• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiprah KH. Abdurrahman Wahid sebagai Politisi

Dalam dokumen Siti Mas'ulah - Repository IAIN Bengkulu (Halaman 127-137)

BAB VII PENUTUP

G. Teknik Analisis Data

4. Kiprah KH. Abdurrahman Wahid sebagai Politisi

hingga lahirnya gagasan Gus Dur mengenai demokrasi, pluralisme agama, humanitarianisme, kebebasan berpendapat, pribumisasi Islam, dan lain-lain, yang menjadi praksis dari berbagai pemikiran yang dilontarkannya sekitar satu dasawarsa sebelumnya. Pada 1990-an akhir, Gus Dur mulai lebih tampak perjuangannya sebagai politisi yang terlibat dalam pergulatan politik Indonesia.199

Gambar B

(Audensi Pengurus PBNU Hasil Muktamar Cipasung 1994 ke Presiden RI)200

Yang menarik dalam pertemuan audensi Pengurus terpilih PBNU hasil Muktamar NU Cipasung 1994 dengan Presiden RI Soeharto, Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU tidak duduk di tengah bersama Rais ‘Am PBNU KH. Ilyas Ruchiat. Gus Dur duduk di pinggir dan tidak tampak santai sebagaimana yang lain. Hal itu didapat karena kerasnya pertarungan di Muktamar NU 1994 di Cipasung, bahkan di acara Muktamar NU Cipasung, Gus Dur tidak boleh duduk di samping Presiden RI Soeharto.

Pertemuan itu menjadi peristiwa bersejarah, karena

199 Fahmina (2010).

200 Berbaju muslimah tidak diketahui namanya, lalu Asmah Syahruni, Gus Dur, Kiai Ma’ruf Amin, Kiai Munasir Ali, Kiai Yusuf Hasyim, Kiai Ali Yafie, Kiai Sahal Mahfudh, Kiai Ilyas Ruchiat, Kiai Usman Abidin, Kiai Chalid Mawardi, dan dokter Fahmi D. Saifuddin, foto repro, Hamzah Sahal, ‘Ditemukan Foto Lama Gus Dur Menghadap Presiden Soeharto’, 2019

<https://alif.id/read/hamzah-sahal/ditemukan-foto-lama-gus-dur-menghadap-presiden- soeharto-b223661p/>, diakses 26 Maret 2020.

pemerintah sebelumnya menolak hasil Muktamar NU yang memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dan KH. Ilyas Ruchiat sebagai Rais ‘Am PBNU.201

Karakter Gus Dur sebagai seorang politisi dapat terlihat saat beliau terlibat dalam pergulatan politik Indonesia. Pasca reformasi 1998, Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang asasnya Pancasila, bukan Islam. Kiprahnya di dunia politik mengantarkan Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI ke-4, menggantikan BJ. Habibie, pada tanggal 20 Oktober 1999. Walaupun sebagai politisi, Gus Dur masih sering menampilkan dirinya sebagai budayawan yang tampak dari manuver dan pernyataannya yang menjadikan dunia politik sebagai dunia seni, yang tidak sakral, tidak hitam-putih, dan tidak menang- menangan. Demikianlah sumbangan Gus Dur dalam praksis politik Indonesia.202

Secara historis, dengan sikapnya yang berkarakter kultural, Gus Dur juga mengkritisi pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) karena menjadi legitimasi kekuasaan Soeharto, dimana ketika itu Soeharto mulai renggang hubungannya dengan militer sehingga ICMI diharapkan mampu menopang dukungan politis kepada Soeharto. Pada akhir rezimnya, Soeharto merapat pada kekuatan Sipil Muslim dan meminimalkan pengaruh politik pada militer, sehingga pada periode itu, BJ. Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden Indonesia pada Sidang Umum MPR-RI tahun 1998. Namun, pasca kerusuhan Mei 1998, BJ. Habibie menggantikan kedudukan Soeharto

201 Sahal (2020).

202 Fahmina (2010); Muradi, "Politics and Governance in Indonesia", The Police in the Era of Reformasi. (Abingdon & New York: Routledge, 2014)<https://doi.org/10.4324/9781315777092>:

h. 393-394.

sebagai Presiden RI. Berdasarkan UUD 1945, militer mendukung pencalonan BJ. Habibie sebagai Presiden RI.203

Setelah berkurang produktifitasnya dalam menulis, Gus Dur lebih banyak melontarkan pernyataan-pernyataan nyleneh dan kontroversial, tetapi itu menjadi ciri khas Gus Dur. Sederat nama juga mengakui hal itu seperti Greg Barton, Greg Fealy, Douglas E Ramage, Al-Zastrouw Ng, Arief Affandi, Ellyasa K.H. Dharwis, Dedy Djamaluddin Malik & Idi Subandy Ibrahim, Laode Ida & A Thantowi Jauhari, Ahmad Bahar, Ma’mun Murod al-Barabasy, dan Saeful Arief. Gus Dur menjadi salah satu sosok yang sulit ditebak langkah dan gerakan perjuangannya. Jika pemerhati menggunakan paradigma positivistik, maka ia tentu akan salah dalam memahami sepak terjang Gus Dur.204

Dagelan-dagelan atau humor Gus Dur juga menjadi warna baru dalam percaturan politik dimana selama masa Orde Baru hanya bergerak lurus dan serius. Gus Dur hadir dengan dagelannya untuk membuka kebekuan, kekakuan, dan kesakralan dalam perpolitikan Indonesia. Beliau menawarkan jalan politik yang fleksibel, bukan logika lurus biasa. Dagelan umumnya digunakan untuk menghibur orang, tetapi Gus Dur menggunakan dagelan itu dalam komunikasi politik. Dagelan politik Gus Dur tidak lepas dari realitas politik yang terjadi dan memberikan perubahan di Indonesia pada kurun waktu 1999-2001 yang bertujuan untuk meredam peristiwa yang terjadi di Indonesia, menginspirasi orang untuk berfikir logis bagi yang bisa memahaminya, mengundang berbagai konflik yang sering membawa Gus Dur ke masalah politik walaupun beliau menanggapinya dengan santai, dan mencairkan situasi politik era reformasi ke arah kebebasan.205

203Abdul Haris Fatgehipon, ‘The Relationship Amongst Soeharto, Military, and Muslim in The End of New Order Regime’, Paramita: Historical Studies Journal, Vol 26 No 1(2016)<https://doi.org/10.15294/paramita.v26i1.5141>: h. 1-8.

204 Fahmina (2010).

205 Nanda Syarif Hidayatulloh and Wisnu, ‘Dagelan Politik Gus Dur Tahun 1999-2001’, Avatara, e-Journal Pendidikan Sejarah, Vol 6 No 4 (2018).

Dagelan atau humor Gus Dur memiliki beberapa makna yang bisa dijabarkan sebagai berikut: Pertama, wacana humor verbal tulis Gus Dur disampaikan dalam ekspresi kebudayaan, pertuturan, tuturan, dan topik pembicaraan, misalnya dialek bahasa lokal dan penggunaan bahasa asing, penutur-lawan tutur, media rekreatif, sarana kritik, alat ekspresi diri, pembicaraan topik politik, topik agama/NU, topik hukum, topik ekonomi, sosial dan masyarakat, topik budaya, topik pendidikan, dan topik pers/media massa. Kedua, wacana humor verbal tulis Gus Dur yang berbentuk penyimpangan prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan parameter pragmatik. Dagelan itu pada intinya memberikan pesan-pesan yang bermakna untuk kebaikan hidup manusia.206

Bahkan detik-detik terpilihnya Gus Dur juga diluar dugaan karena Partai Pemenang Pemilu ketika itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin Megawati. Ketika pelaksanaan pemilihan suara pada Sidang Umum MPR RI dimulai, pada awalnya yang memimpin suara adalah Megawati, tetapi perolehan suara Gus Dur yang didukung kubu Poros Tengah dapat mengimbangi perolehan suara Megawati, bahkan keadaan berbalik pada penghitungan akhir dimana Gus Dur meraih suara lebih banyak 60 suara mengalahkan Megawati, tetapi dalam perkembangannya Megawati kemudian terpilih menjadi Wakil Presiden RI. Sebagai Presiden RI, Gus Dur menyampaikan pidatonya bahwa keadilan dan kemakmuran bagi sebanyak mungkin warga masyarakat harus ditegakkan serta mempertahankan keutuhan wilayah NKRI. Menurutnya, "karena itu, kita tetap tidak bisa menerima adanya campur tangan dari negara lain atau bangsa lain kepada bangsa dan negara kita. Apa pun akan kita lakukan untuk mempertahankan keutuhan wilayah

206 Sudaryanto, ‘Wacana Humor Verbal Tulis Gus Dur: Kajian Sosiopragmatik’, (TesisProgram Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2012).

kita, untuk mempertahankan harga diri kita sebagai bangsa yang berdaulat”.207

Gambar C

(Kabinet Persatuan Nasional Pemerintahan Indonesia )208 Kiprah dan kebijakan Gus Dur selama masa menjabat Presiden RI menunjukkan keterbukaan dan sikap akomodatif terhadap hak-hak kemanusiaan dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat. Hal yang bisa diambil pelajaran di antaranya adalah: Pertama, Gus Dus merupakan tokoh nasional dan Presiden RI yang mengembalikan nama Irian Jaya menjadi Papua. Beliau menempatkan dan memperlakukan Papua sebagaimana mestinya melalui pendekatan sosiologis, antropologis, yuridis dan dialogis. Gus Dur merupakan tokoh nasional dan Presiden RI yang memahami dan menghayati karakter dan jati diri bangsa yang beragam, sehingga hal itu

207 Merdeka, ‘Pelantikan Gus Dur Jadi Presiden Saat Indonesia Tengah Terpuruk’, Merdeka, 2019

<https://www.merdeka.com/politik/pelantikan-gus-dur-jadi-presiden-saat-indonesia-tengah- terpuruk.html>; Wikipedia.org, ‘Kabinet Persatuan Nasional’, Wikipedia.Org, 2019

<https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Persatuan_Nasional>, diakses 27 Maret 2020.

208 Kabinet Persatuan Nasional pemerintahan Indonesia Presiden RI, KH. Abdurrahman Wahid, dan Wakil Presiden RI, Megawati Soekarno Putri. Kabinet ini dilantik pada 28 Oktober 1999 dan masa baktinya berakhir pada 23 Juli 2001, Wikipedia.org (2020).

diletakkan dalam karakter multikulturalitas untuk memenuhi hak-hak kewarganegaraan (civil rights).209

Kedua, dalam menjalankan pemerintahannya, Gus Dur telah membuat tradisi baru dimana menteri dan pejabat setingkat menteri tidak mesti berlaku lima tahun. Gus Dur sebagai figur yang unik dan fenomenal, bahkan kontroversi, telah membuat tradisi baru dalam kepemimpinannya dalam Kabinet Persatuan Nasional, yakni selama kurun waktu yang tidak lebih dari dua tahun sebagai presiden, ia telah melakukan reshuflle menteri kebinet lebih dari sepuluh menteri dalam jajaran kabinetnya walaupun beberapa menteri itu berasal dari tokoh-tokoh besar partai ketika itu.210 Kebijakan reshuflle menteri kemudian berjalan pada periode-periode pemerintahan berikutnya yaitu masa Presiden SBY dan masa Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.

Ketiga, kebijakan Gus Dur sangat dirasakan warga Tionghoa Indonesia ketika beliau menjabat sebagai Presiden RI. Gus Dur mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Kebijakan Gus Dur tersebut memberikan hak kepada warga Tionghoa untuk mengekspresikan budaya dan menjalankan ajaran agamanya yang sebelumnya terbelenggu oleh pemerintahan Orde Baru, sehingga tradisi, kepercayaan dan falsafah warga Tionghoa di Indonesia kembali terangkat. Kebijakan Gus Dur tersebut juga menjadi kebijakan yang berpihak pada warga minoritas. Atas dasar itu, kelompok keturunan Tionghoa di Semarang, Jawa Tengah, Klenteng Tay Kek Sie mengangkat dan menahbiskan Gus Dur sebagai “Bapak Tionghoa Indonesia”.

Mereka menahbiskan Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dengan argumentasi, yaitu “perjuangan Gus Dur

209 The Wahid Institute, ‘Membaca Papua Lewat Gus Dur’, The Wahid Institute, 2013

<http://wahidinstitute.org/v1/Reviews/Detail/?id=66/hl=id/Membaca_Papua_Lewat_Gus_

Dur, diakses 18 Maret 2020>.

210 Abu Naim, ‘Tipologi Kepemimpinan Politik Gus Dur’, Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran Hukum Islam, Vol 6 No 1(2014): h. 1-20.

dari sisi kewarganegaraan kelompok keturunan Tionghoa, keteladanan Gus Dur dalam memperlakukan kelompok keturunan Tionghoa, serta sisi pelengkap yang masih berupa kontroversi, yaitu pengakuan Gus Dur sebagai keturunan Tionghoa, dari marga Tan”.211 Dari dua kasus tersebut, Gus Dur memiliki landasan doktrin keislaman berikut:

Pandangan Gus Dur dalam mendasari nilai universalismenya, yang membuat berbeda dengan para pemikir dan pemimpin umat Islam kebanyakan adalah dalam memahami ayat, "udkhulū fī al-silmi kāffah" (QS al-Baqarah [2:208]). Berbeda dengan tokoh lain yang menganggap as-silmi sebagai "Islam", Gus Dur dalam hal ini memandang as-silmi kaffah sebagai kedamaian secara penuh, yang membawa pada keberadaan universal dan tidak perlu diterjemahkan pada sistem-sistem tertentu, termasuk kepada Islam.

Karena ayat tersebut mengajak kepada kedamaian umat manusia. Lebih lanjut, Gus Dur....dalam memandang keislaman lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar untuk menjadi ‘muslim yang baik’. Sebagaimana diajarkan dalam ayat-ayat al qur'an bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi muslim yang baik: yaitu menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan (sanak saudara, anak yatim, kaum miskin), menegakkan profesionalisme, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan kesusahan.212

Keempat, Gus Dur membuat kebijakan dengan membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan. Ketika Gus Dur menjelaskan alasan pembubaran dua departemen di kementerian itu di hadapan

211 Munawir Aziz, ‘Kiprah Gus Dur Membela Tionghoa’, 2012.

212 Munawir Aziz (2012).

DPR, beliau menyampaikan komentar bahwa DPR tak ubahnya taman kanak-kanak. "Beda DPR dengan taman kanak-kanak memang tidak jelas." Kelima, setelah Soeharto lengser, Gus Dur lalu mengunjunginya walaupun ketika itu Soeharto dan Keluarga Cendana masih menjadi sorotan publik. Namun demikian, Gus Dur tetap berkomitmen untuk mendorong untuk mengadili Soeharto, hartanya disita, lalu Soeharto dimaafkan, sehingga untuk pertama kalinya, pada 30 Agustus 2000 dilaksanakan pengadilan terhadap Soeharto. Keenam, Gus Dur juga mengusulkan untuk menghapus Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan pelarangan penyebaran ajaran komunisme dan Marxisme/Leninisme di Indonesia. Walaupun usulan Gus Dur itu kandas pada rapat Panitia Ad Hoc II Badan Pekerja (PAH II BP) MPR-RI, yakni seluruh Fraksi MPR menolak usulan tersebut. Ketujuh, Gus Dur mengubah keangkeran Istana Negara dengan cara menerima tamu dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum, pejabat, hingga kiai NU yang hanya memakai sarung dan sandal. Kedelapan, kebijakan Gus Dur yang paling kontroversial menjelang akhir masa jabatan adalah dekrit pembubaran parlemen. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan akhirnya MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur.213 Kisah menjelang pelengseran Gus Dur dan perlawanannya dapat digambarkan berikut:

Raut wajah KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tampak serius. Keningnya sesekali berkerut.

Intonasi suaranya diatur sedemikian rupa, sehingga membuat suasana ruangan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Senin 23 Juli 2001 pukul 01.30 WIB, senyap. Dini hari itu, tepat 18 tahun silam menjadi catatan sejarah untuk kedua kalinya Presiden RI

213 Mohamad Taufik, ‘6 Kebijakan Kontroversial Gus Dur Saat Jadi Presiden’, Merdeka.Com, 2013

<https://www.merdeka.com/peristiwa/6-kebijakan-kontroversial-gus-dur-saat-jadi- presiden.html> diakses 27 Maret 2020.

mengeluarkan dekrit (setelah Bung Karno pada 5 Juli 1959). Saat hari masih gelap, Gus Dur mengeluarkan dekrit yang pada akhirnya justru membuat dirinya terguling dari kursi Presiden ke-4 RI. Ada tiga poin besar dalam dekrit yang dikeluarkan Gus Dur.

Pertama, membekukan DPR-MPR. Kedua, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan untuk penyelenggaraan pemilihan umum dalam waktu setahun. Dan ketiga, menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan cara membekukan Partai Golongan Karya (Golkar) sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.214

Dengan kebijakan yang berpihak kepada hak-hak kemanusiaan, Gus Dur berani melawan siapa pun demi tegaknya prinsip-prinsip keadilan dan kemakmuran yang diajarkan Islam. Sepak terjang Gus Dur dalam memperjuangkan aspirasi rakyat untuk menegakkan keadilan dan kemakmurannya berujung pada pelengseran dirinya sebagai Presiden RI. Pelengseran Gus Dur dilakukan melalui proses Memorandum I dan Memorandum II dari DPR-RI pada Presiden RI yang kemudian berujung pada pelaksanaan Sidang Istimewa MPR tersebut, sehingga masa Pemerintahan Gus Dur hanya berjalan mulai dilantik pada 28 Oktober 1999 dan berakhir pada 23 Juli 2001.215

214 Liputan6.com, ‘23 Juli 2001: Dekret Presiden, Perlawanan Parlemen, dan Celana Pendek Gus Dur’, 2019 <https://www.liputan6.com/news/read/4019189/23-juli-2001-dekret-presiden- perlawanan-parlemen-dan-celana-pendek-gus-dur> diakses 27 Maret 2020.

215 Seto Cahyono, ‘Hubungan Memorandum dan Sidang Istimewa dalam Penegakan Hukum Tata Negara’, Perspektif, (2006)<https://doi.org/10.30742/perspektif.v6i4.532>; Wikipedia.org (2020).

B. Landasan Paradigma Pendidikan Pesantren Multikultural

Dalam dokumen Siti Mas'ulah - Repository IAIN Bengkulu (Halaman 127-137)