• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prior Research on Topic

Dalam dokumen Siti Mas'ulah - Repository IAIN Bengkulu (Halaman 64-68)

BAB VII PENUTUP

B. Prior Research on Topic

persaudaraan insaniyah dan prinsip keterbukaan terhadap perbedaan serta prinsip kerjasama yang tulus dan ikhlas.

dialektika agama dan negara, sehingga mampu mengharmoniskan aliran paradigma sekuler dan religius;75

(g) penelitian Anthony L. Smith mengemukakan bahwa kehadiran Gus Dur dalam pentas kekuasaan politik tidak dikehendaki oleh dunia luar, alias anak haram.

Walaupun kebijakan Gus Dur konservatif tetapi pemerintahan Gus Dur mampu mempertahankan eksistensi territorial Indonesia atau keutuhan NKRI;76 (h) penelitian Saoki mendeskripsikan bahwa Gus Dur dan M. Nastir sama- sama sepakat bahwa Islam tidak memiliki sistem pemerintahan yang jelas dan baku, tetapi keduanya berbeda dalam hal relasi agama dan negara. Bagi Natsir, Islam dan agama merupakan dua entitas yang satu dan Islam seharusnya menjadi ideologi negara, sedangkan Gus Dur berpendapat bahwa Islam dan negara harus dipisahkan, urusan negara adalah urusan sekuler, sedangkan Islam dapat menjadi nilai-nilai substantif dalam membangun kehidupan bernegara;77

(i) penelitian Greg Barton tentang pemikiran Gus Dur dan Cak Nur yang mengulas neo-modernisme Islam yang memiliki ciri khas progesif dalam melakukan ijtihad untuk melakukan pembaruan Islam, sehingga neo-modernisme tidak menolak arus budaya Barat dan juga tidak menafikan budaya tradisional. Dari penelitian Greg Barton ini dapat ditemukan karakteristik pemikiran multikultural-progesif Gus Dur dalam melakukan pembaruan Islam, yang dikontraskan dengan paradigma multikultural-konservatif karena tidak mau membangun dialektika budaya Islam dengan budaya Barat;78 (j) penelitian Musda Asmara mengenai pemikiran Gus Dur

75 Saefur Rochmat, ‘The Fiqh Paradigm for The Pancasila State: Abdurrahman Wahid’s Thoughts on Islam and the Republic of Indonesia’, Al-Jami’ah, Vol 52 No 2 (2014), 309–29

<Https://Doi.Org/10.14421/Ajis.2014.522.309-329>.

76 Anthony L. Smith, ‘Indonesia´S Foreign Policy Under Abdurrahman Wahid: Radical Or Status Quo State?$^{1}$’, Contemporary Southeast Asia, (2000)<Https://Doi.Org/10.1355/Cs22_3d>.

77 Saoki, ‘Islam dan Negara Menurut M. Natsir dan Abdurrahman Wahid’, Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, Vol $ No 2 (2015)<https://doi.org/10.15642/ad.2014.4.02.344- 367>.

78 Greg Barton, ‘Indonesia’s Nurcholish Madjid and Abdurrahman Wahid as Intellectual Ulama:

The Meeting of Islamic Traditionalism and Modernism in Neo–Modernist Thought’, International Journal of Phytoremediation, Vol 8 No. 3, (1997)<Https://Doi.Org/10.1080/09596419708721130>.

yang mengulas inklusifitas hidup beragama yang dibutuhkan dalam membangun keadilan dan kesetaraan hidup manusia;79 (k) penelitian Kamarudin Salleh dan Khoiruddin bin Muhammad Yusuf yang meneliti liberalisme Islam dari pemikiran Gus Dur;80 (l) penelitian Muhammad Najib terhadap pemikiran Gus Dur yang menyebutkan bahwa Islam dan dunia Barat bukanlah musuh tetapi bisa saling bergandengan secara kritis-selektif karena dunia Barat dengan sekularismenya tidak bisa diterima di dunia Islam, tetapi nilai-nilai demokrasi, keadilan, kebebasan dan musyawarah yang diatur dalam konsitusi negara dapat diterima dan diakui dalam ajaran agama Islam sebagai bagian penting dalam pengamalan ajaran agama Islam;81 dan (k) penelitian Moh Dahlan yang membahas pemikiran Gus Dur dalam bidang fikih multikultural dan hubungannya dengan bidang politik Islam di Indonesia, tetapi belum membahas materi akidah, ski, qur’an ḥadiṡ sebagai landasan pemikiran Gus Dur dan relevansinya di Indonesia.82

Kedua, penelitian yang membahas pemikiran Gus Dur dalam bidang pendidikan yang terdiri dari beberapa penelitian berikut: (a) penelitian Muhammad Hasyim yang mengulas pemikiran Gus Dur tentang pesantren sebagai agen perubahan bukan objek perubahan sehingga pesantren dapat menjadi rujukan dalam melakukan perubahan hidup, bahkan mampu mengambil peran dalam melakukan modernisasi pendidikan bagi anak bangsa;83

(b) penelitian Moh Slamet Untung yang mengulas gerakan Gus Dur mengenai pesantren yang dinilai telah

79 Musda Asmara, ‘Islam dan Pluralisme dalam Pembangunan Politik di Indonesia: Perspektif Pemikiran Abdurrahman Wahid’, Fokus Jurnal Kajian Keislaman Dan Kemasyarakatan, Vol. 2 No 1, (2017)<Https://Doi.Org/10.29240/Jf.V2i1.259>: h. 67-68.

80 Kamarudin Salleh dan Khoiruddin Bin Muhammad Yusuf, ‘Gus Dur dan Pemikiran Liberalisme’, Ar-Raniry, International Journal Of Islamic Studies, Vol 1 No 2, (2014)<Https://Doi.Org/10.20859/Jar.V1i2.17>: h. 259-273.

81 Muhammad Najib, ‘Islam dan Konstitusi dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid’, Miyah : Jurnal Studi Islam, (2018).

82 Moh Dahlan, Paradigma Ushul Fiqh Multikultural Gus Dur (Yogyakarta: Kaukaba Press, 2013).

83 Muhammad Hasyim, ‘Modernisasi Pendidikan Pesantren dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid’, Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, Vol 2 No 2 (2018)<Https://Doi.Org/10.37348/Cendekia.V2i2.27>: h. 168-169.

berhasil menunjukkan kemandiriannya dalam menjalankan sistem pendidikan dan pengajarannya ketika rezim Orde Baru tidak berpihak kepada pesantren selama kurun waktu tahun 1970-an sampai dengan 1980-an. Walaupun demikian, ketika itu, pesantren juga mengalami stagnasi, sehingga Gus Dur melakukan pembangunan pendidikan berwawasan progresif dalam menjawab dinamika kehidupan zaman;84 dan (c) penelitian Abdullah Zawawi yang mengulas pemikiran Gus Dur yang memposisikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang unik dan integral karena lingkungan pesantren adalah lingkungan masyarakat belajar di dalam ada kiai, santri, asrama, mushalla atau masjid, dan madrasah.85

Ketiga, penelitian yang mendeskripsikan pemikiran Gus Dur dalam bidang pendidikan Islam multikultural yang terdiri dari beberapa penelitian berikut: (a) Penelitian Musthofa yang membahas paradigma pendidikan multikultural Gus Dur yang menemukan karakter teologis- antroposentris yang berpijak pada konsep pribumisasi Islam, demokrasi dan hak asasi manusia, dan humanisme dalam pluralitas masyarakat, sedangkan pendekatan pendidikan multikultural yang digunakan adalah penghargaan terhadap budaya lokal, menegakkan demokrasi dan HAM, pendidikan yang berbasis kemanusiaan dan keadilan, dan menghargai pluralitas masyarakat;86

(b) penelitian Anam yang mendeskripsikan pendidikan pluralisme Gus Dur dalam mewujudkan kerukunan umat beragama dengan tiga agenda, yakni pendidikan tidak hanya terbatas materi yang didapatkan di sekolah tetapi juga menghargai dari materi keyakinan peserta didik, pendidikan tidak hanya terbatas pada materi yang disampaikan pendidik/guru tetapi juga perlu

84 Slamet Untung, ‘Gagasan Abdurrahman Wahid tentang Pengembangan Pendidikan Pesantren (1970-1980)’, International Journal Ihya’ ’Ulum Al-Din, Vol 18 No 1 (2017)<Https://Doi.Org/10.21580/Ihya.17.1.1732>: h. 87.

85 Abdullah Zawawi, ‘Peranan Pondok Pesantren dalam Menyiapkan Generasi Muda di Era Globalisasi’, Ummul Quro, Vol 3 No 2 (2013): h. 2-3.

86 Indhra Musthofa, "Pendidikan Multikutlural dalam Perspektif Gus Dur", Tesis, UIN Maliki, Malang, (2015): h. xiv dan 133-134.

memperhatikan keyakinan peserta didik dan pendidikan tidak hanya terbatas pada teks yang sudah ada tetapi proses pendidikan harus mampu membangun iklim kritis terhadap wacana keilmuan yang ada.87 Perbedaan penelitian ini adalah fokus pendidikan pluralisme pada substansi kesamaan keyakinan dan pemikiran untuk kebersamaan dalam kehidupan pendidikan yang majemuk, sedangkan pendidikan multikulturalisme fokus pada adanya perbedaan yang kemudian diangkat sebagai potensi untuk membangun kebersamaan dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa penelitian ini berusaha melengkapi tiga kecenderungan penelitian tersebut dalam rangkaian rumusan penelitian yang sistematis dalam paradigma pendidikan pesantren multikultural progresif Gus Dur mulai dari landasan, konstruksi pemikiran hingga relevansinya dalam kehidupan masyarakat muslim terdidik dan masyarakat umumnya di Indonesia.

Dalam dokumen Siti Mas'ulah - Repository IAIN Bengkulu (Halaman 64-68)