• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN EKONOMI

Catatan: 2021 Angka Sementara, 2022 Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

Indikator ini digunakan untuk melihat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan nilai tambah ekonomi. Selama kurun waktu 2018-2022 produktivitas tenaga kerja di Indonesia menunjukkan adanya fluktuasi pertumbuhan. Hal yang serupa terjadi di Provinsi Bali, pertumbuhan produktivitas tenaga kerja tercatat sebesar 8,02 persen pada tahun 2019, jauh di atas produktivitas nasional yang hanya mencapai tiga persen. Kondisi bertolak belakang terjadi pada tahun 2020, di mana pertumbuhan nasional hanya terkontraksi kurang dari dua persen, namun kontraksi yang terjadi di Provinsi Bali mencapai mendekati delapan persen. Kemudian, pada tahun 2021 secara nasional, sudah mengalami perbaikan hingga 1,65 persen dan tahun 2022 kembali meningkat hingga 2 persen. Kondisi pada periode yang sama menyisakan Provinsi Bali yang cenderung mengalami kontraksi. Pada tahun 2021 laju pertumbuhan masih tercatat kontraksi sedalam 3,20 persen meskipun menunjukkan perbaikan, situasi kontraksi masih tercermin pada tahun 2022 sedalam 1,81 persen (Gambar 8.3).

54.433 57.756

52.015 50.534

55.545

55.992 59.318 57.290 62.258

71.031

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Catatan: 2021 Angka Sementara, 2022 Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

Indikator ini berguna untuk mendorong kebijakan yang berorientasi pembangunan yang mendukung aktivitas produktif, penciptaan lapangan kerja yang baik, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong pembentukan dan pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), termasuk melalui akses terhadap layanan pendanaan/permodalan. Penurunan proporsi pekerja informal menunjukkan bahwa ekonomi yang didukung oleh tumbuh dan berkembangnya UMKM telah mampu menciptakan lapangan kerja layak dan produktif dengan perlindungan yang memadai.

Selama lima tahun terakhir, terlihat proporsi lapangan kerja informal di Indonesia meningkat dari 56,98 persen pada tahun 2018 menjadi 59,31 persen pada tahun 2022 (Gambar 8.4). Kondisi yang sama terjadi di Provinsi Bali, proporsi lapangan kerja informal sebesar 49,38 persen pada tahun 2018, mengalami peningkatan sebesar 4,05 persen poin

0,94

8,02

-7,63

-3,20 -1,81

0,79

3,00

-1,84

1,65 2,00

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

menjadi 53,43 pada tahun 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa pekerja yang berpotensi tidak memiliki perlindungan yang memadai, yaitu terkait dengan kondisi kerja, upah, maupun perlindungan sosial. Penciptaan lapangan kerja dengan perlindungan yang memadai merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi, utamanya pada masa transisi pemulihan ekonomi.

Catatan: Pekerja Informal adalah pekerja dengan status pekerjaan berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tak dibayar

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Konsep indikator global untuk target ini adalah melakukan kuantifikasi dan pemantauan atas perkembangan siklus kebijakan yang dibuat oleh negara-negara dalam menyusun instrumen kebijakan yang mengikat dan tidak mengikat, untuk mendukung perubahan menuju ke produksi dan konsumsi berkelanjutan. Indonesia, di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama dengan berbagai pihak, telah menyusun dan mengembangkan dokumen Kerangka Kerja 10 tahun Program Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan (10YFP SCP). Dokumen ini menunjukkan adanya

49,38 49,46

56,69 57,10

53,43 56,98

55,88

60,47

59,45 59,31

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

kebijakan dan strategi, serta rencana aksi yang melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas kehidupan dalam berbagai sektor. Hal ini guna mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan, terutama dalam mendukung terciptanya pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Indikator ini digunakan untuk menggambarkan kesetaraan upah bagi pekerjaan yang mempunyai nilai yang sama, guna mendukung pencapaian ketenagakerjaan secara penuh dan produktif dan pekerjaan yang baik bagi seluruh perempuan dan laki-laki. Upah rata-rata per jam kerja di Provinsi Bali dan Indonesia memiliki besaran yang hampir sama pada tahun 2020, upah rata-rata per jam kerja di Provinsi Bali lebih tinggi 79 rupiah dibandingkan dengan kondisi nasional (Gambar 8.5). Perbedaan upah antara kondisi nasional dan Provinsi Bali semakin mengecil dari tahun ke tahun. Puncaknya terjadi pada tahun 2020, saat pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia bahkan dunia dan Provinsi Bali yang mengandalkan perekonomian dari sektor pariwisata sangat merasakan dampaknya. Hal tersebut terlihat dari perbedaan rata-rata upah per jam kerja di Bali yang hampir sama dengan nasional. Sebelum pandemi Covid-19, rata-rata upah per jam kerja

15.889

16.408

17.775

17.662

16.857

15.275

15.824

17.696

18.089

17.542

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

di Bali lebih tinggi sekitar enam ratus rupiah dibandingkan dengan kondisi nasional.

Selama periode 2021 dan 2022 upah per jam pekerja di Provinsi Bali lebih rendah dibandingkan kondisi nasional. Pola secara nasional mengalami peningkatan sebaliknya kondisi Bali mengalami penurunan. Meskipun demikian, capaian secara nominal sudah lebih baik dibandingkan sebelum pandemi.

Indikator ini menunjukkan kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap persediaan (supply) tenaga kerja yang ada. Semakin tinggi nilai indikator ini, semakin banyak persediaan tenaga kerja yang tidak termanfaatkan.

Indikator ini dapat memberikan sinyal tentang kinerja pasar kerja dan berlangsungnya kondisi ekonomi tertentu, seperti resesi, perubahan siklus bisnis dan teknologi, dan lain- lain. Pembedaan menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan tingkat pendidikan dapat menggambarkan kesenjangan keterserapan di lapangan kerja antar kelompok tersebut.

Tingkat pengangguran terbuka merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 5,85 persen, mengalami penurunan 0,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Gambar 8.6). Kondisi yang sama terjadi di Provinsi Bali, TPT mencapai 4,80 persen pada tahun 2022. Terjadi penurunan TPT di Provinsi Bali dibandingkan tahun 2020, sebuah kondisi yang sudah membaik pasca terjadinya pandemi Covid-19.

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

1,40 1,57

5,63 5,37

4,80

5,30 5,23

7,07 6,49

5,86

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Pekerja setengah pengangguran adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan (dahulu disebut setengah pengangguran terpaksa). Tingkat setengah pengangguran dapat memberikan gambaran tentang kualitas, produktivitas, dan tingkat utilisasi lapangan kerja yang tersedia, terutama di negara-negara dengan tingkat pengangguran terbuka rendah.

Tingkat setengah pengangguran di Provinsi Bali pada tahun 2022, mencapai 3,93 persen mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2021 (Gambar 8.7).

Kondisi yang sama terjadi pada tingkat nasional. Penurunan setengah penganggur di Provinsi Bali hampir separuhnya dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut cukup signifikan jika dibandingkan kondisi nasional yang hanya turun sebesar 2,39 persen poin pada periode waktu yang sama.

2,36 1,93

8,62 8,53

3,93

6,61 6,42

10,19

8,71

6,32

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan yang dikenal dengan sebutan youth not in education, employment or training atau NEET. Indikator ini mengukur persentase penduduk usia muda yang tidak bersekolah, bekerja dan mengikuti pelatihan, sebagai proksi keterbatasan akses dalam memperoleh pendidikan, pelatihan serta pekerjaan pada usia muda. Mengukur potensi penduduk usia muda untuk masuk ke pasar kerja, termasuk pekerja usia muda yang putus asa (discouraged worker) dan kaum muda yang bukan angkatan kerja karena disabilitas, mengurus rumah tangga, dan lain-lain. Indikator ini dapat memberi sinyal dalam pengambilan kebijakan terkait pengembangan keahlian bagi kaum muda, serta fasilitasi kemudahan transisi ke pasar kerja, termasuk penyediaan iklim ketenagakerjaan yang mendukung.

Pada tahun 2022, di Provinsi Bali terdapat 11,32 persen penduduk usia muda yang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan (Gambar 8.8). Pada level nasional, penduduk usia muda yang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan mencapai 23,22 persen.

8,59 9,40

14,90 14,52

11,32

22,15 21,77 24,28 22,40 23,22

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Target 8.7 terdiri dari indikator 8.7.1, yaitu persentase dan jumlah anak usia 5-17 tahun yang bekerja, dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur (dibedakan berdasarkan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak). Pekerja anak didefinisikan sebagai semua penduduk yang berusia 5-17 tahun yang selama jangka waktu tertentu, terlibat dalam satu atau lebih dari kegiatan kategori berikut: (1) bentuk- bentuk terburuk pekerja anak; (2) pekerjaan di bawah usia minimum untuk bekerja; (3) pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar dan berbahaya (International Conference of Labour Statisticians [ICLS] 18). Karena Indonesia belum memiliki data yang representatif untuk menunjukkan persentase “pekerja anak” sesuai kategori tersebut dan ketersediaan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), maka indikator ini menghitung persentase “anak yang bekerja” dengan usia 10-17 tahun berdasarkan kriteria jam kerja dan kelompok umur sebagai berikut:

a) Anak yang bekerja berusia 10-12 tahun tanpa batas minimum jam kerja;

b) Anak yang bekerja berusia 13-14 tahun dengan jam kerja lebih dari 15 jam seminggu;

c) Anak yang bekerja berusia 15-17 tahun dengan jam kerja lebih dari 40 jam seminggu.

Selama periode 2018-2022 persentase pekerja anak di Provinsi Bali justru lebih tinggi dibandingkan capaian nasional (Gambar 8.9). Persentase anak usia 10-17 tahun di Provinsi Bali yang bekerja diperkirakan merupakan pekerja keluarga dengan persentase berkisar 3-4 persen. Sementara itu pada tingkat nasional persentase indikator yang sama berada pada kisaran 2,3 hingga 3,7 persen. Capaian ini menjadi catatan penting untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar bagi anak.

3,96

3,02

4,31

3,70 4,04

2,61 2,35

3,25

2,63 2,44

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Target 8.8 ini terdiri dari indikator 8.8.1 Tingkat frekuensi kecelakaan kerja fatal dan non-fatal, berdasarkan jenis kelamin, sektor pekerjaan, dan status migran; indikator 8.8.1.(a) Jumlah perusahaan yang menerapkan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); dan indikator 8.8.2 Peningkatan kepatuhan atas hak-hak pekerja (kebebasan berserikat dan perundingan kolektif) berdasarkan sumber tekstual ILO (International Labour Organization) dan peraturan perundang-undangan negara terkait. Saat ini indikator-indikator tersebut belum tersedia di Indonesia, namun akan dikembangkan di masa mendatang. Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui dan memantau bentuk tindakan yang dilakukan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya.

Sumber: Direktorat Jenderal Imigrasi dan Mobile Positioning Data (MPD)*

*Mulai tahun 2016 menggunakan MPD untuk melengkapi data di wilayah perbatasan 6.070.473 6.275.210

1.069.473

51

2.155.747 15.810.305 16.106.954

4.052.923

1.557.530

5.889.031

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

PERTUMBUHAN EKONOMI

Indikator ini mengukur penerimaan negara yang diperoleh dari sektor pariwisata yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Selama periode tahun 2018-2022 tren kunjungan wisatawan mancanegara secara nasional dan Provinsi Bali menunjukkan pola yang sama. Puncak kunjungan terjadi pada tahun 2019 sebelum akhirnya menurun drastis pada tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi. Tahun 2022 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara kembali merangkak naik dengan capaian 2.155.747 kunjungan di Provinsi Bali dan secara nasional mencapai 5.889.031 kunjungan (Gambar 8.10).

Sumber: Badan Pusat Statistik, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Wisatawan Nusantara

Peningkatan jumlah wisatawan nusantara secara tidak langsung berkontribusi memajukan dan membangun sektor pariwisata Indonesia. Indikator ini juga digunakan untuk mengetahui preferensi wisatawan domestik terhadap objek wisata domestik.

Gambar 8.12 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai puncaknya pada tahun 2019 baik secara nasional maupun di Provinsi Bali.

Memasuki tahun 2020 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) yang cukup signifikan akibat pembatasan kegiatan sosial ekonomi selama pandemi Covid-19. Pada dua tahun terakhir jumlah kunjungan wisnus kembali mengalami peningkatan. Pada tahun 2022 kunjungan wisnus di Provinsi Bali tercatat mencapai 11.132.3989 kunjungan. Meskipun berhasil meningkat dari kondisi tahun 2020, capaian ini belum mampu melampaui jumlah kunjungan pada tahun 2019 (sebelum pandemi) yang tercatat mencapai 18.064.134 kunjungan yang sekaligus sebagai puncak kunjungan tertinggi selama lima tahun terakhir.

6.621.617 18.064.134 7.874.397 9.009.667 11.132.389

303.403.888

722.158.733

524.571.392

613.299.459

734.864.693

2018 2019 2020 2021 2022

Bali Indonesia

https://bali.bps.go.id

https://bali.bps.go.id

https://bali.bps.go.id

ujuan ke-9 dari TPB/SDGs mengandung tiga aspek penting dari pembangunan berkelanjutan yaitu: infrastruktur, industrialisasi, dan inovasi. Infrastruktur menyediakan fasilitas fisik dasar yang penting untuk bisnis dan masyarakat;

industrialisasi mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja sehingga mengurangi ketimpangan pendapatan; dan inovasi memperluas kemampuan teknologi sektor industri dan mengarah pada pengembangan keterampilan baru.

Indikator ini digunakan untuk mengukur capaian pembangunan infrastruktur transportasi dan mobilitas penumpang dan barang. Pertumbuhan volume penumpang dan barang dapat menjadi indikasi adanya pembangunan infrastruktur yang kuat bersama dengan manfaat sosio-ekonomi terhadap suatu daerah. Selain itu, perkembangan proporsi muatan yang diangkut dengan moda transportasi non-jalan dapat menjadi indikasi keberlanjutan dari sistem transportasi suatu daerah.

Pada tahun 2022, jumlah penumpang yang menggunakan kapal pelayaran domestik cenderung lebih banyak yang berangkat dibandingkan dengan yang datang baik pada capaian tingkat nasional maupun capaian Provinsi Bali (Gambar 9.1). Proporsi jumlah penumpang kapal pelayaran domestik yang datang ke Bali sebesar 7,45 persen dari total penumpang se-Indonesia, sedangkan penumpang yang berangkat dari Bali sebesar 9,11 persen.

T

https://bali.bps.go.id