• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX KONSEP HIGHER ORDER OF THINKING SKILL

A. Strategi Inkubatif

Kebijakan pendidikan dipastikan dengan maksud dan tujuan mulia. Tetapi, maksud dan tujuan mulia belum tentu

berhasil dicapai jika strategi dan cara yang ditempuh tidak matang. Dalam hal ini apakah prasyarat untuk diterapkan kebijakan sudah disiapkan dengan baik? Sejalan dengan itu, bagaimana dengan uji-coba pra-implementasi. Tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi kepada masyarakat atas kebijakan pendidikan yang akan diambil.

Implementasi dari LOTS ke HOTS dalam UNBK dipastikan tidak efektif apabila tidak didahului dengan proses pembelajaran HOTS. Selain itu, guru semestinya terbiasa mengevaluasi pembelajaran tematik dengan menggunakan HOTS. Untuk itu guru perlu dilatih terlebih dahulu. Proses pembelajaran sangat urgen untuk hasil belajar dan bukan sekadar evaluasi, bahkan UNBK saja.

1. Asal Muasal Istilah HOTS

HOTS awalnya dikenal dari konsep Benjamin S.

Bloom dkk. dalam buku berjudul Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals (1956) yang mengategorikan berbagai tingkat pemikiran bernama Taksonomi Bloom, mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Konsep ini merupakan tujuan-tujuan pembelajaran tematik yang terbagi ke dalam tiga ranah, yaitu Knowledge (keterampilan mental seputar pengetahuan), Attitude (sisi emosi seputar sikap dan perasaan), dan Skill (kemampuan fisik seperti keterampilan).

Konsep Taksonomi untuk menentukan tujuan belajar ini dapat kita sebut sebagai tujuan akhir dari sebuah proses pembelajaran tematik. Jadi, setelah proses pembelajaran tertentu, peserta didik diharapkan dapat mengadopsi keterampilan, pengetahuan, serta sikap yang baru.

HOTS sendiri merupakan bagian dari ranah knowledge

88 ~ Dr. Ahmad Sulhan, S. Ag., M. Pd. I, Ahmad Khalakul Khairi, M. Ag

yang ada dalam Taksonomi Bloom dan bertujuan untuk mengasah keterampilan mental seputar pengetahuan. Ranah knowledge versi Bloom ini kemudian direvisi oleh Lorin Anderson, David Karthwohl, dkk. pada 2001. Urutannya diubah menjadi enam, yaitu:

1. Mengingat (remembering) 2. Memahami (understanding) 3. Mengaplikasikan (applying) 4. Menganalisis (analyzing) 5. Mengevaluasi (evaluating) 6. Mencipta (creating)

Tingkatan 1 hingga 3 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS), sedangkan tingkat 4 sampai 6 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang artinya kemampuan berpikir tingkat tinggi. Istilah ini pertama kali muncul sebagai salah satu buah pikir seorang psikolog pendidikan Amerika, Benjamin Samuel Bloom. Salah satu kontribusinya untuk pendidikan terbit pada tahun 1956 melalui buku Taxonomy of Educational Objectives (Taksonomi Tujuan Pendidikan) yang intinya menjelaskan bahwa tujuan pendidikan memiliki tiga aspek utama, yaitu knowledge (pengetahuan), attitude (emosi dan sikap), serta skill (aktivitas fisik).

Gambar 8.1 Bloom’s Digital Taxonomy Verbs

Setiap aspek kemudian memiliki taksonomi atau klasifikasi untuk mencapai tujuan akhir pendidikan, seperti meningkatnya kemampuan knowledge, attitude, maupun skill peserta didik yang kelak berguna untuk menghadapi persaingan di masa depan. Taksonomi yang dibuat oleh Bloom dari tingkat terendah hingga tertinggi adalah knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (penerapan), analysis (analisis), synthesis (perpaduan), dan evaluation (penilaian). Klasifikasi tersebut, kemudian direvisi oleh David Reading Krathwohl, seorang psikolog pendidikan

90 ~ Dr. Ahmad Sulhan, S. Ag., M. Pd. I, Ahmad Khalakul Khairi, M. Ag

dari Amerika, bersama dengan Lorin W. Anderson pada tahun 2000. Urutan taksonomi yang dibuat oleh mereka sebagai bentuk penyempurnaan Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:

a. Tingkat terendah dari Taksonomi Bloom versi revisi adalah remember atau mengingat. Contoh dari soal tipe ini misalnya, “Rubiks Cube merupakan contoh dari bangun ruang berupa ….” Jawabannya adalah kubus. Soal tersebut hanya meminta peserta didik untuk mengandalkan ingatan.

b. Tingkat berikutnya adalah understand atau memahami.

Contoh dari soal tipe ini misalnya, “Jumlah sisi sejajar yang dimiliki kubus adalah ….” Jawabannya, sisi depan kubus sejajar dengan sisi belakang, sisi atas dengan bawah, dan kanan dengan kiri. Berdasarkan ingatan tersebut, peserta didik dapat memahami bahwa kubus memiliki 3 pasang sisi yang berhadapan.

c. Tingkat selanjutnya dari taksonomi di atas adalah apply atau menerapkan. Contoh dari soal tipe ini misalnya,

“Jumlah sisi sejajar yang dimiliki rubiks cube adalah

….” Kita telah mengingat bahwa rubiks cube berbentuk serupa dengan kubus dan kita memahami bahwa setiap kubus memiliki 3 pasang sisi yang berhadapan. Dengan demikian, kita bisa mengaplikasikan bahwa rubiks cube memiliki 3 pasang sisi yang berhadapan.

d. Ketiga klasifikasi sebelumnya dinamakan dengan tipe soal LOTS (Lower Order Thinking Skills) atau kemampuan berpikir tingkat rendah. Sementara itu, tingkat berikutnya merupakan tingkat pertama dari HOTS, yaitu analyze atau menganalisis. Contoh dari

soal tipe ini misalnya, “Jika suatu rubiks cube memiliki sisi sebesar 6 cm maka panjang diagonal sisinya adalah

….”

Gambar 8.2 Revisi Urutan Taksonomi Bloom oleh David Reading Krathwohl, & Lorin W. Anderson (2000) Setelah mengetahui klasifikasi tingkat pembelajaran tematik, lalu bagaimana cara kita bisa membedakan apakah suatu soal masuk ke dalam kategori HOTS atau tidak? Berikut klasifikasi penggunaan kata yang dapat dijadikan patokan dalam membuat soal tipe HOTS:

92 ~ Dr. Ahmad Sulhan, S. Ag., M. Pd. I, Ahmad Khalakul Khairi, M. Ag

Gambar 8.3 Klasifikasi Penggunaan Kata yang Dapat Dijadikan Patokan dalam Membuat Soal Tipe HOTS

Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa soal tipe HOTS memang lebih mendayagunakan logika dan kemampuan berpikir analitis kita dibandingkan dengan tipe LOTS. Pilihan kata yang digunakan pada tingkat HOTS antara lain, analisis, membandingkan, menyimpulkan, menciptakan, mengombinasikan, dan merencanakan sementara pilihan kata pada tingkat LOTS adalah mengingat, menyusun, menduplikasi, memilih, dan merangkum.

Sesungguhnya, soal tipe HOTS itu tidak selamanya sulit dan tipe soal yang sulit juga belum tentu HOTS karena

pada dasarnya, HOTS hanya menitikberatkan pada soal yang mampu merangsang kemampuan analisis dan problem solving, bukan pada tipe soal rumit di luar kapasitas peserta didik.

B. Mengintegrasikan Higher Order of Thinking Skill