• Tidak ada hasil yang ditemukan

erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "erupsi gunung merapi: perubahan sosial dan"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

Identifikasi: Menetapkan atau menetapkan identitas suatu benda, orang, dan lain-lain pada saat terjadi letusan Gunung Merapi. Ada tiga permasalahan yang dibahas yaitu: (1) Apa akibat dan perubahan sosial yang diakibatkan oleh letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman pada tahun Apa faktor yang menyebabkan timbulnya banyak korban jiwa dan kerugian pada letusan gunung yang mempengaruhi Merapi. Tesis ini menggunakan pendekatan sejarah berperspektif sejarah lingkungan karena mengkaji letusan Gunung Merapi yang berdampak pada beberapa aspek kehidupan masyarakat di Kabupaten Sleman.

Latar Belakang Permasalahan

Pengetahuan dan cara pandang tersebut menghasilkan sikap yang berbeda pada saat terjadinya erupsi Gunung Merapi. Apa dampak dan perubahan sosial terhadap masyarakat di Kabupaten Sleman akibat letusan Gunung Merapi tahun 1984-2010. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya banyak korban dan kerugian pada letusan Gunung Merapi tahun 1984-2010.

Ruang Lingkup

7 tesis ini karena Kabupaten Sleman merupakan daerah yang paling terkena dampak letusan Gunung Merapi pada periode 1984-2010. Ruang lingkup keilmuan dalam skripsi ini adalah ilmu sejarah khususnya sejarah lingkungan hidup yaitu bencana alam. Pokok bahasan skripsi ini adalah Letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman dan dampaknya terhadap penduduk yang meliputi korban jiwa, ternak, kerusakan lingkungan dan kerusakan infrastruktur di wilayah Kabupaten Sleman.

Tujuan Penelitian

Tinjauan Pustaka

Relevansi buku Sartono Kartodirdjo dengan skripsi ini adalah memberikan gambaran kepada penulis dalam menganalisis dampak letusan Gunung Merapi terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat dengan melihat letusan Gunung Krakatau sebagai acuan bencana tersebut. Selain itu, buku ini juga menjadi rujukan penulis dalam analisis penanggulangan bencana yang dilakukan dalam menghadapi letusan Gunung Merapi. Lapian memberikan gambaran kepada penulis dalam menganalisis dan menafsirkan letusan Gunung Merapi dari sudut pandang sejarah.

Kerangka Pemikiran

Pegunungan dengan letusan eksplosif membahayakan kehidupan makhluk hidup di sekitar Gunung Merapi. Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari letusan Gunung Merapi membawa perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat. Pasca erupsi Gunung Merapi, banyak warga yang mulai berpikir untuk tidak ingin membangun rumah mewah.

Metode Penelitian

Data yang diperoleh dari Museum Gunung Merapi (MGM) berupa data letusan Gunung Merapi tahun 1984 sampai tahun 2010, data jumlah pengungsi dan korban di Indonesia tahun 1500-2007, data observatorium Gunung Merapi. , data pengendalian gas kimia di Gunung Merapi, data sabo Gunung Merapi. ;. Data yang diperoleh dari Ketep Vulcano Merapi berupa foto bantuan bencana di Gunung Merapi pada tahun 2001 dan 2006, data sebaran awan panas di Gunung Merapi pada tahun 1984 hingga 2006, dan data pengendalian banjir lahar. Wawancara ini dilakukan kepada masyarakat di kawasan Gunung Merapi wilayah Sleman yang rawan bencana khususnya KRB III.

Sistematika Penulisan

Pada bab ketiga sub bab pertama akan membahas tentang letusan Gunung Merapi pada periode tahun 1984 hingga tahun 2010. Subbab ketiga membahas tentang kebijakan daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman DIY sebagai landasan penanggulangan bencana letusan Gunung Merapi. Sub bab pertama membahas tentang dampak letusan Gunung Merapi pada tahun 1984 hingga tahun 2010 yang menyebabkan perubahan sosial pada masyarakat lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.

Kondisi Geografis dan Demografis Kabupaten Sleman

Data jumlah penduduk Kabupaten Sleman pada tabel diolah berdasarkan tahun terjadinya letusan Gunung Merapi pada tahun 1984 sampai dengan tahun 2010. Jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Cangkringan dengan luas wilayah terluas terdapat di Kabupaten Sleman yaitu 47,99 km2. . Warga Kabupaten Sleman yang berdomisili di wilayah Kecamatan Depok bagian selatan, Gamping, Mlati dan Ngaglik merupakan wilayah yang pengembangannya bertujuan untuk mendukung perkembangan kota Yogyakarta.

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1984-2010  Kecamatan  Luas Wilayah
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1984-2010 Kecamatan Luas Wilayah

Letak Geografis dan Gambaran Umum Gunung Merapi

Gunung Merapi mempunyai ketinggian 2.914 mdpl 47 Peta wilayah Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Lampiran 1. 50 Data Sebaran Penduduk di Daerah Rawan Bencana II dan III Gunung Merapi (Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Sleman), hal . 51 Data Sebaran Penduduk Daerah Rawan Bencana II dan III Gunung Merapi (Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Sleman), hal.

Gambar 2.1 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi   (Koleksi Museum Gunung Merapi).
Gambar 2.1 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi (Koleksi Museum Gunung Merapi).

Masyarakat Lereng Gunung Merapi: Kerangka Adaptasi dan Kearifan Ekologi

Saat Merapi meletus pada musim hujan, kawasan tersebut berpotensi terancam banjir lahar akibat material yang dikeluarkan Gunung Merapi. Bersifat supranatural, karena Merapi dengan segala proses alamnya merupakan perwujudan dari kekuatan makhluk halus. 53 Kepercayaan akan adanya alam gaib inilah yang dijadikan oleh penduduk sebagai kerangka adaptasi dalam keseimbangan kehidupan manusia. diperlakukan. Kekayaan alam Merapi melimpah, namun di sisi lain Merapi juga merupakan ancaman bencana yang membahayakan kehidupan makhluk hidup di kawasan tersebut.

Kerangka Adaptasi Penduduk Di Lereng Gunung Merapi Sumber: Lucas Sasongko Triyoga, Merapi dan Orang Jawa: Persepsi dan

Erupsi Gunung Merapi Tahun 1984-2010

107 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1994 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Geologi Vulkanik), hal. 108 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1994 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Geologi Vulkanik), hal. 109 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1994 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Geologi Vulkanik), hal.

114 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1994 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Geologi Gunung Api), hal. 120 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1997 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Geologi Vulkanik), hal. 121 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 1998 (Kumpulan Puslitbang Teknologi Vulkanologi dan Geologi), hal.

122 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2001 (Kumpulan Puslitbang Teknologi Geologi dan Geologi), hal.123 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2001 (Kumpulan Puslitbang Teknologi Geologi dan Gunung Api) , hal 130 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2001 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Gunung Api dan Geologi), hal.

138 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2006 (Kumpulan Puslitbang Teknologi Gunung Api dan Geologi), hal.

Gambar 3.1 Foto Sebaran Awan Panas Letusan Gunung Merapi Tahun 1984   (Koleksi Ketep Vulcano Merapi)
Gambar 3.1 Foto Sebaran Awan Panas Letusan Gunung Merapi Tahun 1984 (Koleksi Ketep Vulcano Merapi)

Kebijakan Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Merapi

Daerah Tingkat I dan II membentuk Satuan Koordinasi Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). www.bnpb.go. satu, diunduh pada 2 Januari 2018). 159 Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990 tentang Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana (http://www.bnpb.go.id, diunduh pada 2 Januari 2018).

160 Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana (http://www.bnpb.go.id, diunduh pada 2 Januari 2018). Sebagai reformasi kebijakan yang lebih kuat dan komprehensif, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana akhirnya disahkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Pra Bencana, Tanggap Darurat, dan Pasca Bencana.

Dalam sistem baru, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Menindaklanjuti hal tersebut, pada tanggal 26 Januari 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (2), Pasal 58 ayat (2), dan Pasal 59 ayat (2) Pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 akhirnya ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana.

170 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (http://www.bnpb.go.id, diakses 2 Januari 2018).

Kebijakan Penanggulangan Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman

Struktur Organisasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Kabupaten Sleman

Departemen Pengamatan dan Perencanaan senantiasa melakukan observasi terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan, melapor kepada Kepala Satlak PB-P, menyusun rencana kegiatan penanggulangan bencana. Dalam unsur pendukung struktur organisasi Satlak PB-P, satuan operasional yang terdiri dari Satgas PB-P yang bertugas membantu pelaksanaan penanggulangan bencana di tingkat kabupaten adalah Satuan OPS PB-P. 173 Keputusan Bupati No. 12 Tahun 2004 tentang Unit Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (http://jdih.slemankab.go.id, diakses 3 Januari 2018).

174 Keputusan Bupati No. 12 Tahun 2004 tentang Unit Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (http://jdih.slemankab.go.id, diakses 3 Januari 2018). Berdasarkan peraturan pokok BNPB no. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, akhirnya pada tahun 2010 pemerintah provinsi DIY mengeluarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah (BPBD). BPBD merupakan unsur pendukung tugas Gubernur dalam penanggulangan bencana yang terdiri atas Kepala, Unsur Pengarah, dan Unsur Pelaksana.

175 Keputusan Bupati No. 12 Tahun 2004 tentang Unit Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (http://jdih.slemankab.go.id, diakses 3 Januari 2018). Tugas unsur pengarah adalah memberikan masukan dan nasehat kepada pengelola BBD dalam pelaksanaan penanggulangan bencana. Unsur eksekutif bertugas menyelenggarakan penanggulangan bencana yang mencakup pendekatan prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana secara terpadu.

177 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (http://jdih.slemankab.go.id, diakses 3 Januari 2018).

Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Gunung Api Merapi

Dampak dan Perubahan Sosial akibat Erupsi Gunung Merapi Tahun 1984-2010

Jumlah korban meninggal dan jumlah pengungsi akibat letusan Gunung Merapi tahun 1984-2010 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 1994 dan 2006 cukup besar hingga menimbulkan korban jiwa. Gambaran korban luka bakar akibat awan panas Gunung Merapi pada tahun 1994 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Aliran awan hangat menyapu kawasan di lereng Gunung Merapi, khususnya di beberapa kecamatan di Kabupaten tersebut. Material letusan Gunung Merapi juga membawa berkah tersendiri bagi kesuburan tanah di wilayah Kabupaten Sleman. Namun pasca erupsi Gunung Merapi, lahan pertanian diterpa amukan awan panas dan banjir lahar hingga merusak lahan pertanian.

Kaitannya dengan stratifikasi sosial di masyarakat mulai terlihat jelas, pascaerupsi Gunung Merapi. Letusan Gunung Merapi yang melanda lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman berdampak pada strata sosial yang ada sebelumnya. Pasca erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dan 2010, ikatan persaudaraan di masyarakat justru berubah menjadi semakin erat.

Penanggulangan Akibat Letusan Gunung Merapi pada tahun 1984-2010 Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia.

Gambar 4.1 Korban Luka-Luka Akibat Awan Panas Merapi  Sumber: “Awan Panas Merapi Tewaskan 19 Orang”, Suara Merdeka, 23
Gambar 4.1 Korban Luka-Luka Akibat Awan Panas Merapi Sumber: “Awan Panas Merapi Tewaskan 19 Orang”, Suara Merdeka, 23

Penanggulangan Akibat Erupsi Gunung Merapi Tahun 1984-2010 Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di Indonesia. Tercatat

Sebagian masyarakat lereng Gunung Merapi Kabupaten Sleman dan pemerintah mempunyai persepsi tersendiri mengenai pentingnya erupsi Gunung Merapi. Penyelenggaraan penanggulangan erupsi Gunung Merapi pada tahun 1984 hingga 2010 dilaksanakan melalui kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan instansi terkait. Langkah-langkah penanganan erupsi Gunung Merapi pada fase prabencana dilakukan sesuai dengan status aktivitas Gunung Merapi.

Dalam status Normal Aktif, penanggulangan bencana letusan Gunung Merapi tahun 1984 sampai dengan tahun 2010 yaitu pelaksanaan kegiatan preventif oleh Dinas Pengairan, Pertambangan, dan Penanggulangan Bencana Alam. 281 Data Letusan Gunung Merapi Tahun 2001 (Kumpulan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Gunung Api dan Geologi), hal. Saat Gunung Merapi puncaknya, Satgas PB memberikan layanan kebutuhan primer kepada pengungsi.

Badan Geologi menetapkan status Waspada terhadap letusan Gunung Merapi tahun 2010 dan merekomendasikan Komando Tanggap Darurat segera mengevakuasi warga di KRB III ke lokasi aman. Pasca erupsi Gunung Merapi pada tahun 2001 dan 2001, tidak dilakukan kegiatan rehabilitasi karena tidak terjadi kerusakan infrastruktur warga di lereng Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Kawasan lereng Gunung Merapi di Kabupaten Sleman mulai berkembang pasca erupsi tahun 1992 karena pesona alam yang ditawarkan sangat indah.

Inventarisasi kerusakan akibat bencana Gunung Merapi dicatat oleh Dinas P3BA dan Dinas Kimpraswilhub setelah Merapi dinyatakan aman.

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk di KRB III Diungsikan.
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk di KRB III Diungsikan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Banyak Korban dan Kerugian Harta Benda

Namun warga seringkali tidak bisa menyelamatkan diri saat Gunung Merapi tiba-tiba meletus. 367 “Laporan Akhir Kesiapsiagaan Darurat Bencana Letusan Gunung Merapi Tahun 2010, Satgas Nasional Penanggulangan Bencana Merapi” (Jakarta: BNPB, 2011), hal. Pada saat terjadinya letusan Gunung Merapi tahun 2010, Mbah Maridjan dan 276 warga Kabupaten Sleman lainnya adalah , yang menolak mengevakuasi korban amukan awan panas di Merapi.

Letusan Gunung Merapi membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan masyarakat di wilayah Sleman. Kehidupan mereka bergantung pada kekayaan alam Gunung Merapi sehingga mereka berisiko tinggi terkena bencana letusan Gunung Merapi. Letusan Gunung Merapi merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dihindari, dikendalikan, atau diukur besarnya dampak yang ditimbulkannya.

Ketika sebagian warga menilai letusan Gunung Merapi yang terjadi tidak berbahaya, mereka memutuskan menolak dievakuasi. Laporan Akhir Satgas Nasional Tanggap Darurat Bencana Letusan Merapi Tahun 2010 Mitigasi Bencana Merapi” (Jakarta: BNPB, 2011). Koleksi Arsip BPBD Kabupaten Sleman). Data sebaran daerah rawan bencana II dan III Gunung Merapi (Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Sleman).

Keterangan: Warga KRB III yang juga relawan letusan Gunung Merapi dan pemandu wisata Lava Tour Kaliadem.

Gambar 6.1 Peta Wilayah Kabupaten Sleman   (Koleksi Badan Arsip Kabupaten Sleman)
Gambar 6.1 Peta Wilayah Kabupaten Sleman (Koleksi Badan Arsip Kabupaten Sleman)

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1984-2010  Kecamatan  Luas Wilayah
Gambar 2.1 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi   (Koleksi Museum Gunung Merapi).
Gambar 2.2 Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Merapi.
Gambar 2.3 Upacara Labuhan Gunung Merapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Zeynab Saeidian Assistant Professor College: Faculty of Mathematics Department: Applied Mathematics Education Degree Graduated in Major University BSc 2008 Applied Mathematics