• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SIAKAD STIKes DHB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Lansia adalah seseorang yang memiliki usia 60 tahun keatas.1–4 Jumlah penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 60 tahun adalah 8,9% dari, data ini berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Indonesia.4 Usia harapan hidup yang semakin meningkat mengakibatkan penambahan pada jumlah lansia. Hasil proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia dan dunia antara tahun 2000 sampai tahun 2100 menunjukan bahwa Indonesia memiliki rata-rata UHH sedikit lebih tinggi (0,7%) dibandingkan rata-rata UHH di dunia.5 Hasil proyeksi UHH tersebut juga menunjukan adanya peningkatan jumlah lansia dari sekitar 524 juta pada tahun 2010 menjadi hampir 1,5 miliar pada tahun 2050, dengan sebagian besar peningkatan di negara berkembang. Peningkatan lansia dikarenakan UHH semakin tinggi6,7

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2017), selama empat tahun terakhir, rumah tangga lansia bertambah hampir dua persen (dari 24,5% menjadi 26,35%).8 Penduduk usia lanjut atau lansia pada 2020 diperkirakan mencapai 28,8 juta jiwa atau 11,34% dari total jumlah penduduk di Indonesia, angka ini menjadi tantangan agar tercipta lansia sehat, mandiri, aktif, dan produktif secara sosial dan ekonomi.

Lansia yang sehat adalah lansia yang bukan hanya sehat secara fisik namun juga secara mental. Kesehatan lansia akan memengaruhi tingkat kemandirian,

(2)

keaktifan, dan produktifitas baik secara sosial maupun ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa semakin meningkatnya jumlah usia lanjut di Indonesia akan memengaruhi angka beban tanggungan yang semakin besar. Ditinjau dari aspek kesehatan, kelompok lansia akan mengalami penurunan kesehatan baik secara alamiah maupun patologis.5

Masalah kesehatan yang dialami lansia sangat beranekaragam, namun gangguan tidur (60%) dan kecemasan (31,1%) merupakan masalah yang paling umum.9–11 Klasifikasi internasional mencantumkan lebih dari 80 diagnosis gangguan tidur yang berbeda. Gangguan tidur diklasifikasikan dalam beberapa jenis sindrom yang diantaranya adalah insomnia, sleep apnea, parasomnia, sleep paralysis, narkolepsi, restless legs syndrome (RLS), dan gangguan ritme sirkadian. Sindrom apnea tidur atau sering dikaitkan dengan insomnia, terjadi pada sekitar 2% hingga 4% dari populasi umum. Sindrom kaki gelisah terjadi pada sekitar 6% populasi umum dengan prevalensi yang lebih tinggi pada subjek lanjut usia. Narkolepsi terjadi pada 0,04% populasi umum. Teror nokturnal atau kebingungan dan mimpi buruk memiliki prevalensi 2,2% hingga 5% pada populasi umum dan memiliki prevalensi yang lebih besar pada populasi lansia. Gangguan tidur yang berkepanjangan dapat memperburuk hingga menimbulkan penyakit,8 kurang dari 20% orang dengan gangguan tidur didiagnosis dan diobati dengan benar.12

Lansia memiliki metabolisme yang kurang efisien, sehingga menyebabkan gangguan tidur yang berupa kurangnya kualitas maupun kuantitas tidur dalam satu waktu.13 Survei yang dilakukan oleh Crampex (produsen pil tidur) menunjukkan bahwa 86% orang di seluruh dunia mengalami gangguan tidur yaitu insomnia seperti di Inggris sendiri, sebanyak sepuluh juta resep obat tidur telah ditulis setiap

(3)

tahunnya, di Indonesia, kurang lebih 60% lansia dilaporkan mengalami insomnia.

Pada orang yang berusia 70 tahun didapatkan 22% memiliki keluhan mengenai masalah tidur dan 30% dari usia tersebut juga mengalami terbangun pada malam hari. Peningkatan prevalensi insomnia pada lansia, dapat disebabkan oleh pertambahan usia dan berbagai penyebab lainnya. 9,10

Tidur memiliki implikasi penting dalam kesehatan mental geriatrik.

Arsitektur tidur berubah sebagai akibat dari proses penuaan. Lansia memiliki persentase tidur nyenyak yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi tidur pada orang dengan usia yang lebih muda. Masalah kesehatan yang terkait dengan usia tua, menyebabkan masalah tidur yang sering terjadi dikalangan lansia. Gangguan tidur pada lansia dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, tetapi gangguan tidur juga dapat menjadi konsekuensi dari gangguan kejiwaan itu sendiri. Penelitian sebelumnya menetapkan hubungan dua arah antara depresi atau kecemasan dengan gangguan tidur.14

Prevalensi kecemasan pada semua kelompok usia sebesar 31,1%, dengan 19,1% diantaranya terjadi pada orang dewasa di Amerika Serikat.11 Gangguan kecemasan sering dijumpai pada lansia, tetapi sebagian besar tidak terdeteksi dan tidak diobati. Studi epidemiologi menunjukkan prevalensi kecemasan pada lansia sebesar 1,2 % hingga 15 %. Hasil riset Welzel F.D et all., menyatakan bahwa individu dengan usia diatas 82 tahun yang menderita gejala kecemasan sebanyak 14,5%. Prevalensi ganggguan kecemasan pada Lansia di Indonesia adalah 5,5%.

Gangguan kecemasan yang paling sering adalah fobia yaitu 4-8%. Gangguan kecemasan dimulai pada masa dewasa awal atau pertengahan, tetapi beberapa ada yang tampak untuk pertama kalinya setelah usia 60 tahun. Gangguan kecemasan

(4)

diketahui sebagai penyebab stres, kecacatan, dan risiko kematian pada lansia, dan telah dikaitkan dengan penyakit kardiovaskular, stroke, dan penurunan kognitif.

Mekanisme kecemasan pada lansia berbeda dari pada orang dewasa yang lebih muda karena neuropatologi terkait usia, serta rasa kehilangan dan isolasi yang begitu menonjol di usia lanjut.16,17,18 Serang merupakan salah satu kota di area Banten yang memiliki angka Kesakitan Penduduk Lansia diatas angka rata-rata nasional yaitu 26,27% yang tentu diperlukan perhatian khusus untuk menanganinya baik dari segi kesehatan fisik maupun mental.18

Gangguan kecemasan menimbulkan dampak negatif penting yang berujung pada penderitaan psikologis yang tinggi dan kronis serta mengganggu kualitas hidup, serta kinerja profesional dan pribadi.19 Dampak kecemasan yang dialami oleh lansia meliputi terjadinya penurunan aktivitas fisik dan status fungsional, persepsi diri tentang kesehatan yang tidak baik, menurunnya kepuasan hidup (life satisfaction), kualitas hidup (quality of life), dan meningkatnya kesepian (lonelinees).20

Gangguan tidur dan kecemasan lebih sering terjadi pada lansia dibandingkan pada kelompok usia yang lebih muda. Mendengkur keras, lebih sering terjadi pada lansia, dan dapat menjadi gejala apnea tidur obstruktif, yang membuat seseorang berisiko terkena penyakit kardiovaskular, sakit kepala, kehilangan ingatan, dan depresi. Sindrom kaki gelisah dan gangguan gerakan tungkai berkala yang mengganggu tidur lebih umum terjadi pada lansia. Masalah medis umum lainnya diusia tua seperti hipertensi diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit pernapasan seperti asma, gangguan kekebalan tubuh, penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) asam lambung, cacat fisik, demensia, nyeri, depresi, dan kecemasan

(5)

semuanya terkait dengan gangguan tidur.13 Gangguan tidur dan kecemasan merupakan variabel yang saling terkait, karena gangguan tidur mungkin disebabkan oleh kecemasan tetapi juga meningkatkan risiko pengembangan kecemasan itu sendiri.21,22

Dampak gangguan tidur dan kecemasan pada lansia adalah meningkatnya risiko penyakit penyerta yaitu penyakit metabolik karena penurunan fungsi tubuh seperti hipertensi dan diabetes militus yang menjadi menjadi komplikasi yang serius. Salah satu penyebab meningkatnya kondisi kronis penyakit penyerta pada lansia adalah tidak tertanganinya masalah gangguan tidur dan kecemasan.

Peningkatan prevalensi penyakit kronis merupakan akumulasi dari pertambahan usia dan tidak tertanganinya masalah tidur dengan baik. Laporan fee-for-service Medicare menemukan bahwa 62% lansia akan memiliki minimal 2 penyakit kronis pada usia 65-74 tahun dan akan meningkat menjadi 82% pada usia 85 tahun ke atas.

Penyakit penyerta pada lansia akan semakin parah jika masalah gangguan tidur dan kecemasan yang dianggap normal tidak segera ditangani. Komorbiditas yang dialami oleh lansia akan segera menjadi multimorbiditas dengan mempertimbangkan pertambahan usia, disfungsi kognitif, fisik, serta faktor psikososial.22

Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa adanya keterbatasan penelitian terkait dengan gangguan tidur dan kecemasan pada lansia di Asia.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa efisiensi tidur yang buruk, gangguan tidur, ketidaknyamanan bernapas, kualitas tidur subjektif yang buruk, penggunaan obat tidur, dan masalah tidur yang terkait dengan gejala kecemasan belum cukup dipelajari pada populasi ini.14

(6)

Pijat refleksi selalu dianggap sebagai terapi yang sangat menenangkan dan menyenangkan serta sangat terapeutik dalam mendukung kondisi tertentu termasuk gangguan tidur yang secara tidak langsung berkaitan dengan kecemasan pada lansia.23 Metode pijat refleksi merupakan jenis umum dari pengobatan komplementer. Seorang ahli pijat refleksi menerapkan tekanan terkontrol pada zona refleks bukan hanya untuk menangani gangguan tidur melainkan kecemasan.24 Bantal pijat refleksi memiliki delapan bola pijatan didalamnya yang bisa menghantarkan panas, serta memiliki kombinasi musik yang membuat lansia dapat semakin rileks serta tidak merasa jenuh saat menggunakan alat.19,20,21 Aspek-aspek yang terkait dengan aplikasi musik dan penggunaannya telah didokumentasikan dari zaman kuno hingga saat ini sebagai stimulator atau obat penenang yang ampuh dalam menghasilkan aktivasi atau potensi tidur yang optimal. Penggunaan ritme berulang yang lambat dan sering dapat menimbulkan perasaan aman dan akrab yang dapat mempersiapkan dan memicu respons tidur otak.25

Peran tenaga kesehatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial pada lansia merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat agar lansia dapat ikut berperan aktif dalam upaya pembangunan nasional. Upaya pemberdayaan lansia sejalan dengan UU RI No. 33 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Warga Usia Lanjut (Lansia). Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pembinaan kesehatan lanjut usia merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lansia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar. Salah satu pembinaan kesehatan lanjut usia yaitu latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan lansia,

(7)

pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, membina keterampilan agar dapat mengembangkan kegemaran atau hobinya. Pasal 138 Undang-Undang kesehatan menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan pada lansia ditujukan untuk menjaga agar lansia tetap hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomis dan pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan bagi lanjut usia agar tetap hidup mandiri dan produktif secara social ekonomis.26,27

Berdasar hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 Oktober 2020 di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten diketahui bahwa terdapat lansia sejumlah 412 orang yang diantaranya adalah seorang perempuan 329 orang (79,85%) laki-laki 83 orang (20,15%) . Dari total 329 perempuan, mengeluh mengalami gangguan tidur 275 (83,59%) dan merasa cemas 177 (53.80%). UPTD Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten telah mengkonfirmasi terkait adanya keluhan gangguan tidur dan kecemasan pada sebagian besar lansia. Lansia mengalami gangguan tidur ataupun gangguan kecemasan di UPTD Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten, namun belum ada terapi yang secara regular dilakukan untuk menangani gangguan tersebut.

Berdasar atas latar belakang tersebut maka, tema sentral pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Lansia merupakan seseorang yang memiliki usia 60 tahun keatas. Usia harapan hidup yang semakin meningkat mengakibatkan penambahan jumlah lansia.

Prevalensi gangguan tidur dan kecemasan pada lansia di Indonesia sebesar 60% dan 5,5%. Gangguan tidur diklasifikasikan dalam beberapa jenis sindrom gangguan tidur yang diantaranya adalah insomnia, sleep apnea, parasomnia, sleep paralysis, narkolepsi, sindrom kaki gelisah, dan gangguan ritme sirkadian. Gangguan tidur dan kecemasan merupakan variabel yang saling terkait, karena gangguan tidur mungkin disebabkan oleh kecemasan tetapi juga meningkatkan risiko pengembangan

(8)

kecemasan itu sendiri. Gangguan tidur dan kecemasan tanpa penanganan akan berakibat pada penurunan kesehatan fisik dan psikologis yang akan memperparah kondisi yang diakibatkan oleh penuaan alamiah. Refleksiologi merupakan salah satu metode yang mungkin dapat meningkatkan kualitas tidur dan menangani gangguan kecemasan pada lansia, sedangkan musik telah terbukti sebagai stimulator atau obat penenang yang ampuh dalam menghasilkan aktivasi atau potensi tidur yang optimal namun, belum ada penelitian yang secara spesifik membahas tentang penggunaan bantal pijat refleksi dengan musik sebagai media dalam menangani masalah tersebut.

Berdasar uraian latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai penggunaan bantal pijat refleksi dengan musik untuk terapi penurunan tingkat kecemasan dan gangguan tidur pada lansia di UPTD Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah bantal pijat refleksi efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pada lansia di UPTD Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten?

2. Apakah musik efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pada lansia?

3. Apakah bantal pijat refleksi efektif dalam menurunkan gangguan tidur pada lansia?

4. Apakah musik efektif dalam menurunkan gangguan tidur pada lansia?

5. Apakah bantal pijat refleksi dan musik efektif menurunkan tingkat kecemasan dan menurunkan gangguan tidur pada lansia ?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis efektivitas penggunaan bantal pijat refleksi terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di UPTD Perlindungan Sosial Dinas Sosial

(9)

Provinsi Banten.

2. Menganalisis efektivitas penggunaan musik terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia.

3. Menganalisis efektivitas penggunaan bantal pijat refleksi terhadap penurunan gangguan tidur pada lansia.

4. Menganalisis efektivitas penggunaan musik terhadap penurunan gangguan tidur pada lansia.

5. Menganalisis efektivitas penggunaan bantal pijat refleksi dengan musik terhadap penurunan tingkat kecemasan dan gangguan tidur pada lansia.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Aspek Teoretis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan metodologi penelitian sebagai bahan informasi tentang metode dalam menurunkan tingkat kecemasan dan gangguan tidur pada lansia dengan menggunakan bantal pijat refleksi dan musik, serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya baik di dalam ataupun di luar STIKES Dharma Husada Bandung.

1.4.2 Aspek Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan oleh tenaga kesehatan baik bidan ataupun terapis, dan pendamping lansia baik di rumah maupun di pantiwerda sebagai langkah non-farmakologi dalam menangani gangguan tidur dan kecemasan pada lansia melalui metode penggunaan bantal pijat refleksi dengan musik.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan landasan bahwa mahasiswa yang memiliki pengetahuan baik tidak selalu memiliki sikap yang positif dan praktik yang baik pula, maka dari itu peneliti ingin meneliti pada mahasiswa

hamil, balita, anak usia sekolah dan wanita usia subur termasuk pekerja wanita dan remaja putri, adapun capaian rencana strategi pemberian TTD pada remaja putri tahun 2019 di Jawa Barat