• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSI NYATA TOPIK 4

N/A
N/A
taufiktry cahyono

Academic year: 2024

Membagikan " AKSI NYATA TOPIK 4"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA : Taufik Tri Cahyono PRODI : PENDIDIKAN JASAMANI

OLAHRAGA DAN KESEHATAN PPG PRAJABATAN FIK UNJ 2022

AKSI NYATA TOPIK 4

1. Pembelajaran Berdiferensiasi (developmentally appropriate practice) 2. Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy), dan 3. Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level)

A. REFLEKSI DIRI

1) Pembelajaran Berdiferensiasi (developmentally appropriate practice) a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan

Setelah mempelajari berbagai macam teori tentang pembelajaran berdiferensiasi dalam materi ini saya mendapat banyak hal baru, khususnya yang berhubungan dengan “Pemetaan Kebutuhan Murid”.

Untuk selanjutnya saya penuh harapan untuk dapat mengimplementasikan dan mempraktikkannya dalam praktik sehari- hari.

b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan

Bagian menantang untuk diaplikasikan menjembatani dilema diferensiasi vs standarisasi, mengatur waktu, dan mengakses sumber- sumber belajar yang ada

c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut adalah

Bagaimana mendesain rancangan pembelajaran berdiferensiasi yang efektif di kelas saya.

2) Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy) a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan

Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini

b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan

(2)

Memperbaiki distorsi, stereotipe, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran.

Memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya mengembangkan keterampilan interpersonal memberikan teknik-teknik evaluasi membantu klarifikasi nilai dan menjelaskan dinamika kultural. c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut adalah

Bagaimanana merancang dan menysun serta melaksanakan Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural yang efektif di berbagai level atau fase pendidikan

3) Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level) a) Hal baru apa saja yang saya dapatkan

Teaching at right level (TaRL) merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik

b) Bagian menantang untuk diaplikasikan di lapangan

Mengajarkan kemampuan dasar yang perlu dimiliki peserta didik dan menelusuri kemajuannya.

c) Hal-hal lain yang ingin saya pelajari lebih lanjut adalah

Guru melakukan asesmen terhadap level pembelajaran peserta didik, mengelompokkannya sesuai dengan yang memiliki tingkat capaian dan kemampuan yang serupa, dan memberikan intervensi pengajaran dan beragam aktivitas pembelajaran sesuai dari level pembelajarannya tersebut, bukan hanya melihat dari usia dan kelasnya.

(3)

B. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DI KELAS

Murid terlahir dengan keadaan beragam karakteristik dan keunikannya masing- masing. Kebutuhan belajar mereka tentu saja harus bisa terlayani dengan sebaik- baiknya. Sebagai seorang guru, dalam menerapkan merdeka belajar harus bisa menjadi fasilitator murid dalam belajar, menghamba padanya sehingga potensinya dapat berkembang dengan optimal. Oleh karena itu, guru harus bisa memastikan bahwa setiap murid mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dengan cara terbaik yang sesuai untuk mereka. Melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi, murid tidak hanya akan dapat memaksimalkan potensi mereka, tapi mereka juga akan dapat belajar tentang berbagai nilai-nilai kehidupan yang penting. yang akan berkontribusi terhadap perkembangan diri mereka secara lebih holistik atau utuh. Guru perlu mengetahui bagaimana proses pembelajaran berdiferensiasi ini dapat dilakukan, dengan cara-cara yang memungkinkan guru untuk dapat mengelolanya secara efektif.

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berakar pada pemenuhan kebutuhan murid baik dari segi kesiapan belajar, minat, atau profil belajarnya dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Menurut Tomlinson (2000) juga dikatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha menyesuaikan pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa diferensiasi tidak berarti bahwa guru harus dapat memenuhi kebutuhan semua individu setiap saat dan setiap waktu. Guru diharapkan dapat menggunakan berbagai pendekatan belajar sehingga sebagian besar murid menemukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan di kelas? Tentu saja memerlukan strategi khusus dalam penerapannya dengan menggunakan tiga strategi yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk. Penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Diferensiasi konten, yaitu apa yang kita ajarkan kepada murid sebagai tanggapan dari kesiapan belajar murid, minat, atau profil belajarnya (visual, auditori, kinestetik) atau bahkan bisa kombinasi dari ketiganya

2. Diferensiasi proses, yaitu bagaimana murid akan memaknai materi yang akan dipelajari baik secara mandiri atau kelompok dengan menyediakan kegiatan

(4)

berjenjang, adanya pertanyaan pemandu atau tantangan, membuat agenda individual murid, memvariasikan waktu, mengembangkan kegiatan bervariasi, dan menggunakan pengelompokan yang fleksibel.

3. Diferensiasi produk, yaitu berupa tagihan yang kita harapkan dari murid dengan memberikan tantangan atau keragaman variasi dan memilih produk apa yang diminatinya.

Selain strategi di atas juga membutuhkan lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung pembelajaran berdiferensiasi ini seperti:

1. komunitas belajar,

2. setiap anggota kelas saling menghargai, 3. murid merasa aman secara fisik dan psikis, 4. adanya harapan bagi pertumbuhan,

5. guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, dan

6. adanya keadilan dalam bentuk karya nyata. Ketiga strategi di atas ini bisa kita tuangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran berdiferensiasi adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan pembelajaran

2. Memetakan kebutuhan belajar murid (kesiapan belajar, minat, profil belajar) 3. Menentukan strategi dan alat penilaian yang akan digunakan (tentukan bentuk penilaian akhir yang merupakan kombinasi portofolio, proyek, dan tertulis kemudian buat rubrik penilaiannya sehingga guru tahu posisi murid ada di mana dan kendala apa yang dihadapinya)

4. Menentukan kegiatan pembelajaran (konten, proses, produk)

Indikator keberhasilan suatu pembelajaran berdiferensiasi adalah siswa merasa nyaman dalam belajar, adanya peningkatan keterampilan baik segi hard skill atau softskill, dan adanya kesuksesan belajar dari seorang murid yaitu murid mampu merefleksikan diri kemampuannya dimulai dari titik awal pembelajaran sampai peningkatan diri selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran.

(5)

Pembelajaran berdiferensiasi ini bukan berarti mencapai tujuan akhir siswa harus mencapai KKM yang diharapkan tetapi melalui pembelajaran ini akan ada pergeseran penambahan nilai ke arah yang lebih baik. Misalkan seorang murid kemampuannya di bawah rata-rata kelas, yaitu awalnya mendapatkan nilai 30 setelah melalui proses pembelajaran berdiferensiasi ini meningkat menjadi nilai 50, berarti ada kemajuan belajar anak sehingga tidak bisa seorang guru memaksakan murid mendapat target KKM sesuai yang diharapkan. Begitu juga dengan kemampuan murid di atas rata-rata kelas misalkan mendapat nilai 85 setelah melalui pembelajaran berdiferensiasi mendapatkan nilai 100 berarti setelah mendapatkan pengayaan ada kemajuan yang pesat sehingga dapat dikatakan sukses dalam belajar.

Namun, ada tantangan yang dihadapi guru-guru ketika berjuang untuk mewujudkan kelas berdiferensiasi, yaitu:

1. menjembatani dilema diferensiasi vs standarisasi, 2. mengatur waktu, dan

3. mengakses sumber-sumber yang ada

Oleh karena seorang guru harus menunjukkan sikap kreatif, percaya diri, mau mencoba, dan berani mengambil risiko dalam menerapkan berbagai ide strategi pembelajaran berdiferensiasi. Semua hal ini bisa dilakukan dimulai dengan mengubah mind set atau pola pikir sebagai seorang guru bahwa harus bisa menghargai murid yang beragam, menggali berbagai minat murid, dan mencoba menyediakan sumber informasi yang dimiliki oleh sekolah untuk mengelola pembelajaran. Manajemen kelas yang efektif dan lingkungan belajar yang mendukung juga sangat dibutuhkan dalam menciptakan pembelajaran berdiferensiasi sehingga semua kebutuhan belajar murid dapat terlayani secara optimal.

Mulai mencoba mendesain rancangan pembelajaran sedikit demi sedikit secara bertahap, perlahan tapi pasti bisa dimulai dengan merutinkan dalam satu pembelajaran tertentu dalam setiap minggunya sehingga jika kita alokasikan dalam waktu satu semester paling tidak sudah mendapatkan 48 macam alternatif strategi pembelajaran berdiferensiasi yang unik, berbeda yang bisa menjadi rujukan dan

(6)

praktik baik yang bisa diterapkan. Di samping itu, seorang guru juga harus terus berkolaborasi dengan berbagai pihak baik dengan rekan guru lain maupun pihak sekolah untuk terus mengembangkan pembelajaran berdiferensiasi ini. Berbagi praktik mengajar, membuat hasil transparan, terlibat dalam perbincangan kritis tentang memperbaiki instruksi pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan, serta pemenuhan fasilitas perencanaan pembelajaran berdiferensiasi sebagai upaya mewujudkan merdeka belajar mencetak profil pelajar Pancasila

C. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN RESPONSIF KULTUR (CULTURALLY RESPONSIVE PEDAGOGY)

Kondisi keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang merasa tidak nyaman karena tidak saling mengenal budaya orang lain. Perubahan masyarakat yang cepat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menuntut lembaga pendidikan untuk bisa mengimbangi percepatan perubahan yang ada di dalam masyarakat., dalam upaya membekali siswa untuk dapat bermasyarakat dengan baik, perlu meng-up date bahan pembelajarannya sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.

Pembelajaran Berbasis Budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Dirjen Dikti, 2004: 12). Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam sehingga peran siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan sebagai penciptaan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya.

Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural

Dari aspek metodik, strategi dan manajemen pembelajaran merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural. Harry K. Wong, penulis buku How to be an Active Teacher the First Days of School, sebagaimana dikutip Linda Starr (2004: 2) mendefinisikan manajemen pembelajaran sebagai “praktik dan prosedur yang memungkinkan guru mengajar dan siswa belajar.” Terkait dengan praktik dan prosedur

(7)

ini, Ricardo L. Garcia (1982: 146) menyebutkan 3 (tiga) faktor dalam manajemen pembelajaran, yaitu:

1. Lingkungan fisik (physical environment) Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan musik. Guru yang memiliki pemahaman terhadap latar belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar.

2. Lingkungan sosial (human environment) Lingkungan sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang dipilih, hubungan simpatik antar siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa yang beragam budayanya (Linda Starr, 2004: 4).

3. Gaya pengajaran guru (teaching style). Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga memerlukan gaya pengajaran guru yang menggembirakan. Menurut Garcia (1982: 146), gaya pengajaran guru merupakan gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran (the kind of leadership or governance techniques a teacher uses). Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan guru sangat berpengaruh bagi ada-tidaknya peluang siswa untuk berbagi pendapat dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan guru berkisar pada otoriter, demokratis, dan bebas (laizzes faire). Gaya kepemimpinan otoriter tidak memberikan peluang kepada siswa untuk saling berbagi pendapat. Apa yang diajarkan guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh sang guru. Sebaliknya, gaya kepemimpinan guru yang demokratis memberikan peluang kepada siswa untuk menentukan materi yang perlu dipelajari siswa. Selanjutnya, guru yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas (laizzes faire) menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk menentukan materi pembelajaran di kelas. Untuk kelas yang beragam latar belakang budaya siswanya, agaknya, lebih cocok dengan gaya kepemimpinan guru yang demokratis (Donna Styles, 2004: 3)

Langkah-langkah Mengembangkan Model Pembelajaran Berbasis Budaya Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis budaya lokal adalah sebagai berikut:

1. Melakukan Analisis Faktor Potensial Bernuansa Multikultural

(8)

Analisis faktor yang dipandang penting dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan model pembelajaran berbasis multikultural, yang meliputi:

a) tuntutan kompetensi mata pelajaran yang harus dibekalkan kepada peserta didik berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan etika atau karakter (ethic atau disposition)

b) tuntutan belajar dan pembelajaran, terutama terfokus membuat orang untuk belajar dan menjadikan kegiatan belajar adalah proses kehidupan

c) kompetensi guru dalam menerapkan pendekatan multikultural.

Guru sebaiknya menggunakan metode mengajar yang efektif, dengan memperhatikan referensi latar budaya siswanya. Guru harus bertanya dulu pada diri sendiri, apakah ia sudah menampilkan perilaku dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural

d) analisis terhadap latar kondisi siswa. Secara alamiah siswa sudah menggambarkan masyarakat belajar yang multikultural. Latar belakang kultur siswa akan mempengaruhi gaya belajarnya.

Agama, suku, ras/etnis dan golongan serta latar ekonomi orang tua, bisa menjadi stereotipe siswa ketika merespon stimulus di kelasnya, baik berupa pesan pembelajaran maupun pesan lain yang disampaikan oleh teman di kelasnya. Siswa bisa dipastikan memiliki pilihan menarik terhadap potensi budaya yang ada di daerah masing-masing

e) karakteristik materi pembelajaran yang bernuansa multikultural.

Analisis materi potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain meliputi:

1) menghormati perbedaan antar teman (gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan budaya)

2) menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-masing

3) kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

4) membangun kehidupan atas dasar kerjasama umat beragama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan;

(9)

5) mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antra bangsa-bangsa

6) tanggung jawab daerah (lokal) dan nasional 7) menjaga kehormatan diri dan bangsa

8) mengembangkan sikap disiplin diri, sosial dan nasional 9) mengembangkan kesadaran budaya daerah dan nasional 10) mengembangkan perilaku adil dalam kehidupan

11) membangun kerukunan hidup

12) menyelenggarakan ‘proyek budaya’ dengan cara pemahaman dan sosialisasi terhadap simbol-simbol identitas nasional, seperti bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera Merah Putih, Lambang negara Garuda Pancasila, bahkan budaya nasional yang menggambarkan puncak-puncak budaya di daerah; dan sebagainya

2. Menetapkan Strategi Pembelajaran Berkadar Multikultural

Pilihan strategi yang digunakan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain: strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooperative Learning), yang dipadukan dengan strategi pencapaian konsep (Concept Attainment) dan strategi analisis nilai (Value Analysis), strategi analisis sosial (Social Investigation). Beberapa pilihan strategi ini dilaksanakan secara simultan, dan harus tergambar dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian, masing-masing strategi pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang berbeda. Strategi cooperative learning, digunakan untuk menandai adanya perkembangan kemampuan siswa dalam belajar bersama-sama mensosialisasikan konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman. Dalam tataran belajar dengan pendekatan multikultural, penggunaan strategi cooperative learning, diharapkan mampu meningkatkan kadar partisipasi siswa dalam melakukan rekomendasi nilai-nilai lokal serta membangun cara pandang kebangsaan. Dari kemampuan ini, siswa memiliki keterampilan mengembangkan kecakapan hidup dalam menghormati budaya lain, toleransi terhadap perbedaan, akomodatif, terbuka dan jujur dalam berinteraksi dengan teman (orang lain) yang berbeda suku, agama etnis dan budayanya, memiliki empati yang tinggi terhadap perbedaan budaya lain, dan mampu mengelola konflik dengan tanpa

(10)

kekerasan (conflict non violent). Selain itu, penggunaan strategi cooperative learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas proses belajar siswa, suasana belajar yang kondusif, membangun interaksi aktif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan strategi analisis nilai, difokuskan untuk melatih kemampuan siswa berpikir secara induktif, dari setting ekspresi dan komitmen nilai-nilai budaya lokal (cara pandang lokal) menuju kerangka dan bangunan tata pikir atau cara pandang yang lebih luas dalam lingkup nasional (cara pandang kebangsaan). Bertolak dari keempat strategi pembelajaran di atas, pola pembelajaran berbasis multikultural dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri siswa terhadap nilai-nilai keberbedaan dan keberagaman yang melekat pada kehidupan siswa lokal sebagai faktor yang sangat potensial dalam membangun cara pandang kebangsaan. Dengan kesadaran diri siswa terhadap nilai nilai lokal, siswa di samping memiliki ketegaran dan ketangguhan secara pribadi, juga mampu melakukan pilihan-pilihan rasional (rational choice) ketika berhadapan dengan isu isu lokal, nasional dan global. Siswa mampu menatap perspektif global sebagai suatu realitas yang tidak selalu dimaknai secara emosional, akan tetapi juga rasional serta tetap sadar akan jati diri bangsa dan negaranya. Kemampuan akademik tersebut, salah satu indikasinya ditampakkan oleh siswa dalam perolehan hasil pembelajaran yang dialami.

Kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan belajar siswa adalah laporan kerja (makalah), unjuk kerja dan partisipasi yang ditampilkan oleh siswa dalam pembelajaran dengan cara diskusi dan curah pendapat, yang meliputi rasional berpendapat, toleransi dan empati terhadap menatap nilai-nilai budaya daerah asal teman, serta perkembangan prestasi belajar siswa setelah mengikuti tes di akhir pembelajaran. Selain itu, kriteria lain yang dapat digunakan adalah unjuk kerja yang ditampilkan oleh guru di dalam melaksanakan pendekatan multikultural dalam pembelajarannya. Guru yang bersangkutan selalu terlibat dalam setiap fase kegiatan pembelajaran, baik dalam kegiatan diskusi dan refleksi hasil temuan awal, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dalam pelaksanaan tindakan, diskusi dan refleksi hasil pelaksanaan tindakan, dan penentuan/penyusunan rencana tindakan selanjutnya dalam pencapain tujuan pembelajaran.

(11)

Solusi Guru Agar Mampu Menerapkan Pendidikan Multikultural Di Indonesia sebagian besar belum menerapkan pendidikan multikultural sebagaimana mestinya, oleh karena itu guru perlu memahami langkah-langkah penting dalam penerapan pendidikan multikultural. Sebelum melangkah atau menerapkan pembelajaran multikultural hendaknya guru memahami apa tujuan pendidikan multikultural. Tujuan pendidikan multikultural dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam tujuan, yaitu: tujuan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan pembelajaran (Lawrence J. Saha, 1997: 349). Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek pengetahuan (cognitive goals) adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan tentang kesadaran perspektif kultural. Sedangkan tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran (instructional goals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotipe, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal; memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu klarifikasi nilai; dan menjelaskan dinamika kultural

D. IMPLEMENTASI PENGAJARAN SESUAI LEVEL (TEACHING AT THE RIGHT LEVEL)

Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk menjembatani perbedaan yang ditemukan. Teaching at the Right Level (TaRL) Merupakan sebuah pendekatan belajar yang mengacu pada tingkatan capaian atau kemampuan peserta didik. Teaching at the Right Level (TaRL) yang memungkinkan anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti membaca dan berhitung dengan cepat. Tanpa memandang usia atau kelas, pengajaran dimulai pada tingkat anak. Inilah yang dimaksud dengan

“Mengajar pada Tingkat yang Benar”. Fokusnya adalah membantu anak-anak dengan dasar membaca, memahami, mengekspresikan diri, serta keterampilan berhitung sesuai dengan tingkat kemampuannya. Pendekatan pembelajaran ini tidak mengacu pada tingkatan kelas dimana Pembelajaran dibuat dan disesuaikan dengan capaian, tingkat

(12)

kemampuan, kebutuhan peserta didik, untuk mencapai capaian pembelajaran yang diharapkan. Dengan memperhatikan capaian,tingkat kemampuan, kebutuhan peserta didik sebagai acuan untuk merancang pembelajaran, maka kita melakukan segala upaya kita untuk berpusat pada peserta didik.

Ciri-ciri Teaching at the Right Level (TaRL)

Tujuan pendekatan belajar yang mengacu pada tingkatan capaian atau kemampuan peserta didik adalah:

1) Penguatan kemampuan numerasi dan literasi pada peserta didik, serta 2) Pengetahuan pada mata pelajaran yang menjadi capaian pembelajaran.

Peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas. Namun dikelompokkan berdasarkan fase perkembangan ataupun sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik yang sama.

Setiap fase, ataupun tingkatan tersebut mempunyai capaian pembelajaran yang harus dicapai. Proses pembelajaran peserta didik akan disusun mengacu pada capaian pembelajaran tersebut, namun disesuaikan dengan karakteristik, potensi, kebutuhan peserta didiknya.

Kemajuan hasil belajar akan ditentukan berdasarkan evaluasi pembelajaran. Peserta didik yang belum mencapai capaian pembelajaran di fasenya, akan mendapatkan pendampingan oleh pendidik untuk bisa mencapai capaian pembelajarannya.

Langkah-langkah TARL

Teaching at the Right Level adalah salah satu semangat di merdeka belajar, dimana pengajaran pada peserta didik disesuaikan dengan tingkat capaian atau kemampuan awalnya.

1) Guru melakukan asesmen terhadap level pembelajaran peserta didik, mengelompokkannya sesuai dengan yang memiliki tingkat capaian dan kemampuan yang serupa, dan memberikan intervensi pengajaran dan beragam aktivitas pembelajaran sesuai dari level pembelajarannya tersebut, bukan hanya melihat dari usia dan kelasnya.

2) Mengajarkan kemampuan dasar yang perlu dimiliki peserta didik dan menelusuri kemajuannya.

3) Jika anak berada di kelas 5 SD namun kemampuan dasar yang dimiliki belum sampai ke level yang diharapkan pada level kelas tersebut, maka guru perlu memberikan intervensi yang sesuai dengan kemampuan peserta didik saat itu,

(13)

menuntaskan kebutuhan belajarnya, dan tidak memaksakan pengajaran yang ada di level kelas 5

Solusi guru agar mampu Menerapkan Teaching at the Right Level (TaRL)

Agar mampu menerapkan serta mengembangkan Teaching at the Right Level (TaRL) adalah tentu guru tersebut harus terus mengembangkan memmapuan mendidiknya secara profesional dengan mengikuti pelatihan serta seminar-seminar Pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Penguatan Pendidikan karakter di SD juga sudah mulai diterapkan supaya peserta didik memiliki karakter yang baik, literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi yang unggul

Alsan utama yaitu setiap satuan pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda Kurikulum yang telah pemerintah indonesia susun tentu sudah melalaui tahap perecanaan terbaik untuk

Ini adalah artefak hasil aksi nyata topik

Disediakan enam pilihan Aksi Nyata untuk Topik 4 Penilaian SMP - SMA/SMK/Paket B - C, termasuk Melakukan Penilaian Format

Saya perlu mengetahui strategi, metode, pendekatan, media, gaya belajar apa yang cocok untuk peserta didik, karena setiap peserta didik memiliki karakteristik mereka sendiri sehingga

TUJUAN 01 Membangun budaya positif 02 Menumbuhkan komunikasi efektif antara guru dengan murid 03 Mewujudkan tujuan pendidikan yang berorientasi pada profil pelajar pancasila... Guru

Aksi Nyata : Menyebarkan pemahaman: “Mengapa kurikulum perlu berubah? Kurikulum berkembang karena kemajuan teknologi membuat pengetahuan dapat diakses anak-anak tanpa batas. 4 komponen dalam kurikulum adalah : - Tujuan - Konten - Metode / cara - Evaluasi Merancang kurikulum berdasarkan : - Kebutuhan - Pendapat - Pengalaman - Hasil Belajar - Kepentingan Murid Kurikulum 2013: 1. Pembelajaran kurikulum 2013 guru lebih aktif walaupun sudah berpusat pada murid. 2. Ruang lingkup belajar masih dibatasi. Kurikulum Merdeka : 1. Siswa diberi kebebasan memilih apa yang mereka minati. 2. Menciptakan pendidikan yang menyenangkan bagi peserta didik dan guru, dengan menekankan pada pengembangan aspek keterampilan dan karakter sesuai nilai-nilai bangsa

Kurikulum Merdeka Hadir untuk mendukung visi pendidikan Indonesia, dan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya disebut sebagai