• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

A. Pendahuluan

Pancasila, telah terjabarkan dalam norma-norma moralitas atau norma etika, sehingga Pancasila Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan norma hukum, adalah suatu sistem peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia.

Sebagaimana disinggung di atas, bahwa nilai-nilai Pancasila bukanlah merupakan pedoman langsung yang bersifat normatif atau praktis, melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika,yang meru- pakan sumber norma, yang meliputi norma moral maupun norma hukum, yang dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, norma moral, maupun norma hukum, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian pula perlu kita pahami, bahwa Pancasila sebagai suatu sistem nilai, di dalamnya mengandung nilai-nilai universal (umum), yang dikembangkan dan berkembang dalam pribadi seseorang sesuai dengan kodratnya, baik sebagai makhluk pribadi, maupun sebagai makhluk sosial. Sebagai suatu sistem nilai, sesuai dengan arti nilai itu sendiri, yaitu merupakan cita-cita yang menjadi motivasi bagi segala sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia yang mendukungnya, maka Pencasila memuat satu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, serta mengandung suatu keharusan untuk dilaksanakan (Paulus Wahana, 1991: 75).

Selanjutnya, bagi bangsa Indonesia, sistem nilai Pancasila memiliki keunikan, kekhasan, karena nilai-nilai Pancasila mempunyai status yang tetap dan berangkai, yang masing-masing sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lannya. Ia senafas dan sejiwa yang merupakan totalitas yang saling hidup menghidupi, saling meliputi dan menjiwai, diliputi dan dijiwai diantara sila-silanya. Dan keunikan dari sistem nilai Pancasila itulah yang merupakan identitas bagi bangsa/negara Indo- nesia, yang membedakan dengan bangsa/negara lainnya, dan kondisi yang demikianlah yang disebut dengan kepribadian atau jatidiri.

(A.W.Widjaja, 200: 1-2).

Pancasila sebagai sumber etika politk, ada beberapa istilah dasar yang terkait yang perlu dipahami secara benar, yaitu “nilai, norma, moral dan Etika”. Istilah atau kata-kata tersebut, sangat terkait

langsung baik pada tataran teoritis maupun praktis-operasional bahkan praktik. Agar para pembaca memiliki pemahaman, dan persepsi yang sama terhadap istilah/kata tersebut, perlu diuraikan secara ringkas tentang pengertian-pengertian dari istilah/kata tersebut.

B. Pengertian Nilai, Norma, Moral dan Etika 1. Pengertian Nilai

Apabila kita sadari, maka hampir setiap hari ada orang yang selalu berbicara, berpikir, menghitung, dan mempertimbangkan, berdasarkan nilai. Dalam hidupnya setiap orang akan selalu mengambil satu keputusan berdasarkan nilai yang diyakini, atau nilai yang ada dan disepakati di masyarakat. Sehingga nilai akan menjadi patokan/

kreteria, bagi siapapun untuk menentukan sikap dan mengambil keputusan. Bila demikian, apa yang dimaksud dengan “nilai” (value) tersebut?.

Dalam Dictionary of Soscioloy and Related Science, dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercaya, yang ada pada suatu benda untuk memuaskan menusia. Sifat dari suatu benda, yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi nilai iu pada hakikatnya adalah, sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.

Pengertian lainnya mengatakan Nilai (value) adalah konsep (consept). Seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diamati, melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu, atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nilai etika.

Estetika terkait dengan keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful), atau apa yang dapat dinikmati oleh seseorang. Sedang etika terkait dengan tindakan/perilaku/akhlak (cunduct), atau bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right), dan mana yang salah (wrong).(Frankel, 1978).

Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria bertindak, kriteria keindahan, kriteri manfaat, atau disebut pula harga, yang diakui oleh seseorang. Dan oleh karena itu orang berupaya, untuk menjunjung tinggi dan memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit, melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh sebab itu, ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai, maka seyogianya ada argumen- argumen yang diberikan, baik atau tidak baik dari sesuatu tersebut.

Misalnya mengapa ada orang yang menolak hukuman mati, bahkan mengusulkannya agar hukuman mati dihapuskan saja, karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula ketika ada orang yang berkempanye, dan mengajak orang lain, untuk mendukung salah satu calon anggota legislatif, dengan argumen orang tersebut terkenal kejujurannya. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai etika.

Kriteria dan Indikator dalam Menilai

Ada aspek sebagai kriteria untuk melakukan penilaian, yakni perlu ada pilihan (chooses), penghargaan (prizes) dan tindakan (acts). (Raths dalam Fraenkel, 1978).

Pertama, tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas, dan memilih dari sejumlah alternatif, dan memilih hendaknya dilandasi oleh hasil pemikiran yang mendalam. Artinya setelah memperhitungkan berbgai akibat dari altenatif tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah dipilih dan dikenai oleh masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya, dan dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus.

Selain dari kriteria di atas, ada beberapa indikator untuk menen- tukan nilai, yakni dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan, keyakinan, aktivitas dan keraguan. Namun dalam konteks tertentu, nilai dapat diidentifikasi dari keadaan dan kegunaan atau kemanfaatan bagi kehidupan umat manusia. Secara singkat dapat disimpulkan, bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan, baik atau tidak baik terhadap sesuatu, yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Berkaitan dengan hal tersebut Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Nilai Material, yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.

2) Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia, untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktifitas.

3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

2. Pengertian Norma

Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti, dan bila dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil yang mengandung nilai tertentu, yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku, untuk menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan teratur. Jadi wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.

Secara umum, norma biasanya bersanksi, berupa ancaman atau akibat yang akan diterima apabila norma itu tidak dilaksanakan. Dan sedikitnya ada empat jenis norma, yaitu: norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan norma hukum. Yang kesemuanya itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Norma kesopanan, atau disebut pula norma sopan santun. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga atau menciptakan keharmonisan hidup bersama, dan sanksinya berasal dari masyarakat berupa celaan atau pengucilan.

2) Norma kesusilaan, atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta akhlak. Sanksinya berupa sanksi moral, yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri.

3) Norma agama, atau disebut juga norma religius. Norma ini dimak- sudkan untuk mencapai kesucian hidup beriman, dan sanksinya berasal dari Tuhan.

4) Norma hukum, adalah norma yang dimaksudkan untuk menciptakan kedamaian hidup bersam, dan sanksinya berupa sanksi hukum, yang

Ada beberapa norma hukum yang membedakan dengan tiga norma lainnya, yaitu:

a. Adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi mereka yang melanggarnya, ancaman hukum tersebut pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh aparatur negara.

b. Bersifat umum, maksudnya berlaku bagi semua orang.

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami, bahwa sanksi yang diterima oleh pelanggar norma hukum, lebih tegas dan lebih pasti, jelas dan nyata. Maksudnya bahwa sanksi yang akan diterima lebih pasti. Misalnya berapa lama hukuman yang harus dijalani oleh pelanggar hukum, karena telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Pidana yang mengaturnya. Sedangkan tegas berarti norma hukum dapat memaksa siapa saja yang telah melenggar norma hukum tersebut, melalui aparatur penegak hukum.

3. Pengertian Moral

Istilah moral berasal dari bahasa latin, “mores”, yaitu adat kebia- saan. Istilah ini erat dengan proses pembentukan kata, ialah: mos, moris, manner, manners, morals. Yang dalam bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak dan kesusilaan, yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani, yang dapat menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia, dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan yang buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. (Sapriya, 2012: 29).

Dengan demikian, moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia (Suseno, 1989). Bidang moral adalah bidang kehidupan dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Jadi moral itu berkaitan dengan penilaian baik dan buruk menurut ukuran manusia, yang berlandaskan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat manusia, dan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat manusia pula.

Dalam konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek? Pertimbangan ini dinamakan pertimbangan nilai moral (moral values). Pertimbangan

nilai moral, merupakan aspek yang sangat penting, khususnya dalam pembentukan warga negara yang baik bagi manusia Indonesia.

Tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut dan ditampilkan secara sukarela, diharapkan dapat diperoleh melalui proses pendidikan, hal ini dilakukan sebagai tansisi dari pengaruh lingkungan masyarakat, hingga menjadi otoritas di dalam dirinya dan dilakukan berdasarkan dorongan dari dalam dirinya. Tindakan yang baik yang dilandasi oleh dorongan dari dalam inilah yang diharapkan sebagai hasil pendidikan.

4. Pengertian Etika.

Kata etika dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, diartikan de- ngan Ilmu tentang akhlak dan tata kesopanan. (D. Yanto,S.S. tth. 192).

Etika adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang berasal dari kata Yunani “Etos” yang berarti sepadan dengan arti kata sosial. Melalui etika diajarkan bagaimana kehendak manusia itu dapat dibimbing, menuju kearah pemahaman dan pengamalan nilai-nilai kesusilaan atau kebaikan. (M.Syamsudin, dkk.: 131). Dengan demikian etika merupakan suatu cabang dari ilmu filsafat, yang mengajarkan bagai- mana hidup secara arif atau bijaksana sebagai suatu seni, sehingga filsafat etika juga dikenal sebagai filsafat moral.

Menurut Muslih (!998) mengatakan, bahwa etika ia melibatkan analisis kritis mengenai tindakan manusia, untuk menentukan suatu tindakan itu benar atau salah. Dan ukuran benar salah tersebut, kemudian dirujukkan dengan nilai-nilai, moral, dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sementara Suseno (1989) mengatakan etika adalah suatu ilmu, yang membahas tentang bagaimana, dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab, ketika berhadapan dengan berbagai ajaran moral.

Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan- kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika tidak membiarkan pandangan-pandangan moral begitu saja, tapi menuntut agar pandangan-pandangan moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Jadi nilai etika itu berkaitan

dengan makna-makna moral yang mengekspresikan kewajiban dan berkaitan dengan kesadaran relasional (Phenix, 1964).

Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” atau “tidak susila’, atau “baik atau “buruk”.

Sebagai bahasan khusus, etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan, yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila,(Kaelan, 2004: 86).

Menurut Kattsoff (1986) Etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran, dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia. Atau dengan perkataan lain bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia.

Dalam dokumen PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI (Halaman 151-158)