• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan

Dalam dokumen PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI (Halaman 122-131)

FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

C. Intisari Dari Sila-Sila Pancasila

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan

Kerakyatan berasal dari kata “rakyat”, yaitu sekelompok manusia.

Maksud kerakyatan dalam sila ini adalah menunjukkan kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat. Makaudnya rakyatlah yang berdaulat, berkuasa dan menentukan (demokrasi). Dengan kata lain rakyatlah yang memerintah, atau pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat.

Hikmat kebijaksanaan mengandung arti adanya penggunaan pikiran atau rasio yang sehat, dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kepentingan rakyat.

Permusyawaratan adalah suatu cara untuk memutuskan atau merumuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat, sehingga

Dengan demikian yang dimaksud dengan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/

perwaskilan, ialah bahwa rakyat di dalam menjalankan kekuasaannya, dilakukan melalui sistem perwakilan. Dan keputusan-keputusan yang diambil diselenggarakan melalui jalan musyawarah, dengan menggunakan pikiran sehat serta rasa tanggung jawab, baik terhadap Tuhan, maupun kepada rakyat yang diwakilinya atau rakyat banyak.

Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, didasari oleh sila Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang adil dan beradab, serta Persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya sila keempat ini, adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia, sebagai makhluk Tuhan YME yang bersatu, yang bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia, dalam suatu wilayah negara Indonesia.

Dalam sila keempat ini terkandung nilai-nilai demokrasi, yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan negara. Nilai-nilai tersebut adalah :

a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab, baik terhadap masyarakat bangsa, maupun secara moral terhadap Tuhan YME.

b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.

c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.

d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, krena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia.

e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku maupun agama.

f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.

g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan

h. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial, agar tercapainya tujuan bersama. (Kaelan, 2004: 82).

Kemudian semua nilai-nilai tersebut diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut politik, hukum, yuridis dan moral kenegaraan.

Hakikat pengertian sila ini selaras dengan:

a. Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yang antara lain berbunyi:

“… maka disusunlah kemerdekaan itu dalam suatu “Undang- undang Dasar Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”

b. Pasal-pasal 1, 2, 3, 22 E, 28 dan 37 UUD 1945, yang berbunyi:

Pasal 1:

(1).Negara Indonesia ialah negara Kesatuan yang berbentuk Republik.

(2).Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.

(3).Negara Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 2:

(1).Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, yang dipilih melalui pemilihan umum, dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

(2).Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam mlima tahun di ibukota negara.

(3).Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak.

Pasal 3:

(1).Majelis Permusyawarakatan Rakyat, berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

(2).Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(3).Majelis Permusyawaratan Rakyat, hanya dapat memberhen- tikan Presiden dan/atau Wakil dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Pasal 22E:

(1).Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, setiap lima tahun sekali.

(2).Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3).Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakya, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, adalah Partai politik.

(4).Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah, adalah perorangan.

(5).Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat Nasional, tetap, dan mandiri.

(6).Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum, diatur dengan Undang-Undang.

Pasl 28:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, sebagaimana ditetapkan dengan undang- undang.

Pasal 37:

(1).Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar, dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2).Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar, diajuukan secara tertulis, dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3).Untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar, sidang Majelis Permusya-waratan Rakyat dihadiri oleh sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4).Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen, ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5).Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Keadilan berasal dari kata “adil”, yang berarti tidak berat sebelah.

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam musyawarah di segala bidang kehidupan, baik materiel maupun spirituil.

Seluruh rakyat Indonesia, berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah Indonesia, maupun rakyat yang berada di luar negeri. Dan perlakuan adil tersebut mencakup dalam bidang hukum, politik, sosial, sekonomi maupun kebudayaan.

Makna keadilan dalam sila ini mencakup pula pengertian adil dan makmur, yang meliputi bidang rohani dan jasmani. Dengan demikian kehidupan adil dan makmur yang ingin diwujudkan, adalah suatu

“kehidupan bangsa Indonesia yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan”.

Dalam sila yang kelima ini, terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara, sebagai tujuan hidup bersama, sehingga sila ini me- ngandung nilai keadilan, yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan, yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, dengan bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.

Konsekuensinya nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam keadilan bersama tersebut adalah meliputi:

1. Keadilan distributif , yaitu suatu hubungan antara negara dengan warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi, serta kesempatan dalam hidup bersama, yang didasarkan atas hak dan kewajiban.

2. Keadilan legal. (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dan dalam masalah ini warga negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.

3. Keadilan Komulatif. Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara yang satu dengan yang lainnya secara timbal balik.

Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan, dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warganya, serta melindungi seluruh warganya, wilayahnya, dan mencerdaskan seluruh warganya.

Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama bangsa di dunia, dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia. Dan hakikat pengertian ini selaras dengan:

a. Pembukaan UUD 1945 alinea ke dua, yang berbunyi:

“ Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa, mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

b. Bunyi pada pasal-pasal: 23, 23A, 23 B, 23 C, 23 D, 23 E, 23 F, 23 G, 27, 28, 29, 31, 33 dan 34 dari UUD 1945, sebagaimana berikut ini:

Pasal 23:

(1).Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara, ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2).Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara, diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan pertimbangan

(3).Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran dan Belanja Negara tahun yang lalu.

Pasal 23A:

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Pasal 23B:

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23C:

Hal-hal lain mengenai keuangan negara ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23D:

Negara memiliki suatu Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

Pasal 23E;

(1).Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa yang bebas dan mandiri.

(2).Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3).Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh Lembaga Perwakilan dan/atau Badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23F:

(1).Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan Dewan Pertimbangan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.

(2).Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 23G:

(1).Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap propinsi.

(2).Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang

Pasal 27, pasal 28, 29 dan 31 lihat pada pada pembahasan terdahulu.

Pasal 33:

(1).Perekonomian disusun dengan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2).Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan mengusai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3).Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4).Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi konomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi, ber- keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5).Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur delam undang-undang,

Pasal 34:

(1).Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

(2). Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3). Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Dalam dokumen PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI (Halaman 122-131)