EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN SAMPAH MENGGUNAKAN METODE OPEN DUMPING DAN
SANITARY LANDFILL DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
NATALIA TERANG 4517021019
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PO LITIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2022
ii
HALAMAN PENGESAHAN
EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN SAMPAH MENGGUNAKAN METODE OPEN DUMPING DAN
SANITARY LANDFILL DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR
NATALIA TERANG 4517021019
Makassar, Maret 2022 Menyetujui;
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Juharni, M.Si Nining Haslinda Zainal, S.Sos.,M.Si
NIDN. 0907076701 NIDN. 0915098603
Mengetahui;
Dekan FISIP Ketua Jurusan
Universitas Bosowa Makassar Ilmu Administrasi Negara
Arief Wicaksono, SIP,MA Nining Haslinda Zainal, S.Sos.,M.Si
NIDN. 0927117602 NIDN. 0915098603
iii
HALAMAN PENERIMAAN
Pada hari ….., Tanggal ….. Maret Dua Ribu Dua Puluh Dua, Dengan Judul Skripsi EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN SAMPAH MENGGUNAKAN METODE OPEN DUMPING DAN SANITARY LANDFILL DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR.
Nama Mahasiswa : Natalia Terang Nomor Stambuk : 4517021019
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Telah diterima oleh panitia ujian skripsi Ilmu Sodial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Makassar untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada program studi Ilmu Administrasi Negara.
Makassar, ….. Maret 2022
Panitia Penguji Ketua Sekretaris
Arief Wicaksono, S.IP., M.A Nining Haslinda Zainal, S.Sos., M.Si
Tim Penguji Skripsi
1. Dr. Hj. Juharni, M.Si ( ) 2. Nining Haslinda Zainal, S.Sos., M.Si ( ) 3. Dr. Nurkaidah, M.M ( ) 4. Ade Ferry Afrisal, S.H., M.Sc ( )
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Natalia Terang Nomor Stambuk : 4517021019
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Program Stud : Ilmu Administrasi Negara
Judul Skripsi : EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN SAMPAH MENGGUNAKAN METODE OPEN DUMPING DAN SANITARY LANDFILL DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri bukan dari orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat ahli dan rujukan lain (penelitian sebelumnya dan jurnal terdahulu) ini dikutip atau dirujuk berdasarkan Kode Etik Ilmiah.
Apabila karya ilmiah atau penulisan skripsi ini terbukti merupakan duplikat ataupun plagiasi dari hasil karya penulisan lain atau dengan sengaja mengajukan karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar dan sanksi hukum yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Makassar, Maret 2022 Penulis,
Natalia Terang 4517021019
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa menjadi penopang di setiap pergumulan. Hanya karena kebaikan kasih dan Berkat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Sampah Menggunakan Metode Open Dumping dan Sanitary Landfill Di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur”.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang penulis alami. Penulis menyadari terselesaikan skripsi ini bukan semata-mata hasil kerja keras peneliti sendiri. Dukungan dari berbagai pihak turut membantu sehingga skripsi ini dapat penuli selesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Saleh Pallu, M.Eng selaku Rektor Universitas Bosowa.
2. Bapak Arief Wicaksono, SIP, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa.
3. Ibu Nining Haslinda Zainal, S. Sos., M.Si selaku Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa.
4. Ibu Dr. Hj. Juharni, M.Si. selaku Pembimbing I dan Ibu Nining Haslinda Zainal, S.Sos., M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk menuntun dan memberikan arahan dan petunjuk dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa yang telah memberikan khasanah ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Bosowa.
6. Ayahanda Benyamin Nong dan Ibunda Almh. Benedikta Odang yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara moril maupun material kepada penulis.
7. Teman-teman seperjuangan yang selalu mendukung dan membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.
vi
8. Bapak Drs. Silvester Saka selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan membantu peneliti selama proses penelitian.
9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungannya
Penulis menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan didalam penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Makassar, Maret 2022 Penulis
NATALIA TERANG
vii DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PENERIMAAN ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR SINGKATAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Konsep Evaluasi ... 12
1. Pengertian Evaluasi... 12
2. Tujuan Penelitian ... 16
B. Kebijakan Publik ... 17
1. Definisi Kebijakan Publik ... 17
2. Ciri-ciri Kebijakan Publik ... 17
3. Jenis-jenis Kebijakan Publik ... 22
4. Proses Kebijakan Publik ... 26
5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kebijakan ... 28
6. Kriteria Pengukuran Kebijakan Publik ... 29
viii
C. Pemerintah Daerah ... 31
D. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Penanganan Sampah .... 35
E. Sampah ... 38
F. Penanganan Sampah ... 45
G. Kerangka Konseptual ... 49
BAB III METODE PENELITIAN ... 51
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51
B. Bentuk Penelitian ... 51
C. Fokus dan Sumber Data ... 51
D. Teknik Pengumpulan Data ... 54
E. Validitas Data ... 56
F. Teknik Analisis Data ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 58
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58
B. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka ... 60
C. Identitas Informan ... 64
D. Hasil Penelitian ... 65
E. Pembahasan Penelitian ... 89
BAB V PENUTUP ... 97
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 99
LAMPIRAN ... 103
RIWAYAT HIDUP ... 106
ix
DAFTAR GAMBAR
No Isi Halaman
Gambar 1. Proses Kebijakan Publik Menurut William Dunn ... 28
Gambar 2. Sub Urusan Persampahan Pada Tugas Pemerintahan ... 31
Gambar 3. Kerangka Konseptual ... 50
Gambar 4. Peta Wilayah Kabupaten Sikka ... 58
Gambar 5. Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka 2021 ... 61
Gambar 6. Berantas DBD, 100 Tenaga Kerja Kebersihan Di Sikka Dikerahkan ... 81
Gambar 7. Kadis Lingkungan Hidup Bicara Soal Penanganan Sampah ... 82
Gambar 8. Sampah Jadi Penyebab KLB DBD Di Kabupaten Sikka ... 83
Gambar 17. DLH Sikka Butuh Armada dan Tenaga Kerja Angkut Sampah .. 85
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Isi Halaman
Lampiran 1. Surat Permintaan Penelitian ... 103 Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian Dari Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Sikka ... 101 Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ... 102
xi
DAFTAR TABEL
No Isi Halaman
Tabel 1. Pembagian Tugas Penanganan Sampah Pemerintah
Pusat Dan Daerah ... 32 Tabel 2. Pembagian Kewenangan Pengelolaan Sampah Berdasarkan
UU Persampahan No. 18/2008 Tentang Pengelolaan Sampah ... 33 Tabel 3. Jumlah Dan Laju Penduduk Kabupaten Sikka Tahun 2010-2020 .... 60 Tabel 4. Rumusan Kegiatan DLH Kabupaten Sikka ... 80
xii
DAFTAR SINGKATAN UUPS = Undang-Undang Pengelolaan Sampah TPS = Tempat Pembuangan Sementara TPA = Tempat Pembuangan Akhir
TPS3R = Tempat Pengolahan Sampah reduce, reuse, recycle NTT = Nusa Tenggara Timur
PERDA = Peraturan Daerah PERBUP = Peraturan Bupati
APBN = Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBD = Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DLH = Dinas Lingkungan Hidup
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah WTM = Wahana Tani Mandiri TKS = Tenaga Kerja Sukarela DBD = Demam Berdarah Dengue B3 = Bahan Berbahaya Beracun Kab. = Kabupaten
RW = Rukun Warga
RT = Rukun Tetangga
xiii ABSTRAK
Natalia Terang. 2022. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Sampah Menggunakan Metode Open Dumping dan Sanitary Landfill Di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Dibimbing oleh Juharni dan Nining Haslinda Zainal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis evaluasi kebijakan pemerintah dalam penanganan sampah menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill serta mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam penanganan sampah di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Indikator evaluasi kebijakan menggunakan teori William Dunn (2003) meliputi efektivitas, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Indikator peran pemerintah yaitu pemerintah sebagai pengatur kebijakan dan pemberi layanan. Sedangkan indikator peran masyarakat yaitu partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan keputusan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil, dan partisipasi dalam evaluasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Fokus penelitian yaitu evaluasi kebijakan, peran pemerintah dan masyarakat dalam penanganan sampah. Lokasi penelitian di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Data penelitian diperoleh berdasarkan pada observasi, dokumentasi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan sampah di Kabupaten Sikka masih menggunakan metode open dumping. Penanganan sampah menggunakan metode sanitary landfill hanya terlaksana selama dua bulan. Evaluasi kebijakan pemerintah dalam penanganan sampah menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill di Kabupaten Sikka belum terlaksana secara optimal dimana pemerintah masih terkendala dari segi operasional teknis utamanya ketersediaan anggaran, pengawasan dilapangan dan masih ditemukannya keluhan serta protes dari masyarakat yang behubungan dengan pelayanan penanganan sampah. Peran masyarakat dalam penanganan sampah juga belum tercapai secara maksimal yang diakibatkan masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk terlibat dalam penanganan sampah.
Kata Kunci : Evaluasi Kebijakan, Sampah, Open Dumping, Sanitary Landfill, Pemerintah, Masyarakat
xiv ABSTRACT
Natalia Terang. 2022. Evaluation of Government Policy in Handling Waste Using Open Dumping and Sanitary Landfill Methods in Sikka Regency, East Nusa Tenggara. Essay. Supervised by Juharni and Nining Haslinda Zainal.
This study aims to analyze the evaluation of government policies in handling waste using the open dumping and sanitary landfill methods and to determine the role of the government and society in handling waste in Sikka Regency, East Nusa Tenggara. Policy evaluation indicators using William Dunn's (2003) theory include effectiveness, adequacy, equity, responsiveness, and accuracy. The indicator of the government's role is the government as a policy regulator and service provider. While the indicators of the community's role are participation in the decision-making process, participation in implementing decisions, participation in the utilization of results, and participation in evaluation.
This research use desciptive qualitative approach. The focus of the research is policy evaluation, the role of government and society in handling waste. The research location is the Environmental Service of Sikka Regency, East Nusa Tenggara. Research data obtained based on observation, documentation and interviews.
The results showed that the handling of waste in Sikka Regency still uses the open dumping method. Handling of waste using the sanitary landfill method is only carried out for two months. Evaluation of government policies in handling waste using open dumping and sanitary landfill methods in Sikka Regency has not been carried out optimally where the government is still constrained in terms of technical operations, especially budget availability, field supervision and complaints and protests from the community are still found related to waste handling services. The role of the community in handling waste has not been achieved optimally due to the lack of awareness of the community to be involved in handling waste.
Keywords : Policy Evaluation, Waste, Open Dumping, Sanitary Landfill, Government, Society
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sampah merupakan suatu permasalahan umum yang ada di Indonesia.
Pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan peningkatan jumlah sampah di berbagai tempat. Apabila sampah tersebut dibiarkan, akan terjadi penimbunan sampah yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat. Selain itu, polusi udara, tanah, dan air yang disebabkan oleh sampah juga dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat terutama di kota dan kabupaten berkembang telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.
Peningkatan jumlah sampah ini tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana penanganan sampah. Hal ini mengakibatkan permasalahan sampah menjadi kompleks, antara lain sampah tidak terangkut dan terjadi pembuangan sampah liar. Kondisi ini menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Pengelolaan sampah merupakan upaya dalam mengurangi, mengumpulkan, memindahkan, menyimpan sementara, mengolah dan menimbun sampah.
Penanganan sampah dengan biaya murah, layak dari segi kesehatan dan tidak membawa implikasi yang negatif terhadap lingkungan, merupakan salah satu
permasalahan serius yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah serta membutuhkan keterlibatan oleh semua elemen masyarakat.
Salah satu bentuk upaya kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi dan mengelola persoalan sampah adalah telah dirumuskannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang secara garis besar terdiri dari 18 Bab dan 49 Pasal tersebut mengatur tugas pemerintahan, wewenang pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, pengurangan sampah, penanganan sampah, pembiayaan, dan kompensasi dalam pengelolaan sampah.
UU tersebut telah memberikan batas waktu hingga 2013 untuk seluruh TPA yang tersebar di wilayah kabupaten dan kota agar tidak lagi menggunakan sistem open dumping.
Sedangkan itu, PP 27 tahun 2020 tentang pengelolaan sampah spesifik melaksanakan Pasal 23 ayat (2) UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pengelolaan Sampah Spesifik adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan. Sampah spesifik berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik pengaturan Pengelolaan Sampah Spesifik jauh lebih kompleks dan beragam.
Regulasi yang berkaitan dengan persampahan yang ditetapkan dalam PP 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik adalah aturan pelaksanaan UU
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah adalah sisa kegiatan sehari- hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah Spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Penanganan sampah tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, RT dan RW saja. Masyarakat dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah juga harus bertanggung jawab menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Ini berarti harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan sampah.
Kabupaten Sikka terdiri dari perumahan, perkantoran, hotel, pasar, pabrik, pertokoan, fasilitas sosial seperti institusi pendidikan, rumah sakit, koperasi, dan fasilitas umum lainnya. Sampah di Kabupaten Sikka yang berasal dari rumah tangga terdiri dari berbagai macam dan jenis sampah seperti sisa sayuran, sisa makanan, kantong plastik bekas dan sebagainya. Selain itu sampah juga berasal dari pelaku usaha yang memiliki toko, pelaku usaha ternak dan pasar.
Karakteristik sampah tersebut hampir sama dengan sumber sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga. Selanjutnya sampah yang bersumber dari pemerintahan seperti kantor, rumah sakit, institusi, industri dan gedung umum lainnya. Sampah yang dihasilkan oleh pemerintah dan fasilitas umum lainnnya berupa kertas, logam, gelas, plastik, bahan beracun dan berbahaya seperti lampu, limbah elektronik, tinta printer dan alat tulis kantor. Sampah yang dihasilkan oleh industri merupakan ampas dan pengelolaan bahan baku misalnya pabrik ikan, pabrik spon dan pabrik kapas yang ada di Kabupaten Sikka.
Sampah yang berasal dari fasilitas umum, pasar atau kawasan pertokoan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup dengan cara menyediakan tempat pembuangan sementara (TPS) atau kontainer sampah. Setelah terkumpul kemudian diangkut dengan mobil sampah yang akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pada tahun 2012 Satuan Kerja (Satker) PLP telah membangun TPA yang bersifat sanitary landfill di Kabupaten Sikka yang terletak di kawasan Wairii, dan juga bantuan alat berat pada tahun 2013 dan 2015 untuk meningkatkan pengelolaan TPA.
Berdasarkan data Portal Persampahan Direktorat Jenderal tahun 2019 yang diperoleh melalui website, penanganan sampah di Kabupaten Sikka khususnya yang berasal dari rumah tangga, umumnya masih ditangani secara individual (rumah tangga) dengan cara membakar atau menimbun. Sedangkan sampah yang berasal dari fasilitas umum, pasar atau kawasan pertokoan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup dengan cara menyediakan tempat pembuangan sementara (TPS) atau kontainer sampah. Proses pengangkutan sampah oleh mobil pengangkut sampah dilakukan sekali seminggu. Jadwal pembuangan sampah baik dari masyarakat dan lainnya yaitu pada pukul 15.00 sampai 17.00 WIT. Selain itu kecenderungan prilaku masyarakat yang membuang dan menumpuk sampah di bak penampungan sampah dapat meningkatkan jumlah sampah dan tidak sesuai dengan daya tampung yang memadai.
Dalam kegiatan penanganan sampah di Kabupaten Sikka umumnya terdapat beberapa hambatan yang dihadapi, seperti biaya operasional yang tinggi sedangkan kemampuan pendanaan terbatas, kuantitas dan kualitas personil,
sehingga tidak sepenuhnya pekerjaan penanganan sampah tertangani secara optimal. Disiplin masyarakat dalam membuang sampah ke TPS masih sangat minim. Hal ini menyebabkan sampah di TPS selalu penuh bahkan berserakan di jalanan, kurangnya sarana mobilitas pengangkutan sampah dan manejemen waktu pengangkutan, kelengkapan sarana transportasi, armada kendaraan, dan kelengkapan serta kemampuan personil yang akan menangai sampah dari tempat pengumpulan sementara (TPS) sampai tempat pembuangan akhir (TPA) yang menjadi dalang terhadap pencapaian sasaran penanganan sampah di Kabupaten Sikka.
Adapun tantangan pengembangan persampahan di Kabupaten Sikka saat ini adalah pelayanan penanganan persampahan yang belum menjangkau seluruh wilayah yang ada terutama di kawasan permukiman di Kabupaten sikka, belum terlaksananya pengembangan sistem penanganan persampahan yang terdentralisasi, efisien, efektif dan terpadu, belum tersedianya sarana dan prasarana dasar pengelolaan persampahan yang memadai di seluruh wilayah Kabupaten Sikka, prasarana dan sarana penanganan persampahan di kawasan perdagangan dan industri yang belum memadai guna menunjang pembangunan ekonomi di Kabupaten Sikka, perlu adanya penanganan persampahan secara bertahap dan berkelanjutan, dan perlunya prilakua masyarakat yang sadar kebersihan dengan aktif membantu pemerintah dalam mengatasi masalah persampahan.
Hasil temuan dilapangan ditemukan bahwa masalah keadaan lingkungan di Kabupaten Sikka saat ini di beberapa wilayah tertentu mulai dari ruas jalan raya,
kawasan perumahan, kawasan perkantoran, sekolah-sekolah, sekitar pusat perbelanjaan, pasar-pasar tradisional dan kanal, masih sering ditemukan sampah yang menumpuk karena tidak terangkut setiap harinya. Tentunya keadaan ini menimbulkan ketidaknyamanan pemandangan, menimbulkan bau tidak sedap, memperbesar timbulnya bahaya banjir pada saat musim hujan karena tersumbatnya saluran air (drainase) serta menjadi sumber penyakit DBD.
Kendala yang dihadapi oleh pemerintah dararah Kabupatan Sikka dalam penanganan persampahan yaitu faktor anggaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana belum memadai serta biaya operasional penanganan sampah yang cukup tinggi sehingga anggaran terkadang tidak mencukupi. Menurut data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka terdapat 8 buah kendaraan yang rusak, 4 diantaranya telah diperbaiki. Hal ini mengakibatkan sampah menumpuk dan lambat diangkut oleh mobil sampah. Menurut Hadi (1995) faktor utama yang menghambat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, RT dan RW dalam mengelola persampahan yaitu berkaitan dengan anggaran, sumber daya manus ia serta sarana dan prasarana. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah Kabupaten Sikka harus melakukan kebijakan dalam penanganan sampah. Dimana penanganan sampah merupakan instrumen kebijakan yang didasari pada regulasi yang ada.
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Permasalah penanganan sampah yang ada di Kabupaten Sikka dapat dilihat dari beberpa faktor yaitu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan, tingkat
penanganan pelayan yang masih rendah, TPA yang terbatas jumlahnya, institusi penanganan sampah dan masalah biaya. Kesadaran masyarakat akan sampah dan pentingnya menjaga lingkungan juga rendah sehingga dapat membawa masalah yang baru seperti penyakit DBD dan banjir.
Penanganan sampah di Kabupaten Sikka sebelum adanya Undang-undang No 18 Tahun 2008 yang mengatur pengelolaan sampah masih menggunakan cara open dumping, setelah diberlakukan regulasi tersebut Kabupaten Sikka kemudian mengubah metode penanganan sampah menggunakan sistem sanitary landfill yang dimulai pada tahun 20019. Penerapan sanitary landfil hanya berlangsung selama dua bulan yaitu Maret dan April, penanganan sampah dengan metode tersebut terlalu singkat yang disebabkan oleh ketersediaan anggaran. Sehingga, Kabupaten Sikka kembali menggunakan metode open dumping.
Open dumping sistem pembuangan sampah terbuka di TPA yang hanya dibiarkan menggunung tanpa ada upaya pengelolaan lebih lanjut. Pada tahap ini sampah dikumpulkan dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan. Open dumping sangat potensial dalam mencemari lingkungan, baik itu dari pencemaran air tanah oleh leachate (air sampah yang dapat menyerap kedalam tanah), lalat, bau serta binatang seperti tikus, kecoa, nyamuk, dan sebagainya. Selain menimbulkan bau yang tidak sedap dan memicu munculnya banyak penyakit, gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah di TPA juga membantu perusakan ozon 21 kali lipat daripada gas karbon dioksida (CO2).
Sistem pembuangan sampah terbuka inilah yang masih banyak diterapkan di Indonesia,padahal open dumping merupakan sistem yang sudah sangat tidak
sesuai dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini. Seiring bertambahnya volume sampah yang dihasilkan masyarakat setiap harinya membuat sistem ini semakin dirasakan sangat tidak efektif.
Sanitary Landfill adalah metode yang lebih modern dibandingkan dengan metode open dumping. Sampah dikumpulkan dan ditimbun dilahan yang sebelumnya telah dilapisi oleh plastik kemudian ditambahkan tanah lempung lalu sampah dimasukkan kemudian dipadatkan dan yang terakhir adalah permukaan atas sampah ditaburi tanah tiap harinya. Dengan menggunakan sistem ini, leachate (air lindih atau air limbah sampah) yang dihasilkan dapat tertangani dengan baik. Selain itu, gas metana yang dihasilkan juga dapat diolah sehingga dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar yang pastinya bernilai ekonomis. Pada metode ini ada beberapa kelebihannya yaitu sampah tidak merembes ke tanah sebab sudah diberi alas plastik dan lapisan tanah yang diberikan setiap hari dapat mencegah menyebarnya gas metan ke udara.
Sanitary landfill juga merupakan lahan urug yang telah memperhatikan aspek lingkungan. Sampah diletakkan pada lokasi cekung, lalu sampah dihamparkan lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah penutup harian setiap akhir operasi dan dipadatkan kembali setebal 10-15% dari ketebalan lapisan sampah untuk mencegah berkembangnya vektor penyakit, penyebaran bau, dan penyebaran debu. Lalu pada bagian atas timbunan tanah penutup harian tersebut dapat dihamparkan lagi kemudian ditimbun lagi dengan tanah penutup. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa pengumpul dan penyalur air lindi yang terbentuk dari proses penguraian
sampah organik. Terdapat juga penyalur gas untuk mengolah gas metan yang dihasilkan dari proses degradasi limbah organik. Metode ini merupakan cara yang ideal namun memerlukan biaya investasi dan operasional yang tinggi (Rahmasari, 2009). Sanitary landfill harus diterapkan kembali karena mengingat jumlah produksi sampah yang dihasilkan tiap harinya masih menunjukkan angka yang tinggi serta dampak yang ditimbulkan dari tumpukan sampah, maka pemerintah Kabupaten Sikka harus segera melakukan perbaikan dalam penanganan sampah secara menyeluruh.
Ulasan di atas membuat penulis bermaksud melakukan penelitian. Penulis sebagai insan akademik pada semester akhir masa studi merasa harus menelusuri evaluasi kebijakan pemerintah Kabupaten Sikka dalam penanganan sampah menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill yang diterapkan pemerintah khusunya Dinas Lingkungan Hidup.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah, sehingga penelitian tersebut lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan demi mencapai tujuan penelitian. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi kebijakan pemerintah Kabupaten Sikka dalam pengelolaan sampah menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill. Evaluasi kebijakan menggunakan indikator menurut William Dunn (2003) yaitu efektivitas, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan.
2. Peran pemerintah Kabupaten Sikka dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill. Peran pemerintah yaitu sebagai pengatur kebijakan (regulator) dan super provider (pemberi layanan) dengan menggunakan indikator menurut Fiona dalam Tri Kharisma Jati (2013)
3. Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill. Peran masyarakat yaitu partisipasi dalam proses pembuatan keputusan (participation in decision mang), partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation), partisipasi dalam pemanfaatan hasil (participation in benefits) dan partisipasi dalam evaluasi dengan menggunakan indikator menurut Bintoro dalam Ferathin (2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur?
2. Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan metoe open dumping dan sanitary landfill di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui peran pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan sampah dengan menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat menunjang bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian yang akan datang..
2. Kegunaan praktis, diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran serta informasi bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Lingkungan Hidup dalam melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur.
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dari proses atau prosedur analisis kebijakan.
Evaluasi mempunyai tga arti yang berhubungan masing-masing merujuk pada aplikasi skala nilai terhadap hasil kebijakan atau program; tiga evaluasi tersebut adalah penafsiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment) yang mengandung :
1. Usaha menganalisis hasil kebijakan berupa satuan nilainya.
2. Produksi informasi tentang nilai atau manfaat hasil kebijakan.
3. Hasil konkret (manfaat) yang memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran dari kebijakan.
4. Hasil tersebut dinyatakan dalam kinerja yang bermakna (masalah-masalah sudah diatasi atau telah jelas).
Sangat perlu untuk menentukan bagaimana program-program yang sesungguhnya berjalan, untuk mengukur hasil kondisi-kondisi pelaksanaan dan menyelidiki apakah program dilaksanakan sesuai dengan apa yang di inginkan dan apabila tidak , berada dalam posisi untuk menghentikan atau memperbaiki.
Penyelidikan yang diperlukan ini disebut suatu evaluasi. Evaluasi dalam penggunaannya yang paling umum adalah suatu proses yang dilakukan untuk menetukan nilai (value). Evaluasi dianggap sebagai cara untuk menerapkan secara
sistematis ide pengujian eksperimental atas pilhan kebijakan dalam lingkungan yang terkontrol (Frank 2015).
Kebutuhan dan tuntutan akan pertanggungjawaban menimbulkan suatu kebutuhan dilakukannya evaluasi. Pertanggungjawaban tidak terbatas pada suatu aktivitas, akan tetapi juga untuk memperbaiki pelaksanaan program dan perkembangan masyarakat. Menurut Wirawan (2012) evaluasi adalah :
“Riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi”.
Rossi dan Freeman (dalam Wirawan, 2012) menyatakan mengenai evaluasi sebagai berikut :
“Evaluation research is a systematic application of sosial research prosedures in assessing the concepualization and design, implementation, and ulitily of social interventiation programs”.
Menurut kedua pakar evaluasi tersebut evaluasi berkaitan dengan penelitian sosial mengenai konsepsialisasi dan pendisainan, implementasi dan pemanfaatan program intervensi sosial yang dilakukan oleh pemerintah.
Vendung (dalam Wirawan, 2012) menyatakan sebagai berikut :
“Evaluation is limited to governmen intervention only, that is, politically or administratively planned social change, like public policies, public programs, and public service.”
Menurut Vendung, evaluasi berkaitan dengan intervensi pemerintah yaitu perubahan sosial politik dan administratif yang direncanakan misalnya kebijakan publik, program publik dan layanan publik. Evaluasi melihat kebelakang agar dapat menyetir kedepan. Evaluasi merupakan mekanisme untuk memonitor, mensistematikan, dan meningkatkan aktivitas pemerintah dan hasil-hasilnya
sehingga pejabat publik dalam pekerjaanya di masa akan datang dapat bertindak serta bertanggungjawab, kreatif dan seefisien mungkin.
Evaluasi berkenan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target; dan evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Untuk menilai keberhasilan suatu program perlu dikembangkan beberapa indikator atau kriteria.
Kriteria yang dikembangkan oleh Dunn (1994) dikutip dalam Subarsono (2006) mencakup lima kriteria sebagai berikut :
1. Efektivitas. Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
2. Kecukupan. Seberapa jauh hasil yang dicapai dapat memecahkan masalah?
3. Pemerataan. Apakah manfaat telah dirasakan oleh seluruh kelompok masyarakat?
4. Responsivitas. Apakah hasil pelaksanaan telah memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?
5. Ketepatan. Apakah hasil yang dicapai bermafaat?
Dalam buku Evaluasi Kinerja Perusahaan (Husein Umar, 2005) mendefinisikan Evaluasi sebagai berikut :
“Suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara
keduanya , serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.”
Evaluasi memungkinkan pelaksana suatu program untuk mengetahui hasil yang nyatanya dicapai. Penialian yang objektif, rasional dan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rencana akan diketahui apakah: hasil yang dicapai melebihi target dan standar yang telah ditentukan, hasil yang dicapai sekadar sesuai harapan, atau kurang dari yang ditentukan (dalam Arikunto, 2010).
Definisi evaluasi yang dituliskan dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (AS Hornby:1986) di kutip dalam Arikunto 2010, evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung di dalam definisi tersebut pun menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggungjawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Suchman (Wirawan, 2012) mengaitkan evaluasi dengan konteks administrasi.
Kesuksesan suatu program evaluasi sebagian besar tergantung pada kemanfaatannya bagi adminstrator dalam memperbaiki layanan dalam masyarakat. Suchman (Nugroho, 2003) juga memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah direcanakan untuk mendukung tercapaianya tujuan. Suchman mengemukakan 6 (enam) langkah dalam evaluasi, yaitu :
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.
2. Analisis terhadap masalah.
3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan.
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan sanders, 1973 (dalam Arikunto, 2010). Dua ahli tersebut mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam informasi tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Menurut Wirawan (2012: 22) ada beberapa tujuan evaluasi, yaitu :
a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar.
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan.
e. Pengembangan staf program.
f. Memenuhi ketentuan undang-undang.
g. Akreditasi program.
h. Mengukur cost effectiveness dan cost-efficiency.
i. Mengambil keputusan mengenai program.
j. Akuntabilitas.
k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program.
l. Mengembangkan teori ilmu evaluasi.
Berdasarkan jenis evaluasi menurut Wirawan, maka terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengevaluasi program yang berkaitan dengan penanganan sampah dalam upaya salah satu teknik operasional penanganan sampah di daerah dengan tujuan untuk menyasar kepada kebijakan pemerintah daerah dan peran pemerintah daerah serta keterlibatan masyarakat Kabupaten Sikka.
B. Kebijakan Publik
1. Definisi Kebijakan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak serta sebuah pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Sedangkan Carl J. Federick mengungkapkan kebijakan merupakan serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan (kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Leo Agustino sebagaimana dikutip Taufiqurokhman, 2014: 2). Sementara itu, kebijakan menurut Laswell & Kaplan adalah sarana untuk mencapai tujuan, nilai dan praktik (Abidin sebagaimana dikutip Taufiqurokhman, 2014: 10). Kebijakan juga merupakan suatu rangkaian panjang yang berkepentingan, daripada hanya sekedar suatu keputusan (Muadi, dkk, 2016: 198).
Pendapat lain yang menjelaskan mengenai definisi kebijakan yaitu dikemukakan oleh Jones yang menyatakan definisi kebijakan adalah suatu perilaku yang tetap dan berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah untuk memecahkan masalah umum. Kebijakan dapat dimaknai sebagai suatu dasar pedoman untuk bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (United Nation sebagaimana dikutip Wahab, 2015: 9). Secara umum, istilah kebijakan (policy) merujuk pada perilaku seorang aktor (seperti pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno sebagaimana dikutip Muadi,dkk, 2016: 206).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan merupakan rangkaian konsep dan kegiatan yang dibuat oleh sekelompok aktor dimana aktor tersebut adalah pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk memecahkan suatu masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan oleh masyarakat. Dalam penerapannya suatu kebijakan dapat dilakukan oleh pemerintahan, organisasi, dan kelompok sektor swasta bahkan individu.
Pada dasarnya bahwa hadirnya kebijakan publik di tengah kehidupan manusia berdampak langsung pada kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Chief J. O. Udoji sebagaimana dikutip Wahab (2015: 15) mengenai kebijakan publik yaitu suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. Dengan demikian kebijakan publik dapat dikatakan merupakan faktor kritikal bagi kemajuan atau kemunduran suatu negara atau bangsa (Nugroho, 2009: 17). Secara terminologi, kebijakan publik memiliki banyak definisi tergantung dari sudut pandang para ahli melihatnya.
Menurut Thoha sebagaimana dikutip Ramdhani (2017: 3) kebijakan publik merupakan hasil rumusan dari suatu pemerintahan dan salah satu dimensi utama administrasi publik yang seringkali diperbincangkan dikarenakan selain untuk menentukan arah namun juga harus mengatasi isu-isu masyarakat yang dihadapi dalam pemerintahan dan untuk mengetahui besarnya organisasi pemerintah.
Secara luas kebijakan publik menurut Robert Eyestone adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Agustino sebagaimana dikutip Taufiqurokhman, 2014: 4). Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Taufiqurokhman (2014: 3) bahwa lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya, hukum, dan sebagainya. Oleh karena itu, kebijakan publik juga merupakan bagian dari interaksi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan kebijakan publik dapat diartikan hasil sintesis dari dinamika politik, ekonomi, sosial dan budaya tempat kebijakan tersebut berada. Selain pendapat diatas, Woll
menyatakan kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat, baik secara langsung atau melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Tangkilisan sebagaimana Taufiqurokhman, 2014: 4).
Kebijakan publik menurut Thoha sebagaimana dikutip Ramdhani (2017: 2) memiliki dua aspek didalamnya yakni, pertama adalah kompleksitas kebutuhan publik dan permasalahan yang terdapat di dalamnya, dimana hal itu menjadi tolak ukur yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka mengatasi konflik kepentingan serta memberikan insentif kepada kelompok-kelompok kepentingan yang berasal dari sektor swasta serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kedua adalah munculnya kebijakan publik merupakan bagian dari dinamika sosial dimana suatu proses kebijakan tidak berdiri sendiri dan berada dalam ruangan hampa. Sementara Islamy sebagaimana dikutip Taufiqurokhman (2014: 4) kebijakan publik adalah tindakan yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dan memiliki tujuan atau orientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.
Dari beberapa definisi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang saling berkaitan dan dilakukan oleh aktor-aktor kebijakan, pejabat-pejabat pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Dimana berdasarkan hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal. Contohnya di Indonesia, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi,
keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota.
2. Ciri-ciri Kebijakan Publik
Kebijakan publik itu pada hakikatnya merupakan sebuah aktivitas yang memiliki suatu khas, yang dapat diartikan mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang sepertinya tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain (Wahab, 2015:
17-18). Menurut David Easton sebagaimana dikutip Wahab (2015: 18) ciri khusus dari kebijakan-kebijakan publik bersumber dari kenyataan, dimana lazimnya sebuah kebijakan dipikirkan, didesain, dirumuskan dan diputuskan oleh orang- orang yang memiliki otoritas dalam sistem politik.
Berdasarkan hal tersebut Wahab (2015: 20-23) menyimpulkan bahwa kebijakan publik memiliki empat ciri khas, yang dirincikan sebagai berikut :
1. Kebijakan Publik merupakan tindakan yang sengaja dilakukan dan mengarah pada tujuan tertentu sehingga bukan merupakan tindakan yang serba kebetulan atau asal-asalan melainkan tindakan yang telah direncanakan.
2. Kebijakan Publik hakikatnya merupakan tindakan yang saling berkait dan berpola yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah serta bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.
3. Kebijakan Publik adalah sebuah realisasi yang dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu.
4. Kebijakan Publik memiliki bentuk positif maupun negatif. Bentuk positif yang dimaksud yakni mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang
bertujuan untuk mempengaruhi penyelesaian atas masalah tertentu.
Sedangkan bentuk negatif yakni meliputi keputusan-keputusan pejabat- pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-masalah yang seharusnya memerlukan pemerintah untuk turun tangan dalam mengatasi masalah tersebut.
Adanya beberapa pendapat mengenai ciri-ciri kebijakan publik diatas, dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa ciri-ciri dari kebijakan publik, meliputi :
1. Memiliki arah dan tujuan yang jelas.
2. Mempunyai aktor, dimana orang yang berperan dalam pembuatan kebijakan yang ada.
3. Memiliki standar implementasi, karena tidak semua kebijakan publik dapat dilaksanakan.
4. Memiliki suatu bentuk hubungan, yakni hubungan dengan instansi atau lembaga yang terkait dengan kebijakan tersebut. Selain itu berhubungan pula dengan masyarakat, sebagai penerima kebijakan dan mendapat pengaruh atas kebijakan tersebut.
5. Merupakan sebuah instruksi dan perintah. Instruksi kepada lembaga terkait untuk mendukung kebijakan serta perintah kepada masyarakat agar dilaksanakan.
3. Jenis-Jenis Kebijakan Publik
Banyak pendapat para ahli yang menyebutkan bahwa kebijakan publik memiliki beberapa jenis sesuai dengan sudut pandang dari para ahli yang melihatnya. James E.
Anderson mengungkapkan bahwa kebijakan publik terbagi menjadi empat kategori (Suharno sebagaimana dikutip Taufiqurokhman, 2014: 5), yaitu sebagai berikut :
1. Kebijakan Substantif dan Kebijakan Prosedural, dimana kebijakan substantive merupakan kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan pemerintah.
Sedangkan kebijakan prosedural yaitu bagaimana kebijakan substantif dapat dijalankan.
2. Kebijakan Distributif, Kebijakan Regulatori, dan Kebijakan Redistributif.
Kebijakan distributif merupakan kebijakan yang menyangkut distributif pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Sementara itu, kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat.
Sedangkan kebijakan redistributif yaitu kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara banyaknya kelompok dalam masyarakat.
3. Kebijakan Material dan Kebijakan Simbolik, dimana kebijakan material merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplit pada kelompok target, sementara kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok target.
4. Kebijakan Public Goods dan Private Goods, dimana kebijakan public goods adalah kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan memiliki arti bahwa kebijakan tersebut yang mengatur pemberian barang atau pelayanan kepada publik. Sedangkan, kebijakan private goods memiliki arti kebijakan yang berhubungan dengan barang privat dimana kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.
Sedangkan, William N. Dunn (2000: 18) mengungkapkan bahwa kebijakan publik memiliki tipe-tipe yang dibedakan menjadi lima bagian, yaitu :
1. Masalah Kebijakan, yakni sebuah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan publik.
2. Alternatif Kebijakan, yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia dan dapat memberi dukungan untuk pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan.
3. Tindakan Kebijakan, dimana merupakan suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan sesuai dengan alternatif kebijakan yang dipilih dan dilakukan untuk mencapai tujuan yang bernilai.
4. Hasil Kebijakan, yakni akibat atau dampak yang muncul karena pelaksanaan serangkaian tindakan kebijakan.
5. Hasil Guna Kebijakan, yaitu tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberikan sumbangan untuk pencapaian nilai.
Lain halnya dengan Noeng Muhadjir, yang mengklasifikasikan jenis kebijakan publik berdasarkan sifatnya. Jenis kebijakan publik menurut Noeng Muhadjir sebagaimana dikutip Djibat (2019: 3) dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni :
1. Kebijakan yang bersifat meso, yaitu kebijakan yang bersifat menengah atau memperjelas mengenai pelaksanaannya.
2. Kebijakan yang bersifat makro, yaitu kebijakan yang bersifat umum.
3. Kebijakan yang bersifat makro, yaitu kebijakan yang bersifat mengatur pelaksanaan dan implementasi dari kebijakan diatasnya.
Sementara, Wahab (2015: 24-32) menjelaskan bahwa hakikat kebijakan publik yang merupakan jenis tindakan yang mengarah pada tujuan, akan dapat lebih
dipahami, apabila kebijakan diperinci ke dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut :
1. Tuntutan Kebijakan, yang merupakan tuntutan atau desakan yang ditunjukkan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor- aktor lain, baik swasta maupun kalangan dalam pemerintah sendiri, di dalam sistem politik untuk melakukan suatu tindakan atau tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu.
2. Keputusan Kebijakan, dimana merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah untuk memberikan sebuah legitimasi, kewenangan, atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.
3. Pernyataan Kebijakan, ialah pernyataan resmi mengenai kebijakan publik tertentu.
4. Keluaran Kebijakan, hal ini merupakan wujud kebijakan publik yang setidaknya paling konkret. Konkret disini memiliki arti yaitu dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat, karena menyangkut dengan hal-hal yang dilakukan untuk merealisasikan keputusan-keputusan dan pernyataan- pernyataan kebijakan.
5. Hasil Akhir Kebijakan, dimana hal ini merupakan akibat-akibat atau dampak langsung dan benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, sebagai konsekuensi logis dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah untuk menghadapi masalah-masalah tertentu dalam masyarakat.
4. Proses Kebijakan Publik
Kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan, dimana suatu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lainnya secara berkesinambungan, saling menentukan dan saling membentuk (Nugroho, 2009:
383). Menurut Michael Howlet dan M. Ramesh dalam sebuah kebijakan publik terdapat lima tahap yang harus dilakukan untuk membuat kebijakan publik (Subarsono sebagaimana dikutip Nugraha, 2017: 25), yakni sebagai berikut :
1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting), dimana dalam tahap ini, para pejabat yang dipilih dan diangkat mendapatkan permasalahan dari agenda publik.
2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation), yakni tahap dimana masalah yang masuk dalam agenda kebijakan dibahas oleh para pembuat kebijakan, kemudian didefinisikan untuk dicarikan penyelesaian masalah terbaik.
3. Pembuatan Kebijakan (Decision Making), yaitu tahap dimana ketika pemerintah memilih untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu tindakan.
4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation), yaitu tahap pelaksanaan dari sebuah alternatif pemecahan masalah terbaik yang telah diputuskan.
Pada tahap inilah berbagai kepentingan akan saling bergantung.
5. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation), pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan tersebut mampu menyelesaikan masalah.
Sebenarnya, model proses kebijakan yang paling klasik yaitu model yang dikembangkan oleh David Easton. Dimana dalam proses ini, Easton
menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem, mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik. Model dari Easton inilah yang kemudian dikembangkan oleh para akademisi kebijakan publik seperti Anderson, Dunn, Patton & Savicky dan Effendy (Nugroho, 2009: 383).
Sementara proses kebijakan publik yang dikembangkan oleh Dunn, didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis itulah yang selanjutnya dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan ditunjukkan dengan serangkaian tahap yang saling bergantung dan diatur menurut urutan waktu (Dunn, 2000: 22-24). Tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan menurut Dunn terbagi dalam lima tahap yakni sebagai berikut :
1. Penyusunan Agenda, dimana para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.
2. Formulasi Kebijakan, yaitu tahap dimana para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.
3. Adopsi Kebijakan, yakni tahap dimana alternatif kebijakan yang diadopsi mendapat dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.
4. Implementasi Kebijakan, yakni tahap dimana kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.
5. Penilaian Kebijakan, tahap dimana unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.
Munculnya kebijakan publik karena memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mengatur kehidupan bersama dan mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Proses kebijakan publik merupakan sebuah perpaduan dari definisi kebijakan dengan konsep kebijakan publik itu sendiri. Dalam proses kebijakan ini akan dihasilkan sebuah kebijakan yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Gambar 1. Proses Kebijakan Publik Menurut William N. Dunn.
Sumber. William N. Dunn (2000).
5. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kebijakan
Dalam proses implementasi kebijakan, keberhasilan dari implementasi kebijakan menjadi sangat penting, hal itu dikarenakan dengan berhasilnya implementasi kebijakan tersebut akan berdampak pada tercapainya tujuan dari
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
kebijakan itu sendiri. Mazmanian dan Sabatier sebagaimana dikutip Anggara (2014: 257-261) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu sebagai berikut :
1. Karakteristik dari Masalah (Tractability of The Problems), dimana karakteristik tersebut meliputi (1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan (2) Tingkat kemajemukan kelompok sasaran (3) proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi dan (4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karakteristik Kebijakan/ Undang-undang (Ability of Statue to Structure Implementation), karakteristik ini mencakup (1) Kejelasan isi kebijakan (2) Seberapa jauh dukungan teoritis untuk kebijakan tersebut (3) Alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut (4) Seberapa besar keterkaitan dan hubungan antar institusi pelaksana (5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana (6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan dan (7) Seberapa luas akses kelompok luar dalam berpartisipasi dalam implementasi kebijakan tersebut.
3. Lingkungan Kebijakan (Nonstatutory Variables Affecting Implementations), hal ini meliputi (1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat (2) Dukungan publik terhadap suatu kebijakan (3) Sikap kelompok pemilih dan (4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.
6. Kriteria Pengukuran Kebijakan Publik
Hal yang harus diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan tidak hanya faktor keberhasilannya namun juga kriteria apa yang digunakan untuk mengukur
implementasi kebijakan, hal itu dilakukan agar dapat diketahui seberapa jauh implementasi kebijakan tersebut sudah berjalan. Menurut Grindle dan Quade dalam Anggara (2014: 261) bahwa untuk mengukur kinerja dari implementasi kebijakan harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan.
Adanya kebijakan yang tepat akan berdampak pada kontribusi masyarakat yang akan optimal sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Setelah kebijakan dirasa sudah tepat diperlukan adanya organisasi sebagai pelaksana, dimana didalamnya terdapat kewenangan dan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan. Sedangkan yang terakhir yakni lingkungan, hal ini sangat bergantung pada sifatnya. Jika lingkungan memiliki pandangan positif terhadap kebijakan maka akan pula menghasilkan dukungan positif terhadap kebijakan tersebut, begitupun sebaliknya. Itulah mengapa lingkungan menjadi variabel pengukuran implementasi kebijakan.
Adanya pendapat diatas, memicu para ahli lain menafsirkan mengenai kriteria pengukuran implementasi, salah satunya yaitu Ripley dan Franklin. Para ahli tersebut menjelaskan bahwa kriteria pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan, didasarkan pada tiga aspek, yakni :
1. Tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi diatasnya.
2. Adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah.
3. Pelaksanaan dan dampak yang diharapkan dari semua program/ kebijakan yang ada terarah sesuai tujuan (Ripley dan Frankiln sebagaimana dikutip Anggara, 2014: 262).
C. Pemerintah Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, maka pemerintah daerah memiliki urusan sebagai berikut :
1. Urusan pemerintahan absolut, yaitu pemerintahan yang keseluruhan menjadi tanggungjawab pemerintah pusat.
2. Urusan pemerintah konkruen, yaitu urusan pemerintahan yang menjadi bagian dari keduanya yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota. Urusan yang dialihkan ke pemerintahan daerah sebagai bagian dasar pelaksanaan otonomi daerah.
3. Urusan pemerintahan umum, yaitu pemerintahan yang dilkasanakan oleh presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Gambar 2. Sub Urusan Persampahan Pada Tugas Pemerintahan.
Urusan Pemerintahan Urusan pemerintahan absolut Urusan pemerintahan
konkruen
Urusan pemerintahan umum
Urusan wajib Urusan pilihan
Urusan wajib tentang pelayanan dasar Urusan wajib bukan tentang pelayanan dasar Urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang
Urusan tentang : a. Sumberdaya air b. Air minum c. Persampahan d. Air limbah e. Drainase f. Pemukiman
Urusan tentang : a. Bangunan gedung
b. Penataan bangunan dan lingkungan c. Jalan
d. Jasa konstruksi e. Penataan ruang
Pelayanan dasar terkait dengan pekerjaan umum dan penataan ruang adalah bagian dari urusan pemerintahan wajib yang diutamakan oleh penyelenggara pemerintah daerah. Urusan pemerintahan wajib minmal mengacu pada peraturan menteri pekerjaan umum nomor 1/PRT/M.2014 tentang standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. Pembagian urusan pemerintahan konkruen oleh pemerintah, daerah propinsi dan Kabupaten/Kota tentang pengelolaan persampahan mengacu pada undang-undang nomor 23 Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Pembagian Tugas Penangan Sampah Pemerintah Pusat Dan Daerah.
Pemerintahan Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota a.
Penetapan pengembangan sistem pengelolaan
persampahan secara nasional
Pengembangan dan pengelolaan
persampahan regional
pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam daerah kab/kota
b.
Pengembangan sistem pengelolaan persampahan lintas daerah Provinsi dan sistem pengelolaan persampahan untuk
kepentingan strategis nasional
Sumber. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Salah satu tujuan yang mendorong penerapan sistem reformasi adalah untuk melaksanakan sistem demokrasi sekaligus memperkuat peran pemerintah daerah diseluruh nusantara. Upaya ini dinyatakan dengan melahirkan sejumlah produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut peningkatan peran serta pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah.40 Peran pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah dalam undang-undang dasar RI tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) mengamanatkan bahwa “Pemerintahan daerah Provinsi, daerah
Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Implementasi undang-undang otonomi daerah berdasarkan undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menegaskan bahwa :
Pemerintah daerah dalam rangka ,meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, pelu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan, umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu melaksanakan peran tersebut, daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelanggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan Negara.
Disisi lain amanat UU Persampahan No. 18/2008 dengan tegas membagi tugas dan wewenang pemerintahan yang dimulai dari pemerintah pusat, sampai ke pemerintah kabupaten dan kota yang pada dasarnya memuat upaya penyelenggaraan dalam pengelolaan sampah secara berwawasan lingkungan.
Pembagian wewenang itu dapat ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Pembagian Kewenangan Pengelolaan Sampah Berdasarkan UU Persampahan No. 18/2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Wewenang Pemerintah Pusat
Wewenang
Pemerintah Provinsi
Wewenang
Pemerintah Kab/Kota Menetapkan kebijakan
dan strategi nasional dalam pengelolaan sampah.
Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah.
Menetapkan kebijakan dan starategi pengelolaan sampah disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Memfasilitasi dan mengembangkan kerjasama antar daerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan
Menetapkan kebijakan dan starategi pengelolaan sampah disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/Kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria dari
Memfasilitasi dan mengembangkan kerjasama antar daerah, kemitraan, dan jejaring dalam
pengelolaan sampah.
Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam
pengelolaan sampah.
Menetapkan kebijakan penyelesaian
perselisihan antar daerah dalam
pengelolaan sampah.
sampah.
Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, pengawasan kinerja Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sampah.
Memfasilitasi
penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antar Kabupaten/Kota dalam satu provinsi.
pemerintah.
Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja
pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak lain.
Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengelolaan sampah terpadu dan atau tempat pemrosesan akhir sampah.
Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 bulan selama 20 tahun terhadap tempat pemrosesan akhir dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup.
Menyusun dan
menyelenggarakan sistem tanggap darurat
pengelolaan sampah sesuai kewenangannya.
Menurut M.R Khairul Muluk (2009) menyebutkan Negara Indonesia dengan sebutan Negara Kesatuan Republik Indonesia identik dengan kekuasaan terpusat atau sentralistik. Dari kekuasaan terpusat beralih ke sistem desentralisasi tentu merupakan sebuah pilihan yang memiliki konsekuensi yaitu pemerintahan daerah (local government). Pemerintahan daerah memiliki tiga peran esensi yaitu pertama pemerintah daerah melaksanakan fungsi yang didesentralisasikan,kedua kerangka desentralisasi wajib dijalankan oleh pemerintah daerah, ketiga memiliki hak untuk mengurus dirinya sendiri namun tetap berorientasi pada kesatuan hukum yang