• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Seksual dan Perkawinan

N/A
N/A
Gita Sianturi

Academic year: 2024

Membagikan "Etika Seksual dan Perkawinan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ETIKA SEXUAL DAN PERKAWINAN

OLEH :

Kelompok

1. Rinaldy Gabriel Sitorus (21150004) 2. Meylisa Manalu (21150021)

3. Ria Irawaty Sianturi (21150039) 4. Ika Royani Lumbangaol (21150040)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...3

BAB I...4

PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan...5

1.4 Metode penulisan...6

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

2.2 Pengertian...6

A. Pengertian Sexsual...6

B. Pengertian Perkawinan...6

C. Perkawinan Menurut Undang-Undang di Indonesia...7

D. Perkawinan Kristen...7

E. Tujuan Perkawinan Menurut Hukum Agama Kristen ...8

2.3 LGBT...9

2.4 Faktor-Faktor Penyebab LGBT...9

2.4.1 Faktor-Faktor Seseorang Menjadi LGBT...9

2.4.1 Pandangan Alkitab Terhadap LBGT...11

2.5 Tinjauan Sosial Budaya dan Perspektif Etika...12

BAB III...13

PENUTUP...13

3.3 Kesimpulan...13

DAFTAR PUSTAKA...15

KATA PENGANTAR

(3)

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul

“SEXUAL DAN PERKAWINAN” dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan mengetahui apa saja yang perlu dipahami dalam pernikahan dan perceraian menurut agama dan pandangan setiap orang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kategori sempura, oleh karena itu penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah yang akan datang.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral dan spiritual, langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah ini dan kepada pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2024

Penulis

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Allah menjadikan ciptaanNya di hari pertama sampai ke lima dengan status ‘baik’

(Kejadian 1:1-25) namun menjadi berbeda ketika sampai pada penciptaan hari ke enam yakni dengan status ‘sungguh amat baik’ (Kejadian 1:31). Bagi Allah ciptaanNya yang bernama manusia memang ‘sungguh amat baik’ karena memang menurut gambar Allah diciptakanNya dia laki-laki dan menurut gambar Allah juga diciptakanNya dia perempuan (Kejadian 1:27).Allah juga memberkati dan memberikan perintah untuk mereka beranak cucu dan bertambah banyak, penuhi dan taklukan bumi, berkuasa atas ikanikan di laut dan burung- burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi (Kejadian 1:29). Manusia itu, Adam memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup (Kejadian 3:20). Adam bersetubuh dengan isterinya , lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan menamainya Seb, sebab katanya :”Allah telah mengaruniakan kepadaku anak yang lain sebagai ganti Habel; sebab Kain telah dibunuhnya (Kejadian 4:25).

Alkitab mengemukakan bahwa seks adalah baik dan kudus adanya auratnya sebagai tanda bahwa mereka tidak merasa malu, takut atau cemas. Adam dan Hawa sebagai suami istri hidup dalam hubungan seksual yang indah, menyenangkan, sentosa dan bahagia.

Kemudian Tuhan menciptakan seks bagi manusia sebelum mereka jatuh dalam dosa, sehingga seks adalah kudus dihadapan Tuhan. Jauh sebelumnya Allah telah merancang adanya seks atau hubungan seksual bagi manusia. Seks harus dipahami sebagai ciptaan Allah yang baik, kudus, indah dan menyenangkan. Seks adalah anugrah Allah bagi manusia. Oleh karena itu, hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan harus dilakukan dalam kekudusan Tuhan. Oleh karena itu, perilaku seks seperti seks sebelum menikah, seks sejenis, pedophilia, dan lain sebagainya sangat ditentang oleh Allah.

LGBT merupakan suatu singkatan dari kata lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Kata lesbian menggambarkan seorang perempuan yang mengalami ketertarikan dengan individu sejenis, dimana salah satu dari mereka yang mendefinisikan dirinya sebagai laki-laki.

Gay dalam istilah LGBT merujuk kepada individu berjenis kelamin laki-laki yang memiliki ketertarikan antara satu sama lain (memiliki persamaan dengan istilah lesbian). Sedangkan biseksual merupakan ketertarikan suatu gender dengan dua gender lainnya atau dengan kata

(5)

lain istilah “biseksual” ini menggambarkan seorang individu yang tertarik pada setiap gender baik perempuan maupun laki-laki. Dan istilah transgender lebih merujuk pada setiap orang yang memiliki ekspresi gender yang berbeda dari gender yang berkaitan dengan jenis kelamin atau kode genetiknya saat lahir (Kemala, 2022, 1). Melalui definisi tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender maka dapat disimpulkan bahwa LGBT adalah suatu orientasi atau ketertarikan seksual yang dilakukan oleh gender tertentu yang menjadi penyimpangan dan masalah khususnya masa kini.

1.2Rumusan Masalah

1) Bagaimana Alkitab mendefinisikan seksualitas dan perkawinan?

2) Apa yang menjadi landasan teologis Alkitab dalam mengatur seksualitas dan perkawinan?

3) Bagaimana Alkitab menanggapi isu-isu kontemporer seperti seks sebelum perkawinan, perceraian, poligami, dan LGBT?

4) Bagaimana pengaruh konteks budaya pada pemahaman Alkitab tentang seksualitas dan perkawinan?

1.3Tujuan

Tujuan penulisan ialah agar pembaca lebih mengerti tentang sexsual dan perkawinan menurut pandangan alkitab, dan lebih memahami tentang LGBT bukanlah sesuatu yang yang direncanakan oleh Allah tetapi karena pelanggaran dari manusia sendiri. Bagaimana Allah menciptakan sexsual dalam perkawinan, dengan tujuan supaya umat kristiani dapat menjalankan Amanat Agung yang sampaikan oleh Allah sendiri untuk dapat memenuhi bumi, dan bahwa hubungan dalam pernikahan itu dilakukan dengan cara yang kudus, tidak hanya dipandang sebagai kewajiban dan kebiasaa sebagai orang-orang percaya, tetapi dapat mewujudkan karakter Kristus dalam keluarga yang dibangunnya.

Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai masalah perceraian yang kerap kali terjadi dalam kehidupan masyarakat sekarang ini. Pembahasannya dimulai dari pengertian perceraian, faktor-faktor penyebab perceraian, dampak perceraian, pandangan Alkitab mengenai perceraian, serta langkah-langkah dalam menghindari percaraian.

(6)

1.4Metode penulisan

Untuk mendapatkan informasi, atau data-data dalam penyusunan makalah ini maka penulisan melakukan kegiatan menggunakan metode studi pustaka, yaitu penelitian pengambilan data-data dari buku-buku yang ada kaitannya dengan materi yang dibahas dalam penulisan makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.2 Pengertian

A. Pengertian Sexsual

Istilah "seks" berasal dari bahasa Latin "sexus" kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno "sexe". Istilah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai kata benda "noun", kata sifat "adjective", maupun kata kerja transitif "verb of transitive". Kamus Besar Bahasa Indonesia (SBBI) kata "seks" diartikan: jenis kelamin, hal yang berhubungan dengan alat kelamin seperti sanggama, dan berahi.

Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki yang sering disebut jenis kelamin.

"Seksualitas" lebih luas artinya dari pada kata seks saja. Seksualitas mengrangkap hubungan batin antara manusia, terutama antara dua orang yang jenis kelaminnya berbeda. Seksualitas tidak terbatas pada nafsu birahi, akan tetapi juga merangkap "cinta dan sayang". Dengan demikian, Seks adalah hubungan badani antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai wujud ungkapan kasih dan sayang diantara keduanya.

B. Pengertian Perkawinan

Kata perkawinan diambil dari bahasa Arab yang terdiri dari dua suku kata yakni Zawwaja dan Nakaha, zawwaza yang berarti pasangan sedangkan nakaham berarti menghimpun. Berdasarkan hal tersebut maka perkawinan diartikan sebagai menghimpun dua orang menjadi satu, yang awalnya manusia hidup sendiri dengan adanya perkawinan maka setiap orang dipertemukan menjadi pasangan suami istri yang saling melengkapi satu sama lainnya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata perkawinan diartikan sebagai membentuk keluarga dengan lawan jenis atau membentuk ikatan sebagai suami-istri. Menurut Fuady perkawinan merupakan sebuah proses yang mengikatkan antara laki-laki dan perempuan untuk

(7)

menjadi pasangan suami-istri dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun tujuan dari sebuah perkawinan ialah untuk membangun keluarga yang baru agar kekal, harmonis dan bahagia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia.

C. Perkawinan Menurut Undang-Undang di Indonesia

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pengertian tersebut kemudian dijelaskan bahwa perkawinan dilandaskan kepada sila pertama dalam pancasila yakni, Ketuhanan Yang Maha Esa yang kemudian membuat pengertian bahwa perkawinan tidak bisa lepas dari kerohanian/agama.

Dengan demikian maka, perkawinan bukan hanya tentang unsur lahiria/jasmani, melainkan juga tentang unsur bathin/rohani juga termasuk didalamnya.

D. Perkawinan Kristen

Perkawinan merupakan salah satu mandat atau culture yang telah diberikan oleh Allah yakni untuk beranak cucu dan bertambah banyak untuk memenuhi bumi. Hal tersebut dapat kita lihat pada Kej. 2:18-25 dan Mat. 19:1-6, bahwa Tuhan menciptakan manusia pertama pria dan wanita secara berpasangan yang kemudian mengikat menjadi satu keluarga. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa perkawinan itu sudah dirancangkan oleh Allah dan Allah sendiri juga yang merencanakan perkawinan itu bagi umat manusia. Berangkat dari pemahaman bahwa perkawinan itu sudah dirancangkan oleh Allah. Maka, setiap orang Kristen tidak dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh siapapun untuk menentukan pasangan hidupnya dalam melakukan perkawinan (Kidung agung 2:7). Hal tersebut menunjukkan, bahwa Tuhan sendirilah yang telah menentukan pasangan hidup kita, tidak ditentukan oleh diri sendiri, bukan juga karena keadaan ekonomi seseorang dan juga tidak ditentukan oleh orang tua.

(8)

Sebagaimana perkawinan merupakan ketetapan Allah, maka fungsi dari perkawinan yang pertama ialah untuk saling tolong menolong. Dalam kitab Kejadian Allah berfirman “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”, itu berarti bahwa manusia tidak baik jika hidup seorang diri. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Allah menciptakan jodoh bagi Adam yakni Hawa. Kata jodoh diartikan sebagai yang diberikan sebagai penolong atau agar ia mendapatkan seseorang yang dapat membantuanya. Fungsi yang kedua ialah, untuk mencegah dari dosa. Pada zaman perjanjian lama sebelum dosa masuk kedalam kehidupan manusia, Allah sebenarnya telah menetapkan perkawinan hingga zaman perjanjian baru dalam 1 Korintus 7, Paulus menekankan bahwa perkawinan menjadi lebih penting ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Dalam 1 Korintus 7:2, “Paulus mengatakan demi mencegah perzinahan dan pencabulan, hendaklah setiap laki-laki mempunyai istrinya dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri”.

Perkataan Paulus tersebut tidak menghakimi bahwa perasaan seks sebagai dosa, melainkan ingin menunjukkan bahwa fungsi dari perkawinan tersebut ialah untuk mencegah dari keberdosaan itu sendiri. Fungsi yang ketiga ialah sebagai teman pewaris kasih karunia. Dalam 1 Petrus 3:7, Petrus mengatakan bahwa Istri merupakan “teman pewaris dari anugerah atau kasih karunia”, yang berarti bahwa Allah menginginkan suami dan istri berkenan bersama-sama melayani Allah. Hal tersebut berarti bahwa seorang Kristen tidak sendirian dalam menerima kasih karunia dari Allah melainkan berpasangan.

E. Tujuan Perkawinan Menurut Hukum Agama Kristen Protestan

Dikalangan orang Protestan tujuan perkawinan juga dianggap sebagai pelaksanaan perintah Allah untuk memperoleh keturunan dan mendidik anak serta saling tolong menolong antara suami isteri dan obat nafsu (Kejadian 1:28), jika diuraikan, maka tujuan perkawinan menurut hukum agama Kristen Protestan terdiri dari :

1) Untuk membentuk keluarga yang kekal berdasarkan cinta kasih yang utuh.

Disamping itu sifat hakiki perkawinan adalah monogami, tak terceraikan 2) Untuk melahirkan, mendidik, sekaligus membesarkan anak ( keturunan)

menumbuhkan sifat tolong-menolong dalam keluarga (rumah tangga).

(9)

3) Perkawinan sebagai lembaga pengatur dan pengesahan perilaku manusia di bidang seksual

2.3 LGBT

Orientasi seksual merupakan ketertarikan yang muncul pada seseorang dengan jenis kelamin tertentu dan dilandasi perasaan emosional, fisik, seksual, dan cinta. Jika diuraikan menurut hurufnya, pengertian masing- masing istilah dari LGBT yaitu

 Lesbian : merupakan gangguan seksual yang menyimpang dimana wanita tertarik pada wanita lainnya.

 Gay: merupakan perilaku menyimpang seksual dimana laki laki tertarik dengan sesama laki-laki. Gay juga disebut dengan homoseksual.

 Biseksual: merupakan perilaku menyimpang dimana seseorang menyukai dua gender sekaligus baik wanita maupun pria.

 Transgender: merupakan perubahan alat kelamin dikarenakan seseorang merasa alat kelaminnya tidak menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya yang merupakan kebalikan dari apa yang dia miliki. Kondisi ini memicu seorang wanita yang memiliki sifat tomboy dan merasa seperti laki laki akan merubah jenis kelaminnya menjadi laki laki dan juga sebaliknya dengan cara operasi kelamin.

2.4 Faktor-faktor Penyebab LGBT

2.4.1 Faktor-faktor seseorang menjadi LGBT :

a. Faktor herediter berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks. Faktor ini biasa juga disebut dengan teori “gay gene”. Magnus Hischeld adalah ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori ini di tahun 1899. Dia menegaskan bahwa homoseksual adalah bawaan sehingga dia menyerukan persamaan hukum untuk semua kaum homoseksual.

Namun teori ini kian runtuh ketika di 338 tahun 1999 Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario Kanada yang mengatakan tak ada kaitan gen x yang dikatakan mendasari homoseksual, meski demikian hasil keseluruhan dari berbagai penelitian tampaknya menunjukkan kalaupun ada kaitan genetik, hal itu sangat lemah

(10)

b. Faktor lingkungan yang tidak baik/tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal.

c. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks/lesbian, karena ia pernah menghayati pengalaman homoseksual/lesbian yang menggairahkan pada masa remaja.

Salah satu contohnya :Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibunya, sehingga timbul kebencian/antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual yang jadi menetap.

d. Keluarga : Pengalaman atau trauma di masa anak-anak misalnya: Dikasari oleh ibu/ayah hingga si anak beranggapan semua pria/perempuan bersikap kasar, bengis dan panas bara yang memungkinkan si anak merasa benci pada orang itu. Predominan dalam pemilihan identitas yaitu melalui hubungan kekeluargaan yang renggang. Bagi seorang lesbian misalnya, pengalaman atau trauma yang dirasakan oleh para wanita dari saat anak-anak akibat kekerasan yang dilakukan oleh para pria yaitu bapa, kakaknya maupun saudara laki-lakinya. Kekerasan yang dialami dari segi fisik, mental dan seksual itu membuat seorang wanita itu bersikap benci terhadap semua pria.

e. Pergaulan dan Lingkungan : Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar menyumbang kepada kekacauan seksual ini yang mana salah seorang anggota keluarga tidak menunjukkan kasih sayang dan sikap orang tua yang merasakan penjelasan tentang seks adalah suatu yang tabu.

f. Pengetahuan agama yang lemah : Selain itu, kurang pengetahuan dan pemahaman agama juga merupakan factor internal yang mempengaruhi terjadinya homoseksual.

Ini kerana peneliti merasakan didikan agama dan akhlak sangat penting dalam membentuk akal, pribadi dan pribadi individu itu. Pengetahuan agama memainkan peran yang penting sebagai benteng pertahanan yang paling ideal dalam mendidik diri sendiri untuk membedakan yang mana baik dan yang mana yang sebaliknya, haram dan halal dan lain-lain.

(11)

2.4.2 Pandangan Alkitab terhadap LGBT

Dosa yang sama dengan LGBT dituliskan dalam Kejadian 19:1-11, yakni tentang kisah Sodom dan Gomora. Dari kisah Sodom dan Gomora telah digunakan sebagai kata yang mengarah kepada dosa penyelewengan seksual. Dalam Kejadian 19:4-5 disebutkan se- mua orang laki-laki Sodom dan Gomora mendatangi rumah Lot menemui kedua tamu Lot untuk mereka pakai. Kata “pakai” berasal dari bahasa Ibrani yada, yang berarti mengenal, berhubungan intim, tidur bersama dan bersetubuh.18 Dari peristiwa di mana laki-laki Sodom ingin melakukan hubungan seksual dengan kedua tamu Lot, ada dua pendapat mengenai perilaku homoseksual yang terjadi, yaitu antara anggapan yang me nyatakan tindakan homoseksual yang didasari dengan cinta kasih atau tindakan pemerkosaan massal dari para laki-laki Sodom kepada kedua tamu Lot. Kejadian 19:5 merupakan tindakan pemerkosaan yang ingin dilakukan para laki-laki Sodom dan Gomora, karena kata “pakai” pada ayat 5 tidak didasari dengan cinta kasih kepada para laki-laki Sodom dengan kedua tamu tamu Lot, sehingga perilaku tersebut merupakan hubungan homoseksual yang terbukti adanya percabulan, dan kepuasan yang tidak wajar (Yud.1:7).

Dalam Imamat 18:22 diungkapkan, “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki se- cara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian”. Perilaku homoseksual merupakan salah satu hal yang dilarang, dan kekejian bagi Tuhan. Setiap orang yang melakukan segala kekejian akan mendapat hukuman seperti yang dikatakan dalam ayat 29

“…karena setiap orang yang melakukan sesuatu pun dari segala kekejian itu, orang itu harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya.” Dengan ayat-ayat ini bisa dilihat, bahwa homoseksual adalah suatu perilaku yang tidak alkitabiah. Dalam Roma1:26-27 dikatakan, bahwa orang yang menggantikan persetubuhan yang wajar dengan persetubuhan yang tidak wajar akan mendapat hukuman dari kesesatannya, yang dalam bahasa Yunani menggunakan kata patheatimias, yang berarti nafsu besar yang tidak terpuji. Namun demikian, pengorbanan Yesus membawa pengharapan bagi semua yang telah jatuh ke dalam dosa Pengorbanan-Nya di kayu salib dapat memulihkan semua orang yang berdosa, bukan hanya dosa saja yang diampuni, tetapi semua kelainan, penyakit apa saja yang dialami oleh manusia akan dipulihkan oleh Roh Kudus. Markus 2:17 menuliskan, bahwa Yesus datang bukan untuk orang yang benar melain- kan untuk orang berdosa; demikian gereja seharusnya menerima semua orang tanpa ada pengecualian untuk memperoleh kasih Tuhan, termasuk kaum LGBT. Gereja seharusnya menghadirkan suatu pelayanan untuk menolong mereka yang melakukan hubungan tidak wajar dan menegaskan bahwa dosa LGBT adalah kekejian di mata Tuhan.

(12)

2.5 Tinjauan Sosial Budaya dalam Perspektif Etika

A. Pandangan Masyarakat tentang Seksualitas dan Perkawinan 1. Norma-norma Sosial dan Budaya

- Setiap masyarakat memiliki norma-norma sosial dan budaya yang mengatur pemahaman dan praktik seksualitas serta perkawinan.

- Norma-norma ini dapat bervariasi antara satu budaya dengan budaya lainnya, tergantung pada nilai-nilai, tradisi, dan kepercayaan yang dianut.

- Misalnya, dalam budaya tertentu, hubungan seksual sebelum menikah mungkin dianggap tabu, sementara di budaya lain hal tersebut dapat diterima.

2. Pengaruh Tradisi dan Kepercayaan

- Tradisi dan kepercayaan yang dianut oleh suatu masyarakat seringkali membentuk pemahaman mereka tentang seksualitas dan perkawinan.

- Misalnya, dalam budaya tertentu, perkawinan poligami dianggap sebagai praktik yang dapat diterima, sementara dalam budaya lain hal tersebut dianggap tidak etis.

- Pemahaman ini dipengaruhi oleh latar belakang sejarah, agama, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut.

B. Pergeseran Nilai-nilai dalam Masyarakat Modern 1. Individualisasi dan Liberalisasi Seksual

- Dalam masyarakat modern, terjadi kecenderungan ke arah individualisasi dan liberalisasi seksual.

- Hal ini ditandai dengan semakin terbukanya sikap masyarakat terhadap berbagai bentuk ekspresi seksual, termasuk di luar ikatan perkawinan.

- Nilai-nilai tradisional tentang seksualitas dan perkawinan mulai terkikis, digantikan oleh pemahaman yang lebih bebas dan individual.

2. Tantangan bagi Pemahaman Alkitab

- Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat modern seringkali bertentangan dengan pemahaman Alkitab tentang seksualitas dan perkawinan

- Gereja dan umat Kristen dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan dan menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam konteks sosial budaya yang semakin liberal.

(13)

- Hal ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang etika seksual dan perkawinan berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pemahaman tentang tinjauan sosial budaya ini penting untuk memahami konteks di mana etika seksual dan perkawinan Alkitab harus diterapkan. Hal ini membantu kita untuk menyikapi tantangan-tantangan yang muncul dalam masyarakat modern dengan berlandaskan pada kebenaran Alkitab.

BAB III PENUTUP

3.3Kesimpulan

Allah menciptakan seks yang pada dasarnya mulia dan suci dan bukan sebagai sesuatu yang jahat dan hina. Karena itu seks yang adalah kudus hanya dipakai di dalam ikatan pernikahan yang dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan suami istri, untuk mengungkapkan kasih sayang, untuk melanjutkan keturunan dan untuk kenikmatan yang kudus. Manusia dan seksualitas tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebab berbicara tentang seksualitas berarti berbicara tentang manusia itu sendiri. Seksualitas merupakan salah satu daya terbesar dalam diri setiap makhluk hidup di dunia, termaksud manusia. Setiap orang tidak dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Seksualitas juga merupakan bagian yang sangat integral dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai makhluk seksual. Predikat manusia sebagai makhluk seksual ini mau melegitimasi kedudukannya sebagai makhluk yang bereproduksi.

Sebagai makhluk seksual, manusia diciptakan dengan dua jenis kelamin yang berbeda yakni pria dan wanita. Namun perlu dicatat bahwa perbedaan itu tidak menjadikannya satu lebih rendah atau lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Melainkan perbedaan ini mau menunjukkan bahwa antara pria dan wanita hendaknya saling melengkapi, saling membantu, saling menghargai, saling melayani dan saling menyempurnakan demi membangun diri menjadi pribadi yang utuh, dewasa, matang dan bertanggung jawab.

Seksualitas dalam pernikahan sangat penting karena seksualitas sarana untuk menyatakan kasih. Namun dalam seksualitas juga harus memperhatikan beberapa hal, yaitu

(14)

sebagai perwujudan dari pasangan yang telah dikasihi Allah. Jika kasih menjadi dasar pernikahan maka tiap pasangan harus mematikan keegoisannya dan harus mau berbagai dengan pasangan. Lalu dalam pernikahan seksualitas tidak akan dirasakan indah jika masih ada persoalanpersoalan dalam relasi pasangan, oleh karena itu jika ada persoalan yang serius agar pasangan menyelesaikan persolan terlebih dahhulu, jika memang berat maka pasangan berpisah bukan untuk bercerai tetapi saling berdoa masing-masing untuk merenungkan kasih Allah dalam hidupnya agar nanti kembali bersama untuk menunjukkan kasih. Permasalahan seksualitas dalam pernikahan harus juga diselesaikan agar tidak memberi peluang kepada iblis untuk merusak ikatan pernikahan. Seksualitas dalam pernikahan dimulai dari kasih Allah bermuara pada memuliakan Allah.

LGBT adalah dosa dan sebuah kesalahan yang timbul akibat dosa, sehingga perlu disikapi dengan penuh hati-hati dan berhikmat supaya tidak salah dalam menyikapinya.

Kedua, peran Gereja begitu signifikan dalam melayani setiap penderita LGBT. Gereja tidak boleh mengucilkan atau menolak mereka, namun gereja tidak boleh seolah-olah membenarkan setiap tindakan mereka yang salah. Sebaliknya gereja harus dengan tegas bicara bahwa LGBT adalah

kesalahan dan dosa yang melanggar kemuliaan Allah, sambil gereja melakukan tindakan dan pelayanan pastoral untuk menyembuhkan dan memulihkan mereka. Ketiga, selain gereja, peran masyarakat umum juga signifikan. Oleh karena masyarakat harus menolong setiap penderita LGBT untuk menyadari dan mau memperbaiki kehidupannya yang telah menyimpang dari kehendak Tuhan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abineno, C. L. Ch.,

1980 Seksualitas Dan Pendidikan Seksual, Jakarta: BPK Gunung Mulia Enns, Paul.,

2018 The Moody Handbook Of Theology I, Malang: Literatur SAAT Moeliono, A.,

1988 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Jurnal

Gunawan, A. (2016). Pendampingan Pastoral Bagi Kaum Lesbian, Gay, Bisexual Dan Transgender. Jurnal Theologi Aletheia, 18(1).

Pardede, N. (2021). Perspektif Alkitab Tentang LGBT. Artikel Jurnal HITS, 1–15.

Maramis W. F., Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, , (Surabaya: Airlangga University Press 2004), 300

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa politik, menurut Aristoteles adalah sisi sosial unsur etika, yaitu etika secara luas yang meliputi semua ilmu terapan etika, termasuk etika─dengan

Makalah ini membahas pemeriksaan forensik yang dilakukan pada korban dan pelaku kejahatan seksual, baik anak-anak maupun

Makalah ini membahas tentang etika karya tulis ilmiah di bidang kesehatan dan

Makalah ini membahas tentang pengertian etika dan ruang lingkupnya dalam konteks profesi

Makalah ini membahas krisis lingkungan dan kaitannya dengan kebijakan pengelolaan lingkungan serta etika

Makalah ini membahas tentang pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh PT Gudang

Makalah ini membahas tentang konsep budaya dalam pelayanan kebidanan yang memperhatikan perspektif budaya