• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minat Bermain dan Perkembangan Anak

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

BAB 7

Minat Bermain dan

BAB 7

Minat Bermain dan

Perkembangan Anak

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

orang lain melalui aturan-aturan dan menegosiasikan aturan bermain; (3) anak menggunakan replika untuk menggantikan objek nyata, lalu mereka menggunakan objek baru yang berbeda. Kemampuan menggunakan simbol termasuk kedalam perkembangan berpikir abstrak dan imajinasi; (4) kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi, karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang telah ditentukan bersama teman mainnya.

Untuk mendukung keempat hal tersebut, seorang anak dapat melakukan pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang biasa disebut dengan bermain sosiodrama, bermain pura-pura, atau bermain drama. Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa. Bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak.

Wolfgang dan Wolfgang (1999:32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif. Dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya, sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain, antara lain: (1) dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan, karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya; (2) dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif, karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati); (3) dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya; (4) dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri, karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.

(http://www.indomedia.com/bpost/012006/24/ opini/opini1.htm)

Cosby dan Sawyer (1995:58-70) menyatakan bahwa permainan secara langsung memengaruhi seluruh area perkembangan anak dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya. Permainan memberikan anak-anak kebebasan untuk berimajinasi, menggali potensi diri/bakat dan untuk berkreativitas. Motivasi bermain anak-anak muncul dari dalam diri mereka sendiri; mereka bermain untuk menikmati aktivitas mereka, untuk merasakan bahwa mereka mampu, dan untuk menyempurnakan apa saja yang telah anak dapatkan, baik yang telah mereka ketahui sebelumnya juga hal-hal yang baru.

C. Karakteristik Bermain pada Anak Usia Dini

Jeffree, McConkey dan Hewson (1984:15-18) berpendapat bahwa terdapat enam karateristik kegiatan bermain pada anak yang perlu dipahami oleh stimulator, yaitu:

Bermain muncul dari dalam diri anak

Keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak, sehingga anak dapat menikmati dan bermain seusai dengan caranya sendiri. Itu artinya bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan.

Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati

Bermain pada anak usia dini harus terbebas dari aturan yang mengikat, karena anak usia dini memiliki cara bermainnya sendiri. Untuk itulah bermain pada anak selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan.

Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya

Dalam bermain anak melakukan aktivitas nyata, misalnya pada saat anak bermain dengan air, anak melakukan aktivitas dengan air dan mengenal air dari bermainnya. Bermain melibatkan partisipasi aktif baik secara fisik maupun mental.

P

ada suatu hari ketika Banni, puteri kedua kami sedang bermain bebas bersama teman-temannya di arena bermain di halaman depan TK tempat ia bersekolah, maka tampak berbagai kegiatan bermain yang berbeda dan menjadi pilihan setiap anak. Beberapa anak laki-laki mengendarai sepeda roda tiga melintasi taman lalu lintas. Di arena permainan jungkat jungkit, dua anak perempuan bermain sambil tertawa riang. Di pojok tempat bermain pasir, seorang anak laki-laki dengan terampil menggunakan sekop untuk membuat bangunan di atas pasir.

Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, sebagai seorang guru hendaknya harus mengenali, memilih dan kemudian memutuskan kegiatan terorganisir yang seperti apakah yang akan dikembangkan untuk sejumlah anak dengan kemampuan yang berbeda tersebut.

Diharapkan setelah mempelajari bab ini, pembaca dan mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan hakikat bermain 2. Menjelaskan tujuan bermain

3. Menjelaskan tahapan perkembangan bermain 4. Menjelaskan karakteristik bermain

5. Mengidentifikasi klasifikasi dan jenis bermain 6. Menganalisis bermain berdasarkan kemampuan anak 7. Menganalisis minat bermain pada anak usia dini

Berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran/indikator di atas, maka selanjutnya dipaparkan topik bahasan pada bagian berikut ini.

A. Hakikat Bermain

Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan (Mayesty, 1990:196-197). Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya di manapun mereka memiliki kesempatan.

Piaget mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang; sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesepakatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat di mana ia hidup (Dockett dan Fleer, 2000:14).

Selanjutnya Dockett dan Fleer (2000:14-15) berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.

B. Tujuan Bermain pada Anak Usia Dini

Pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya (Catron dan Allen, 1999: 163).

Elkonin dalam Catron dan Allen (1999:163) salah seorang murid dari Vygotsky menggambarkan empat prinsip bermain, yaitu: (1) dalam bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam rangka mencapai tujuan yang lebih kompleks; (2) kemampuan untuk menempatkan perspektif

orang lain melalui aturan-aturan dan menegosiasikan aturan bermain; (3) anak menggunakan replika untuk menggantikan objek nyata, lalu mereka menggunakan objek baru yang berbeda. Kemampuan menggunakan simbol termasuk kedalam perkembangan berpikir abstrak dan imajinasi; (4) kehati-hatian dalam bermain mungkin terjadi, karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang telah ditentukan bersama teman mainnya.

Untuk mendukung keempat hal tersebut, seorang anak dapat melakukan pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang biasa disebut dengan bermain sosiodrama, bermain pura-pura, atau bermain drama. Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa. Bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak.

Wolfgang dan Wolfgang (1999:32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif. Dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya, sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain, antara lain: (1) dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan, karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya; (2) dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif, karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati); (3) dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya; (4) dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri, karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.

(http://www.indomedia.com/bpost/012006/24/ opini/opini1.htm)

Cosby dan Sawyer (1995:58-70) menyatakan bahwa permainan secara langsung memengaruhi seluruh area perkembangan anak dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya. Permainan memberikan anak-anak kebebasan untuk berimajinasi, menggali potensi diri/bakat dan untuk berkreativitas. Motivasi bermain anak-anak muncul dari dalam diri mereka sendiri; mereka bermain untuk menikmati aktivitas mereka, untuk merasakan bahwa mereka mampu, dan untuk menyempurnakan apa saja yang telah anak dapatkan, baik yang telah mereka ketahui sebelumnya juga hal-hal yang baru.

C. Karakteristik Bermain pada Anak Usia Dini

Jeffree, McConkey dan Hewson (1984:15-18) berpendapat bahwa terdapat enam karateristik kegiatan bermain pada anak yang perlu dipahami oleh stimulator, yaitu:

Bermain muncul dari dalam diri anak

Keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak, sehingga anak dapat menikmati dan bermain seusai dengan caranya sendiri. Itu artinya bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan.

Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati

Bermain pada anak usia dini harus terbebas dari aturan yang mengikat, karena anak usia dini memiliki cara bermainnya sendiri. Untuk itulah bermain pada anak selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan.

Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya

Dalam bermain anak melakukan aktivitas nyata, misalnya pada saat anak bermain dengan air, anak melakukan aktivitas dengan air dan mengenal air dari bermainnya. Bermain melibatkan partisipasi aktif baik secara fisik maupun mental.

152

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

E. Tahapan dan Perkembangan Bermain

Dalam bermain, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya.

Dari interaksi dengan lingkungan dan orang orang di sekitarnya maka kemampuan sosialisasi anak pun menjadi berkembang. Pada usia dua hingga lima tahun, anak memiliki perkembangan bermain dengan teman bermainnya.

Berikut ini enam tahapan perkembangan bermain pada anak menurut Parten dan Rogers dalam Dockett dan Fleer (1999:62).

Unoccupied atau tidak menetap

Anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan-jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain.

Onlooker atau penonton/ pengamat

Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain, tetapi anak sudah mulai bertanya dan lebih mendekat pada anak yang sedang bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain. Setelah mengamati anak biasanya dapat mengubah caranya bermain.

Solitary independent play atau bermain sendiri

Tahap ini anak sudah mulai bermain, tetapi bermain sendiri dengan mainannya, terkadang anak berbicara temannya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibat dengan permainan anak lain.

Parallel activity atau kegiatan paralel

Anak sudah bermain dengan anak lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak lainnya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di dekat anak yang lain. Pada tahap ini, anak juga tidak memengaruhi anak lain dalam bermain dengan permainannya. Anak masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini biasanya anak memainkan alat permainan yang sama dengan anak lainnya. Apa yang dilakukan anak yang satu tidak memengaruhi anak yang lain.

Associative play atau bermain dengan teman

Pada tahap terjadi interaksi yang lebih kompleks pada anak. Dalam bermain anak sudah mulai saling mengingatkan satu-sama lain. Terjadi tukar-menukar mainan atau anak mengikuti anak lain. Meskipun anak dalam kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi diskusi untuk mencapai satu tujuan bersama, seperti membangun bangunan dengan perencanaan. Tetapi, masing-masing dapat sewaktu-waktu meninggalkan permainan kapan saja ia mau, tanpa perlu merusak mainan.

Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam bermain atau dengan aturan Saat anak bermain bersama secara lebih terorganisasi dan masing-masing menjalankan peran yang saling memengaruhi satu sama lain. Anak bekerja sama dengan anak lain untuk membangun sesuatu, terjadi persaingan, membentuk permainan drama dan biasanya dipengaruhi oleh anak yang memiliki pengaruh atau adanya pemimpin dalam bermain.

Dari keenam tahapan di atas, tampak bahwa dalam bermain anak mengembangkan kemampuannya dan belajar untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Bermain juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda pada setiap anak.

Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil

Dalam bermain anak harus difokuskan pada proses, bukan hasil yang diciptakan oleh anak. Dalam bermain anak mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan mendapatkan keterampilan baru, mengembangkan perkembangan anak dan anak memperoleh pengetahuan dari apa yang ia mainkan.

Bermain harus didominasi oleh pemain

Dalam bermain harus didominasi oleh pemain, yaitu anak itu sendiri tidak didominasi oleh orang dewasa, karena jika bermain didominasi oleh orang dewasa maka anak tidak akan mendapatkan makna apa pun dari bermainnya.

Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain

Bermain harus melibatkan peran aktif pemain. Anak sebagai pemain harus terjun langsung dalam bermain.

Jika anak pasif dalam bermain anak tidak akan memperoleh pengalaman baru, karena bagi anak bermain adalah bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru.

D. Klasifikasi dan Jenis Bermain

Adapun jenis permainan yang dapat dikembangkan di dalam program pembelajaran anak usia dini dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis permainan seperti yang dikemukakan oleh Jefree, Conkey dan Hewson (1984: 15-21), yakni permainan eksploratif (exploratory play), permainan dinamis (energetic play), permainan dengan keterampilan (skillful play), permainan sosial (social play), permainan imajinatif (imaginative play) dan permainan teka-teki (puzzle-it-out play). Keenam penggolongan tersebut pada dasarnya saling terintegrasi satu dengan lainnya, sehingga dalam penerapannya mungkin saja salah satu permainan dapat mengembangkan jenis permainan yang lainnya. Justru keterpaduan di antara permainan tersebut maka akan menjadi daya tarik tersendiri bagi anak saat melakukan permainan tersebut.

Selain jenis permainan tersebut di atas, yang dimaksud dengan permainan kreatif merujuk pada paparan Lopes (2005: 7) dalam tulisannya yang berjudul “Creative Play Helps Children Grow”, menyatakan bahwa permainan kreatif dapat diklasifikasikan dalam:

(1) Kreasi terhadap objek (object creation) berupa pembelajaran di mana anak melakukan kreasi tertentu ter-hadap suatu objek seperti menggabungkan potongan-potongan benda sehingga menjadi bentuk mobil-mobilan.

(2) Cerita bersambung (continuing story) berupa pembelajaran di mana guru memulai awal sebuah cerita dan setiap anak menambahkan cerita selanjutnya bagian per bagian seperti cerita dengan menggunakan buku besar (big book).

(3) Permainan drama kreatif (creative dramatic play) berupa permainan di mana anak dapat mengekspresikan diri melalui peniruan terhadap tingkah laku orang, hewan ataupun tanaman, hal ini dapat mereka mema-hami dan menghadapi dunia seperti bermain peran dokter-dokteran.

(4) Gerakan kreatif (creative movement) berupa pembelajaran yang lebih menggunakan otot-otot besar se- perti permainan “aku seorang pemimpin” di mana seorang anak melakukan gerakan tertentu dan anak lain mengikutinya/berpantomim atau kegiatan membangun dengan pasir, lumpur dan atau tanah liat.

(5) Pertanyaan kreatif (creative questioning) yang berhubungan dengan pertanyaan terbuka, menjawab per- tanyaan dengan sentuhan panca indra, pertanyaan tentang perubahan, pertanyaan yang membutuhkan beragam jawaban, pertanyaan yang berhubungan dengan suatu proses atau kejadian (http://www.center- forcreativeplay.org) dan (http://www.nncc.org)

E. Tahapan dan Perkembangan Bermain

Dalam bermain, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya.

Dari interaksi dengan lingkungan dan orang orang di sekitarnya maka kemampuan sosialisasi anak pun menjadi berkembang. Pada usia dua hingga lima tahun, anak memiliki perkembangan bermain dengan teman bermainnya.

Berikut ini enam tahapan perkembangan bermain pada anak menurut Parten dan Rogers dalam Dockett dan Fleer (1999:62).

Unoccupied atau tidak menetap

Anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan-jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain.

Onlooker atau penonton/ pengamat

Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain, tetapi anak sudah mulai bertanya dan lebih mendekat pada anak yang sedang bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain. Setelah mengamati anak biasanya dapat mengubah caranya bermain.

Solitary independent play atau bermain sendiri

Tahap ini anak sudah mulai bermain, tetapi bermain sendiri dengan mainannya, terkadang anak berbicara temannya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibat dengan permainan anak lain.

Parallel activity atau kegiatan paralel

Anak sudah bermain dengan anak lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak lainnya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di dekat anak yang lain. Pada tahap ini, anak juga tidak memengaruhi anak lain dalam bermain dengan permainannya. Anak masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini biasanya anak memainkan alat permainan yang sama dengan anak lainnya. Apa yang dilakukan anak yang satu tidak memengaruhi anak yang lain.

Associative play atau bermain dengan teman

Pada tahap terjadi interaksi yang lebih kompleks pada anak. Dalam bermain anak sudah mulai saling mengingatkan satu-sama lain. Terjadi tukar-menukar mainan atau anak mengikuti anak lain. Meskipun anak dalam kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi diskusi untuk mencapai satu tujuan bersama, seperti membangun bangunan dengan perencanaan. Tetapi, masing-masing dapat sewaktu-waktu meninggalkan permainan kapan saja ia mau, tanpa perlu merusak mainan.

Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam bermain atau dengan aturan Saat anak bermain bersama secara lebih terorganisasi dan masing-masing menjalankan peran yang saling memengaruhi satu sama lain. Anak bekerja sama dengan anak lain untuk membangun sesuatu, terjadi persaingan, membentuk permainan drama dan biasanya dipengaruhi oleh anak yang memiliki pengaruh atau adanya pemimpin dalam bermain.

Dari keenam tahapan di atas, tampak bahwa dalam bermain anak mengembangkan kemampuannya dan belajar untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Bermain juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda pada setiap anak.

Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini

.

5. Bermain Imajinatif

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:175-177) pentingnya bermain imajinasi: (1) membantu anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bahasa, (2) membantu anak untuk memahami orang lain, (3) membantu anak untuk mengembangkan kreativitasnya, (4) membantu anak untuk mengenali dirinya sendiri.

6. Bermain Teka-Teki

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:207-209) pentingnya bermain memecahkan teka- teki dapat: (1) mengembangkan kemampuan anak dalam berpikir, (2) Teka-teki mendorong rasa ingin tahu anak, dan (3) mengembangkan kemandirian pada anak.

Bermain teka-teki pada anak menunjukkan padanya bahwa di dunia ini banyak objek yang dapat menarik perhatiannya. Mendorong rasa ingin tahu anak terhadap puzzle. Memberikan kesempatan pada anak untuk memecahkan teka-teki. Berisikan kegiatan yang mengembangkan kemampuan anak untuk mencari tahu perbedaan dan persa-maan dari berbagai objek, seperti permainan mencocokkan dan permainan mengelompokkan.

G. Minat Bermain pada Anak Usia Dini

Bronson (1995:5-7) memaparkan tentang perkembangan dan minat bermain pada anak sejak lahir sampai delapan tahun. Untuk memudahkan pemahaman dalam implementasinya di Indonesia, maka tahapan dan tugas perkembangan anak usia dini yang akan dibagi kedalam 4 rentangan, yaitu tahap lahir sampai usia 1 tahun, tahap usia 2-3 tahun (13-24 bulan), tahap usia 3-4 tahun (25-36 bulan) dan tahap usia 4-6 tahun (37- 72 bulan) serta tahap usia 6-8 tahun disekolah Dasar kelas awal.

1. Pada Bayi Lahir Sampai Usia 1 Tahun

Meninjau kemampuan dan minat bermain bayi dari lahir sampai enam bulan pada kemampuan motorik, persepsi-kognitif dan sosial bahasa terdapat garis besar yang memberikan latar belakang sebagai pertimbangan memilih alat permainan yang tepat. Tidak semua anak akan sama rata polanya atau menunjukkan semua kemampuan dan minat yang ada. Sejak awal, anak menunjukkan jarak perbedaan individu dan lebih lanjut akan memilih, menyeleksi dan menggunakan alat permainan.

F. Bermain Berdasarkan Kemampuan Anak

Pembelajaran pada anak usia dini juga dipengaruhi oleh kemampuannya baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosioemosinal ataupun keterampilannya. Untuk itu bermain dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan anak, seperti yang dipaparkan berikut ini.

1. Bermain Eksploratoris

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:23-25) bermain eksplorasi memengaruhi perkembangan anak melalui empat cara yang berbeda: (1) eksplorasi memberikan kesempatan pada setiap anak untuk menemukan hal baru, (2) eksplorasi merangsang rasa ingin tahu anak, (3) eksplorasi membantu anak mengembangkan keterampilannya, dan (4) eksplorasi mendorong anak untuk untuk mempelajari keterampilan baru. Adapun cara untuk mendorong anak untuk bermain eksplorasi:

 Tunjukkan pada anak bahwa dunia ini sangat berharga untuk dieksplorasi atau dijelajahi.

 Ikuti apa yang dilakukan anak, guru hanya mengawasi dan mendampingi saja.

 Guru dapat saja menujukkan cara berekspolrasi, agar anak lebih termotivasi.

2. Bermain Energetik

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:57-59) permainan ini melibatkan energi yang sangat banyak, seperti memanjat, melompat, dan bermain bola. Kegiatan ini melibatkan seluruh koordinasi tubuh. Pentingnya permainan kekuatan: (1) permainan enerjik membantu anak untuk menjadi penjelajah yang aktif dalam lingkungannya, (2) permainan enerjik membantu anak untuk mengendalikan tubuhnya, (3) permainan enerjik membantu anak untuk mengkoordinasikan setiap bagian yang berbeda pada tubuhnya.

Permainan enerjik untuk anak cacat, berguna untuk: (1) membantu anak untuk mengendalikan tubuhnya dan bergerak sesuai dengan tujuannya, tetapi tetap harus didampingi oleh seorang terapis, (2) membangkit-kan permainan enerjik, (3) sebelum melakukan kegiatan sebaiknya mengetahui penampakan tahapan per-kembangan permainan enerjik yang disajikan dalam grafik perkembangan.

3. Bermain Keterampilan,

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:97-99) pentingnya bermain dengan keterampilan, antara lain: (1) membantu anak untuk menjadi pembangun, (2) dapat mengurangi keputusasaan, (3) mengarah pada kebergunaan dan kemandirian, (4) mengembangkan keterampilan baru meningkatkan kepercayaan diri, serta (5) belajar melalui memegang langsung bahan.

Membangkitkan permainan dengan keterampilan

Untuk membangkitkan permainan dengan menggunakan keterampilan penting bagi orang dewasa untuk memahami perkembangan anak yang sedang terjadi melalui grafik perkembangan.

4. Bermain Sosial

Merujuk pada Jefree, Mc Conkey dan Hewson (1994:137-139) penting bagi seorang anak untuk terlibat dengan orang lain selain dirinya. Interaksi, dapat diartikan secara sederhana dengan merespon pada perilaku orang lain. Bermain sosial, dasar dari seluruh pembelajaran sosial adalah adanya interaksi antara dua orang atau lebih.

Pentingnya bermain sosial: (1) sebagai sarana bagi anak untuk belajar dari orang lain, (2) mengembangkan kemampuan anak untuk berkomunikasi, (3) membuat anak lebih mampu untuk bersosialisasi, (4) membantu anak untuk mengembangkan persahabatan