• Tidak ada hasil yang ditemukan

ﺌْﻓَ ْﻷﺍ

B. Peserta Didik

75

seluruh anak cucu Ibrahim dan seluruh kaum Muslimin, termasuk di dalamnya keturunan Ismail as.3

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa berbuat baiklah ketika menjalani kehidupan ini, dan berpegang teguhlah pada agama ini, niscaya Allah Swt. akan menganugerahi kematian kepada kalian dalam keadaan itu (dalam Islam), karena sering kali seseorang meninggal dunia dalam agama yang diyakininya dan dibangkitkan dalam agama yang dianutnya hingga meninggal. Dan Allah Swt. telah menggariskan sunnah-Nya, bahwa siapa yang menghendaki kebaikan diberi taufik dan dimudahkan baginya oleh Allah Swt., dan siapa berniat kepada kebaikan, maka akan diteguhkan pada-Nya.4

Dilihat dari penjelasan di atas, maka dapat disimpukan bahwa tujuan pendidikan dalam konsep pendidikan Nabi Ibrahim as. adalah untuk mempersiapkan peserta didik menuju jalan yang lurus yakni melaksanakan perintah-perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan- larangan-Nya. Dan yang diperintahkan untuk selalu patuh dengan ajaran yang dianut oleh Nabi Ibrahim as. tidak hanya keturunannya saja melainkan seluruh umut manusia.

pertama sebelum ke yang lain, sebagaimana firman Allah Swt. yang tergambar dalam QS. Al-Baqarah [2]: 132.:



































Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak- anaknya, sedemikian pula, Ya‟qub. (Ibarahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah [2]:132)

Mahmud Yunus menjelaskan dalam tafsirnya bahwa, Allah Swt.

menegaskan seorang muslim harus tunduk dan patuh kepada Allah serta mengikuti perintah-Nya dengan jasmani dan rohani. Agar bisa menjadi muslim yang baik, maka seorang muslim harus mentaati apa yang diperintakan-Nya yakni: mengakui dengan lidah dan hati, bahwa tidak ada yang disembah kecuali Allah Swt. dan Muhammad utusan- Nya menegakkan shalat, berpuasa, menunaikan zakat, melaksanakan haji bagi orang yang mampu.

Iman artinya percaya kepada Allah, Rasul-rasul-Nya, kitab-kitab yang diturunkan-Nya, malaikat-malaikat-Nya, hari kemudian dan takdir. Beriman kepada Al-Qur`an, yaitu hendaklah kita akui, bahwa isi Al-Qur`an dari awal sampai akhir, semuanya benar serta kita percayai. Oleh sebab itu, wajiblah orang Islam meyakini apa-apa yang termaktub di dalam Al-Qur`an semuanya.5

Dari perkataan “Ibrahim telah mewasiatkan…” dapat dibahami bahwa yang diwariskan itu adalah sesuatu yang penting. Karena itu di

5Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, (Tanggerang: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriah, 2008), h. 27-28

77

dalam ayat menggunakan kata “wasiat” bukan “memerintah”. Dan menggunakan “anak-anaknya” bukan “orang lain”. Menurut kebiasaan, berwasiat kepada “anak-anak sendiri” itu diharapkan lebih mungkin terlaksana dibandingkan dengan wasiat kepada orang lain.

Pada ayat ini yang berwasiat adalah Ibrahim as. dan Yakub as.

seakan perkataan itu dipisah. Hal ini memberikan pengertian bahwa yang disuruh melaksanakan wasiat itu bukan hanya keturunan Ibrahim as. dan cucu Yakub as. (Bani Israil) saja, tetapi wasiat itu mencakup seluruh anak cucu Ibrahim dan seluruh kaum Muslimin, termasuk di dalamnya keturunan Ismail as.6

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa berbuat baiklah ketika menjalani kehidupan ini, dan berpegang teguhlah pada agama ini, niscaya Allah Swt. akan menganugerahi kematian kepada kalian dalam keadaan itu (dalam Islam), karena sering kali seseorang meninggal dunia dalam agama yang diyakininya dan dibangkitkan dalam agama yang dianutnya hingga meninggal. Dan Allah Swt. telah menggariskan sunnah-Nya, bahwa siapa yang menghendaki kebaikan diberi taufik dan dimudahkan baginya oleh Allah Swt., dan siapa berniat kepada kebaikan, maka akan diteguhkan pada-Nya.7

Melihat penjelasan di atas, ayat ini tidak hanya menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim as. memerintahkan umat manusia untuk tunduk dan patuh kepada ajarannya saja melainkan juga mengandung makna bahwa Nabi Ibrahim as. mendidik atau berdakwah untuk berbagai golongan, akan tetapi ia memulai berdakwah dari keluarganya terlebih

6Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2004), cet. Ke-1, h. 191

7Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Abdul Ghaffar, (Bogor: Pustaka Imam asy- Syafi‟i, 2001), cet. I, h. 277

dahulu yakni kepada anak dan istrinya, baru kemudian kepada umat manusia.

C. Materi Pendidikan 1. Akidah dan ketauhidan

Dalam kisah Nabi Ibrahim, keimanan menjadi tema yang utama karena, paling tidak, ada tiga alasan. Pertama, hampir semua surat yang memuat tentang kisah Nabi Ibrahim as. dalam Al- Qur`an berkaitan dengan tema ketauhidan; kedua, diutusnya Nabi Ibrahim as. adalah untuk mengajak umat manusia untuk bertauhid kepada Allah; ketiga, tujuan pemaparan materi kisah dalam Al- Qur`an sebagai salah satu metode mengenal dan mempertabal keimanan seorang muslim.8Sebagaimana yang tergambar dalam beberapa ayat komunikasi dakwah antara Nabi Ibrahim as. dengan ayah dan kaumnya, Allah berfirman:































“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar: “pantaskah kamu menjadikan berhala-hala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al-An‟âm [6]:74)









































































8Zainal Hasan, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Kisah Nabi Ibrahim”, dalam Jurnal Nusantara, Vol. 14 No. 2 Juli – Desember 2017, h. 431

79

































“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sekitpun? Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kam menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitab itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha Pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi Syaitan”. (QS. Maryam [19]: 42-45)

Mahmud Yunus menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat di atas menjelaskan bagaimana cara Nabi Ibrahim as. memberi nasihat kepada ayahnya dan memberi pelajaran dengan susunan kata-kata yang indah dan perkataan yang lemah lembut serta adab sopan santun dan budi pekerti yang baik, sesuai dengan nasihat Allah kepadanya. Sebagaimana dikutip oleh Mahmud Yunus dalam tafsirnya, Raulullah Saw. sabda:“Telah mewahyukan Allah kepada Ibrahim as.: “Sesungguhnya engkau sebagai temanku, perbaikilah budi pekertimu, meskipun terhadap orang-orang kafir, niscaya engkau termasuk orang-orang yang baik”. 9

Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Nabi Ibrahim as. menasihati ayahnya untuk meninggalkan berhala-berhala yang ia sembah karena berhala-berhala itu tidak memberi manfaat dan tidak menolak keburukan. Kemudian Ibrahim as. berkata: “Jika aku ada dari tulang tulang rusukmu dan engkau memandang bahwasannya aku

9Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, h. 441

lebih kecil darimu, karena aku adalah anakmu maka ketahuilah sesungguhnya aku telah memahami ilmu dari Allah Swt. yang engkau tidak mengetahuinya dan tidak juga memahaminya, serta tidak datang kepadamu, maka ikulah aku, niscaya aku akan menunjukkan jalan yang lurus.” Nabi Ibrahim as. melarang ayahnya memiliki pembela, penolong dan penyelamat kecuali kepada Allah Swt. semata karena yang selain-Nya tidak akan bisa memberikan pertolongan melainkan memberikan kesesatan yang nyata.10

Dengan kata-kata yang lemah lembut dan dapat diterima akal Nabi Ibrahim as. menyeru bapaknya kepada tauhid dan meninggalkan penyembahan berhala benda mati yang tidak berdaya. karena benda yang demikian halnya tidak mungkin memberi manfaat atau pertolongan kepada mausia, dengan demikian hal tersebut tidaklah patut menjadi sembahan manusia. Dan ia juga mengatakan kepada bapaknya bahwa ia telah diberi ilmu oleh Allah Swt. yang belum diketahui olehnya. Dengan ilmu itu Ia dapat memimpin manusia kepada jalan yang lurus dan membawa kepada kebahagian dunia dan akhirat. Ia juga menghawatirkan bapaknya akan tetap mengikuti ajaran nenek moyangnya yakni menyembah berhala, sehingga ia mendapatkan kemurkaan Allah Swt. seperti kemurkaan-Nya kepada setan. 11

Kita juga bisa melihat dalam kisah ketauhidan dan gambaran keimanan serta akidah yang kuat sebagai pelajaran bagi kita semua, yaitu pada saat Nabi Ibrahim as. dibakar hidup-hidup oleh penguasa yang berseberangan akidah dengannya setelah kejadian penghancuran

10Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, h. 454-455.

11Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, h. 63-64

81

berhala oleh Nabi Ibrahim as. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiyâ‟ ayat 68-69.

































“Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim" (QS. Al-Anbiyâ [21]:68-69) Mahmud Yunus menjelaskan dalam tafsirnya bahwa pada saat itu Nabi Ibrahim as. hendak dibakar oleh kaum raja Numruz, kemudian mereka berkata: “Bakarlah Ibrahim dengan api!” lalu dibakarnya. Allah Swt. berfirman “Hai api, hendaklah engkau menjadi dingin dan selamatkan Ibrahim!” Maka keluarlah Ibrahim dari dalam api dengan selamat.12

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa setelah hujjah kaum raja Numruz terbantahkan, dan tampak kelemahannya, mereka menghukum Nabi Ibrahim as. dan melemparkannya ke dalam api.

Ketika Nabi Ibrahim as. dilemparkan ia berkata “Hasbiyallâhu wa ni‟mal wakîl” (cukuplah Allah Saw. (menjadi penolong) bagiku dan Dia sebaik-baik penolong).13

Departemen Agama RI menjelaskan bahwa, pada ayat ini setelah mereka kehabisan akal dan alasan untuk menjawab ucapan Ibrahim, mereka memutuskan untuk menyiksa dengan cara yang paling keji yakni membakarnya dalam sebuah api unggun.

Menurutnya hal tersebut adalah cara yang terbaik untuk membela

12Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, h. 473

13Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, h. 624-625

kehormatan tuhan-tuhan mereka, dan untuk melenyapkan rintangan yang mengalanginya.

Pada ayat berikutnya Allah melindungi dan menolong Nabi Ibraim as. dari kekejaman kaumnya yakni dengan cara mencabut sifat api yang bersifat panas dan membakar, menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim tidak merasa panas ketika dibakar dalam api yang menyala- nyala. Hal ini menambah bukti tentang kekuasaan Allah yang seharusnya disadari oleh orang-orang kafir.14

Ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api, ia membaca:

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhârî dari Ibnu „Abbas:

“Dari Ibnu „Abbas: Hasbunallâ wani‟mal wakîl” diucapkan oleh Nabi Ibrahim as. ketika dilemparkan ke dalam api, demikian juga diucapkan oleh Nabi Muhammd Saw. ketika ia (perang ahzab atau perang khandaq): „Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada merela‟, Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:

„Cukuplah Allah Swt. menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung‟.” (HR. al-Bukhârî)

14Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, h. 282

15Muhammad bin Isma‟il Abû „Abdillâh al-Bukhârî al-Ju‟fi, Shahîh al-Bukhârî, (tt.p. Dâr Thûqi an-Najâh, 1422 H), Juz. 9, h. 39

83

Hal ini memberikan gambaran sikap ketauhidan Nabi Ibrahim as., keimanan yang kuat, akidah yang lurus. Cukuplah Allah Swt sebagai penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung. Hal ini sama dengan firman Allah QS. Al-Fatihah [1]:5:











“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. (QS. Al-Fatihâh [1]:5)

Melihat penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, materi pendidikan yang paling utama adalah akidah atau ketauhidan karena akidah atau ketauhidan adalah salah satu metode mengenal dan mempertebal keiman seseorang. Oleh karena itu Nabi Ibrahim as.

menasihati ayahnya dengan perkataan lemah lembut serta adap sopan santun agar ayahnya mau meninggalkan berhala-berhala yang ia sembah karena berhala-berhala itu tidak memberi manfaat sedikitpun meliankan memberikan madharat, dengan demikian hal itu tidaklah patut disembah. Kemudian ketauhidan Nabi Ibrahim as. juga bisa dilihat ketika ia dibakar hidup-hidup oleh kaum raja Numruz, meskipun ia disiksa dengan cara yang sangat pedih ia tetap kuat dengan apa yang diperintahkan Allah Swt. dan ia percaya bahwa Allah Swt. adalah sebaik-baik penolong dan sebaik-baik pelindung.

2. Ibadah

Dalam kisah Nabi Ibrahim, nilai-nilai ibadah disebutkan dalam dua bentuk, yaitu shalat dan haji. Sebagimana firman Allah:





















“Ya Tuhanku! Jadikanlah aku seorang yang mendidirkan shalat, begitupun anak-anakku. Ya Tuhan kami! Dan perkanankanlah doaku!”. (QS. Ibrahîm [14]:40)

Mahmud Yunus menjelaskan pada tafsirnya bahwa Nabi Ibrahim as. memohon kepada Allah Swt. untuk selalu menjaga keteguhan hatinya dan seluruh keturunannya untuk selalu menyembah-Nya yakni melaksanakan shalat.16

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Nabi Ibrahim As. berdoa kepada Allah Swt. untuk selalu menjaga keturunnya agar selalu memelihara mendirikan shalat dan menegakkan batasan-batannya.17

Dalam tafsir Departemen Agama RI menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim as. bersyukur atas segala rahmat-Nya. Ia bertambah tunduk dan patuh kepada Allah Swt., dan berdoa agar Allah Swt.

menjadikan keluarganya selalu mengerjakan shalat, tidak lalai mengerjakannya sedikit pun, sempurna rukun-rukun dan syaratnya, dan sempurna mengerjakan sunah-sunahnya dengan penuh ketundukan dan kehusyukan.

Ibrahim as. berdoa agar keturunannya selalu mengerjakan salat, karena salat itu adalah pembeda antara mukmin dan kafir dan merupakan pokok-pokok ibadah yang diperintahkan Allah Swt.

orang selalu mengerjakan salat, akan mudah mengerjakan ibadah- ibadah lain dan amal-amal saleh. Salat dapat mensucikan jiwa dan raga karena salat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar,18 sebagimana firman Allah Swt:

16Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, h. 366

17Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, h. 1093

18Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, h. 178

85













































“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.

Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-

„Ankabût [29]: 45)





























































































































“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan):

"Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku´ dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu

dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)”.

(QS. Al-Hajj [22]:26-29)

Mahmud Yunus menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah Swt. memerintahkan untuk tidak mempersekutun-Nya dengan sesuatu pun, membersihkan baitKu (Ka‟bah) dari kotoran untuk orang-orang yang thawaf dan orang-orang yang salat, Hendaklah izinkan orang datang mengerjakan haji dari segala penjuru dunia. 19 Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah Swt.

melarang menyekutukan sesuatu pun, dan juga memerintahkan untuk selalu menjaga kebersihan Baitullah supaya dapat digunakan untuk ibadah. Thawaf di sisi Ka‟bah itu adalah suatu kebaikan dan merupakan ibadah khusus, maka dari itu hal tersebut tidak boleh dilakukan di suatu tempat mana pun kecuali di Baitullah.

Kemudian Allah Swt. memerintahkan Nabi Ibrahim as. untuk menyeru manusia supaya melaksanakan ibadah haji dan umrah.20

Dalam tafsir Departemen Agama dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada Ibrahim dan kaum Muslimin agar jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, agar mencusikan Ka‟bah dari segala kotoran yang bersifat ma‟nawi seperti syirik, najis

19Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, h. 485-486

20Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, h. 518-521

87

maupun materi seperti kotoran, sehingga masjid dapat dipergunakan oleh orang-orang yang akan salat, mengerjakan ibadah haji dan umrah.21

Pada era Nabi Muhammad Saw., justru rangkaian ritual ibadah (manasik) haji, seperti melontar jumrah, mabit di Mina, Muzdalifah, dan sebagainya merujuk pada tapak tilas perjalanan hidup Nabi Ibrahim As., Nabi Isma‟il As. dan Siti Hajar, dengan kata lain, diantara bentuk ibadah yang disyari‟atkan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah kelanjutan dari syari‟at Nabi Ibrahim As.22

Melihat penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan Nabi Ibrahim as. yang kedua yakni ibadah karena ibadah itu sebagai aktualisasi dari nilai-nilai keimanan. Oleh karena itu Nabi Ibrahim as. selalu berdoa kepada Allah Swt. untuk selalu menjaga keturunannya yakni mengerjakan shalat dan tidak lalai mengerjakannya sedikitpun karena shalat merupakan pokok- pokok ibadah yang diperintahkan Allah Swt. Kemudian shalat juga dapat mensucikan jiwa raga dan juga dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji. Tidak hanya itu saja, Nabi Ibrahim as. juga mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk selalu menyembah Allah Swt. dan jangan sampai menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Kemudian ia juga menyeru umat-umatnya untuk mengerjakan haji dan selalu menjaga kebersihan Ka‟bah-Nya dari berbagai macam kotoran, baik yang bersifat ma‟nawi maupun materi sehingga dapat digunakan untuk ibadah haji dan umrah dengan sempurna.

21Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, h. 387

22Zainal Hasan, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Kisah Nabi Ibrahim” h. 433

3. Akhlakul Karimah Kasih Sayang

Dalam konteks Nabi Ibrahim As. nilai-nilai kasih sayang berbentuk kasih sayang kepada orang tua. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Maryam [19]: 45:

























“Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". (QS. Maryam [19]: 45)

Mahmud Yunus menjelaskan dalam tafsirnya bahwa, Nabi Ibrahim as. melarang ayahnya menyembah setan karena setan itu durhaka kepada Allah Swt. yang Rahman dan musuh yang menghendaki kebinasaan. Dan ia memperingatkan ayahnya dengan akibat yang jahat dan ia tidak mengatakan, bahwa siksaan pasti menimpanya, ia hanya berkata: “saya takut dan khawatir, jika ayah ditimpa azab Allah Swt.23

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsinya bahwa Nabi Ibrahim khawatir kepada ayahnya akan ditimpa adzab Allah Swt. karena kesyirikan dan kemaksiatan dari apa yang dilakukan yakni menyembah berhala atau setan. Jika engkau mengikuti langkah setan maka engkau tidak memiliki pembela, penolong dan penyelamat selain Iblis, padahal tidak ada padanya dan tidak ada juga pada selainnya (kekuasaan)

23Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur`an Al-Karim, h. 442

89

terhadap satu utusan pun, bahkan dengan mengikutinya mengharuskan kamu terselimuti adzab.24

Departemen Agama RI menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Nabi Ibrahim As. khawatir kepada bapaknya akan adzab yang akan menimpanya karena ia tetap mengikuti ajaran nenek moyangnya yakni menyembah berhala.25

Melihat penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ajakan Nabi Ibrahim As. kepada ayahnya untuk bertauhid, pada hakikatnya, adalah realisasi bentuk kasih sayang anak pada orang tua. Nabi Ibrahim As. menyadari bahwa hidup itu hanya sekali, tetapi setelah manusia mati, maka ada kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Di akhirat nanti, setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban amalnya di dunia, apabila ia beriman akan ditempatkan di surga, dan apabila ia kafir maka akan ditempatkan di neraka. Oleh karena itu, ia selalu berdoa untuk ayahnya.

D. Konsep Pendidikan 1. Konsep Keteladanan

Dalam konteks pendidikan Islam, keteladanan dijadikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan, dengan cara memberi contoh keteladanan yang baik pada siswa agar mereka dapat berkembang dan memiliki perilaku yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan, baik dalam bidang keagamaan maupun kebudayaan, kesenian, dan lain-lain.26

24Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Kastir, h. 454-455

25Atho Mudzhar, Fadhal AE. Bafadal, dkk, Al-Qur`an dan Tafsirnya, h. 64

26Zainal Hasan, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Kisah Nabi Ibrahim” h. 445

Dalam konteks kisah Nabi Ibrahim as. Nampak pada sosok pribadi sebagai figur anak, ayah, dan hamba Allah Swt.27 Ia juga sosok teladan yang baik bagi keluarga, anak dan umatnya dalam melaksanak perintah-perintah Allah Swt. dan menjauhi larangnnya, demikian juga akhlak keseharian. Sampai-sampai umat Nabi Muhammad Saw. pun diperintahkan untuk mengambil teladan dari Abul Anbiya‟ (Nabi Ibrahim as.). sebagaimana firman Allah Swt.:











































































































“Sungguh, telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami terlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya,

“Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.”

(Ibrahim berkata), “Ya tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami kembal.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)

27 Zainal Hasan, “Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Kisah Nabi Ibrahim” h. 445