A. Kerjasama Desa
Desa yang dalam hal ini adalah pemerintahan desa (pe me
rintah desa dan BPD) dalam proses penyelenggaraan pemerintah
an dapat melakukan kerjasama dengan desadesa lainnya atau yang disebut dengan istilah “kerjasama antardesa”. Selain kerja
sama antar desa, desa juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga.
Secara historis keberadaan kerjasama antar desa sebenarnya sudah lama ada, seperti yang diyatakan Nurcholis (2011;108
109), bahwa; “Pada abad ke 21 ini, secara realita sudah sulit un
tuk ditemukan suatu desa yang benarbenar terpencil dari akses telekomunikasi, perhubungan, perintasan penduduk, dan tran
saksi ekonomi. Sejak akhir abad ke20 hampir semua desa sudah saling terhubung melalui jalan antardesa, jalan kecamatan, ja
lan kabupaten, jalan provinsi, dan jalan negara. Warga desa pun sudah saling berinteraksi baik untuk kepentingan kekerabatan maupun untuk kepentingan ekonomi dan budaya. Dengan fakta tersebut sudah selayaknya desa melakukan kerjasama dengan
BAB XV
desadesa di sekelilingnya konflik antar warga desa, ketimpang
an pertumbuhan akibat akses transportasi yang tidak sama, dan potensi alam yang tidak sama dapat dicarikan jalan keluar yang menguntungkan kedua belah pihak”.
Lebih lanjut, terkait dengan tujuan dan raung lingkup dari kerja sama antar desa dinyatakan oleh Nurcholis (2011;109), bahwa; “kerjasama desa dimaksudkan untuk kepentingan desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan kerjasama desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ber
sama dan mencegah ketimpangan antar desa. Kerjasama desa harus berorientasi pada kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Ruang lingkup kerjasama antardesa meliputi bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ker
jasama meliputi:
1. Peningkatan perekonomian masyarakat desa.
2. Peningkatan pelayanan pendidikan.
3. Kesehatan 4. Sosial budaya
5. Ketentraman dan ketertiban
6. Pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Sehubungan dengan kerjasama desa ini sudah diatur pada pasal 91 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, yang berbunyi sebagai berikut; “Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga”.
Oleh karena itu pemerintahan desa dapat melakukan kerjasama antardesa, dan kerjasama dengan pihak ketiga, dengan tujuan untuk dapat memperluas dan mempercepat akses hubung an ker
ja”.
Sehubungan kerjasama antar desa, menurut Nurcholis (2011109) dapat dilakukan antara;
a). Desa dengan desa dalam 1 (satu) kecamatan.
b). Desa dengan desa di lain kecamatan dalam satu kabupaten.
Selain kerjasama antar desa desa seperti tersebut di atas, maka desa juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Lebih lanjut dinyatakan oleh Nurcholis (2011;109), bahwa; “Di samping kerjasama dengan desadesa di yang ada di sekelilingnya, desa dapat juga melakukan proses kerjasama dengan pihak ketiga”.
B. Kerja Sama Antar Desa
Dalam hal kerjasama desa, dapat dilakukan kerjasama an
tar desa, kerjasama antar desa ini telah diatur dengan jelas pada Pasal 92 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang berbunyi sebagai barikut;
(1) Kerja sama antarDesa meliputi:
a. Pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
b. Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antarDesa; dan/atau c. Bidang keamanan dan ketertiban.
(2) Kerja sama antarDesa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antarDesa.
(3) Kerja sama antarDesa dilaksanakan oleh badan kerja sama antarDesa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
(4) Musyawarah antarDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan:
1. pembentukan lembaga antarDesa;
2. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antarDesa;
3. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antarDesa;
4. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antarDesa, dan Kawasan Perdesaan;
5. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
6. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antarDesa.
(5) Dalam melaksanakan pembangunan antarDesa, badan kerja sama antarDesa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.
(6) Dalam pelayanan usaha antarDesa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka terkait dengan kerjasama antar desa dapat dijelaskan halhal sebagai berikut;
– Kerjasama antar desa dapat dilakukan melalui pengembangan usaha bersama untuk mencapai nilai ekonomi yang lebih berdaya saing.
– Kerjasama antar desa dapat dilakukan dalam bentuk;
a. kegiatan kemasyarakatan b. kegiatan pelayanan c. kegiatan pembangunan
d. kegiatan pemberdayaan masyarakat – Kerjasama bidang keamanan dan ketertiban
– Kerjasama antardesa yang dituangkan dalam bentuk Per
aturan bersama Kepala Desa melalui kesepakatan hasil musyawarah antardesa.
– Pelaksanaan terhadap kerjasama antardesa dilaksanakan oleh suatu Badan Kerjasama AntarDesa yang telah dibentuk melalui Peraturan bersama Kepala Desa yang telah disepakati dan disetujui secara bersama.
– Dalam proses kerjasama antar desa, juga dilaksanakan musya warah desa, dalam hal pelaksanaan musyawarah desa dibahas halhal yang berkaitan dengan;
a. Pembahasan tentang pembentukan lembaga antar desa b. Pembahasan tentang pelaksanaan program pemerintah
dan pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerjasama antardesa.
c. Pembahasan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antardesa.
d. Pembahasan tentang pengalokasian anggaran untuk pem bangunan desa, antardesa, dan kawasan perdesaan.
e. Pembahasan tentang masukan terhadap program peme
rintah daerah tempat desa tersebut berada.
f. Pembahasan tentang kegiatan lainnya yang dapat di
selenggarakan melalui kerja sama antardesa.
– Dalam proses pelaksanaan pembangunan antardesa, maka badan kerjasama antardesa dapat membentuk kelompok/
lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan desa atau masyarakat desa.
– Dalam pelayanan usaha antardesa dapat dibentuk suatu Badan Usaha Milik Desa yang merupakan milik bersama antara 2 (dua) desa atau lebih yang telah bersepakat untuk bekerjasama.
C. Kerjasama Desa Dengan Pihak Ketiga
Selain memiliki kesempatan untuk melakukan berbagai bentuk kegiatan kerjasama antar desa, maka desa juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, terkait kerjasama dengan pihak ketiga, menurut Nurcholis (2011;109), bahwa; “Se
lain kerjasama dengan desadesa disekelilingnya, desa juga dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yaitu semua pihak yang berada di luar pemerintah desa baik dalam bentuk Badan Hukum maupun bukan dalam bentuk badan hu
kum. Kerjasama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan de
ngan instansi pemerintah atau swasta maupun per orangan sesuai dengan obyek yang dikerjasamakan. Tujuan kerjasama adalah mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak demi mening
katkan kesejahteraan warga desa. Kerjasama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan dalam bidang:
1. Peningkatan perekonomian masyarakat desa.
2. Peningkatan pelayanan pendidikan.
3. Kesehatan 4. Sosial budaya
5. Ketentraman dan ketertiban
6. Pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
7. Tenaga kerja 8. Pekerjaan Umum 9. Batas Desa
10. Lainlain kerjasama yang menjadi kewenangan desa”.
Proses dan prosedur terkait dengan kerjasama desa dengan pihak ketiga, telah diatur dengan jelas pada Pasal 93 Undang
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang berbunyi se
bagai berikut;
(1) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mem
percepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasya
rakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut di atas, maka ter
kait dengan keberadaan dan proses kerjasama desa dengan pihak ketiga dapat dinyatakan halhal sebagai berikut:
– Kerjasama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan dalam upaya untuk mempercepat dan meningkatkan terhadap;
1. penyelenggaraan pemerintahan desa, 2. pelaksanaan pembangunan desa, 3. pembinaan kemasyarakatan desa, 4. dan pemberdayaan masyarakat desa.
– Kerjasama dengan pihak ketiga di atas harus dimusyawarahkan dalam musyawarah desa, antara pemerintahan desa (Peme
rintah Desa+BPD) dengan pihak ketiga yang akan melaku
kan proses kerjasama.
Kerjasama Desa dengan unsur pihak ketiga harus dinyatakan atau ditetapkan dengan suatu “perjanjian bersama”, seperti yang dinyatakan oleh Nurcholis (2011;110), bahwa; “Kerjasama antar desa ditetapkan dengan keputusan bersama. Adapun kerjasaman desa dengan pihak ketiga ditetapkan dengan Perjanjian bersama.
Penetapan keputusan bersama atau perjanjian bersama antara lain memuat:
a). Ruang lingkup kerjasama b). Bidang kerjasama
c). Tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerjasama
d). Jangka waktu e). Hak dan kewajiban f). Pembiayaan
g). Tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan.
h). Penyelesaian perselisihan
i). Lainlain ketentuan yang diperlukan.
Sehubungan dengan dilaksanakannya suatu bentuk kes
epakatan kerjasama desa dengan pihak ketiga, maka lebih lanjut dinyatakan oleh Nurcholis (2011;110), bahwa;
“dalam rangka pelaksanaan kerjasama desa perlu dibentuk pengurus badan kerjasama desa. Pengurus Badan kerjasama desa terdiri dari unsur:
a) Pemerintah Desa
b) Anggota Badan Permusyawaratan Desa c) Lembaga Kemasyarakatan Desa
d) Lembaga lainnya yang ada di desa e) Tokoh Masyarakat”.
D. Perbandingan Dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
Pada UndangUndang sebelumnya yakni UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa, dan di tindak
lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa juga sudah diakui keberadaan dari kerjasama desa, yakni kerjasama antardesa dan kerjasama dengan pihak ketiga.
Perbedaan kerjasama antar desa antara UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa hanya terletak pada ruang lingkup dari kerjasama yang di
lakukan oleh masingmasing desa.
Kerjasama desa baik dalam bentuk kerjasama antara desa maupun kerjasama antara desa dengan pihak ketiga dapat dilaku
kan antar desa dengan desa lainnya diluar kecamatan atau bukan satu kecamatan.
Untuk lebih jelasnya terkait tentang perbedaan kerjasama desa antara UndangUndang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme
rintahan Daerah, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel. 11. Perbedaan Keberadaan Kerjasama Desa antara Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
UU Nomor 6 Tahun 2014
UU Nomor 32 Tahun 2004 (PP Nomor 72
Tahun 2005) Keterangan Jenis Kerjasama:
- kerjasama antardesa - kerjasama dengan
pihak ketiga
Jenis kerjasama:
- kerjasama antar desa - kerjasama dengan
pihak ketiga
Tidak ada perbedaan
Ruang Lingkup Kerjasama:
• Kerjasama antar- desa
1. Pengembangan usaha bersama 2. Kegiatan kema
sya rakatan 3. Pelayanan 4. Pembangunan 5. Pemberdayaan
Masyarakat
• Kerjasama dengan pihak ketiga 1. Peningkatan pe
nye lenggaraan
Ruang Lingkup Kerjasama:
Kerjasama antar-desa/
dengan pihak ketiga:
1. Peningkatan perekonomian masyarakat desa 2. Peningkatan
Pelayanan Pen di dikan 3. Kesehatan
4. Sosial Budaya 5. Ketentraman dan
ketertiban
6. Pemanfaatan SDA dan Teknologi tepat guna dengan
Pada UU Nomor 6 Tahun 2014 dibedakan ruang lingkup kerjasama atara kerjasama an tar-desa de ngan kerja- sama dengan pihak ketiga, sedangkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak dibedakan antara kerja sa- ma antar
UU Nomor 6 Tahun 2014
UU Nomor 32 Tahun 2004 (PP Nomor 72
Tahun 2005) Keterangan pemerintahan
desa.
2. Pelaksanaan pem bangunan Desa
3. Pembinaan kemasya rakatan 4. Desa
5. Pemberdayaan ma sya rakat 6. Desa
memperhatikan kelestarian ling
kungan hidup.
desa dengan kerjasama dengan pihak ketiga
Tidak diatur tentang Penyelesaian perselisihan kerjasama desa
Perselisihan ker ja sama antar desa dalam satu keca mat an, difasilitasi dan di selesaikan oleh Camat. Perse li sihan kerjasama antar desa pada kecamatan berbeda da lam satu kabupaten/
kota difasilitasi dan diselesaikan oleh Bupati/
Walikota.
Sumber: Data Olahan Penulisan
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan yang mendasar antara UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang ditindak
lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, perbedaannya hanya terletak pada unsur ruang lingkup kerjasama, serta dari sisi proses penyelesai an perselisihan kerjasama antar desa.[]
A. Lembaga Kemasyarakatan Desa
Dalam upaya untuk proses pemberdayaan masyarajat desa dan untuk membantu tugastugas pemerintahan desa dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa, maka di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai dengan kebutuh
an desa, baik dalam bentuk kebutuhan masyarakat desa maupun dalam bentuk kebutuhan dari pemerintahan desa.
Lembaga kemasyarakatan desa menurut Rahyunir (2012:10) adalah: “suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa se
tempat, yang diakui dan dibina oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan desa, dan berperan atau berfungsi sebagai perantara (mediating structure) dan unsur yang membantu tugas peme
rintah desa dan pemerintah daerah setempat”.
Lembaga kemasyarakatan desa keberadaannya sudah di atur dengan jelas pada Pasal Pasal 94 UndangUndang Nomor 6 Ta
hun 2014 tentang Desa, yang berbuyi sebagai berikut:
(1) Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan