• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Demokrasi Secara Etimologis

Dalam dokumen PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI (Halaman 171-176)

DEMOKRASI PANCASILA

A. Hakikat Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi Secara Etimologis

Berkaitan dengan pengertian demokrasi seperti tersebut di atas, Jean Jacques Rousseau mengatakan : “kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang berjumlah terbesar memerintah, sedangkan yang paling sedikit jumlahnya harus diperintah” (Soemantri, 1994).

Pengertian demokrasi sesungguhnya, mengalami pengertian yang berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman, dan sejalan dengan paham yang dianut oleh suatu Negara, dalam menyelenggarakan pemerintahannya.

Negara-negara yang ada di dunia ini, banyak yang mendasarkan diri atau paham dan asas demokrasi, meskipun paham dan asas yang dianutnya tersebut, dalam pelaksanaannya tidaklah sama, atau bahkan jauh berbeda. Sehingga kita sering mendengar sebutan yang dikaitkan demokrasi, seperti social demokracy, liberal democracy, people de- mocracy, guided democracy dan lain-lain.

Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama antara satu Negara dengan negara lainnya, dapat dilihat dalam berbagai konstitusi Negara, dimana terdapat beberapa macam bentuk dan sistem pemerintahan, seperti : Negara Kesatuan dan Negara Federal, negara Republik dan Negara Kerajaan, dengan sistem yang dianutnya seperti sistem satu kamar dan dua kamar. Sistem pemerintahan parlementer dan peme- rintahan presidensiil, Sistem dictatorial dan sistem campuran, dan lain sebagainya.

Kemudian sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa demo- krasi adalah merupakan kehidupan politik dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun kemudian timbul pertanyaan “Adakah kehidupan politik yang demikian tersebut?”. Walapun konon dalam sejarah pernah ada Negara kota (city state), yang wilayahnya tidak terlalu luas, penduduknya tidak begitu banyak, sehingga rakyatnya dapat mengartikulasikan kepentingannya secara langsung. Mereka dapat memilih dan dipilih secara langsung menjadi wakil rakyat, atau menjadi pemimpin rakyat. Mereka juga dapat menentukan dan mengevaluasi secara langsung, kebijakan apa yang menjadi kehendak dan peran yang harus dijalankan oleh wakil dan pemimpin mereka.

Sebagai contoh demokrasi pada zaman Yunani kuno (sekitar abad ke 4 SM s.d. abad ke 6 M), telah mempraktikkan demokrasi langsung (direct democracy). Hal tersebut dapat dilaksanakan, karena Yunani pada waktu itu berupa negara kota yang penduduknya masih terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya, yang berpenduduk sekitar 300.000 orang. Demikian pula meskipun ada keterlibatan seluruh warga, namun masih ada pembatasan yang dilakukan, misalnya para penduduk yang masih anak-anak, kaum wanita, dan para budak tidak berhak berpartisipasi dalam pemerintahan (Winarno, 2013: 99).

Namun dalam era modern seperti sekarang, demokrasi langsung seperti di atas, terasa sulit untuk dilaksanakan dengan sepenuhnya.

Sekalipun dengan kemajuan teknologi komunikasi dan media massa telah berkembang sedemikian majunya, hal tersebut disebabkan karena jumlah penduduk yang berkembang begitu pesatnya, luas wiayah yang luas, serta kepentingan individu serta negara yang semakin kompleks, yang kesemuanya itu adalah merupakan sebagian kendala dalam penerapan demokrasi secara langsung tersebut. Oleh sebab itulah maka demokrasi tidak langsung, masih menjadi alterna- tive yang tak terhindarkan. Dan dalam pelaksanaannya agar rakyat tetap memegang kedaulatan tertinggi, maka dibentuklah Badan Perwakilan Rakyat. Badan inilah yang menjalankan demokrasi. Akan tetapi pada prinsipnya rakyat tetap merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Hingga sejak itulah “Demokrasi tidak Langsung” atau

“Demokrasi Perwakilan” mulai dikenal oleh masyarakat.

Bagi negara-negara modern ada beberapa alasan, mengapa mereka menerapkan demokrasi tidak langsung di negaranya, yang antara lain:

1. Penduduk yang selalu bertambah, sehingga pelaksanaan musywarah pada suatu tempat tidak memungkinkan.

2. Masalah yang dihadapi semakin kompleks, karena kebutuhan dan tantangan hidup semakin banyak,

Setiap warga negara mempunyai kesibukan sendiri-sendiri di dalam mengurus kehidupannya, sehingga masalah pemerintahan cukup diserahkan pada orang yang berminat, dan memiliki keahlian di bidang pemerintahan negara. (Winarno, 2013: 100).

Namun kemudian timbul pertanyaan: “Apakah dengan sistem demokrasi yang demikian (tidak langsung), akan dapat mengemban fungsi dari demokrasi itu sendiri?”. Pngalaman menunjukkan bahwa dibeberapa Negara maju yang demokratis, praktik penyelenggaraan demokrasi dalam kehidupan bernegara dan bermayarakat secara tidak langsung telah menunjukkan fungsi yang effektif, misalnya:

ˆ Pemilu berjalan dengan bebas,

ˆ Parlemen mengemban pada kepentingan rakyat,

ˆ Hubungan wakil rakyat dengan konstituennya jelas.

ˆ Hak-hak masyarakatnya dihormati,

ˆ Kebebasan berbicara dan berserikat terjamin,

ˆ Rakyat jauh dari rasa ketakutan, dan lain-lain.

Sehingga setidaknya masyarakat merasa cukup terpuaskan dengan kinerja sistem demokrasi yang demikian.

Namun tidak demikian halnya dengan Negara-negara yang masih berkembang, yang masih belajar berdemokrasi, seperti halnya Indo- nesia. Dimana proses perjalanan demokrasi yang sering menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan demokrasi itu sendiri, misalnya:

ˆ Terjadinya ketimpangan antara wakil-wakil rakyat dengan rakyat yang diwakilinya, bahkan dalam beberapa hal, keduanya dapat berbahaya.

ˆ Kekuatan dari luar masih melakukan campur tangan, dan memaksakan dengan kekerasan untuk tercapainya kompromi atau mufakat, dan demi kepentingannya Penguasa masih melakukan pemaksaan.

Selanjutnya ada beberapa indikasi dari terlaksananya demokrasi secara baik, hal tersebut dapat dilihat dari kondisi yang berlaku dalam suatu negara, diantaranya:

a Menjamin Terselenggaranya Perubahan Secara Damai.

Dalam menghadapi perubahan, maka pemerintah menjaga dan menfasilitasi jangan sampai terjadi perubahan yang tidak terkendali, sebab perubahan yang tidak terkendali, akan dapat menimbulkan sistem negara yang diktator.

b Menyelenggarakan Pergantian Pemimpin Secara Teratur.

Dalam alam demokrasi, maka pergantian pemerintahan yang didasarkan atas keturunan, atau mengangkat diri sendiri atau coup d’etat dianggap tidak berlaku dalam demokrasi.

c Membatasai Pemakaian Kekerasan Seminimal Mungkin.

Oleh sebab itu baik kekuatan yang bersifat suprastruktur (lembaga formal seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif), maupun lembaga infrastruktur (yang diwakili oleh partai politik, lembaga- kesyarakatan, LSM, dan lain-lain), maupun kekuatan mayoritas, kekuatan minoritas, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Dimana hubungan antar lembaga-lembaga tersebut, haruslah harmonis dan berimbang. Demikian pula ketidak seimbangan antara peran legislatif dengan eksekutif tidak boleh terjadi dalam sistem demokrasi.

d Menjamin Tegaknya Keadilan.

Dalam alam demokrasi umumnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan selalu sering terjadi, walupun kadang-kadang keadilan yang dicapai hanya bersifat relatif. Dan keadilan yang dapat dicapai barang kali keadilan yang bersifat jangka panjang.

e Mengakui dan Menganggap Wajar Adanya Keanekaragaman (Devercity).

Dalam alam demokrasi keanekaragaman dalam masyarakat seperti adanya perbedaan suku, ras, bahasa, agama, status sosial ekonomi dan sebagainya, keberadaannya harus diakui dan dijaga jangan sampai berlebihan.

f Menjunjung Tinggi Nilai HAM.

Demokrasi menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, yang melekat pada setiap diri manusia. HAM harus dijaga dan dilindungi, agar nilai- nilai kemanusiaan menjadi terjaga. Penghilangan hak asasi akan menghilangkan nilai-nilai manusia yang asasi. (Margono,dkk:

2002:136-137).

Dalam dokumen PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK PERGURUAN TINGGI (Halaman 171-176)