IKAN PELAGIS
3.1.2 Ikan kembung
46
Persentase produksi ikan layang yang tertangkap dari perairan Laut Jawa menduduki urutan tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya (Tabel 3). Jumlah tangkapan ikan layang yang cukup tinggi dari Laut Jawa ini terkait erat dengan pergerakan massa air (arus) dan kondisi salinitas perairan yang kondusif untuk kegiatan migrasi ikan layang dari Laut Flores menuju Laut Jawa.
Suhu perairan memiliki peranan penting dalam penyebaran dan dinamika daerah penangkapan ikan layang. Ikan layang dapat beradaptasi pada perairan dengan kisaran suhu yang cukup lebar, yaitu 20‐30°C, bahkan mampu beradaptasi pada suhu perairan yang lebih rendah lagi, yaitu pada suhu 12‐25°C. Ikan layang biasanya memijah pada perairan yang mempunyai suhu minimum 17°C (Laevastu dan Hela, 1970).
47 Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
Spesies : Rastrelliger spp.
Kadir (1967) mengemukakan bahwa ikan kembung (Rastrelliger spp.) yang terdapat di Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga spesies, yaitu kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (R.
neglectus), dan R. brachyoma. Sedangkan Burhanuddin et al. (1984) menyatakan bahwa ketiga spesies ikan kembung tersebut adalah kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) dan Rastrelliger faughni.
Ikan kembung (Rastrelliger spp.) mempunyai cirri‐ciri morfologi sebagai berikut: tubuhnya berbentuk seperti cerutu (pusiform) dan ditutupi oleh sisik berukuran kecil yang tidak mudah lepas, mempunyai jaringan insang yang panjang dan banyak sehingga mulut ikan kembung seperti penuh dengan bulu‐bulu (Collette & Nauen, 1983).
Ciri‐ciri meristik ikan kembung (Rastrelliger spp.) adalah sirip punggungnya terpisah menjadi dua buah. Sirip punggung pertama berjari‐jari keras 10, sedangkan sirip punggung yang kedua berjari‐jari lemah 11‐12. Sirip dada (pectoral) terdiri dari 16‐19 jari‐jari lemah, sirip perut (ventral) terdiri dari 7‐8 jari‐jari lemah. Sirip ekor (caudal) terdiri dari 50‐52 jari‐jari lemah bercabang dan sisik pada gurat sisi (linea lateralis) terdiri dari 127‐130 buah sisik (Collette & Nauen, 1983).
Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) mempunyai bentuk tubuh panjang dan agak pipih. Kepala sedikit lebih panjang dari tinggi badan. Panjang baku 4,3‐5,2 kali tinggi badan. Tubuh berwarna
48
keperakan dan pada bagian punggung hijau kebiruan. Pada bagian bawah gurat sisi terdapat 2 buah garis memanjang berwarna biru. Pada tubuh bagian samping atas terdapat deretan noda‐noda hitam. Sirip berwarna terang.
Gambar 6 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger neglectus).
Kembung lelaki jarang muncul ke permukaan, dan sering tertangkap pada ukuran 19 cm. Biasanya ikan ini mempunyai kelompok yang padat dan dijumpai pada perairan yang lebih jernih dan agak jauh dari pantai karena menyukai kadar garam yang lebih dari 33‰
(Puslibangkan, 1994 diacu dalam Amri, 2002).
Penyebaran ikan kembung dan faktor yang mempengaruhinya
Penyebaran ikan kembung secara geografis sangat luas, yaitu meliputi daerah Indo‐Pasifik mulai perairan Afrika Selatan sampai sekitar Kepulauan Salomon. Rastrelliger brachyoma menyebar pada daerah tropis Indo‐Pasifik yang meliputi perairan Afrika Selatan, Laut Andaman,
Rastrelliger kanagurta Rastrelliger neglectus
49
Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Papua Nugini, Philipina dan Kepulauan Salomom (Jones & Rosa diacu dalam Bal & Rao, 1984).
Penyebaran ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) secara geografis sangat luas, kecuali bagian selatan perairan pantai Australia, bagian barat Laut Merah dan bagian timur Jepang. Ikan kembung lelaki sering ditemukan dalam kelompok (schooling) besar di permukaan, dan makanannya adalah fitoplankton (Puslitbangkan 1994 diacu dalam Amri 2002).
Penyebaran ikan kembung hampir meliputi seluruh perairan Indonesia. Konsentrasi terbesar ikan kembung lelaki terdapat di perairan Natuna, perairan Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan, Laut Arafura, dan Pantai Barat Sumatera. Penyebaran ikan kembung perempuan yang utama di perairan Indonesia terdapat di perairan Kalimantan, barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Malaka dan Muna‐Buton (Suhendrata dan Amin, 1990). Indeks kelimpahan (densitas) ikan kembung terbanyak di perairan Indonesia ditemukan di perairan Selat Malaka (2,60 kg/km2), menyusul di Teluk Tomini dan Laut Seram (2,48 kg/km2), serta Laut Arafuru (2,14 kg/km2), sedangkan paling kecil terdapat di Laut Banda (1,20 kg/km2), seperti disajikan pada Tabel 5.
Ikan kembung termasuk salah satu jenis mackerel yang bersifat diurnal yang aktif mencari makan pada siang hari. Suhu optimum untuk penyebaran ikan kembung di daerah subtropis berkisar 17‐25oC. Untuk perairan tropis, kisaran suhu optimumnya antara 20‐30oC. Namun demikian, khusus untuk perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, suhu tidak secara jelas memberikan gambaran spesifik terhadap
50
penyebaran dan pertumbuhan optimum ikan kembung. Hal tersebut mungkin disebabkan karena perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, mempunyai variasi suhu tahunan yang kecil bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan subtropis.
Tabel 5 Indeks kelimpahan ikan kembung di perairan Indonesia No Wilaya Perairan Indeks Kelimpahan (kg/km2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selat Malaka Laut Cina Selatan Laut Jawa
Selat Makassar dan Laut Flores Laut Banda
Laut Arafuru
Teluk Tomini dan Laut Seram Laut Sulawesi dan Pasifik Samudera Hindia
2,60 1,84 1,70 1,98 1,20 2,14 2,48 1,57 1,89
Sumber : Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut‐LIPI (1998)
Kembung lelaki kemungkinan besar memijah antara bulan April‐
Agustus dan Desember dengan puncak pemijahan pada bulan Agustus (Nurhakim 1993). Namun periode musim pemijahan ini terkadang bervariasi tergantung pada dinamika faktor‐faktor eksternal lingkungan perairan. Pergeseran periode musim pemijahan ini selanjutnya dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan rekruitmen dan penyebaran geografis daerah penangkapan ikan.
Keberadaan ikan kembung dapat diketahui dengan melihat tanda‐tanda di laut pada siang hari. Tanda‐tanda itu seperti perairan kelihatan lebih pekat dari sekelilingnya serta adanya percikan‐percikan
51
yang disebabkan gerakan schooling ikan yang lapisan renangnya berada dekat dengan lapisan permukaan perairan. Tingkah laku tersebut sangat jelas dan khas bagi ikan kembung perempuan. Pada malam hari dalam keadaan gelap, ikan kembung perempuan berada di lapisan permukaan, dan bagian punggungnya akan kelihatan berkilauan pada saat gelap, sehingga nelayan lebih mudah menemukannya dan penangkapan ikan akan lebih mudah dilakukan.
Kembung perempuan lebih menyenangi perairan yang memiliki salinitas rendah, berbeda dengan kembung lelaki yang lebih memilih perairan dengan salinitas relatif tinggi. Hal ini terbukti dari daerah penyebaran kembung lelaki yang cenderung berada pada perairan jernih dan agak jauh dari pantai yang memiliki salinitas lebih tinggi daripada di daerah pantai, sedangkan kembung perempuan lebih terkonsentrasi pada perairan sekitar pantai yang salinitasnya lebih rendah daripada di perairan lepas pantai. Susanto diacu dalam Kadir (1967) melaporkan bahwa kembung lelaki dijumpai pada salinitas tinggi, yaitu sekitar 33‐
35‰, sedangkan kembung perempuan pada salinitas 30‐31‰.
Arus yang tenang sangat membantu ikan kembung perempuan untuk memperoleh makan, karena makanan yang tersedia tidak akan cepat terbawa arus. Ikan ini menghindari perairan yang arusnya kuat dan bergelombang. Kondisi arus yang kuat biasanya akan menghambat ikan kembung dalam mencari makan. Namun demikian, arus yang tidak terlalu kuat dapat dimanfaatkan oleh ikan kembung dalam migrasinya ke perairan yang sesuai dengan habitatnya.
52 3.1.3 Ikan lemuru
Aspek biologi ikan lemuru
Jenis ikan yang dikelompokan ke dalam jenis ikan lemuru dalam buku statistik perikanan Indonesia adalah Sardinella longicep, S. aurita, S. leiogaster, S. clupeiodes, dan Amblygaster sirm. Jenis ikan yang paling umum dikenal masyarakat diantara lima spesies lemuru ini adalah Sardinella longicep terutama yang terdapat di perairan Selat Bali dan sekitarnya.
Ada beberapa perbedaan nama yang digunakan untuk species lemuru yang tertangkap di Selat Bali. Namun berdasarkan hasil revisi dari Wongratana, nama yang digunakan dalam FAO Species Catalogue yang terbaru untuk ikan lemuru tersebut adalah Sardinella lemuru (Whitehead, 1986 diacu dalam Merta 1991) atau sering dikenal dengan nama internasional Bali Sardinella. Taksonomi ikan lemuru menurut Bleeker (1853) adalah :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata Superclass : Osteichthyes
Class : Actinopterygii Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Clupeomorpha Order : Clupeiformes
Suborder : Clupeoidei
53
Family : Clupeidae Subfamily : Clupeinae
Genus : Sardinella
Spesies :Sardinella lemuru
Menurut Weber dan Beaufort (1965) diacu dalam Damarjati (2001), lemuru mempunyai rumus sirip punggung D.16‐18, sirip dubur A.13‐16, sirip dada P.15‐16, dan sirip perut V.8‐9. Tipe sisik lemuru adalah sikloid, sisik garis rusuk L1.45 dan sisik melintang Ltr.12‐13.
Bentuk tubuh memanjang, cembung dan membundar pada bagian perut.
Suboverkulum membentuk segi empat dengan bagian bawah melengkung. Sirip punggung lebih dekat ke ekor daripada ke moncong, permulaan sirip depan perut berada di belakang pertengahan sirip punggung.
Chan (1965) diacu dalam Damarjati (2001) mengemukakan bahwa gigi ikan lemuru tumbuh pada langit‐langit mulut sambungan tulang rahang bawah dan lidah. Tapis insang di bagian belakang mata berjumlah 120 lembar, lebarnya kurang dari setengah tinggi overkulum.
Sisiknya lembut dan bertumpuk tidak teratur, jumlah sisik di depan sirip punggung 13‐15. Sisik duri (scute) terdapat di depan sirip perut 18 dan 14 lainnya di belakang sirip perut. Lemuru berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian lambung, serta memiliki sirip transparan. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm, tetapi pada umumnya hanya 10‐15 cm.
54
Ciri‐ciri umum ikan lemuru yang terdapat di perairan Selat Bali menurut Dwiponggo (1982) adalah:
(1) Bentuk badan bulat memanjang, perut agak menipis dengan sisik‐
sisik duri yang menonjol dan tajam.
(2) Berwarna biru kehijauan di bagian punggung, putih keperakan di bagian bawah.
(3) Pada bagian atas penutup insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris bulatan‐bulatan hitam sebanyak 10 – 20 buah.
(4) Siripnya berwarna abu‐abu kekuning‐kuningan.
(5) Warna sirip ekor kehitaman dan demikian juga pada ujung moncongnya.
(6) Termasuk pemakan plankton.
(7) Panjang dapat mencapai 23 cm dan umumnya 17‐18 cm.
Nelayan di perairan Selat Bali memberikan istilah lokal untuk ikan lemuru sesuai dengan ukuran panjangnya, yaitu : sempenit ( < 11 cm), protolan ( 11‐15 cm), lemuru (15‐18 cm), dan lemuru kucing ( >18 cm).
Gambar 7 Ikan Lemuru.
55
Nama lokal ikan lemuru di berbagai pelabuhan perikanan yang terdapat di Indonesia, adalah:
(1) Lemuru : pelabuhan perikanan Palabuhanratu, Pekalongan, Sorong, Prigi, Ambon, Ternate, Jakarta, Brondong, Belawan, Sibolga, Cilacap, Pengambengan, Karangantu, Bajomulyo, Banjarmasin.
(2) Sardin : pelabuhan perikanan Bitung.
(3) Gaben : pelabuhan perikanan Teluk Batang.
(4) Tembang : pelabuhan perikanan Kendari.
(5) Dencis : pelabuhan perikanan Sungailiat.
Lemuru dapat mencapai umur 4 tahun dengan rata‐rata panjang 115 mm pada umur 1 tahun, 155 mm pada umur 2 tahun, 186 mm pada umur 3 tahun dan 203 mm pada umur 4 tahun. Ikan lemuru memijah pada bulan Juni‐Juli dan biasanya bermigrasi menuju perairan pantai yang salinitasnya rendah (Dwipongo, 1972 diacu dalam Merta, 1995).
Sedangkan Whitehead (1985) mengemukakan bahwa lemuru memijah pada akhir musim hujan setiap tahun. Menurut Merta (1995), ikan lemuru biasanya memijah setelah mencapai panjang 17,79‐18,3 cm di perairan yang dalam, dan biasanya terdapat pada perairan yang tidak terganggu oleh kebisingan yang berasal dari mesin kapal.
56 Penyebaran dan tingkah laku ikan lemuru
Ikan lemuru (Sardinella lemuru) tergolong dalam jenis ikan pelagis kecil dan merupakan penghuni perairan tropis yang ada di daerah Indo‐
Pacific. Menurut FAO (2000), penyebaran ikan lemuru terdapat di Samudera Hindia bagian timur yaitu Phuket, Thailand, pantai selatan Jawa Timur dan Bali, Australia, dan di sebelah barat Jawa. Sedangkan menurut Whitehead (1985) diacu dalam Merta (1992), penyebaran ikan lemuru terdapat di Lautan Pasifik sebelah Barat yang meliputi utara Laut Jawa sampai Philipina, Hongkong, pulau Taiwan sampai Jepang Selatan.
Soerdjodinoto (1960) diacu dalam Hosniyanto (2003) mengemukakan bahwa selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, lemuru juga terdapat di selatan Ternate, Selat Madura, Selat Sunda, dan Teluk Jakarta. Pada waktu‐waktu tertentu juga tertangkap di Laut Jawa bagian luar pantai Jawa Tengah. Penyebaran lemuru di perairan Indonesia disajikan pada Gambar 8.
Konsentrasi ikan lemuru di sebelah tenggara pulau Jawa dan Bali sebagian besar berada di Selat Bali. Sumberdaya ikan lemuru telah dieksploitasi secara intensif di perairan Selat Bali karena jenis ikan ini merupakan tulang punggung kegiatan usaha perikanan di perairan tersebut. Perikanan lemuru mempunyai peranan penting pada ekonomi lokal Propinsi Bali dan Jawa Timur, baik sebagai basis penangkapan, pendaratan maupun usaha pengolahan tradisional dan modern. Hasil tangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali mampu memberikan kontribusi sebesar 40% dari total ikan lemuru yang ada di Indonesia.
57
Gambar 8 Daerah penyebaran ikan lemuru potensial di Indonesia.
Ekploitasi terhadap ikan lemuru makin intensif dilakukan dewasa ini karena permintaan terhadap produk ikan lemuru cukup besar di pasaran. Hal ini disebabkan karena ikan lemuru dapat menghasilkan beberapa jenis produk yang memiliki harga yang cukup tinggi dan dapat diekspor (exportable). Ikan lemuru dapat menghasilkan beberapa produk penting (Gambar 9).
Pada Gambar 9 terlihat bahwa seluruh tangkapan ikan lemuru dapat menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi. Pertama, ikan lemuru yang memiliki kualitas tinggi dapat diolah menjadi ikan kaleng, pindang, ikan asin. Produk kedua adalah tepung ikan, yang berasal dari tangkapan yang mutunya kurang bagus, kepala ikan, isi perut, bagian ekor dan sirip. Produk ketiga adalah hasil olahan sampingan yang berasal dari minyak ikan lemuru itu sendiri. Minyak ikan yang terdapat dalam
: Daerah penyebaran
58
tubuh ikan lemuru belakangan diketahui mengandung omega‐3 yang dapat bermanfaat sebagai obat penyakit jantung koroner karena mampu menurunkan kandungan kolesterol pada tubuh manusia. Kandungan omega‐3 juga dapat meningkatkan kecerdasan manusia, sehingga minyak ikan lemuru digunakan sebagai bahan campuran pangan pada minyak goreng, mentega dan saos.
Gambar 9 Produk utama dan turunan yang dihasilkan dari ikan lemuru.
Hasil olahan sampingan (minyak ikan)
Campuran makanan ternak dan unggas
(exportable)
Tangkapan lemuru
Exportable Tangkapan prima
(1) Ikan keleng (2) Pindang (3) Ikan asin
Tangkapan jelek
Tepung ikan
Minyak ikan mengandung omega‐3:
(1) Menurunkan kandungan kolesterol (2) Obat penyakit jantung koroner (3) Meningkatkan kecerdasan manusia Campuran minyak
goreng, mentega, dan saos
59
Selat Bali merupakan daerah perairan yang relatif sempit (sekitar 960 mil2). Mulut bagian utara sekitar 1 mil dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam. Perairan Selat Bali ini mempunyai kesuburan yang tinggi. Penyebaran ikan lemuru di Perairan Selat Bali mempunyai batas wilayah tertentu. Daerah penangkapan sewaktu terjadi musim lemuru adalah ke arah barat sampai ke Teluk Grajagan, sedangkan di daerah Pulau Bali dan Candi Kesuma melebar ke arah tenggara hingga sampai ke Semenanjung Bukit.
Daerah penangkapan ikan lemuru dengan purse seine di Selat Bali terdapat di Klosot (Wringinan), Senggrong, Tj. Angguk, Karang Ente sampai ke wilayah Grajakan di bagian selatan (Paparan Jawa‐Selat Bali).
Fishing base dari purse seine ini terdapat di Muncar. Daerah penangkapan pada Paparan Bali dimulai dari Perancak, Pulukan, Seseh sampai Uluwatu (Gambar 10). Jarak terjauh daerah penangkapan ikan dari PPP Muncar kurang lebih sejauh 18‐116 km (11‐72 mil) dan jarak terdekat sekitar 11 mil (Muntoha, 1998).
Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) melaporkan bahwa ikan lemuru di perairan Selat Bali hanya terkonsentrasi di paparan Jawa dan Bali pada kedalaman kurang dari 200 m, sedangkan di luar paparan tidak dapat ditemukan. Hosniyanto (2003), menyatakan bahwa ikan lemuru mempunyai kebiasaan membentuk gerombolan (schooling) dan pada siang hari schooling dalam jumlah yang cukup padat di dasar perairan, sedangkan pada malam hari naik ke permukaan dan agak menyebar.
Schooling lemuru terkadang ditemukan di atas permukaan selama siang
60
hari ketika cuaca berawan dan gerimis. Penangkapan dilakukan selama malam hari ketika ikan berenang dekat dengan permukaan air.
Gambar 10 Daerah penyebaran ikan lemuru di Selat Bali.
Juvenile lemuru tinggal di perairan yang dangkal dan menjadi target dari alat tangkap tradisional, seperti liftnet, gillnets, dan lain lain.
Lemuru berada di teluk Pangpang, dekat ujung Sembulungan dan Semenanjung Senggrong di sisi pulau Jawa dan di Teluk Jimbaran‐Bali.
Ukuran ikan terkecil yang tertangkap kurang dari 11cm (nama lokal disebut sempenit) secara umum mulai bulan Mei sampai September dan kadang‐kadang meluas ke Desember. Ikan yang lebih besar menghuni perairan lebih dalam dan secara umum ukuran dari ikan bertambah panjang semakin ke arah selatan.
61
Keberadaan ikan lemuru di Selat Bali bersifat musiman karena muncul pada periode waktu tertentu saja. Ikan ini bermigrasi secara musiman dimana pada saat tertentu berada jauh dari jangkauan penangkapan. Keadaan ini terjadi pada bulan Februari dan Maret (Hosniyanto, 2003). Hartoyo, et al. (1998) menyatakan bahwa pada musim timur dapat diketahui bahwa ikan lemuru di Selat Bali terdistribusi mulai dari permukaan hingga kedalaman 125 m. Densitas ikan terbesar terdapat pada kedalaman 25‐50 m dan paling rendah terdapat pada lapisan 1‐10 m (Tabel 6).
Tabel 6 Densitas ikan lemuru di Selat Bali pada musim timur menurut strata kedalaman
No Strata kedalaman (meter) Densitas ikan (ekor/1000m3) 1
2 3 4 5
5 – 10 10 – 25 25 – 50 50 – 75 75 – 125
9216 46390 83363 71533 71533
Berdasarkan data dari Resort Muncar tahun 1999, musim ikan lemuru di Selat Bali menurut ukurannya adalah sebagai berikut: (1) Sempenit pada bulan Agustus sampai Desember, (2) Protolan pada bulan Januari sampai Desember, (3) Lemuru pada bulan Mei sampai Desember, dan (4) Lemuru kucing pada bulan Oktober sampai Desember. Produksi lemuru mulai meningkat sejak bulan Agustus. Peningkatan produksi ini dapat dilihat dari munculnya lemuru sempenit. Ikan sempenit diganti oleh ikan lemuru protolan antara bulan Desember sampai Maret.
62
Penurunan ikan lemuru protolan selanjutnya diikuti oleh peningkatan produksi ikan lemuru kucing. Ikan Lemuru sempenit dan protolan masih berukuran muda dan sebagian besar diduga masih belum mengalami matang gonad. Dengan demikian, kegiatan penangkapan ikan lemuru antara bulan Juli sampai dengan April di Selat Bali cukup berbahaya terhadap kelestarian sumberdaya ikan lemuru.
Dinamika daerah penangkapan ikan lemuru dan faktor yang mempengaruhinya
Ikan pada umumnya menunjukkan suatu respon tertentu akibat perubahan lingkungan, seperti suhu, cahaya, nutrient, salinitas, dan lain‐
lain. Perubahan tingkah laku ikan ini akan mempengaruhi penyebaran habitat dan dinamika daerah penangkapan ikan.
Ikan merupakan hewan berdarah dingin (poikilothermic), yang suhu tubuhnya selalu menyesuaikan terhadap suhu lingkungan sekitarnya. Ikan mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih kisaran suhu tertentu yang memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas secara maksimum dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan penyebarannya. Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme dan rangsangan syaraf yang selanjutnya akan berdampak terhadap laju pertumbuhan, aktivitas makan, dan kecepatan renang ikan.
Pengaruh suhu perairan terhadap tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu dan
63
arus perairan selama dan setelah pemijahan adalah faktor yang sangat penting untuk menentukan daya tahan larva ikan. Oleh karena itu, anomali suhu yang ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut. Anomali suhu dalam periode yang cukup lama dapat berpengaruh terhadap migrasi ikan yang akhirnya menyebabkan perpindahan tempat pemijahan (spawning ground) dan daerah penangkapan (fishing ground) secara periodik.
Suhu permukaan laut merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Lapisan teratas sampai kedalaman kira‐kira 50‐70 m dapat mengalami pengadukan karena pengaruh angin, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28°C) yang homogen. Oleh sebab itu lapisan teratas ini sering pula disebut lapisan homogen atau lapisan tercampur (mixed layer). Dengan adanya pengaruh arus dan pasang surut, mixed layer ini bisa menjadi lebih tebal lagi, bahkan dapat mencapai hingga dasar perairan di perairan dangkal.
Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah dari lapisan dalam yang dingin oleh lapisan termoklin. Lapisan permukaan (mixed layer) sangat mendukung terhadap kehidupan dan penyebaran ikan pelagis termasuk ikan lemuru, secara pasif mengapungkan plankton, telur ikan, dan larva, sementara lapisan air dingin di bawah termoklin mendukung kehidupan hewan‐hewan bentik dan hewan laut dalam (Reddy, 1993).
Soerjodinoto (1980) diacu dalam Hosniyanto (2003) menyatakan bahwa ikan lemuru cenderung bermigrasi ke arah pantai untuk bertelur
64
karena salinitasnya yang rendah, dan ikan ini meletakkan telur‐telurnya di atas perairan. Ikan‐ikan lemuru yang tertangkap di Perairan Selat Bali memijah pada bulan Juni‐Juli dan tempatnya tidak jauh dari Pantai Selat Bali. Hal ini diketahui berdasarkan data hasil tangkapan ikan sempenit dengan bagan tancap di Teluk Pangpang. Ikan lemuru di Selat Bali ada kemungkinan memijah pada akhir musim hujan setiap tahunnya (Whitehead, 1985 yang diacu oleh Hosniyanto, 2003). Bahkan nelayan seringkali beranggapan bahwa musim hujan merupakan suatu indikasi makin dekat datangnya ikan lemuru, kemudian akan menghilang kerena hujan sangat sedikit pada bulan Maret dan April.
Ikan lemuru yang ditemukan di perairan Selat Bali cenderung menyukai perairan yang bersuhu agak dingin dan salinitas tinggi.
Kejadian ini menunjukkan bahwa meningkatnya kelimpahan ikan lemuru seiring dengan menurunnya suhu dan meningkatnya salinitas. Namun demikian, faktor lain seperti persediaan makanan berupa fitoplankton juga turut mempengaruhi keberadaan lemuru.
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan ‰ (per mil, gram per liter). Salinitas di perairan samudera berkisar antara 34‐35‰. Setiap organisme laut, termasuk ikan memiliki kemampuan yang berbeda untuk beradaptasi terhadap perubahan salinitas perairan, karena kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh masing‐masing jenis ikan umumnya berbeda satu sama lain. Berdasarkan kemampuan adaptasi ikan terhadap perubahan salinitas, maka organisme laut dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah organisme euryhaline yang mampu