IKAN DEMERSAL DAN IKAN KARANG
4.1.2 Ikan kakap
144
penyebaran habitatnya yang terdapat di perairan pantai bahkan terkadang sampai di daerah estuaria.
Keberadaan ikan layur tentu saja sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, seperti halnya dengan jenis ikan lainnya. Jenis makanan yang cukup potensial mempengaruhi penyebaran ikan ini adalah ikan‐ikan kecil dan udang yang terdapat di dasar perairan.
Faktor lain yang diduga turut mempengaruhi penyebaran ikan layur secara vertikal adalah suhu perairan. Dugaan ini didasari oleh tingkah laku yang ditunjukkan oleh ikan itu sendiri dalam migrasi vertikalnya. Pada waktu siang hari, ikan layur berada di lapisan dasar perairan dan tidak berenang ke lapisan permukaan. Tingkah laku yang menghindari bagian permukaan pada siang hari kemungkinan karena suhu yang relatif lebih panas di permukaan perairan. Pada waktu senja ketika suhu di lapisan pemukaan mulai menurun, ikan layur terkadang berenang ke lapisan permukaan, dan hal ini diduga bukan untuk mencari makan, karena makanan yang disenanginya adalah ikan kecil dan udang yang habitatnya di dasar perairan. Namun demikian, dugaan ini masih perlu dibuktikan melalui penelitian yang lebih intensif.
145
(Lates calcarifer), sedangkan yang termasuk suku Lutjanidae adalah kakap merah (Lutjanus spp.).
Aspek biologi dan tingkah laku kakap merah (Lutjanus sp.)
Klasifikasi kakap merah adalah (Saanin, 1984) : Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata Class : Pisces
Sub class : Teleostei Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea Family : Lutjanidae
Sub family : Lutjaninae Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus spp.
Menurut Lowe dan Mc Connell (1987), kakap merah yang ditemukan di daerah tropis sebanyak 70 spesies dari 17 genus. Menurut FAO Fisheries Synopsis atau FAO Species Catalogue (1985), famili Lutjanidae terdiri dari empat sub famili, yaitu:
(1) Sub famili Eteline yang terdiri atas lima genera: genus Aphareus, Aprion, Etelis, Pristipomoides, dan Randallichtyes.
(2) Sub famili Apsilinae yang terdiri atas empat genera: genus Apsilus, Lipocheilus, Paracaecio, dan Parapristipomoides.
146
(3) Sub famili Paradichtyinae yang terdiri atas dua genera: genus Symphorus dan Symphorichtyes.
(4) Sub famili Lutjaninae yang terdiri atas lima genera: genus Hoplopagrus, Macolor, Ocyurus, Pinjalo, dan Rhomboplites.
Kakap merah dikenal secara internasional dengan nama snapper, red snapper, red bream, red snapper spotted scae sea perch, black spote snapper, John’s snapper, atau blod snapper. Kakap merah juga memiliki beberapa nama lokal, yaitu kekelet, darongan, dan bambangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur; posepa di Madura; kakap merah, ikan merah, dan bambangan di Jawa Barat dan DKI Jakarta; bran, dan bambang di Bangka; bambangan, bacan, dan delise di Sulawesi Selatan; longgaria, dan gacak di Sulawesi Tenggara; lolise di Sulawesi Utara; delis di Ambon;
dan popika di Seram.
Kakap merah (Lutjanus sp.) sangat mudah dikenali dari warnanya yang khas, yaitu merah. Namun demikian, ada beberapa variasi warna lain dari kakap merah sesuai dengan jenis/spesiesnya, yaitu kuning kemerahan, merah darah, merah tua kehitaman, kuning kecoklatan, kecuali genus Macolor yang berwarna biru gelap kehitaman. Warna kakap merah ini sangat berbeda dengan kakap putih walaupun memiliki bentuk tubuh yang sangat mirip.
Bentuk tubuh kakap merah (Lutjanus sp.) memanjang sampai agak pipih. Mulut terletak di bagian ujung kepala (terminal), dan memiliki beberapa gigi taring (canine) pada rahangnya. Bagian pinggir preoverculum biasanya bergerigi. Bagian depan kepala tidak bersisik, tapi pada bagian depan overculum (penutup insang) terdapat beberapa
147
baris sisik. Sirip punggung tunggal dengan 9‐12 jari‐jari sirip keras dan 9‐
17 jari‐jari sirip lunak yang bercabang. Sirip dubur (ventral) memiliki 3 sirip keras dan 7‐14 sirip lunak bercabang. Sirip ekor mulai dari yang bentuk menumpul (truncate) sampai bentuk cagak yang tajam (deeply forked).
Jenis/spesies kakap merah (Lutjanus sp.) antara lain bambangan (Lutjanus sanguenius), ikan merah (Lutjanus malabaricus), dan ikan tambangan (Lutjanus johni). Ketiga spesies ini hanya memiliki sedikit perbedaan. Ikan bambangan (Lutjanus sanguenius) atau dikenal dengan nama blood snapper secara internasional, memiliki badan yang memanjang, melebar, gepeng dengan profil kepala yang lurus atau agak cekung. Bagian bawah preoverculum bergerigi. Sirip punggung terdiri dari 11 jari‐jari sirip keras dan 14 jari‐jari sirip lunak. Sirip dubur terdiri dari 3 jari‐jari sirip keras dan 8‐9 jari‐jari sirip lunak. Sisik pada bagian kepala mulai di belakang mata. Deretan sisik di atas gurat sisi serong ke atas. Warna tubuh pada bagian atas ikan dewasa benar‐benar merah (merah darah), sedangkan pada bagian bawah berwarna putih kemerahan, dan terdapat totol hitam di bagian atas batang sirip ekor (Ditjen Perikanan, 1979).
Ikan merah (Lutjanus malabaricus) dikenal sebagai red snapper secara internasional. Ikan ini memiliki badan yang memanjang, gepeng dengan profil kepala yang cembung untuk ikan dewasa. Bagian bawah preoverculum bergerigi, dan terdapat 2‐4 gigi taring pada bagian rahang atas. Sirip punggung terdiri dari 11 jari‐jari sirip keras dan 14 jari‐jari sirip lunak. Sirip dubur terdiri dari 3 jari‐jari sirip keras dan 8‐9 jari‐jari sirip
148
lunak. Batas belakang sirip ekor agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Tubuh pada bagian atas berwarna kemerah‐merahan/merah kekuningan, sedangkan pada bagian bawah berwarna merah keputihan.
Ban‐ban kuning kecil yang diselang‐selingi warna merah terdapat pada bagian punggung di atas garis rusuk, dan ban‐ban tersebut mendekati horizontal di bawah garis rusuk dan di dekat pangkal ekor naik ke atas.
Sirip punggung dan ekor berpinggiran gelap, dan terdapat totol gelap yang tidak begitu nyata di bagian atas batang sirip ekor.
Ikan tambangan (Lutjanus johni) yang dikenal sebagai nama John’s snapper secara internasional, memiliki badan yang memanjang, melebar dengan profil kepala yang agak cembung. Bagian bawah preoverculum bergerigi, dan gerigi ini semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya umur. Giginya terdapat pada rahang dan langit‐langit.
Sirip punggung terdiri dari 10 jari‐jari sirip keras dan 13‐14 jari‐jari sirip lunak. Sirip dubur terdiri dari 3 jari‐jari sirip keras dan 8 jari‐jari sirip lunak. Tubuhnya berwarna dasar kekuningan atau kuning perunggu dengan totol‐totol gelap pada tiap sisik yang membentuk daerah memanjang di atas garis rusuk. Sirip berwarna kemerahan dan sedikit gelap.
Ukuran panjang ikan bambangan atau sering disebut dengan nama kakap merah bambangan (Lutjanus sanguenius) dapat mencapai 90 cm, dan umumnya tertangkap pada ukuran 35‐50 cm. Ukuran ikan merah (Lutjanus malabaricus) relatif lebih kecil dibandingkan bambangan, yaitu hanya dapat mencapai ukuran 60 cm, dan umumnya tertangkap pada ukuran 45 cm. Ikan tambangan atau sering disebut
149
dengan nama jenaha tambangan (Lutjanus johni) dapat mencapai panjang hingga 70 cm, dan umumnya tertangkap pada ukuran 30‐50 cm.
Gambar 28 Spesies ikan kakap merah (Lutjanus sp.).
Kakap merah (Lutjanus sp.) termasuk kelompok ikan buas (predator) yang bersifat carnivore. Ikan ini aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan makanan utamanya adalah ikan‐ikan kecil, invertebrata dasar, kepiting, udang dan krustasea. Ikan ini hidup secara soliter (tidak berkelompok) di daerah pantai, namun kedalaman perairan yang menjadi habitatnya bervariasi tergantung jenis/spesiesnya.
Aspek biologi dan tingkah laku ikan kakap (Lates calcarifer)
Ikan kakap (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang bernilai ekonomis penting, harganya cukup mahal, dan digemari oleh banyak masyarakat Indonesia, serta banyak terdapat di perairan Indonesia. Oleh karena itu, ikan ini menjadi primadona dan menjadi target penangkapan bagi sebagian besar nelayan, seperti halnya dengan ikan kakap merah.
Bambangan (Lutjanus saguineus) Tambangan (Lutjanus johni)
150
Ikan kakap bisa mencapai ukuran 170 cm dan berat 263 kg/ekor.
Bentuk kepalanya tirus ke depan, punggungnya tinggi dan tebal. Ujung sirip ekornya berbentuk bundar. Seluruh badan dan kepalanya tertutup oleh sisik‐sisik yang kasar, berwarna perak keabuan yang lebih gelap pada bagian punggung dan memutih pada bagian perutnya.
Gambar 29 Spesies ikan kakap (Lates calcarifer).
Kakap termasuk kelompok ikan buas dan carnivore yang memangsa ikan‐ikan kecil dan krustasea. Ikan ini menyukai makanan yang masih hidup, dan mencari mangsa pada malam hari (norturnal).
Dalam pemangsaan, ikan ini biasanya hanya berdiam diri saja menunggu sampai calon mangsanya mendekat kemudian disergapnya secara tiba‐
tiba.
Ikan kakap dapat mencapai ukuran hingga 200 cm, tetapi ukuran ikan yang umum tertangkap berkisar 25‐100 cm. Ikan ini memiliki fekunditas yang cukup banyak. Induk kakap yang berukuran 1.05 meter bisa memproduksi 7,5 juta butir telur/ekor induk setiap pemijahan. Telur dan larva ikan ini bersifat planktonis yang melayang‐layang pada kolom
151
perairan dari dekat permukaan hingga kedalaman beberapa meter di daerah estuaria (Jeyaseelan, 1998).
Penyebaran daerah penangkapan ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Daerah penyebaran kakap merah di perairan pantai Indonesia meliputi daerah yang sangat luas, yaitu perairan barat Sumatera, timur Sumatera, utara Jawa, Kalimantan Selatan dan perairan Maluku. Marzuki dan Djamali (1992) melaporkan bahwa daerah penyebaran ikan kakap merah terdapat hampir di seluruh perairan Jawa, mulai dari perairan Bawean, Kepulauan Karimunjawa, Selat Sunda, selatan Jawa, Kalimantan Selatan, bagian timur dan barat perairan Sulawesi, Kepulauan Natuna, Kepulauan Lingga, dan Riau Kepulauan.
Kakap merah (Lutjanus sp.) menempati habitat yang beragam, yaitu mulai dari lingkungan terumbu karang hingga daerah pasang surut (Djamali, et al., 1986). Hal ini disebabkan karena setiap spesies menghendaki karakteristik perairan yang berbeda. Habitat ikan bambangan (Lutjanus sanguenius) di daerah pantai dapat mencapai kedalaman 100 meter, sedangkan ikan merah (Lutjanus malabaricus) hanya sampai kedalaman 60 meter. Penyebaran habitat ikan tambangan (Lutjanus johni) relatif lebih luas di daerah pantai, yaitu mulai dari perairan dangkal, hutan bakau sampai kedalaman 80 meter. Walaupun habitatnya relatif mudah dijangkau di sekitar pantai, namun ikan kakap merah ini jarang tertangkap dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan
152
karena ikan tersebut bersifat soliter (tidak membentuk schooling) seperti halnya ikan pelagis.
Beberapa jenis ikan kakap di perairan Indonesia ditemukan di perairan yang secara ekologis masih tergolong paparan benua (continental shelf) dengan kedalaman maksimum sekitar 200 meter.
Bahkan ada jenis kakap tertentu yang ditemukan pada kedalaman 300 meter seperti spesies Pristipomoides spp., Elites spp., dan Aprion spp.
Beberapa spesies kakap (Lutjanus sp.) pada stadium (fase) juvenil dan dewasa ditemukan di sekitar daerah mangrove, perairan pantai, dan terumbu karang. Contoh spesies Lutjanus yang ditemukan di sekitar ekosistem mangrove adalah Lutjanus fulfiflammus, L. johni (tambangan), L. russelli, L. argentimaculatus, L. fulvus, L. lemniscatus, L. rivulatus, L.
sebae dan L. vittus. Spesies Lutjanus fulfiflammus, L. johni, L. russelli, dan L. argentimaculatus yang terdapat di daerah mangrove, bahkan ditemukan juga di perairan yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi dan pada daerah estuaria. Jenis Lutjanus yang ditemukan di sekitar perairan pantai dan terumbu karang adalah Lutjanus coeruleolineatus, L.
duodecemlineatus, dan L. quinquelineatus (Jeyaseelan, 1998).
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) melaporkan bahwa daerah penyebaran ikan merah (Lutjanus malabaricus) terdapat di seluruh perairan pantai Indonesia, meluas ke utara sampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan; ke arah selatan sampai perairan tropis Australia. Ikan bambangan (Lutjanus sanguenius) juga ditemukan hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, meluas ke arah utara sampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina
153
Selatan, Philipina; ke arah selatan sampai perairan tropis Australia; ke arah barat sampai Afrika Selatan. Ikan tambangan (Lutjanus johnii) ditemukan di seluruh perairan pantai Indonesia, meluas hingga ke Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina, perairan panas Australia; dan ke arah barat sampai Afrika Selatan.
Habitat ikan kakap merah tersebar luas di perairan Indonesia.
Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tahun 2000, bahwa setiap provinsi di Indonesia menghasilkan kakap merah. Hal ini dapat dipahami karena ikan ini sangat digemari oleh masyarakat, harganya relatif mahal, dan permintaan pasar relatif tinggi. Oleh karena itu, ikan ini menjadi primadona dalam usaha penangkapan. Penyebaran daerah penangkapan ikan kakap merah di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Daerah penangkapan ikan kakap merah di perairan Indonesia Perairan Daerah Penangkapan Ikan Kakap Merah yang Potensial Sumatera Sebelah utara dan barat perairan Aceh, pantai timur dan
barat Sumatera Utara, Bengkalis, Bangka‐Belitung, pantai Sumatera Barat, Bengkulu, dan pantai timur Lampung Jawa dan
Nusa Tenggara
Selat Sunda bagian timur, Cirebon, perairan utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Karimunjawa, utara Madura, Ujung Kulon, Cilacap, Nusa Barung, Selat Lombok, Sumbawa, Flores Timur, dan Pulau Rote
Kalimantan dan Sulawesi
Pantai Kalimantan Barat, pantai timur Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, pantai selatan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, perairan sekitar Samarinda, dan sekitar Teluk Palu
Maluku dan Papua
Perairan antara Pulau Buru‐Seram, Teluk Bintuni, pantai bagian tengah dan selatan Laut Banda
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan (1979)
154
Dinamika daerah penangkapan ikan kakap (Lates calcarifer)
Penyebaran habitat ikan kakap (Lates calcarifer) terdapat di pantai utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera bagian timur, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Tiworo, dan Arafura. Daerah penyebaran ini meluas ke arah utara yang meliputi Teluk Benggala, sepanjang pantai Laut Cina Selatan; ke arah selatan sampai di pantai utara Australia; ke arah barat sampai di Afrika Timur.
Berdasarkan analisis data produksi, diperoleh hasil bahwa produksi ikan kakap dari Provinsi Papua cukup besar dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi dan penyebaran kakap di provinsi ini cukup potensial di samping wilayah perairan lain yang telah diuraikan sebelumnya.
Ikan kakap (Lates calcarifer) mempunyai daerah penyebaran yang cukup luas mulai dari perairan pantai sampai ke perairan yang relatif tawar. Ikan ini sering ditemukan di perairan pantai, muara‐muara sungai, teluk, dan kadang‐kadang bahkan sampai ke sungai dan tambak ikan.
Ikan ini diduga sangat menyukai perairan yang dipengaruhi oleh aliran sungai, dan oleh karena itu ikan ini dapat ditemukan hingga di daerah aliran sungai dan tambak ikan.
Penyebaran habitat ikan kakap dapat ditemukan hingga pada daerah aliran sungai, namun demikian, Jeyaseelan (1998) menyatakan bahwa ikan ini masih dapat ditemukan pada perairan yang lebih dalam, hingga pada kedalaman maksimum 200 meter. Hal ini berarti bahwa daerah penangkapan ikan kakap (Lates calcarifer) tersebar luas mulai
155
dari muara sungai hingga zona atau wilayah paparan benua (continental shelf) pada kedalaman 200 meter.
Penyebaran habitat dan kecepatan pertumbuhan ikan kakap (Lates calcarifer) sangat dipengaruhi oleh kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan. Ikan ini akan bermigrasi ke tempat lain yang lebih sesuai (cocok) apabila habitatnya tercemar. Perkembangan larva di tempat pemijahan (spawning area) sangat tergantung pada persediaan makanan. Tingkat keberhasilan rekruitment telur/larva menjadi ikan dewasa juga sangat tergantung pada kehadiran hewan pemangsa (predator) di sekitar spawning area.
Penyebaran ikan kakap (Lates calcarifer) tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas perairan seperti halnya ikan‐ikan pelagis.
Hal ini dapat dilihat dari penyebaran habitatnya yang terdapat pada perairan dengan kondisi suhu dan salinitas yang bervariasi, yaitu di daerah continental shelves, estuaria, bahkan sampai di muara sungai dan tambak ikan.
Penyebaran ikan kakap (Lates calcarifer) diduga sangat erat kaitannya dengan kondisi substrat dasar perairan. Hal ini didasari oleh pengalaman nelayan yang menyebutkan bahwa daerah penangkapan ikan ini terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir.
Berdasarkan pengalaman nelayan, larva ikan kakap (Lates calcarifer) dapat ditemukan sepanjang tahun terutama pada awal musim hujan, sehingga mereka menduga bahwa pemijahan ikan ini dapat terjadi sepanjang tahun. Namun, Jeyaseelan (1998) mengatakan bahwa pemijahan ikan kakap dipengaruhi oleh musim. Hal ini didasari oleh
156
frekuensi kejadian yang ditemukan bahwa jumlah telur dan larva paling banyak ditemukan pada bulan tertentu tergantung pada jenis spesies.
Musim pemijahan ini juga dapat terjadi lebih dari satu musim.
Penyebaran habitat dan keberhasilan rekruitment ikan kakap (Lates calcarifer) turut dipengaruhi oleh kondisi hutan bakau (mangrove). Ikan kakap umumnya memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai nursery area dan feeding area. Fase larva berada di daerah mangrove kemudian fase dewasa terdapat di daerah estuaria, dimana terjadi percampuran antara air laur dan air tawar, bahkan ikan ini terkadang ditemukan hingga air tawar (sungai dan tambak ikan).