• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Pada tahun 2022, prevalensi ketidakcukupan pangan di Provinsi Bali sebesar 7,72 (Gambar 2.1). Artinya terdapat 7 sampai 8 orang dari 100 orang di Provinsi Bali yang tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk hidup normal, aktif, dan sehat. Meskipun lebih rendah dibanding catatan di tingkat nasional, angka ini meningkat dibandingkan tahun 2021 yang tercatat sebesar 7,43 persen. Di tingkat nasional, prevalensi ketidakcukupan pangan sebesar 10,21, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu permasalahan gizi yang dapat terjadi pada anak balita di Indonesia adalah kurang gizi (underweight). Underweight pada balita meliputi gizi kurang dan gizi buruk yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang telah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini digunakan untuk mengukur besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energi yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi balita yang mengalami underweight di Provinsi Bali sebesar 6,6 persen pada tahun 2022, jauh di bawah angka nasional yang mencapai 17,1 persen. Selain

7,92 7,63 8,34 8,49

10,21

2,73 2,91

4,01

7,43 7,72

2018 2019 2020 2021 2022

Indonesia Bali

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

itu, Provinsi Bali merupakan provinsi dengan angka prevalensi balita yang mengalami underweight terendah jika dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Tingkat keparahan kerawanan pangan dari suatu penduduk dapat diukur dengan menggunakan skala pengalaman kerawanan pangan. Skala pengalaman kerawanan pangan (Food Insecurity Experience Scale /FIES) didefinisikan sebagai suatu skala yang mengukur ketidakmampuan rumah tangga atau individu untuk mengakses kebutuhan makanan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan skala ini pemerintah dapat mengidentifikasi tingkat kerawanan pangan antarkelompok populasi di tingkat nasional dan subnasional, serta dapat merancang kebijakan yang diperuntukkan untuk penduduk dengan kerawanan pangan sedang atau berat sehingga dapat menjamin hak asasi setiap penduduk dalam mengakses pangan yang cukup dan beragam. Prevalensi penduduk dengan kerawanan pangan sedang atau berat menunjukkan penurunan selama 5 tahun terakhir (Gambar 2.2). Pada tahun 2022, angkanya tercatat sebesar 4,04 persen di Provinsi Bali, lebih rendah dari angka nasional yang mencapai 4.85 persen.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 6,86

5,42 5,12 4,79 4,85

4,41 4,09

1,84

4,51 4,04

2018 2019 2020 2021 2022

Indonesia Bali

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

Stunting atau tengkes pada balita merupakan kondisi kurang gizi kronis pada anak berusia 0–59 bulan yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U).

Stunting atau tengkes tidak hanya berdampak pada fisik, melainkan juga mental dan emosional khususnya pada perkembangan kecerdasan dalam berpikir. Indikator ini bermanfaat untuk membantu dalam mendiagnosis kondisi kesehatan dari balita serta memberikan pengetahuan tentang pentingnya pemberian gizi.

Selama kurun waktu 2021-2022 persentase stunting pada balita di Provinsi Bali menunjukkan hal positif (Gambar 2.3). Pada tahun 2022, persentase balita stunting sebesar 8,00 persen, turun dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 10,90 persen. Besaran tersebut jauh berada di bawah angka nasional yang tercatat sebesar 21,60 persen pada tahun 2022. Fakta lainnya, Provinsi Bali merupakan provinsi dengan angka persentase stunting pada balita terendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Sumber: Kementerian Kesehatan RI, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021-2022

24,40

21,60

10,90

8,00

2021 2022

Indonesia Bali

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

Wasting (kurus) adalah kondisi kurang gizi akut pada balita yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan menggunakan standar WHO 2005. Dengan kata lain, wasting merupakan kondisi di mana berat badan anak menurun, sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang normal. Balita yang menderita wasting (kurus/sangat kurus) sangat rawan terhadap penyakit infeksi dan memiliki risiko kematian lebih besar. Penyebab langsung dari wasting adalah kekurangan asupan gizi akut dan infeksi penyakit. Untuk mengatasinya harus dilakukan tata laksana gizi buruk dan gizi kurang.

Dari Gambar 2.4 terlihat angka prevalensi wasting di Provinsi Bali cenderung lebih rendah dibandingkan angka nasional. Prevalensi wasting di Provinsi Bali mengalami penurunan dari 3,00 persen pada tahun 2021 menjadi 2,80 persen pada tahun 2022. Disisi lain, secara nasional angka prevalensi wasting justru meningkat dari 7,10 persen pada tahun 2021 menjadi 7,70 persen pada tahun 2022.

Sumber: Kementerian Kesehatan RI, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021-2022

7,10 7,70

3,00 2,80

2021 2022

Indonesia Bali

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

Nilai tambah (value added) sektor pertanian dapat diartikan sebagai bertambahnya nilai barang/jasa pada sektor pertanian akibat dari pengolahan, penyimpanan, atau proses lainnya. Nilai tambah pertanian per tenaga kerja menggambarkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin besar pendapatan atau penghasilan tenaga kerja/petani maka semakin besar kemampuan tenaga kerja untuk mengakses pangan dengan pola gizi seimbang, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja atau masyarakat secara umum.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dan Data Nilai Tambah Pertanian

Berdasarkan Gambar 2.5, besarnya nilai tambah pertanian per tenaga kerja pertanian pada tahun 2018 adalah sebesar 70,26 juta rupiah. Pada tahun 2020, sempat mengalami penurunan menjadi 62,02 juta rupiah akibat Pandemi Covid-19 namun

70,26

73,20

62,02

65,02

69,40

2018 2019 2020 2021 2022

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

kembali meningkat di tahun 2022 menjadi 69,40 juta rupiah. Walaupun bukan merupakan kontributor utama dalam perekonomian Bali, namun sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mempunyai peran yang sangat penting terutama pada masa pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari naiknya kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada periode 2020-2021 menjadi kisaran 15 persen dibandingkan tahun- tahun sebelumnya yang hanya pada kisaran 13 persen. Pada kondisi pandemi yang berdampak cukup besar terhadap perekonomian Bali, sektor pertanian justru menunjukkan kinerja yang cukup baik.

Pada bagian ini lebih memfokuskan pada lahan pertanian, yaitu lahan yang digunakan untuk mengusahakan tanaman pangan dan memelihara ternak. Negara menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak dan penghasil produk pangan bagi pencapaian ketahanan pangan dan gizi berkelanjutan. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. (UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan pertanian Pangan Berkelanjutan). Manfaat utama yang ingin dicapai adalah mempertahankan areal pertanian pangan produktif dan berkelanjutan dapat mendukung upaya penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk yang terus meningkat dan pencapaian kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan berkelanjutan.

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

Konservasi sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian (SDGPP) berupa benih tanaman dan hewan di dalam fasilitas konservasi jangka menengah dan panjang mewakili cara yang paling terpercaya untuk mengonservasi SDGPP tanaman dan hewan di seluruh dunia. Manfaat utama yang ingin dicapai adalah konservasi sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian mampu menyediakan fondasi bagi ketahanan pangan dan gizi dan menghindari kerugian kehilangan sumber daya genetik, baik langsung maupun tidak langsung, serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya di sektor pertanian.

Pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian dapat mendorong peningkatan efisiensi, daya saing, produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani. Sektor pertanian merupakan penyedia utama pangan, sehingga peningkatan pengeluaran untuk pertanian mendorong meningkatkan produksi pangan, kesempatan kerja, dan daya beli masyarakat petani. Kebijakan ini dapat mendukung penurunan jumlah dan persentase masyarakat miskin dan yang mengalami kelaparan.

Total penyaluran bantuan pembangunan dan bantuan lainnya (tidak termasuk kredit ekspor) untuk sektor pertanian menunjukkan atau menguantifikasikan upaya publik bahwa para donor menyediakan bantuan kepada negara berkembang untuk pertanian. Upaya ini dapat dipandang sebagai kepedulian masyarakat global bagi pembangunan pangan dan pertanian di negara berkembang.

Subsidi ekspor pertanian didefinisikan sebagai kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor barang dan mengurangi penjualan barang di pasar domestik pada produk pertanian dengan menggunakan pembayaran langsung, pinjaman berbunga rendah, keringanan pajak, atau iklan di negara lain. Manfaat utama yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat subsidi ekspor yang diterapkan setiap tahun per produk

https://bali.bps.go.id

KELAPARAN

atau kelompok produk. Diharapkan pengeluaran subsidi ekspor semakin menurun untuk mencegah pembatasan dan distorsi di pasar pertanian internasional.

Indikator anomali harga pangan (Indicator of Food Price Anomalies/IFPA) bertujuan untuk mengukur harga komoditas pangan yang tidak normal selama periode waktu tertentu, sehingga dapat mendeteksi kenaikan harga secara tiba-tiba sebagai akibat dari kegagalan harga pangan. Harga komoditas pangan yang tidak normal terjadi jika nilai IFPA ≥ 1 standar deviasi dari rata-rata pada bulan tertentu. Pada tahun 2020 dan 2021, IAHP Kota Denpasar masing-masing sebesar 0,86 dan 0,15, sehingga Denpasar khususnya tidak mengalami anomali harga pangan pada tahun tersebut.

https://bali.bps.go.id

https://bali.bps.go.id

https://bali.bps.go.id

https://bali.bps.go.id

Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia merupakan tujuan ketiga dalam TPB/SDGs. Penduduk yang sehat dapat berkontribusi dan produktif dalam membangun perekonomian.

Dalam mewujudkan pembangunan di sektor kesehatan, diperlukan peran aktif dari seluruh pihak.

Munculnya dinamika penduduk berupa bonus demografi memberikan tantangan bagi Indonesia dalam meningkatkan kualitas hidup penduduk. Meledaknya jumlah penduduk produktif serta bertambahnya penduduk usia lanjut memunculkan permasalahan beban penyakit ganda. Munculnya beban penyakit ganda dalam waktu bersamaan mengindikasikan telah terjadi transisi epidemiologi di Indonesia.

Pemberantasan penyakit pun perlu dilakukan dengan kerja sama semua elemen masyarakat agar pada masa mendatang Indonesia dapat menjamin kehidupan yang sehat dan sejahtera untuk semua.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Long Form Sensus Penduduk 2020

85

189

Bali Indonesia

B

https://bali.bps.go.id