IKAN PELAGIS
3.1.1 Ikan layang
Aspek biologi dan tingkah laku ikan layang
Gloerfelt & Kailola (1984) mengemukakan bahwa ikan layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia ada lima jenis yaitu : Decapterus russelli, D. macrosoma, D. layang, D. macarellus, dan D.
curroides. Atmadja et al. (1987) mengatakan bahwa Decapterus ruselli dengan sinonim Decapterus maruadsi mempunyai nama umum ikan layang atau round scad, sedangkan Decapterus macrosoma mempunyai nama umum layang deles atau layang scad. Menurut Saanin (1984), ikan layang diklasifikasi sebagai berikut :
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidae Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus russelli D. macrosoma D. lajang D. Kurroides D. macarellus.
31
Menurut temuan beberapa ahli, jenis ikan yang termasuk marga Decapterus ini bervariasi jumlahnya di berbagai wilayah perairan yang berbeda. Weber & Beaufort (1931) mengemukakan ada empat spesies di perairan Indo‐Australia. Here (1933) mengemukakan ada empat spesies yang sama di Filipina. Smith (1950) mengemukakan ada lima spesies di Afrika Selatan. Munro (1955 dan 1967) mengemukakan hanya ada satu spesies di Srilangka dan satu spesies lainnya di Papua Nugini. Chan et al.
(1974) mengemukakan ada lima spesies di Samudera Hindia bagian timur dan Samudera Pasifik sebelah barat. Berdasarkan penemuan tersebut, maka ikan yang termasuk marga Decapterus telah diketahui sebanyak delapan spesies, yaitu Decapterus curroides, D. ruselli, D. layang, D.
macrosoma, D. maruadsi, D. macarellus, D. santae‐helenae, dan D.
punctatus.
Gambar 2 Beberapa jenis ikan layang di perairan Indonesia.
Decapterus ruselli
Decapterus curroides
Decapterus macrosoma
32
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan Pteron artinya sayap. Dengan demikian, Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh sayap. Ikan layang (Decapterus spp.) mampu bergerak sangat cepat di air laut, dan kecepatan pergerakan ikan layang ini didukung oleh bentuk tubuhnya yang seperti cerutu dan sisiknya yang halus. Ukuran panjang tubuh ikan layang ini bisa mencapai 30 cm, dan umumnya 20‐25 cm.
Burhanuddin et al. (1983) diacu dalam Soumokil (1996) mengemukakan bahwa ikan layang mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae, karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung dan sirip dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian belakang garis sisi (lateral line) terdapat sisik‐sisik berlengir (lateral scute).
Pada Decapterus russelli, sirip punggung pertama berjari‐jari keras 8, sirip punggung kedua berjari‐jari keras 1 dan terdapat 30‐32 jari‐
jari lemah. Sirip dubur terdiri dari 2 jari‐jari keras, dan 1 jari‐jari keras ini bergandengan dengan 24‐27 jari‐jari lemah. Jari‐jari keras garis rusuk (lateral scute) ada 40 dan lebarnya 0,2–0,25 dari tinggi tubuhnya. Bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah keperakan, sirip kekuningan atau kecoklatan (Asikin, 1971).
Pada Decapterus macrosoma, sirip punggung pertama berjari‐jari keras 8, sirip punggung kedua berjari‐jari keras 1 dan terdapat 34‐35 jari‐
jari lemah. Lateral scute bermula tepat di bawah duri lunak sirip punggung ke‐15 memanjang sampai ke pangkal sirip ekor dan jumlahnya 25‐30. Panjang sirip dada tidak melebihi sirip punggung pertama. Bagian
33
atas berwarna biru kehijauan, sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakan dengan sirip kekuningan (Sunarjo, 1989 diacu dalam Wiyono, 1993).
Menurut Ditjen Perikanan (1979), Decapterus russelli mempunyai bentuk badan yang memanjang dan agak gepeng, sedangkan Decapterus macrosoma memiliki bentuk badan yang menyerupai cerutu. Namun Saanin (1984) dan Atmadja et al. (1987) mengatakan bahwa keduanya, baik Decapterus russelli maupun Decapterus macrosoma mempunyai totol hitam pada tepian insang dan masing‐masing terdapat sirip tambahan di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Widodo (1988) mengemukakan bahwa keduanya dikelompokkan dalam satu kategori dalam istilah statistik, yaitu ikan layang (Decapterus spp.).
Ikan layang umumnya memiliki dua kali periode pemijahan setiap tahun. Puncak musim pemijahan jenis ikan ini biasanya terjadi pada bulan Maret‐April dan Agustus‐September (Widodo, 1988). Namun, musim pemijahan ini terkadang mengalami pergeseran sesuai dengan dinamika parameter‐parameter lingkungan.
Soemarto (1958) diacu dalam Sadhotomo et al. (1986) menyatakan bahwa ikan layang hidup bergerombol pada lapisan permukaan (pelagic schooling species). Sifat bergerombol ikan layang tidak terbatas hanya dengan sejenisnya, tetapi degan jenis ikan lain seperti ikan lemuru (Sardinella sirm), kembung (Rastrelliger sp.), selar (Caranx sp.) dan tembang (Sardinella sp.). Ikan yang hidup bergerombol dapat memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menyelamatkan diri dari serangan predator, karena terlindung dalam suatu gerombolan.
34
Sifat bergerombol bagi beberapa jenis ikan dapat memberikan pengaruh stress yang lebih kecil daripada hidup sendiri.
Ikan layang tergolong ikan yang aktif berenang. Ketika tidak aktif berenang, ikan ini tetap membentuk schooling di suatu perairan yang sempit atau sekitar benda‐benda yang terapung, seperti bongkahan‐
bongkahan kayu dan rumpon. Dengan tingkah laku yang demikian, maka ikan layang sering ditemukan di sekitar rumpon dengan cara membelakangi rumpon dan cenderung melawan arus.
Menurut Asikin (1971) dan Saanin (1984), ikan layang memiliki sifat‐sifat sebagai berikut :
(1) Menyukai perairan dengan kadar salinitas yang tetap (stenohaline organism), dan hidup di air laut yang bersalinitas antara 32‐33‰.
(2) Tergolong jenis pemakan plankton dan memiliki kebiasaan makan pada waktu matahari terbit dan saat matahari terbenam.
(3) Hidup membentuk schooling pada jarak sekitar 20‐30 mil dari perairan lepas pantai yang bersalinitas tinggi dan kedalaman kurang dari 100 meter.
(4) Perenang cepat dan aktif, namun pada daerah yang sempit atau di sekitar benda‐benda terapung seperti rumpon, aktivitasnya akan berkurang saat membentuk gerombolan.
(5) Pada siang hari, gerombolan ikan layang bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan pada malam hari kembali ke lapisan atas perairan.
(6) Adakalanya sifat bergerombol bergabung dengan jenis ikan lain seperti kembung (Rastrelliger spp), selar (Caranx spp), dan tembang (Sardinella spp).
35 Penyebaran ikan layang
Layang tersebar luas di perairan dunia, dan terdapat pada perairan tropis dan subtropis di Indo‐Pasifik dan Lautan Atlantik.
Meskipun ditemukan di wilayah yang luas, setiap jenis layang mempunyai wilayah penyebaran tertentu dan ada juga yang daerah penyebarannya tumpang tindih satu sama lain. Ikan layang menyebar mulai dari Atlantik Utara hingga Brazillia untuk Samudera Atlantik, sedangkan untuk perairan Indo‐Pasifik tersebar mulai dari daerah Jepang sebelah utara hingga Pulau Christmas di bagian selatan.
Spesies ikan layang yang memiliki daerah penyebaran terluas di antara lima spesies yang dijumpai di perairan Indonesia adalah Decapterus russelli. Spesies tersebut tertangkap hampir di seluruh perairan Indonesia (Gambar 3) dan sangat dominan tertangkap di Laut Jawa, yaitu mulai dari perairan Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus maruadsi atau D. ruselli termasuk jenis layang yang berukuran besar dan habitatnya terdapat di laut dalam hingga pada kedalaman 100 meter atau lebih, seperti Laut Banda (Nontji, 1993 diacu dalam Ratnasari, 2002).
Penyebaran daerah penangkapan ikan layang di perairan Indonesia menurut jenisnya disajikan pada Tabel 2. Penyebaran daerah penangkapan ikan layang terdapat pada perairan yang salinitas perairannya relatif tinggi karena jenis ikan tersebut menyukai perairan yang memiliki salinitas yang relatif tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ikan layang termasuk kelompok ikan yang bersifat
36
stenohaline, yaitu hanya mampu beradaptasi terhadap salinitas perairan tertentu dengan kisaran yang sempit. Jika terjadi perubahan salinitas yang cukup besar hingga di luar salinitas yang dapat ditoleransi, maka ikan layang akan bermigrasi mencari salinitas yang sesuai di wilayah perairan lainnya. Pada lain pihak, ikan yang mampu beradaptasi terhadap salinitas perairan dengan kisaran yang lebih lebar termasuk kelompok ikan euryhaline.
Sumber : lokasi penyebaran ikan diolah dari berbagai sumber
Gambar 3 Penyebaran ikan layang di perairan Indonesia menurut jenis.
Decapterus kurroides Decapterus macrosoma
Decapterus maruadsi
Decapterus ruselli Decapterusspp.
37
Tabel 2 Penyebaran dan kondisi daerah penangkapan ikan layang di perairan Indonesia menurut jenis
No Spesies Penyebaran daerah penangkapan
Kondisi habitat
1 Decapterus russelli
Laut Jawa, Selayar, Ambon, Selat Makasar, Selat Bali, Selat Sunda, dan Selat Madura
Laut jernih dengan kadar salinitas tinggi 2 Decapterus
layang
Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Madura, Selat Bali, Selat Makasar, Ambon, dan Ternate
Laut jernih dengan salinitas tinggi
3 D.macrosoma (layang deles)
Selat Bali, Laut Banda, Ambon, Selat Makasar, dan Sangihe
Laut jernih, salinitas lebih dari 30‰
4 D. curroides Pelabuhan Ratu, Labuhan, Muncar, Bali, dan Aceh
Laut dalam, jernih, salinitas tinggi 5 D. maruadsi Laut Banda Hidup di laut jeluk Sumber : diolah dari buku statisti perikanan Indonesia
Ikan layang sering tertangkap dalam jumlah yang cukup dominan bersama‐sama dengan ikan selar, kembung, tembang, lemuru, dan teri.
Komposisi jumlah tangkapan ikan layang dibandingkan dengan jenis ikan pelagis kecil lainnya menurut daerah penangkapan disajikan pada Tabel 3. Dominasi ikan layang terbanyak terdapat dari Laut Jawa, yaitu 79%.
Direktorat Jenderal Perikanan (1997) diacu dalam Ratnasari (2002) melaporkan bahwa daerah penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) yang utama di perairan Indonesia terdapat di utara dan selatan Jawa, utara dan selatan Sulawesi, barat Sumatera, Nusa Tenggara, timur, selatan dan barat Kalimantan, Maluku dan Papua.
38
Tabel 3 Persentase tangkapan layang terhadap ikan pelagis kecil lainnya berdasarkan daerah penangkapan utama
N0
Wilayah daerah penangkapan ikan layang
Persentase tangkapan (%) Layang Pelagis kecil selain layang 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Selat Malaka Laut Cina Selatan Laut Jawa
Selat Makasar & Laut Flores Laut Banda
Laut Seram & Teluk Tomini Laut Sulawesi & Samudera Pasifik Laut Arafura
Samudera Hindia
11 10
79 17 8 28 36 12 25
89 90 21 83 92 72 64 88 75 Sumber : diolah dari Widodo, et al, 1998
Ikan layang dapat tertangkap sepanjang tahun di Selat Sunda, perairan Barru (Selat Makassar), Teluk Ambon, Teluk Kupang, Sulawesi Tenggara dan Teluk Tomini. Namun lamanya musim penangkapan bervariasi antara 1‐7 bulan. Musim puncak penangkapan ikan layang di Selat Sunda dan Teluk Ambon hanya berlangsung 1 bulan, yaitu sekitar bulan Juli di Selat Sunda dan bulan Maret di Teluk Ambon. Musim puncak penangkapan ikan layang di Teluk Kupang dapat berlangsung selama 4 bulan, yaitu sekitar bulan September‐Desember, bahkan sampai 7 bulan di perairan Sulawesi Tenggara, yaitu bulan Januari‐April dan Juli‐September (Tabel 4). Musim puncak penangkapan ikan layang di perairan utara Jawa terjadi pada bulan Juni‐September, bersamaan dengan melimpahnya populasi ikan layang timur di Laut Jawa yang bermigrasi dari Laut Flores dan Samudera Pasifik pada musim timur.
39
Tabel 4 Musim penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) di berbagai daerah penangkapan
Wilayah Perairan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Selat Sunda
Barru‐Sl Makassar
Teluk Ambon
Teluk Kupang‐NTT
Sulawesi Tenggara
Teluk Tomini
Ket : = musim puncak = musim sedang = musim kurang
Dinamika daerah penangkapan ikan layang dan faktor yang mempengaruhinya
Penyebaran ikan layang secara vertikal dapat dipengaruhi oleh persediaan makanan. Puslitbangkan (1994) diacu dalam Amri (2002) mengemukakan bahwa makanan ikan layang terdiri dari copepoda, crustacea, dan organisme lainnya. Sedangkan Nontji (1993) diacu dalam Ratnasari (2002) mengatakan bahwa makanan utama ikan layang adalah zooplankton, meskipun terkadang memakan ikan kecil seperti ikan teri.
Dengan demikian, ikan layang termasuk kelompok ikan pemakan plankton (planktivor). Sebagai planktivor, ikan layang kemungkinan dapat muncul di permukaan atau bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam karena ikan tersebut mengikuti ruaya harian dari plankton yang menjadi sumber makanannya. Dugaan ini didasari oleh pendapat Djamali (1971)
40
yang menyatakan bahwa fitoplankton pada siang hari melakukan perpindahan massal dan akan diikuti oleh zooplankton dan ikan pemakan plankton.
Kehidupan ikan layang jenis Decapterus russelli dan Decapterus layang sangat tergantung pada plankton, terutama zooplankton. Kedua jenis layang ini akan bermigrasi mencari daerah yang banyak mengandung plankton (Burhanuddin et al., 1983). Hal ini berarti bahwa salah satu tujuan ikan tersebut melakukan migrasi adalah untuk mencari sumber makanan (feeding migration).
Daerah penangkapan ikan layang sering ditemukan di sekitar terjadinya upwelling seperti halnya di Selat Makassar bagian selatan (perairan Barru). Arus yang bergerak cepat dari Laut Flores menuju Laut Jawa bertemu dengan arus yang datang dari bagian utara Selat Makassar, sehingga terjadi penyeretan massa air di bagian pantai perairan Barru. Kekosongan massa air pada lapisan permukaan ini menyebabkan terjadinya upwelling, yaitu peristiwa naiknya massa air dari lapisan bawah ke lapisan atas. Akibatnya, zat‐zat hara diduga ikut terangkat ke permukaan dan selanjutnya meningkatkan pertumbuhan plankton yang merupakan sumber makanan bagi ikan layang. Dengan demikian, perairan Barru yang cukup subur pada musim timur menjadi habitat yang cocok bagi ikan layang, karena didukung oleh salinitas perairan yang tinggi. Ikan layang ini sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan biasanya akan bermigrasi untuk menghindari perairan yang salinitasnya rendah.
41
Dinamika daerah penangkapan ikan layang sangat dipengaruhi oleh salinitas perairan. Ikan layang tergolong stenohaline pada perairan yang memiliki salinitas tinggi. Hardenberg (1937) diacu dalam Burhanuddin et al. (1983) mengemukakan bahwa ikan layang menyukai perairan dengan salinitas 32‐34 ‰, sedangkan menurut Lussinap et al.
(1970), salinitas optimum untuk penyebaran ikan layang berkisar 32,0‐
32,5 ‰. Ikan layang senang dengan perairan yang jernih, dan banyak tertangkap pada perairan sejauh 20‐30 mil dari pantai.
Keberadaan ikan layang di perairan utara Jawa sangat dipengaruhi oleh salinitas dan arus. Ikan layang melakukan migrasi masuk dan keluar perairan Laut Jawa mengikuti arus yang massa airnya memiliki salinitas tinggi karena ikan tersebut bersifat stenohaline.
Sumber massa air yang masuk ke Laut Jawa ini tentu saja berbeda sesuai dengan perubahan periode musim. Akibatnya, populasi ikan layang yang ditemukan di perairan utara Jawa juga berasal dari berbagai sumber yang berbeda sesuai dengan periode musim tersebut. Dengan demikian, para ahli biologi perikanan membagi populasi ikan layang yang ditemukan di perairan utara Jawa berdasarkan musim, sebagai berikut : (1) Ikan layang barat: ikan layang yang ditemukan di Laut Jawa pada
musim barat dan populasi ini berasal dari Samudera Hindia yang mengikuti aliran massa air (drift) ke Laut Jawa melalui Selat Sunda.
(2) Ikan layang timur: ikan layang yang ditemukan di Laut Jawa pada musim timur dan populasi ini berasal dari Laut Flores dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, ikan layang timur dapat dikelompokkan menjadi dua populasi berdasarkan sumbernya. Populasi pertama,
42
berasal dari Laut Flores dan masuk ke Laut Jawa melalui Selat Gaspar dan Selat Karimata. Populasi kedua, berasal dari Samudera Pasifik dan masuk ke Laut Jawa melalui Selat Makassar.
(3) Ikan layang utara: ikan layang yang ditemukan di Laut Jawa dan populasi ini berasal dari Laut Cina Selatan (Natuna).
Pada musim timur (Juni‐September), massa air yang bersalinitas tinggi mengalir dari Laut Flores dan dari Samudera Pasifik melalui Selat Makasar dan masuk ke Laut Jawa kemudian keluar melalui Selat Gaspar, Selat Karimata dan Selat Sunda. Ikan layang dari Laut Flores dan Samudera Pasifik bermigrasi mengikuti arus ke arah barat hingga sampai di perairan Laut Jawa (Gambar 4). Ikan layang yang melakukan migrasi ini belum dewasa (immature) ketika masih berada di Laut Flores, namun setelah sampai di perairan Bawean (Laut Jawa), ikan tadi sudah mencapai tahap dewasa (mature). Ikan ini bergerak dari Bawean mengikuti arus ke barat secara dispersal, akibatnya, pada musim timur terjadi musim puncak penangkapan di perairan Bawean, Karimunjawa, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon, bahkan sampai di Teluk Jakarta.
Populasi ikan layang yang berasal dari Laut Flores dan Samudera Hindia yang tertangkap pada musim timur di Laut Jawa ini sering disebut sebagai populasi ikan layang timur.
Pada musim barat (Desember‐Maret), arus permukaan bergerak dari Laut Cina Selatan (Natuna) memasuki Laut Jawa dari arah barat (Gambar 5). Arus dari Laut Cina Selatan ini memiliki salinitas yang tinggi dan sesuai dengan habitat yang dikehendaki ikan layang. Pada musim barat ini tejadi curah hujan yang tinggi sehingga massa air dari Laut Cina
43
Selatan ini mengalami pengenceran dari sungai‐sungai yang berasal dari daratan Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Akibatnya salinitas turun dan mendorong air yang bersalinitas tinggi ke arah timur. Massa air dengan salinitas rendah inilah yang dianggap sebagai penghalang masuknya ikan layang ke Selat Sunda ketika curah hujan tinggi pada bulan Desember‐
Februari.
Gambar 4 Pola migrasi ikan layang dari Laut Flores dan Samudera Pasifik ke perairan utara Jawa pada musim timur.
Pada bulan Maret, pengaruh pengenceran oleh curah hujan kemungkinan besar telah mereda dan salinitas mulai meningkat sehingga dapat memberi peluang bagi sebagian populasi ikan layang yang berasal dari Laut Cina Selatan memasuki Laut Jawa melalui Selat Gaspar dan Selat Karimata. Sebagian lagi bermigrasi terus ke arah timur sampai di Bawean, Masalembo dan sebagian lagi membelok ke arah selatan
= jalur & arah migrasi ikan layang
44
sampai di Selat Bali. Kelompok ikan layang yang berasal dari Laut Cina Selatan memasuki Laut Jawa melalui Selat Gaspar dan Selat Karimata pada bulan Desember‐Maret bertepatan dengan musim barat, dan kelompok ikan ini sering disebut sebagai populasi ikan layang utara.
Gambar 5 Pola migrasi ikan layang dari Laut Cina Selatan ke perairan utara Jawa pada musim barat.
Perairan yang memiliki salinitas rendah dapat menghalangi migrasi ikan layang utara untuk lebih jauh bergerak ke selatan sehingga ikan layang yang berasal dari Laut Cina Selatan tidak akan dijumpai di sekitar Kepulauan Seribu maupun Teluk Jakarta. Berbeda halnya dengan ikan layang yang berasal dari Laut Flores pada musim timur yang dapat ditemukan di Teluk Jakarta.
= jalur & arah migrasi ikan layang
45
Ikan layang barat adalah kelompok ikan yang berasal dari Samudera Hindia yang mengikuti drift melalui Selat Sunda masuk ke perairan Jawa. Asikin (1971) mengemukakan bahwa ikan layang barat ini tidak selalu muncul di Laut Jawa terutama apabila arus musim barat kurang kuat alirannya. Pada musim barat, populasi ikan layang timur yang masih berada di Laut Jawa bergerak ke arah timur, dimana pada saat itu populasi ikan layang barat memasuki Laut Jawa. Dengan demikian, ikan layang yang tertangkap di perairan utara Jawa pada musim barat diduga merupakan ikan layang campuran , yaitu ikan layang timur dan ikan layang barat.
Kondisi daerah penangkapan ikan di perairan Laut Jawa bagian barat cukup dinamis pada musim barat. Wilayah tersebut merupakan tiga massa air yang salinitasnya berbeda satu sama lain. Zona paling barat dibatasi oleh massa air laut yang memiliki salinitas rendah akibat adanya pengenceran massa air dari sungai‐sungai yang berasal dari pantai timur Sumatera dan Bangka. Zona sebelah timur dibatasi oleh massa air laut yang memiliki salinitas tinggi yang berasal dari Samudera Hindia melalui Selat Sunda. Zona sebelah utara dibatasi oleh massa air laut yang memiliki salinitas tinggi yang dibawa oleh arus Laut Cina Selatan. Pertemuan ketiga massa air yang berbeda karakteristiknya ini akan menciptakan kondisi baru pada suatu wilayah yang seolah‐olah berbentuk segitiga. Ikan layang biasanya menghindari salinitas rendah pada daerah segitiga tersebut sehingga bukan merupakan daerah penangkapan yang baik untuk ikan layang.
46
Persentase produksi ikan layang yang tertangkap dari perairan Laut Jawa menduduki urutan tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya (Tabel 3). Jumlah tangkapan ikan layang yang cukup tinggi dari Laut Jawa ini terkait erat dengan pergerakan massa air (arus) dan kondisi salinitas perairan yang kondusif untuk kegiatan migrasi ikan layang dari Laut Flores menuju Laut Jawa.
Suhu perairan memiliki peranan penting dalam penyebaran dan dinamika daerah penangkapan ikan layang. Ikan layang dapat beradaptasi pada perairan dengan kisaran suhu yang cukup lebar, yaitu 20‐30°C, bahkan mampu beradaptasi pada suhu perairan yang lebih rendah lagi, yaitu pada suhu 12‐25°C. Ikan layang biasanya memijah pada perairan yang mempunyai suhu minimum 17°C (Laevastu dan Hela, 1970).