B
Untuk memahami gangguan fungsi pen- dengaran dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan anak diperlukan pemahaman perihal organ telinga.
Telinga bekerja untuk mengubah sistem s mulus berupa suara yang masuk dan bergerak melalui saluran telinga menjadi suatu bentuk kode saraf yang bisa diuraikan, diproses serta dipahami oleh otak manusia.
Dengan demikian fungsi pendengaran meru- pakan bentuk kerja sama antara telinga dengan otak di mana telinga berperan sebagai penangkap bunyi sedangkan otak memproses bunyi tersebut sehingga dapat dikenali dan dipahami.
Otak berperan agar manusia dapat berkon- sentrasi pada suatu bunyi dengan melakukan filter terhadap bunyi-bunyi lain yang dak relevan.
Agar dapat memahami gangguan fungsi pendengaran kita harus mengetahui sistem dan struktur pendengaran manusia.
Proses mendengar yang normal diawali dengan ditangkapnya suara di sekitar yang berupa getaran atau gelombang suara oleh telinga bagian luar (daun telinga). Kemudian getaran diteruskan ke saluran telinga sehingga memberi tekanan atau pukulan pada gendang telinga (membran mpani). Ke ka gendang telinga bergetar, maka getarannya akan diteruskan ke tulang pendengaran.
Tulang pendengaran akan memperkuat getaran ini dan mengirimkannya ke telinga bagian dalam.
Saat mencapai telinga bagian dalam, getaran akan diubah menjadi impuls/sinyal listrik yang akan diteruskan melalui saraf pendengaran ke otak, lalu otak akan menerjemahkan impuls/sinyal ini sebagai suara yang dapat dipahami untuk kemudian dapat memberi respons yang sesuai.
Daun Telinga (Pinna)
Lubang Telinga
Liang Telinga
Gendang Telinga Tiga Tulang
Pendengaran:
1. Mar l 2. Landasan 3. Sanggurdi
Tiga saluran setengah Lingkaran
Saraf Pendengaran
Rumah Siput (Koklea)
Saluran Eustachlus
Dari sini kita akan dapat memahami bahwa anak dengan gangguan fungsi pendengaran meng- alami kesulitan menangkap, memahami dan me- respons pesan maupun informasi berupa suara dari lingkungan di sekitarnya.
Gangguan fungsi pendengaran dapat terjadi pada satu (unilateral) atau kedua (bilateral) telinga dan dapat bersifat menetap atau sementara, ar nya ada gangguan fungsi pendengaran yang bisa hilang dan ada yang akan selamanya dialami oleh anak.
Umumnya gangguan fungsi pendengaran yang diperoleh sejak lahir atau akibat kelainan gene k bersifat menetap sedangkan gangguan yang di- peroleh setelah lahir (sepanjang kehidupan anak) sebagian besar dapat hilang apabila ditangani dengan baik dan sebaliknya dapat menjadi gangguan me- netap apabila dak mendapatkan penanganan atau perawatan yang tepat.
Gangguan pendengaran yang bersifat me- netap contohnya antara lain adalah gangguan fungsi pendengaran yang diakibatkan infeksi virus yang diderita ibu selama hamil atau komplikasi akibat proses kelahiran sedangkan gangguan pendengaran
sementara biasanya disebabkan oleh menumpuknya kotoran telinga, infeksi ringan pada telinga bagian tengah atau paparan bising dimana gangguan akan hilang sejalan dengan bersihnya liang telinga dari kotoran, membaiknya/sembuhnya bagian yang terinfeksi atau hilangnya paparan bising.
Kurikulum reguler disesuaikan dengan profile belajar atau kebutuhan belajar anak, dan kebutuhan belajar ini bervarisi sesuai keragaman hambatan fungsi
yang dimiliki.
“
Menurut ISO (the Interna onal Organiza on for Standardiza on) seseorang anak disebut memiliki gangguan fungsi pendengaran jika ia dak bisa mendengar suara di bawah 25 desibel pada frekuensi percakapan yaitu 500 Hz, 1000 Hz, 2000Hz and 4000 Hz.
a. Ringan (mild) : 26 – 40 dB b. Sedang (moderate hearing loss) : 41 – 55 dB c. Sedang menuju berat
(moderately severe) : 56 –70 dB d. Berat (severe hearing loss) : 71 – 90 db e. Sangat berat (Profound) : 91+ dB
Berdasarkan ngkat kemampuan men- dengarnya gangguan fungsi pendengaran dibagi menjadi 2 yaitu HoH (Hard of Hearing) dan tuli (deaf).
HOH atau Hard of Hearing
HOH atau 'Hard of hearing' merujuk kepada anak dengan gangguan pendengaran ringan (mild) sampai sedang yaitu pada 26 – 70 dB dimana mereka sangat mengandalkan pendengaran untuk ber- komunikasi dan biasanya bisa berkomunikasi dengan bahasa lisan. Anak-anak HOH dapat mengambil manfaat dari ABD, Implan Koklea dan teknologi alat bantu pendengaran yang lain untuk dapat ber- komunikasi secara lisan.
Tuli (deaf)
Tuli merujuk kepada anak dengan gangguan pendengaran berat dan sangat berat dimulai pada 71 dB ke atas dan memiliki kemampuan mendengar yang sangat sedikit atau bahkan dak dapat men- dengar sama sekali. Tuli dak bisa mengambil banyak manfaat dari alat bantu dengar untuk bisa ber- komunikasi secara lisan.
Keterbatasan sensori pendengaran menye- babkan tuli butuh memaksimalkan sensori visualnya a. Kemampuan Pendengaran
1500 3000 6000
450
Normal Hearing Minimal Hearing Loss Mild Hearing Loss Severe Hearing Loss Profound Hearing Loss
Low Pitches High Pitches
Intencoty in Decibels (dB)
Frequency in Hertz (HZ)
So Sounds
Loud Sounds 0
10 15 20 25 30 35 40 50 60 70 80 90 100 110 -10
125 250 500 1000 2000 4000 8000
untuk berkomunikasi, itulah mengapa tuli lebih efek f berkomunikasi dengan bahasa isyarat meskipun mereka dapat membaca bibir maupun berbicara.
Mengetahui kemampuan mendengar anak dapat sangat membantu jenis layanan dan akomo- dasi yang tepat bagi siswa di sekolah terutama jenis komunikasi yang paling tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Kapan didapatkannya gangguan fungsi pen- dengaran sangat pen ng untuk diketahui karena akan sangat mempengaruhi kemampuan komunikasi anak terkait dengan pemerolehan dan perkembangan bahasa yang sesuai dengan usianya.
Gangguan Pendengaran Prelingual/Pra Bahasa
Gangguan pendengaran pra Bahasa adalah jika seorang anak yang memiliki gangguan pen- dengaran sejak lahir atau pun mendapatkan ganggu- an fungsi pendengaran sebelum berusia 3 tahun
dimana anak belum menguasai bahasa lisan/verbal dan belum memiliki pondasi bahasa yang cukup. Anak yang memiliki gangguan di usia ini membutuhkan penanganan yang lebih khusus sebab anak ini ke- hilangan input aural yang diperlukan bagi proses penguasaan bahasa dan ujaran secara alami supaya dapat memaksimalkan input dan penguasaan bahasa sesuai ngkat gangguan pendengaran sehingga dak mengalami hambatan dalam berkomunikasi dan belajar.
Gangguan Pendengaran Post Lingual/Pasca Bahasa
Gangguan pendengaran Pasca Bahasa adalah jika seorang anak mendapatkan gangguan fungsi pendengaran setelah berusia 3 tahun sehingga telah memiliki input aural yang cukup besar yang diperlukan bagi proses penguasaan bahasa dan ujaran secara alami.
Karena itu umumnya anak yang mendapat- kan gangguan pendengaran di usia ini memiliki lebih banyak kosakata dan konsep linguis k dibandingkan anak yang mendapatkan gangguan pendengaran di masa prelingual. Anak yang memiliki gangguan di usia ini membutuhkan penyesuaian cara berkomunikasi b. Berdasarkan Waktu Diperolehnya Gangguan
Fungsi Pendengaran
d i a m
sesuai dengan ngkat gangguan pendengarannya agar dak mengalami keter nggalan perkembangan bahasa dan tetap dapat berkomunikasi dan belajar secara maksimal.