujuan untuk menafsirkan dan membandingkan fakta yang sudah terklarifikasi untuk diceritakan kembali. Pada tahapan ini imajinasi sangat diperlukan oleh seorang sejarawan untuk menafsirkan makna dari fakta dalam bentuk kata-kata atau kalimat agar mudah dipahami. Fakta-fakta tersebut disintesiskan atau dicari kesinambungannya, sehingga diperoleh kesatuan kisah yang kronologis dan dapat dipercaya.39 Fakta-fakta sejarah yang relevan

38Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 78.

39Tim Revisi, Pedoman Penulisan Skripsi Sejarah (Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang, 2014), hlm. 30.

21 dengan peristiwa erupsi Gunung Merapi tahun 1984 sampai 2010 disintesiskan melalui imajnasi, interpretasi dan teorisasi, sehingga peristiwa tersebut dapat dieksplanasikan, dan selanjutnya dapat dipahami secara menyeluruh.

Tahap keempat adalah historiografi, yaitu tahapan terakhir metode sejarah kritis dalam melakukan rekonstruksi peristiwa sejarah masa lalu dan dituangkan secara tertulis. Historiografi sering juga diartikan sebagai penulisan sejarah.40 Penulis melakukan penulisan terhadap peristiwa sejarah masa lalu setelah melalui tahapan-tahapan sebelumnya. Hasil dari rekonstruksi peristiwa sejarah tersebut disebut sebagai sebuah karya historiografi, dan dipaparkan dalam bentuk tulisan sejarah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dapat dipahami dengan baik oleh para pembaca.

Dalam dokumen erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan (Halaman 43-48)