IKAN DEMERSAL DAN IKAN KARANG
4.2 Ikan Karang
4.2.1 Ikan kerapu
156
frekuensi kejadian yang ditemukan bahwa jumlah telur dan larva paling banyak ditemukan pada bulan tertentu tergantung pada jenis spesies.
Musim pemijahan ini juga dapat terjadi lebih dari satu musim.
Penyebaran habitat dan keberhasilan rekruitment ikan kakap (Lates calcarifer) turut dipengaruhi oleh kondisi hutan bakau (mangrove). Ikan kakap umumnya memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai nursery area dan feeding area. Fase larva berada di daerah mangrove kemudian fase dewasa terdapat di daerah estuaria, dimana terjadi percampuran antara air laur dan air tawar, bahkan ikan ini terkadang ditemukan hingga air tawar (sungai dan tambak ikan).
157
cenderung meningkat setiap tahun, bahkan stok ikan ini diduga sudah semakin menipis stoknya di berbagai wilayah perairan Indonesia.
Ikan kerapu biasa diekspor dalam keadaan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, dan Amerika Serikat. Romimohtarto dan Juwana (2001) menyatakan bahwa ikan kerapu mengandung Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) dan Decosa Hexaenoic Acid (DHA) yang tinggi. Kedua unsur EPA dan DHA ini dapat mencegah penyakit kanker, alergi, menurunkan tekanan darah, dan dapat memperlambat proses penuaan atau kepikunan. Kandungan unsur EPA dan DHA yang terdapat dalam tubuh ikan kerapu tersebut kemungkinan besar menjadi suatu alasan bagi masyarakat terutama di luar negeri untuk semakin menggemari ikan tersebut selain karena cita rasa dagingnya yang lezat.
Ikan kerapu dalam dunia internasional dikenal dengan berbagai nama seperti groupers, rockcods, hinds, dan seabases. Ikan ini termasuk dalam famili Serranidae. Menurut Chen (1976) diacu dalam Basyarie (2001), jumlah spesies ikan kerapu di perairan Taiwan sebanyak 27 jenis, di Philipina dan Indonesia sebanyak 46 jenis. Jenis atau spesies tersebut berasal dari 7 genus. Sistematika ikan kerapu menurut FAO (1974) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata Class : Pisces
Sub class : Teleostei Ordo : Percomorphi
158 Subordo : Percoidea
Family : Serranidea
Sub family : Epinephelinae Genus : Aethaloperca
Anyperodon Sephalopholis Cromileptes Plectropomus Variola Epinephelus.
Jenis ikan kerapu di Indonesia diperkirakan 38 spesies, dan 25 spesies di antaranya sangat umum (familiar). Nama kerapu biasanya digunakan untuk empat genus, yaitu Epinephelus, Variola, Plectropomus dan Cromileptes. Ikan kerapu yang paling banyak spesiesnya berasal dari genus Epinephelus (Nontji, 2002). Genus yang umum ditemukan di perairan Indonesia adalah Epinephelus, Cromileptes, dan Plectropomus.
Jenis kerapu yang berasal dari genus Epinephelus yang umum dikenal adalah kerapu lumpur (Epinephelus tauvina dan Epinephelus suillus) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kerapu lumpur dan kerapu macam ini telah banyak dibudidayakan dewasa ini, karena pertumbuhan benihnya paling cepat, dan benihnya tersedia paling banyak di alam (perairan) dibandingkan dengan kerapu jenis lain. Genus Epinephelus mempunyai bentuk badan memanjang. Khusus untuk kerapu lumpur (Epinephelus suillus) memiliki bintik coklat dengan lima pita vertikal berwarna gelap, sehingga sering disebut dengan kerapu hitam.
159
Jenis kerapu yang berasal dari genus Cromileptes yang umum dikenal adalah kerapu bebek atau sering disebut dengan nama kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Jenis ikan ini memiliki harga paling mahal di antara jenis kerapu lainnya, dan dikenal dengan nama polka‐dot grouper atau hump‐bavke rocked di pasaran Internasional. Selain untuk kebutuhan konsumsi, kerapu bebek yang masih muda sering dijadikan sebagai ikan hias. Jenis Cromileptes mempunyai bentuk yang agak pipih, dan warna dasarnya abu‐abu dan terdapat bintik hitam pada badannya.
Pada ikan yang masih muda, bintik‐bintik tersebut lebih besar dan lebih sedikit dibandingkan dengan ikan dewasa. Kepala jenis ikan kerapu ini kecil dengan moncong yang meruncing seperti bebek, sehingga disebut kerapu bebek.
Jenis kerapu yang berasal dari genus Plectropomus yang umum dikenal adalah kerapu sunu atau sunuk atau kerapu lodi (Plectropoma leopardus). Jenis kerapu ini terdapat di perairan Indonesia sebanyak delapan spesies. Ciri morfologis yang khas dari jenis Plectropomus ini adalah warnanya merah dan terkadang dapat berubah menjadi coklat apabila ikan dalam keadaan tekanan (stress).
Ikan kerapu (Epinephelus spp.) dikenal sebagai ikan buas dan bersifat carnivore. Ikan ini bersifat nocturnal, yang aktif mencari makan pada malam hari, sedangkan siang hari lebih banyak berdiam diri dalam liang‐liang karang (sarang). Makanan utama bagi ikan kerapu adalah ikan, cumi‐cumi, udang, dan krustasea lain. Ikan menangkap mangsanya dengan cara menelan mangsa dari tempat berdiam mangsa tersebut atau menangkap mangsa yang mendekat ke sarang ikan kerapu.
160
Kemampuan kerapu untuk menelan mangsanya berbeda sesuai dengan jenis spesiesnya.
Gambar 30 Beberapa jenis/spesies ikan kerapu.
Ikan Kerapu bersifat soliter dan tidak membentuk schooling pada ekosistem terumbu karang. Hal ini sesuai dengan pengamatan Tseng &
Ho (1988) yang menyatakan bahwa habitat ikan Epinephelus akaara berada di sekitar batu karang dan gua‐gua besar yang terbentuk di dalam ekosistem terumbu karang. Ikan tersebut jarang berpindah dan hidup secara soliter. Setiap individu ikan cenderung melakukan aktivitas sendirian walaupun ada 1‐3 ekor ikan hidup berdekatan.
Ikan kerapu bersifat hermaprodite protogini, yaitu pada ikan kerapu yang muda, ikan berkelamin betina dan akan berubah menjadi jantan bila sudah tumbuh menjadi lebih besar atau umurnya bertambah
Kerapu sunu (Plectropoma leopardus)
Kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) Kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus)
161
tua (Nuraini dan Purnomo, 2001). Panjang total larva yang baru menetas sekitar 2,07 mm. Larva ini mendapatkan makanan secara endogenus, yaitu mengabsorpsi kuning telur yang dibawanya hingga pada hari ketiga setelah menetas. Selanjutnya, larva mulai mendapatkan makanan dari lingkungannya seiring dengan mulai terbuka mulutnya. Periode perkembangan larva kerapu sampai pada tahap metamorfosis penuh membutuhkan waktu 35‐40 hari (Akbar dan Sudaryanto, 2000).
Penyebaran Habitat Ikan Kerapu dan Faktor yang Mempengaruhinya
Penyebaran ikan kerapu terdapat di perairan tropis dan sub tropis, dan umumnya terdapat di terumbu karang walaupun ada beberapa spesies di antaranya yang hidup di daerah estuaria. Daerah penangkapan ikan kerapu di Indonesia terdapat di perairan Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Ambon, Maluku Utara, dan Papua.
Kondisi habitat yang disenangi oleh ikan kerapu berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Penyebaran kerapu bebek (Cromileptes sp.) dan kerapu sunu (Plectropomus sp.) tergantung pada keberadaan dan kondisi terumbu karang. Penyebaran kerapu lumpur (Epinephelus spp.) lebih dipengaruhi oleh kawasan daerah muara sungai, disamping keberadaan ekosistem terumbu karang. Kerapu macan (Epinephelus spp.) sangat dipengaruhi oleh kondisi dasar perairan (Tabel 15). Perbedaan karakteristik habitat yang disenangi oleh masing‐masing
162
jenis ikan kerapu akan berpengaruh terhadap penyebaran daerah penangkapannya (Tabel 15).
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyebaran habitat ikan kerapu adalah keberadaan dan kondisi ekosistem terumbu karang (Tabel 15). Ikan ini biasanya berdiam dalam lubang atau liang di daerah karang dan sekitarnya meskipun ada beberapa spesies yang hidup di pantai sekitar muara sungai (estuaria). Terumbu karang tersebut dimanfaatkan oleh ikan kerapu sebagai tempat hidup, bertumbuh, dan mencari makan.
Tabel 15 Penyebaran habitat dan daerah penangkapan yang potensial bagi ikan kerapu berdasarkan jenis/spesies di perairan Indonesia
Jenis kerapu Kondisi habitat Penyebaran daerah penangkapan Kerapu
bebek/tikus
Batu karang atau karang berlumpur
Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung Selatan Kerapu
sunu
Kawasan terumbu karang
Kepulauan Riau, Bangka Selatan, Lampung Selatan, Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa Kerapu
lumpur
Kawasan daerah muara sungai
Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung Kerapu
macan
Dasar berbatu, dan daerah dangkal yang mengandung batu koral
Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon
Sumber : Suhendrata dan Wahyono (1994), Heemstra dan Randall (1993)
Kondisi ekosistem karang yang masih bagus akan menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan dan ketersediaan sumber makanan bagi ikan kerapu. Karang hidup yang kondisinya masih bagus akan sesuai
163
untuk tempat persembunyian (shelter) bagi ikan kerapu, ikan‐ikan kecil, dan krustasea. Ikan‐ikan kecil dan krustasea tersebut merupakan sumber makanan utama bagi ikan kerapu. Ikan kerapu dapat memangsa makanannya apabila berada di dekat lubang persembunyian kerapu, atau dengan cara mendekati tempat berdiamnya mangsa lalu memangsanya. Selain itu, kondisi karang hidup yang masih bagus dapat dimanfaatkan ikan kerapu untuk menghindar dari sinar matahari langsung, khususnya di perairan dangkal. Dengan demikian, kondisi ekosistem karang yang telah rusak akan mengancam kelangsungan hidup ikan kerapu karena terumbu karang tidak dapat lagi digunakan sebagai sarang, perlindungan, dan menjamin persediaan sumber makanan.
Untuk memenuhi permintaan ikan kerapu hidup di pasar ekspor, usaha penangkapan berusaha menggunakan berbagai cara atau metode penangkapan, termasuk racun potasium atau sianida dan bom agar ikan kerapu keluar dari sarangnya. Metode ini jelas merusak lingkungan atau ekosistem terumbu karang karena telur, larva, dan ikan‐ikan kecil yang terdapat di sekitar penangkapan ikan akan mati, bahkan dapat merusak terumbu karang yang menjadi tempat kediaman ikan untuk hidup, tumbuh dan mencari makan.
Penyebaran kerapu macan (Epinephelus spp.) secara vertikal terdapat di dasar perairan berbatu hingga kedalaman 60 m, dan daerah dangkal yang mengandung batu koral. Dalam siklus hidupnya, kerapu macan yang masih muda (juvenil) hidup di perairan karang sekitar pantai pada kedalaman 0,5–3 meter pada padang lamun. Ketika menginjak dewasa, ikan ini bermigrasi ke perairan yang lebih dalam sekitar 7‐40
164
meter pada suhu perairan 27‐28oC dan salinitas perairan 30‐32‰. Telur dan larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal.
Penyebaran kerapu bebek/tikus (Cromileptes sp.) secara vertikal terdapat pada kedalaman 40 meter sampai kedalaman 60 meter. Dalam siklus hidupnya, kerapu bebek ini memiliki pola yang sama dengan kerapu macan, yaitu ikan yang masih muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5‐3 meter, selanjutnya menginjak dewasa bermigrasi ke perairan yang tebih dalam, yaitu sekitar 7‐40 meter.
Daerah penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Lombok Timur dan Nusa Tenggara Barat terdapat di perairan Labuhan Haji, Rambang, Tanjung Luar dan Batu Nampar. Karakteristik dasar perairan di daerah penangkapan tersebut adalah karang berlumpur, pasir lumpur, dan pasir karang. Kedalaman perairan sekitar 7‐40 m. Pada kawasan tersebut juga ditemukan daerah penangkapan benih pada kedalaman 0,5‐3 meter dengan dasar perairan berkarang (Pralampita dan Hartati, 1994).
Daerah penangkapan ikan kerapu di Kabupaten Muna‐Sulawesi Tenggara terdapat di perairan barat Pulau Muna, utara dan selatan Toworo, bagian timur Pulau Muna yang meliputi perairan Tampo, Tanjung Langkolome, Teluk Kolo yang terdapat di bagian timur Pulau Buton (Pralampita dan Hartati, 1994).
Daerah penangkapan ikan kerapu di Sulawesi Tengah terkonsentrasi di Kabupaten Luwuk dan Poso. Untuk Kabupaten Luwuk terdapat di Teluk Tomini sekitar Pagimana dan Teluk Tolo sekitar Kepulauan Banggai. Daerah penangkapan di Kabupaten Poso terdapat di
165
Teluk Tomini sekitar Kepulauan Togian, dan Teluk Tolo terutama di Kepulauan Salabangka dan sekitarnya (Suhendrata dan Wahyono, 1994).
Penyebaran daerah penangkapan ikan kerapu di Sulawesi Selatan terdapat di perairan Pulau‐pulau Sembilan (Kabupaten Sinjai) sampai ke perairan Karang Limpogoh (Hartati dan Indar, 1994).