• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia Dini

12. Lev Vygotsky

Lev Vygotsky dikenal sebagai a socialcultural constructivist asal Rusia. Vygotsky dalam Brodova dan Deborah (1996:23) berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya (Brodova dan Deborah,1996:27-28).

Selanjutnya melalui teori revolusi sosio kulturalnya, Vygotsky mengemukakan bahwa manusia memiliki alat berpikir (tool of mind) yang dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai kapasitas alami (Brodova dan Deborah,1996:26). Vygotsky mengemukakan beberapa kegunaan dari alat berpikir manusia yaitu:

Membantu memecahkan masalah, seseorang akan mampu mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Anak-anak akan mencoba memecahkan masalah dalam permainan yang sedang dikerjakan (mencari jejak).

Memudahkan dalam melakukan tindakan, dengan alat berpikirnya, setiap individu akan dapat memilih tindakan atau perbuatan seefektif dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan itu merupakan cerminan dari berfungsinya alat berpikir.

Memperluas kemampuan, melalui berbagai eksporasi yang dilakukan seorang anak melalui panca inde-ranya, maka akan semakin banyak hal yang ia ketahui.

Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya, alat berpikir berkembang secara alami, mengikuti apa yang terjadi di sekitarnya. Semakin banyak stimulasi yang diperoleh anak saat berinteraksi dengan lingkungan, maka akan semakin cepat berkembang fungsi pikirnya.

Prinsip dasar dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses ko-konstruksi membangun berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dimana anak tersebut berada.

Pengetahuan juga berasal dari lingkungan budaya. Pengetahuan yang berasal dari budaya biasanya

 Berpikir secara egosentris (2-4 tahun), anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri, menilai benar/

tidak berdasarkan sudut pandang sendiri. Sehingga anak belum dapat meletakkan cara pandangnya dari sudut pandang orang lain.

 Berpikir secara intuitif (4-7 tahun), yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu (menggambar/meny- usun balok), tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa melakukan hal tersebut. Pada usia ini anak sudah dapat mengklasifikasi objek sesuai dengan kelompoknya

Fase Operasi Konkret (7 – 12 tahun), anak sudah punya kemampuan berpikir secara logis dengan syarat objek yang menjadi sumber berpikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat mengklasifikasi objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutnya, memahami cara pandang orang lain dan berpikir secara deduktif.

Fase Operasi Formal (12 tahun), anak dapat berpikir secara abstrak seperti kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berpikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.

Cara Belajar Anak Usia Dini

Anak usia dini belajar melalui active learning, metode yang digunakan adalah memberikan pertanyaan pada anak dan membiarkan berpikir/bertanya pada diri sendiri, sehingga hasil belajar yang didapat merupakan konstruksi anak tersebut. Pada dasarnya anak memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan sendiri, sehingga sangat penting bagi anak untuk terlibat langsung dalam proses belajar. Piaget juga menjelaskan bahwa pengalaman belajar anak lebih banyak didapat dengan cara bermain, melakukan percobaan dengan objek nyata, dan melalui pengalaman konkret. Anak mempunyai kesempatan untuk mengkreasi dan memanipulasi objek atau ide.

Cara Anak Memperoleh Pengetahuan

Melalui interaksi sosial, anak mengetahui sesuai dari manusia lain ketika anak meneliti atau melihat sesuatu, anak tersebut akan tahu tentang objek jika diberitahu oleh pihak lain

Melalui pengetahuan fisik, yaitu mengetahui sifat fisik dari suatu benda. Pengetahuan ini diperoleh dengan menjelajah dunia yang bersifat fisik, melalui kegiatan tersebut anak belajar tentang sifat bulat, panjang, pendek, keras, lemah, dingin atau panas. Konsep tersebut didapat dari pemahaman terhadap lingkungan dimana anak berinteraksi langsung.

Melalui Logika Mathematical, meliputi pengertian tentang angka, seri, klasifikasi, waktu, ruang dan konversi.

Di dalam teori active learning, pendidikan hendaknya mengarahkan anak untuk menjadi pembelajar yang aktif. Untuk itu, pendidikan harus dirancang secara kreatif. Anak-anak akan terbiasa belajar dan mempelajari berbagai aspek pengetahuan. Keterampilan dan kemampuan melalui berbagai aktivitas mengamati, mencari, menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan dan mengemukakan sendiri berbagai hal yang ditemukan di lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat Piaget dijelaskan bahwa model pendekatan pada anak sangat berbeda dengan model pendekatan pada guru. Model pendekatan pada anak adalah pendekatan berdasarkan perkembangan (development position) dan kegiatan bermain (play activity). Sedangkan model yang berpusat pada guru pendekatannya berdasarkan perilaku yang diatur (behavioral position) dan pembelajaran yang diatur oleh guru (direct instruction).

Implementasi dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

Untuk membangun pengetahuan pada anak diperlukan metode pembelajaran yang tepat agar pengetahuan yang ingin dibangun oleh anak dapat terinternalisasi dengan baik, metode tersebut antara lain:

Metode praktik langsung, melalui kegiatan praktik langsung diharapkan anak akan dapat pengalaman melalui interaksi langsung dengan objek

Metode cerita, anak akan mendapat pengetahuan tentang bagaimana cara menyampaikan pesan pada orang lain agar orang lain mampu memahami pesan-pesan yang ingin disampaikan.

Metode tanya jawab, membangun pengetahuan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sehingga anak dapat menjawab dan membuat pertanyaan sesuai informasi yang ingin diperoleh.

Metode proyek, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan eksplorasi pada lingkungan se- kitar sebagai proyek belajar.

Metode bermain peran, anak dapat mengembangkan pengetahuan sosial karena di tuntut untuk mem- pelajari dan memperagakan peran yang akan dimainkan.

Metode demonstrasi, menunjukkan/memperagakan suatu tahapan kejadian, proses dan peristiwa.

12. Lev Vygotsky

Lev Vygotsky dikenal sebagai a socialcultural constructivist asal Rusia. Vygotsky dalam Brodova dan Deborah (1996:23) berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya (Brodova dan Deborah,1996:27-28).

Selanjutnya melalui teori revolusi sosio kulturalnya, Vygotsky mengemukakan bahwa manusia memiliki alat berpikir (tool of mind) yang dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas kemampuan, melakukan sesuatu sesuai kapasitas alami (Brodova dan Deborah,1996:26). Vygotsky mengemukakan beberapa kegunaan dari alat berpikir manusia yaitu:

Membantu memecahkan masalah, seseorang akan mampu mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Anak-anak akan mencoba memecahkan masalah dalam permainan yang sedang dikerjakan (mencari jejak).

Memudahkan dalam melakukan tindakan, dengan alat berpikirnya, setiap individu akan dapat memilih tindakan atau perbuatan seefektif dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan itu merupakan cerminan dari berfungsinya alat berpikir.

Memperluas kemampuan, melalui berbagai eksporasi yang dilakukan seorang anak melalui panca inde-ranya, maka akan semakin banyak hal yang ia ketahui.

Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya, alat berpikir berkembang secara alami, mengikuti apa yang terjadi di sekitarnya. Semakin banyak stimulasi yang diperoleh anak saat berinteraksi dengan lingkungan, maka akan semakin cepat berkembang fungsi pikirnya.

Prinsip dasar dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses ko-konstruksi membangun berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dimana anak tersebut berada.

Pengetahuan juga berasal dari lingkungan budaya. Pengetahuan yang berasal dari budaya biasanya

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) anak hendaknya memperoleh kesempatan luas dalam kegiatan pembelajaran guna mengembangkan potensinya; (2) pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya; (3) program kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi; (4) anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajari dengan pengetahuan prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah dan; (5) proses belajar dan pembelajaran tidak sekadar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi. Peran guru anak usia dini dalam hal ini adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara terbaik dengan membangun minat, kebutuhan, dan kelebihan-kelebihan yang ada pada setiap anak.

Terdapat perbedaan antara Vigotsky dengan Piaget, walaupun mereka berdua sama-sama menekankan/

memfokuskan pada peran bahasa dan pengalaman bersosialisasi dalam perkembangan kognitif anak.

Berkaitan dengan perkembangan kogintif melalui pengalaman bersosialisasi, Vygotsky menekankan pada kemampuan bahasa terutama pada kecepatan berbicara; sedangkan Piaget lebih menekankan pada eksplorasi pada sensorimotor bayi.

Vygotsky memandang bermain sebagai kegiatan sosial. Pada awalnya, anak-anak bermain secara solitary (secara sendiri-sendiri), seiring dengan kematangan kognitif anak dan berkurangnya egosentris, permainan anak menjadi lebih sosial.

Cara Belajar Anak Usia Dini

Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vigotsky mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (ZPD), hukum genetik tentang perkembangan dan mediasi.

1. Hukum genetik tentang perkembangan (Genetic Law of Development)

Kemampuan seseorang untuk tumbuh dan berkembang melewati 2 tatanan, yaitu tatanan sosial tempat orang- orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.

Lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan tataran psikologis sebagai keturunan yang tumbuh melalui penguasaan terhadap proses-proses sosial tersebut.

Zone Perkembangan Proximal (Zone of Proximal Development)

Sebagai kapasitas potensial belajar anak yang dapat terwujud melalui bantuan orang dewasa/yang lebih terampil. ZPD atau scaffolding interpretation merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.

4 tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:

1. Tindakan anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain 2. Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri

3. Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi

4. Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.

2. Mediasi

Mediasi merupakan tanda, lambang dan bahasa mediator yang berasal dari lingkungan sosiokultural di- mana seseorang berada. Dalam kegiatan kegiatan pembelajaran anak dibimbing oleh orang dewasa/teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami tanda, lambang dan bahasa. Tanda, lambang dan bahasa merupakan penghubung antara rasionalitas sosiokultural (Intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar. Sebagai mediator, bahasa sangat penting dalam perkembangan kognisi anak. Bahasa dapat menjadikan anak berimajinasi, memanipulasi, menciptakan gagasan baru dan mem-bagi gagasan tersebut dengan orang lain.

Mekanisme teori yang digunakan Vygotsky untuk menspesifikasikan hubungan antara pendekatan sosiokultural dan pempungsian otak didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya tanda-tanda, didapatkan secara turun-menurun melalui orang-orang yang berada di sekitar. Pengetahuan dibangun oleh

anak berdasarkan kemampuannya dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak.

Vygotsky mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang terus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya yaitu pada asal-usul tindakan sadarnya dan dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya. Manusia sebagai makhluk individu memiliki alat berpikir yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainya.

Peningkatan kualitas kognitif terasa dari kehidupan sosialnya, bukan sekadar dari individu itu sendiri.

Teori Vygotsky lebih tepat disebut sebagai pendekatan ko-konstruktivisme yaitu suatu proses membangun pengetahuan baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat didalamnya.

Vygotsky percaya bahwa kognitif tertinggi yang berkembang saat anak berada di sekolah yaitu saat terjadinya interaksi antara anak dan guru. Pengetahuan yang diberikan secara termakna bagi anak akan memberikan dampak yang berharga bagi anak.

Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep zone of proximal development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak yang dapat berwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil. Vygotsky dalam Berk dan Winsler (1995:26) mendefinisikan ZPD sebagai jarak/kesenjangan antara level perkembangan yang aktual yang ditunjukkan dengan pemecahan masalah secara mandiri dan level perkembangan potensial yang ditunjukkan oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa ataupun kerja sama dengan para teman sebaya yang lebih mampu (the distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers).

Stuyf (2007:3) dan Essa (2003:139) mengatakan bahwa strategi pembelajaran pentahapan (scaffolding) memberikan bantuan secara perseorangan berdasar ZPD pebelajar. Di dalam pembelajaran scaffolding banyak pengetahuan lain yang memberikan scaffold atau bantuan untuk memfasilitasi perkembangan pebelajar. Scaf-fold memfasilitasi kemampuan anak untuk membangun pengetahuan sebelumnya dan menginternalisasi in-formasi baru. Aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran scaffolding hanya melewati tingkatan yang pebelajar dapat lakukan sendiri. Semakin besar kemampuan lain yang diberikan scaffold supaya pebelajar dapat menyelesaikan (dengan bantuan) tugas yang biasanya tidak dapat diselesaikan anak, sehingga membantu pebelajar melalui ZPD.

Vygotsky dalam Stuyf mendefinisikan pembelajaran scaffolding sebagai tugas guru-guru dan yang lainnya dalam mendukung perkembangan pebelajar dengan menyediakan struktur bantuan untuk mencapai tahapan atau tingkatan berikutnya. Aspek penting dari pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat sementara. Selama kemampuan pebelajar bertambah, maka scaffolding yang diberikan makin lama makin berkurang. Akhirnya anak dapat menyelesaikan tugas atau menuntaskan konsep dengan sendirinya, sehingga tujuan dari pendidik ketika menggunakan strategi pembelajaran scaffolding adalah untuk menjadikan anak sebagai pebelajar yang mandiri dan mampu mengatur sendiri serta sebagai pemecah masalah. Setelah kompetensi belajar/pengetahuan anak bertambah, maka pendidik secara berangur-angsur mengurangi penyediaan bantuan.

Menurut Vygotsky, bantuan eksternal yang diberikan guru dapat dihilangkan apabila anak tampak telah berkembang secara konsisten. Bantuan dapat diberikan pada saat anak beraktivitas atau mengerjakan tugas, seperti: (1) memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas; (2) mempermudah tugas agar anak-anak mudah mengatur dan menyelesaikannya; (3) memberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu anak agar fokus dalam mencapai tujuannya; (3) secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak-anak dengan standar atau penyelesaian yang diinginkan guru; (4) mengurangi frustrasi dan risiko; serta (5) memberi contoh dengan jelas serta menetapkan harapan dari aktivitas yang ditampilkan (Stuyf, 2007:3-5).

Terdapat 4 (empat) tahapan zona proximal development (ZPD), yaitu: pertama, tindakan anak masih dipengaruhi oleh orang lain; kedua, tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri; ketiga, tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi; serta keempat, tindakan spontan yang diulang-ulang sehingga anak siap berpikir abstrak.

Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) anak hendaknya memperoleh kesempatan luas dalam kegiatan pembelajaran guna mengembangkan potensinya; (2) pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya; (3) program kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi; (4) anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajari dengan pengetahuan prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah dan; (5) proses belajar dan pembelajaran tidak sekadar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi. Peran guru anak usia dini dalam hal ini adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara terbaik dengan membangun minat, kebutuhan, dan kelebihan-kelebihan yang ada pada setiap anak.

Terdapat perbedaan antara Vigotsky dengan Piaget, walaupun mereka berdua sama-sama menekankan/

memfokuskan pada peran bahasa dan pengalaman bersosialisasi dalam perkembangan kognitif anak.

Berkaitan dengan perkembangan kogintif melalui pengalaman bersosialisasi, Vygotsky menekankan pada kemampuan bahasa terutama pada kecepatan berbicara; sedangkan Piaget lebih menekankan pada eksplorasi pada sensorimotor bayi.

Vygotsky memandang bermain sebagai kegiatan sosial. Pada awalnya, anak-anak bermain secara solitary (secara sendiri-sendiri), seiring dengan kematangan kognitif anak dan berkurangnya egosentris, permainan anak menjadi lebih sosial.

Cara Belajar Anak Usia Dini

Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vigotsky mengemukakan konsep Zone of Proximal Development (ZPD), hukum genetik tentang perkembangan dan mediasi.

1. Hukum genetik tentang perkembangan (Genetic Law of Development)

Kemampuan seseorang untuk tumbuh dan berkembang melewati 2 tatanan, yaitu tatanan sosial tempat orang- orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.

Lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan tataran psikologis sebagai keturunan yang tumbuh melalui penguasaan terhadap proses-proses sosial tersebut.

Zone Perkembangan Proximal (Zone of Proximal Development)

Sebagai kapasitas potensial belajar anak yang dapat terwujud melalui bantuan orang dewasa/yang lebih terampil. ZPD atau scaffolding interpretation merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.

4 tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:

1. Tindakan anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain 2. Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri

3. Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi

4. Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.

2. Mediasi

Mediasi merupakan tanda, lambang dan bahasa mediator yang berasal dari lingkungan sosiokultural di- mana seseorang berada. Dalam kegiatan kegiatan pembelajaran anak dibimbing oleh orang dewasa/teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami tanda, lambang dan bahasa. Tanda, lambang dan bahasa merupakan penghubung antara rasionalitas sosiokultural (Intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar. Sebagai mediator, bahasa sangat penting dalam perkembangan kognisi anak. Bahasa dapat menjadikan anak berimajinasi, memanipulasi, menciptakan gagasan baru dan mem-bagi gagasan tersebut dengan orang lain.

Mekanisme teori yang digunakan Vygotsky untuk menspesifikasikan hubungan antara pendekatan sosiokultural dan pempungsian otak didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya tanda-tanda,

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

kandungan hingga kematian, bertindak sebagai kekuatan penengah dan pembentuk ( Salkind, 2009:189).

Tahapan dari psikososial Erickson (dalam Salkind, 2009: 193) yang dikenal dengan istilah Erickson’s Stage of Healthy Personality Development (Puckett dan Diffily, 2004:101) adalah:

• tahap 1 (lahir- 1 tahun) sebagai tahap oral-sensori, dengan hasil psikososial rasa percaya vs rasa tidak percaya;

• tahap 2 ( 2-3 tahun) sebagai tahap muskular analdengan hasil psikososial otonomi vs keraguan;

• tahap 3 (4-5 tahun) sebagai tahap lokomotor-genital dengan hasil psikososial inisiatif vs rasa bersalah;

• tahap 4 (6-11 tahun) sebagai tahap latensidengan hasil psikososial rasa mantap vs rasa rendah diri;

• tahap 5 (12-18 tahun) sebagai tahap pubertas dan masa remaja dengan hasil psikososial identitas vs kekacauan atau kebingungan peran;

• tahap 6 awal masa dewasa dengan hasil psikososial kedekatan vs keterkucilan ;

• tahap 7 masa dewasa dengan hasil psikososial generativitas vs kemandekan;

• tahap 8 masa kematangan dengan hasil psikososial integritas ego vs rasa putus asa

Berikut ini hanya akan diperjelas tentang tahapan perkembangan psikososial pada masa anak usia dini (Essa, 2011: 132-133 ; Papalia, Old dan Feldman, 2008: 273-275; Slavin, 2008:64-68)

Basic trust vs Mistrust, tahapan ini dimulai ketika lahir dan berlangsung hingga 12-18 bulan. Pada masa awal ini, bayi mengembangkan rasa ketergantungan kepada orang lain dan obyek didunia mereka. Bayi harus mengembangkan keseimbangan antara rasa percaya (yang memungkinkan mereka menciptakan hubungan yang rapat) dan ketidak percayaan (yang memungkinkan mereka untuk melindungi diri). Apabila rasa percaya diri lebih mendominasi, maka akan menimbulkan keyakinan bahwa anak dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Sebaliknya apabila rasa ketidakpercayaan yang mendominasi, maka anak akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak bersahabat dan mungkin anak akan memiliki kesulitan dalam memulai hubungan.

Autonomy vs Shame and Doubt, tahapan ini dimulai sekitar usia 18 bulan hingga 3 tahun. Pada masa ini anak-anak menerima keseimbangan antara menentukan diri sendiri dan kontrol oleh orang lain. Umumnya yang cukup menonjol disini adalah fungsi pembuangan yang terkait dengan toilet training. Pada usia 2 tahun kebanyakan anak sudah dapat berjalan dan telah mampu berkomunikasi dengan orang lain, mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada orang lainnya. Sebaliknya mereka berjuang untuk meraih otonomi, yaitu kemampuan untuk melakukan sendiri segala sesuatunya. Orangtua yang secara fleksibel memberikan kebebasan untuk anak dapat melakukan sesuatunya sendiri akan mendorong pembentukan rasa otonomi, tetapi sebaliknya orangtua yang terlalu melarang dan keras akan berdampak munculnya rasa ketidakberdayaan dan ketidakmampuan yang dapat berakibat rasa malu dan keraguan akan kemampuan seseorang.

Initiative vs Guilt,tahapan inisiatif versus rasa bersalah ini dimulai sekitar usia 3-6 tahun. Pada masa ini kemampuan motorik dan bahasa anak semakin agresif dan kuat dalam penjajakan lingkungan sosial maupun fisik mereka. Ketika anak berusia 3 tahun, mereka mulai memiliki inisiatif yang makin besar seperti untuk berlari, melompat, melempar dan bermain apa saja. Dorongan dari orangtua dan atau orang dewasa lainnya akan semakin memperkuat keyakinan akan rasa mampu pada diri anak, tetapiu sebaliknya orangtua atau orang dewasa yang dengan kejam menghukum atau mematikan inisiatif anak, akan menjadikan anak tersebut merasa bersalah saat ini maupun dikemudian hari dalam kehidupannya.

Industry vs Inferiority, tahapan kerajinan versus inferioritas dimulai sekitar usia 6-12 tahun. Periode ini ditandai dengan akhir dari masa pra sekolah menuju ke masa sekolah dasar, dimana anak mulai memfokuskan diri pada pengembangan kemampuannya. Memasuki masa sekolah yang sesungguhnya membuat dunia sosial anak semakin luas. Guru dan teman-teman memiliki peranan yang semakin besar dan sangat penting bagi anak tersebut, sedangkan pengaruh orangtua semakin berkurang. Pada masa ini muncul keinginan anak untuk merencanakan dan membuat sesuatu berdasarkan kemampuannya. Keberhasilan yang lambang-lambang yang terkandung berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan

so-siokultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses berpikir.

Pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial diluar dirinya.

Tidak berarti individu bersikap positif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekan- kan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya.

Implementasi Model Pembelajaran Vygotsky

Kegiatan pembelajaran berdasarkan teori belajar Vygotsky antara lain:

Menyusun balok

Diharapkan anak dapat membangun imajinasinya tentang bentuk dan ruang memanipulasi bangunan dari balok-balok yang telah tersedia.

Menyampaikan cerita

Menyampaikan cerita biasanya memberikan keuntungan dalam mengembangkan bahsa dan kreativitas.

Vygotsky juga menggunakan hal itu untuk mendorong perkembangan ketajaman ingatan, berpikir logis dan pengendalian diri.

Permainan dramatik

Merupakan suatu kegatan mengungkapkan seluruh fungsi mental tinggi, pengendalian diri dan berbagai fungsi simbolik. Pada saat anak menampilkan tingkat mental tinggi pada ZPD selama bermain seringkali menunjukkan tema-tema, cerita dan gerakan yang merupakan wujud perkembangan. Anak- anak seharus-nya dapat mendorong dan mengartikulasikan hal-hal yang akan mereka kerjakan pada permainan sebe-lum mereka memulainya.

Penulisan Jurnal

Anak melakukan komunikasi dengan orang lain melalui beragai ungkapan secara tertulis.