PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
D. Perbandingan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004
Sebelum dikeluarkannya undangundang tentang desa yang baru, yakni UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 T entang Desa, permasalahan tentang desa diatur secara ber samaan dengan pengaturan tentang pemerintahan daerah dalam satu undangundang yakni undangundang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan dasar pemikiran karena peme rintah desa dipandang dan dianggap sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pemerintah daerah kabupaten dan kota.
Sebagai perbandingan dari pengaturan tentang desa yakni pada masa berlakunya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pada undangundang ini tidak diatur dengan jelas tentang dasar, asas, dan tujuan dari peng aturan tentang desa, karena pada saat itu secara teknis Desa lebih banyak diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, walaupun secara teknis Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang desa, akan tetapi secara umum peraturan pemerintah ini juga tidak mengatur dengan jelas tentang dasar, asas, dan tujuan dari pengaturan tentang desa, dalam penjelasan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa diketahui hanya mengatur tentang prinsipprinsip penyelengaraan pemerintahan desa yakni;
1. Prinsip Keanekaragaman 2. Prinsip Partisipasi 3. Prinsip Otonomi Asli 4. Prinsip Demokratisasi 5. Prinsip Pemberdayaan
Prinsip Keanekaragaman, hal ini merupakan suatu wujud dari pencerminan dari adanya pengakuan pemerintah Indonesia terhadap adanya perbedaanperbedaan kondisi dan karakteristik dari masingmasing desa yang ada di seluruh Indonesia, sehingga dalam pengaturan tentang desa yang bersifat teknis pelaksanaan
nya akan lebih berorientasi kepada nilainilai yang terkandung dalam adat istiadat setempat, nilainilai, tradisi dan kebiasaan dari desa dan masyarakat desa setempat dalam proes penyeleng
garaan pemerintahan desa, yang selama ini telah tumbuh dan berkembang pada pemerintahan desa dan juga masyarakat desa setempat.
Prinsip Partisipasi, merupakan pengakuan negara dan pe
me rintah terhadap perlunya keterlibatan dari suatu masya rakat dalam bentuk partsipasi masyarakat untuk membantu tugastugas pemerintah daerah khususnya dalam pelayanan masyarakat desa, pelaksanaan pembangunan desa, dan dalam proses perumusan kebijakan pemerintah yang terkait dengan proses penyelenggara
an pemerintahan desa.
Partisipasi masyarakat menurut Rauf (2014;2) adalah; “ke
ikutsertaan masyarakat dalam menyumbangkan waktu (hadir), pikiran, tenaga, dan material (material bisa dalam bentuk barang ataupun dana). Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat di
perlukan dalam pengaturan dan pengelolaan dari suatu pemerin
tahan desa”.
Prinsip Otonomi Asli, merupakan suatu hak, wewenang dan kewajiban dari suatu desa untuk dapat mengatur dan mengurus pemerintahan dan masyarakatnya sendiri, sehingga pemerintah desa dapat membuat peraturan desa sebagai tindak lanjut dari fungsi “mengatur” dan membuat perencanaan, pelaksanaan, peng awasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan peme rintah
an desa dan pelaksanaan pembangunan.
Hakekat dari pada prinsip “otonomi asli” ini sudah ada se
menjak desa itu ada atau semenjak desa tersebut terbentuk dahu
lunya. Oleh karena itu, pada saat ini prinsip otonomi yang ada di desa adalah prinsip “otonomi asli” bukan prinsip “otonomi desa”, hal ini dikarenakan di dalam peraturan perundangundang an yang berlaku di Indonesia pada saat ini terkait tentang desa ti
dak satu katapun yang menyinggung, menyebutkan dan meng
gunakan konsep atau istilah prinsip “otonomi desa”, akan tetapi menggunakan lebih istilah konsep “otonomi asli”, yaitu suatu nilainilai atau kebiasaankebiasaan dan tradisi yang sudah ada dari dahulunya dalam sistem dan proses penyelenggaraan peme
rintahan desa dan pengaturan tentang desa.
Sedangkan prinsip yang keempat dalam proses penyelenggara
an pemerintahan desa di Indonesia yakni menggunakan “Prinsip Demokratisasi”, maksudnya dalam proses suatu penyelenggaraan pemerintahan desa dan proses pelaksanaan pembangunan desa juga harus senantiasa mendasarkan diri atau memperhatikan nilainilai dan tradisi yang terkandung dan berkembang dalam prinsip demokrasi khususnya demokrasi ditingkat desa, yang dalam hal ini adalah pada proses penyelenggaraan pemerintahan desa khususnya dalam bentuk proses pengambilan keputusan pemerintahan desa (seperti kebijakan desa yang dalam hal ini adalah proses pemilihan kepala desa), dalam proses perumusan
atau penyusunan suatu kebijakan pemerintahan desa yang ter
kait tentang desa dan pemerintahan desa, dan juga dalam ben
tuk proses penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan pembangunan desa.
Prinsip ke lima yang harus diperhatikan dalam pengaturan dan proses penyelenggaraan tentang pemerintahan desa adalah
“Prinsip Pemberdayaan Masyarakat”, hal ini dikarenakan desa selalu dianggap sangat identik dengan wujud dan wajah ke
miskinan, keterbelakangan dan kebodohan, dalam hal ini adalah dengan upaya memberikan berbagai bentuk peranan dan fungsi kepada masyarakat desa, baik masyarakat desa secara personal maupun masyarakat desa secara kelembagaan.
Lembaga kemasyarakat yang ada di desa sebagai sasaran dari program pemberdayaan masyarakat adalah;
1. Lembaga Rukun Tetangga (RT) 2. Lembaga Rukun Warga (RW)
3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
4. Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 5. Lembaga Karang Taruna
6. Lembaga kemasyarakatan desa lainnya, yang dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat desa setempat.
Lembaga kemasyarakatan desa tersebut di atas juga ha
rus senantiasa dapat diberikan tugas dan peranan sesuai dengan fungsi dan kewenangan dari masingmasing lembaga kemasyara
katan desa tersebut, karena masingmasing lembaga kemasyara
katan desa tersebut memiliki spesifikasi fungsi masingmasing dalam membantu tugas pemerintah dalam penyelenggara an pe merintahan dan pembangunan.
Ketidakberdayaan dari masyarakat desa dan lembaga ke
masyarakatan desa disebabkan selama ini tidak diberikan fungsi dan peranan yang lebih maksimal dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Sehingga ma
syarakat desa dan lembaga kemasyarakatan desa tidak dapat ber
buat banyak sesuai dengan tujuan dari pembentukan lembagan kemasyarakatan tersebut, serta peranan lembaga kemasyarakatan lainnya sebagaimana yang diharapkan.
Lembaga Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di
berikan peranan oleh pemerintah dan masyarakatnya untuk ikut serta dalam membantu tugastugas pemerintah dalam bidang pengaturan dan pengelolaan bidang pembinaan ke masyarakatan dan pelayanan administrasi kependudukan di wilayah lembaga RT dan RW tersebut, selanjutnya Lembaga Pemberdaya an Ma
syarakat (LPM) juga diberikan peranan oleh pemerintah dan ma
syarakat untuk ikut serta membantu dalam proses me nyusun dan merumuskan perencanaan pembangunan desa.
Begitu juga dengan Lembaga Pemberdayaan Kesejahtera
an Keluarga (PKK) diberikan peranan khusus oleh unsur pe
merintah daerah kabupaten/kota dan juga masyarakatnya untuk dapat membantu unsur pemerintah di bidang pembinaan kese
jahteraan kekuarga, dan lembaga Karang Taruna juga diberikan kewenangan dan peranan oleh pemerintah dan masyarakat desa untuk membantu tugas pemerintah dibidang pembinaan pemuda da remaja sebagai aset dan calon pemimpin bangsa.
Oleh karena itu, tindak lanjut dari halhal yang terkait de
ngan teknis pengaturan tentang desa seperti; sistem dan dasar penye lenggaraan pemerintahan desa, asas penyelenggaraan pe
me rintahan desa, prinsip penyelenggaraan pemerintahan desa dan tujuan pengaturan tentang desa lebih banyak diatur di dalam
peraturan daerah masingmasing, sebagai wujud dari filosofis “ke
anekaragaman” dalam UndangUndang Nomoir 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang dijadikan dasar dalam peng
aturan dan pengembangan desa pada saat itu.
Hal ini dikarenakan adanya berbagai perbedaan dari karak
teristik, kondisi, keadaan, kebiasaan, atau tradisi dari masingma
sing desa dalam suatu sistem pemerintahan daerah di Indonesia yang harus senantiasa dilindungi melalui peraturan perundang
undangan dan dengan berbagai program pembangun an yang ada di desa.
Karakteristik desa yang teridiri dari berbagai bentuk kea
nekaragaman juga sudah seharusnya untuk dapat dihargai dan dihormati oleh unsur pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, karena desa merupa kan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem pemerintahan dae
rah (subsistem), sehingga masingmasing pemerintahan daerah setempat akan dapat lebih leluasa dalam merumuskan dan mem
buat peraturan daerah masingmasing sesuai dengan tradisi dan kebiasaan dari masyarakat desa setempat. Hal ini juga mengingat bahwa di desa juga ada otonomi yang disebut juga dengan oto
nomi asli.
Berdasarkan uraian di atas, maka terkait dengan asasasas penyelenggaraan pemerintahan desa dapat disimpulkan bahwa pada UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah diatur dengan jelas tentang “Asas Pengaturan Desa” dan “Asas penyelenggaraan pemerintahan desa” sedangkan pada Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa tidak mengatur dengan jelas tentang asas pengaturan desa dan asas penyelenggaraan pemerintahan
desa akan tetapi hanya mengatur tentang “Prinsip Penyeleng
garaan Pemerintahan Daerah”.
Untuk lebih jelasnya tentang asas pemerintahan desa masa UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 dan masa UU Nomor 32 Tahun 2004, dapat dilihat tabel berikut ini:
Tabel. 2. Perbandingan Asas Pemerintahan Desa pada masa UU Nomor 6 Tahun 2014
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004.
Asas Pengaturan Desa
(UU No. 6 Tahun 2014)
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (UU No 6 Tahun 2014)
Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (UU No 32 Tahun 2004) a. Rekognisi a. Kepastian Hukum a. Keanekaragaman b. Subsidiaritas b. Tertib
Penyelenggaraan Pemerintahan
b. Partisipasi
c. Keberagaman c. Tertib Kepentingan
Umum c. Otonomi Asli
d. Kebersamaam d. Keterbukaan d. Demokratisasi e. Kegotong
royongan e. Proporsionalitas e. Pemberdayaan Masyarakat f. Kekeluargaan f. Profesionalitas
g. Musyawarah g. Akuntabilitas h. Demokrasi h. Efektivitas dan
Efisiensi i. Kemandirian i. Kearifan Lokal j. Partisipasi j. Keberagaman k. Kesetaraan k. Partisipatif l. Pemberdayaan
m. Keber lan jutan
Sumber : Data Olahan Penulisan
Salah satu asas dari proses penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut di atas adalah “asas kearifan Lokal”, yang dimaksud dengan kearifan lokal tersebut berdasarkan penjelasan dari pasal 24 huruf (i) UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah; suatu asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan kebijakan yang terkait tentang desa harus senantiasa memper
hatikan kebutuhan dan kepentingan dari masyarakat Desa se
tempat. Oleh karena itu para pembuat kebijakan (Policymakers) di tingkat desa harus senantiasa memperhatikan dan memper
timbangkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dari desa setempat.[]