KABUPATEN LOMBOK UTARA
TESIS
Oleh:
IWAN SUYADI NIM: 180403021
TesisIniDitulisUntukMemenuhiSebagianPersyaratan UntukMendapatGelarMagiterPendidikan(M.Pd.)
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PEMBUDAYAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI SMA NEGERI 1 PEMENANG
KABUPATEN LOMBOK UTARA
Pembimbing:
Dr. YUDIN CITRIADIN, S.P.,M.Pd Dr. MUHAMMAD THOHRI, S.S.,M.Pd.
Oleh:
IWAN SUYADI NIM: 180403021
Tesisiniditulisuntukmemenuhisebagianpersyaratan untukmendapatgelarMagiterPendidikan (M.Pd.)
iii
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022
PERSETUJUAN PEMBIMBING
TesisOleh: IwanSuyadiNim : 180403021 DenganJudul, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pembudayaan Kerukunan Umat Beragama Di Sma Negeri 1 Pemenang Kabupaten Lombok UtaraTelahMemenuhiSyarat Dan DisetujuiUntukDiuji.
DisetujuipadaTanggal: Juni 2022
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. YudinCitriadin, S.P.,M.Pd Dr. Muhammad
Thohri, S.S.,M.Pd NIP.197808162007101006 NIP.197211012000031002
iv
PENGESAHAN PENGUJI
Tesisoleh: IwanSuyadi NIM: 180403021 denganjudul, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pembudayaan Kerukunan Umat Beragama Di SMA Negeri 1 Pemenang Kabupaten Lombok Utaratelahdipertahankan di depanDewanPengujiPascasarjana UIN
MatarampadaTanggal, 08 Juni 2022
DEWAN PENGUJI
Dr. Ismail Toyib, M.Pd.
Penguji 1
Tanggal,
Prof. Dr. Muhammad, M.Pd., MS
Penguji 2 Tanggal, Dr. YudinCitriadin, S.P., M.Pd
Penguji 3
Tangga,
Dr. Muhammad Thohri, S.S., M.Pd.
Penguji 4 Tanggal,
Mengetahui,
DirekturPascasarjanaUniversitas Islam NegeriMataram
Prof. Dr.Fahrurrozi, M.A
v
LEMBAR KEASLIAN PLAGIAT
vii
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PEMBUDAYAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI SMA NEGERI 1 PEMENANG
KABUPATEN LOMBOK UTARA
Oleh:
IWAN SUYADI NIM: 180403021
ABSTRAK
Tesis ini membahas kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan kerukunan umat beragama di SMAN 1 Pemenang. Tujuan penelitian,untuk mengetahui tipologi
kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan umatberagama di SMA Negeri 1 Pemenang, Untuk mengetahui bentuk dan strategi pembudayaan umatberagam bagi siswa SMA Negeri 1 Pemenang, untuk mengetahui budaya kerukunan beragama siswa SMAN 1 Pemenang. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Adapun pengumpulan data yang dilakukan melalui tehnik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepala sekolah SMAN 1 Pemenang sampai saat ini rata-rata masih mempertahankan tardisi kerukunan, strategi yang ditempuh kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas budaya kerukunanya itu menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif, mendorong semangat pendidik agar terus meningkatkan budaya kerukunan.
Implikasi penelitian ini adalah kepada kepala sekolah agar senantiasa berusaha meningkatkan strategi kepemimpinan, memperbaiki manajemen strategi untuk terus meningkatkan kualitas pendidik agar pendidik menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam proses pembelajaran, sehingga dapat tercapai budaya kerukunan yang selalu menjaga keharmonisan antar umat beragama di SMAN 1 Pemenang.
Kata Kunci :Kepemimpinan, KepalaSekolah, KerukunanUmatBeragama
viii
LEADERSHIP OF THE PRINCIPAL IN CULTURING RELIGIOUS HARMONY IN SMA NEGERI 1 PEMENANG KABUPATEN LOMBOK UTARA
By:
IWAN SUYADI ID: 180403021
ABSTRACT
This thesis discusses the leadership of the principal in cultivating religious harmony at SMAN 1 Pemenang. The purpose of the study was to find out the typology of the
principal's leadership in civilizing religious communities at SMA Negeri 1 Pemenang, to find out the forms and strategies of civilizing diverse communities for students at SMA Negeri 1 Pemenang, to find out the culture of religious harmony for SMAN 1 Pemenang students. The research method used in this research is to use a qualitative approach with the type of case study research. The data collection was carried out through observation, interviews and documentation techniques. The results showed that the principal of SMAN 1 Pemenang until now on average still maintains the harmony tradition, the strategy adopted by the principal in improving the quality of the culture of harmony is creating conducive situations and conditions, encouraging the spirit of educators to continue to improve the culture of harmony. The implication of this research is for school principals to always try to improve leadership strategies, improve strategic management to continue to improve the quality of educators so that educators carry out their duties as well as possible in the learning process, so that a culture of harmony can be achieved that always maintains harmony between religious communities at SMAN 1 Pemenang .
Keywords: Leadership, Principal, Religious Harmony
ix
ABSTRAK ARAB
يق ماجسوالا ةيمىث يف ةسردلما سيئر ةدا لا ةسردلما يف ينيدلا
ةيلامشلا كوبمول دحاو ةيموكحلا ةيوهاث
يديوس ناويإ : ليجستلا مقر 121314181
ثحبلا صلختسم
ةيوهاثلا ةسردلما يف ينيدلا ماجسوالا ةيمىث يف ةسردلما سيئر ةدايق ًغ ثحبلا اذه يف ثحابلا ثحبي
غوامف دحاو ةيموكحلا .
الا ةيمىث يف سيئزلا ةدايق فييصث فيزػحل ثحبلا اذه ًم ضزغلا لاكشأو ينيدلا ماجسو
.غوامف دحاو ةيموكحلا ةيوهاثلا ةسردلما يف بلاطلل ينيدلا مغاىحلا ةفاقثو ،اهتيجيثارتسإو ةدايقلا اذه مدخحسي
ايغوه ثحبلا .ةيثحبلا ةلاحلا ةسارد عوه جهىمب ،
تلاباقلماو تاظحلالما ءازجإ قيزط ًغ تاهايبلا ؼمج محي ثيح
قيثوحلاو بلا اذه ًم جئاحه امأو . يف اهتيجيثارتسإو ،مغاىحلا ديلقث ىلغ دمحػي ةسردلما سيئر نأ ثحابلا ىزي :يليامم ثح
اذه نومضم نإ .ةسردلما يف ماجسوالا ةفاقث ةيمىحل ملػلما ؼيجشجو ءودهلا ةلاح لػجبماجسوالا ةدوج ةفاقث ةيمىث ال نيسحثو ،ةدايقلا ةيجيثارتسا ةيمىث يف ةسردلما سيئزلا لواحي نأ وه ثحبلا نيسحث ةلصاولم ةيجيثارتسال ةراد
ىلغ امئاد ظفاحث يتلا مغاىحلا ةفاقث قيقحث ًكمي ثيحب ميلػحلا ةيلمغ يف مهتابجاو ذيفىث يف نيملػلما ةدوج .غوامف دحاو ةيموكحلا ةيوهاثلا ةسردلما يف ةيييدلا تاػمحجلما نيب ماجسوالا ةيحاتفلما تاملكلا ماجسوالا ،ةسردلما سيئر ،ةدايقلا :
.ينيدلا
x
MOTO
"PENDIDIKAN BUKANLAH PROSES MENGISI WADAH YANG KOSONG.
PENDIDIKAN ADALAH PROSES MENYALAKAN API PIKIRAN."
- B. YEATS -
xi
PERSEMBAHAN:
Bismillāhirrahmānirrahīm,....
Inilah karya terbesar bagiku,
Walau mungkin terkecil bagi orang lain.
Tesis ini kupersembahkan untuk orang yang selalu melekat di hati.
Buat Bapakku Sayuti dan Bundaku Masniah tercinta yang telah Mencurahkan seluruh jiwa raganya demi keberhasilanku tanpa Mengharapkan imbalan dariku;
Buat adikku Ifan Mazuli dan keluargaku
Mereka adalah Motivator tak tertandingi bagidiri ku Buat Guru-guruku yang telah membimbingku
Hingga semua ini dapat kuraih Akhir kata,
Diri ku tiada berarti tanpa mereka Dan sujud syukurku pada-Mu YāRabb
Alhamdullillāhirabbil’ālamīn...
xii
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Ilāhi Rabbī, Tuhan pencipta alam semesta, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menuntaskan tugas akhir ini sebagaimana yang diharapkan. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarga dan sahabat serta para pengikut beliau sampai akhir zaman.
Tesis ini mengkaji tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah yang menerapkan Pembudayaan Kerukunan Umat Beragama di kalangan para siswa siswi di SMAN 1 Pemenang yang ditulis guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Mataram.
Peneliti menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, dorongan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Yudin Citriadin, S.P M.Pd sebagai Pembimbing I dan Dr. Muhammad Thohri, S.S M.Pd sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan koreksi secara mendetail, terus-menerus, dan tanpa pernah merasa bosan, baik secara online maupun offline di tengah-tengah kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan tesis ini lebih terarah dan terselesaikan dengan baik;
2. Dr. Muhammad Thohri, M.Pd. sebagai Ketua dan Dr. Yudin Citriadin, M.Pd.
sebagai Sekretaris Prodi Manajemen Pendidikan Islam Program Magister Pascasarcana UIN Mataram;
3. Prof. Dr. H. Fahrurrozi, M.A. Selaku Direktur Pascasarjana UIN Mataram;
4. Prof. Dr. H. Masnun, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi banyak motivasi untuk menyelesaikan studi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana UIN Mataram yang telah banyak membimbing, mengajar dan mendidik selama kuliah dan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana UIN Mataram;
6. Kepala Sekolah beserta semua pengurus, guru, pembina, yang ada di SMAN 1 Pemenang yang telah memberikan izin serta kemudahan dalam mengambil data dalam penelitian;
xiii
7. Kedua orang tua,Bapak Sayuti dan ibu Masniah, yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi dan do‟a sehingga menjadi dorongan yang luar biasa dalam menyelesaikan studi;
8. Adikku tersayang,Ifan Mazuli. Semoga engkau senantiasa mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat;
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga bimbingan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang selayaknya dari Allah SWT.
Peneliti juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat peneliti harapkan untuk penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti sendiri.
Mataram, 06 Juni 2022 Penulis
IWAN SUYADI NIM: 180403021
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Dalam penulisan tesis ini banyak digunakan nama dan istilah teknis (Technical Term) yang berasal dari bahasa Arab yang ditulis dengan menggunakan huruf latin. Pedoman
transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
Konsonal Transiliterasi
Akhir Tengah Awal Tunggal
ﺎ ا
Tidak dilambangkan۔
ﺐ ۔ﺑ ﺑ ﺐ
B۔
ﺖ ۔ﺘ ﺘ ﺖ
T۔
ﺙ ۔ﺛ ﺛ ﺙ
Thﺞ ﺟ ۔ ﺠ ﺝ
Jﺢ ﺣ ۔ ﺤ ﺡ
h}ﺥ ﺧ ۔ ﺨ ﺥ
Kh۔ﺪ ﺪ
D۔ﺫ ﺫ
Dh۔
ﺮ ﺮ
R۔
ﺰ ﺰ
Z۔
ﺲ ﺴ ۔ ﺴ ﺲ
S۔
ﺶ ﺷ ۔ ﺸ ﺶ
Sh۔
ﺹ ﺻ ۔ ﺼ ﺺ
s}۔
ﺾ ﺿ ۔ ﻀ ﺾ
d}۔
ﻄ ۔ ﻄ ۔ ﻄ ﻄ
t}۔
ﻅ ۔ ﻅ ۔ ﻅ ﻈ
z}ﻊ ﻌ ﻋ ﻉ
„ﻎ ﻐ ﻏ ﻍ
Gh۔
ﻒ ۔ﻔ ﻓ ﻒ
F۔
ﻖ ۔ﻘ ﻗ ﻕ
Q۔
ﻙ ﻜ ۔ ﻛ ﻙ
K۔
ﻞ ۔ﻟ ﻠ ﻝ
L۔ﻢ ﻤ ۔ ﻣ ﻡ
M۔
ﻦ ۔ﻨ ﻧ ﻦ
Nﻪ ﻬ ﻫ ﻫ
H۔
ﻭ ﻭ
Wﻲ ۔ﻴ ﻳ ﻱ
Yxv
B. Vokal dan Difton
َ
= aَ
= a>ﻲﹺ
= i>َ
= uٸ
= a>ۉ
= awَ
= iٶ
= u>ﻲﹶ
= ayxvi
DAFTAR ISI
KOVER LUAR ... i
... LEMBAR LOGO ... ii
KOVER DALAM ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN PENGUJI ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PENGECEKAN PLAGIARISME ... vii
ABSTRAK (Indonesia, Arab, dan Inggris) ... ... viii
MOTTO ... x i PERSEMBAHAN ... ... xii
KATA PENGANTAR ... ... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... xv
DAFTAR ISI ... ... xviii
DAFTAR TABEL ... ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 5
1. Identifikasi Masalah ... 5
2. Batasan Masalah ... 5
3. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penetitian ... 6
1. Tujuan penelitian... 6
2. Manfaat penelitian ... 6
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 6
E. Kerangka Teori ... 10
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 10
a. Kepemimpinan ... 10
b. Kepemimpinan Kepala Sekolah... 15
c. Budaya sekolah ... 17
2. Definisi Kerukunan Antar Umat Beragama ... 21
3. Faktor- Faktor dalam Kerukunan Antar Umat Beragama ... 22 xvii
a. Factor internal ... 22
b. Factor eksternal ... 23
F. Metode Penelitian ... 25
1. Jenisdan Pendekatan Penelitian ... 25
2. Sumber Data ... 25
a. Data Primer ... 25
b. Data Skunder... 25
3. Prosedur Pengumpulan Data ... 26
a. Wawancara... 26
b. Observasi ... 27
c. Dokumentasi ... 27
G. Tehnik Analisis Data ... 28
H. Pengecekan Keabsahan Data ... 29
I. Sistematika Pembahasan... 29
BAB IITIPOLOGI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PEMBUDAYAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ... 31
A. Paparan Data ... 31
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31
a. Sejarah singkat SMAN 1 Pemenang ... 31
b. Letak Geografis SMAN 1 Pemenang ... 31
c. Data Peserta Didik ... 32
d. Data Gurudan Pegawai SMAN 1 Pemenang ... 33
e. Data Saranadan Prasarana ... 34
f. Visi Misi ... 53
2. Pendekatan kepala sekolah dalam pembudayaan kerukunan umat beragama ... 54
3. Keberadaan siswa ... 55
B. Pembahasan ... 55
BAB III BENTUK DAN STERATEGI PEMBUDAYAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BAGI SISWA SMAN 1 PEMENANG ... 58
A. Paparan Data ... 58
1. Sterategi Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 58
a. Toleransi Beragama ... 58 xix
b. Situasi Beragama Beragamadi Lingkungan Sekolah . 59
2. Toleransi Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 61
a. Pendidikan Beragama ... 61
b. Kegiatan Pendidikan Beragama ... 62
1) Sarana Ibadah Dan Perayaan Agama ... 62
2) Sikap Kepedulian ... 63
B. Pembahasan ... 64
1. Sterategi Kepala Sekolah Dalam Pembudayaan Kerukunan 64 2. Toleransi Antar Umat Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 70
a. Semua Murid Sama ... 70
b. Sekolah memberikan Kebebasan Berdoa Sesuai Agama Masing-Masing ... 70
c. Merayakan dan Mengucapkan Selamat Selamat Kepada Agama Lain ... 71
d. Mengingatkan Siswa Untuk Saling Menghargai Dan Menghormati Antar Umat ... 71
e. Saling Tolong Menolong Dan Peduli Antar Teman ... 72
3. Pembinaan Toleransi Antar Umat Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 72
BAB IV KERUKUNAN BERAGAMA SISWA SMAN 1 PEMENANG... 73
A. Paparan Data ... 73
1. Potret Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 73
2. Factor Pendukung Dan Faktor Penghambat Pendidikan Toleransi Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 74
B. Pembahasan ... 74
1. Kerukunan Dalam Beragama ... 74
2. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam Pendidikan Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 76
a. Faktor Pendukung Dalam Toleransi Beragama Di SMAN 1 Pemenang ... 76
b. Faktor Penghambat Toleransi Beragama ... 79
BAB V PENUTUP ... 81
A. KESIMPULAN ... 81 xviii
B. IMPLIKASI TEORI ... 82 C. SARAN ... 82 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Persamaan Dan Perbedaan Kajian Terdahulu Dengan Kajian Yang Sekarang, 7.
Table 2.1 Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis Kelamin, 34.
Table 2.2 Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 34.
Table 2.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Agama, 34.
Table 2.4 Data Tenaga Pendidik Dan Guru, 35.
Table 2.5 Data Sarana Dan Prasarana, 36.
xxii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Suatu kenyataan sosiologis bahwa bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan terus dipertahankan. Justru karena adanya pengakuan atas beragama inilah bangsa Indonesia terbentuk.1 Salah satu bentuk beragama yang terdapat di Indonesia adalah persoalan Agama. Indonesia bukan negara sekuler, bukanpula negara Agama, akan tetapi pengakuan terhadap Agama oleh negara hanya meliputi enam Agama saja, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Apabila dilihat dari sisi jaminan kebebasan beragama yang ada dalam konstitusi, sesungguhnya apa yang ditentukan oleh negara ini bertentangan, karena negara justru memberikan pembatasan dengan menentukan jumlah tertentu dari Agama yang boleh dipeluk, dengan kata lain Agama selain yang ditentukan itu tak boleh hidup di Indonesia.
Banyaknya Agama yang dianut oleh bangsa Indonesia membawa persoalan hubungan antar penganut Agama. Pada mulanya persoalan timbul karena penyebaran Agama. Setiap Agama, terutama Islam dan Hindu sangat mementingkan masalah penyebaran Agama. Karena masing-masing pemeluk merasa memiliki kewajiban untuk menyebarkannya, masing-masing yakin bahwa Agamanyalah satu-satunya kebenaran yang menyangkut keselamatan di dunia dan diakhirat. Oleh karena itu sangat wajar apabila mereka sangat terpanggil untuk menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk Agama yang diyakininya, ketegangan dalam penyebaran Agama timbul ketika dilakukan pada masyarakat yang telah atau menganut Agama tertentu. Di Indonesia kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan YME adalah sebagai nilai lihur bangsa sebagai usaha untuk menciptakan landasan spiritual, moral, dan etika. Negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agama dan beribadat menurut Agamanya masing-masing.2
Islam membenarkan hal ini. Setiap muslim diajarkan untuk bersikap toleransi terhadap orang yang berada di luar Islam selama tidak memerangi kaum muslim. Lebih tegas lagi dijelaskan dalam al-Qur‟ansurat al-Mumtahanah ayat 8 sebagai berikut:
ﻉ ﻞﻠﻫا ﻢﻛﺎﻬﻨﻴﻟا ﻙﺭﺎﻳﺩ ﻦﻣ ﻢﻛﻮﺟﺮﻴﺧ ﻞﻣﻭ ﻦﻳﺪﻟا ﻒى ﻢﻛﻮﻠتﺎﻘﻳ ﻞﻣ ﻦﻳﺬﻟا
اﻮﻄﺴﻘتﻭ ﻢﻫﻮﺑﺮﺘﻧا ﻲﻨﻄﺴﻘﻠﻣا ﺐﻴﺣ ﻞﻠﻫا ﻥا ﻢﻬﻴﻟا
Artinya: “Tidaklah Allah melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu lantaran Agama mu dan tidak pula mengusir kamu dari tanah airmu. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil.”
1 Lihat dan bandingkan dengan tulisan Muhatadin Dengan. Mustafa, “Reorientasi Teologi Islam dalam Konteks Pluralisme Beragama (Telaah Kritis dengan Pendekatan Teologis Normatif, Dialogis dan Konvergensif)”. Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 2 Juni 2006, hlm. 130.
2 Undang-Undang Dasar RI, tahun 1945 pasal 29.
Dari Ayat di atas dapat disimpulkan bahwa bolehnya saling berbuat baik antara sesama kaum muslimin dengan orang-orang nonIslam yang tidak memusuhi dan memerangi kaum muslimin.
Upaya mengikis eksklusivisme negatif di masyarakat merupakan tuntutan yang mendesak. Dalam masyarakat yang plural, diperlukan pemikiran dan sikap inklusif yang berpandangan bahwa diluar Agama yang dianutnya juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh dan sesempurna Agama yang dianutnya. Pandangan seperti ini perlu ditumbuhkan dalam masyarakat, dan bila ditinjau dari kebenaran ajaran masing-masing, pandangan inklusivisme tidaklah bertentangan karena seseorang masih tetap meyakini bahwa Agamanyalah yang paling baik dan benar. Namun, dalam waktu yang sama mereka memiliki sikap toleran dan persahabatan degan pemeluk Agama lain. Guna mewujudkan pandangan inklusif dalam masyarakat diperlukan kerja keras dengan melibatkan banyak faktor baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Upaya ini dapat terwujud apabila dilandasi oleh niat yang tulus. Berkaitan dengan ini pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang pandangan hidup beragama yang inkluisif dan toleran dapat dicermati; dia adalah tokoh intelektual muslim Indonseia yang secara giat menyuarakan seruan hidup berdampingan secara damai dalam sosial umat beragama di Indonseia.
Secara spesifik jika dikaitkan dengan dunia pendidik tentu tidak terlepas dari pentingnya sebuah toleransi karena dalam pendidikan yang formal tentu yang menjadi siswa tidak dari kalangan satu Agama tetapi berbeda-beda Agama, budaya, suku dan ras.
Karena itu kepala sekolah sebgai pimpinan mempunyai peran penting, karena peran yang dikemukakan3 “ sebagai komunikator sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dan pengembanngan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, dan sebagai orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
Sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 20034, yaitu:
“Mendidik siswa agar menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, sudah saatnya dunia pendidikan mengarahkan perhatiannya kepada realitas kebudayaan yang beragam dan pemikiran terhadap perkembangan hidup kemanusiaan secara universal”. Adapun kepala sokolah memiliki tempat tersendiri dalam menumbuhkan sikap kerukunan antar umat beragama siswa karena kepala sekolah dan guru-guru inilah yang menjadi mediator untuk menterjemahkan nilai-nilai toleransi kepada siswa sehingga mereka dapat berperan aktif dalam mentransformasikan kesadaran toleransi secara lebih intensif dan massif.
Menurut Sumartana5 Khusus mengenai guru-guru sebagai agen sosialisasi perlu di beri pemahaman. Guru selaku pengajar, pendidik, dan pembimbing, selain itu harus menjadi teladan dan penghayatan nilai. Misalnya, pengakuan terhadap multikultural adalah sebuah keniscayaan. Yang paling pokok dalam konteks ini adalah prinsip manusia di
3 A.M. Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.(Jakarta: Rajawali Press.2011) hal. 143
4 Depdiknas .2003.
5 Sudarmono. Pluralisme Konflik, Dan Pendidikan Agama Di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hlm.310
tengah-tengah realitas pluralisme yang telah di gariskan oleh Tuhan. Sikap exclusivisme perlu di ubah menjadi universalisme, dengan harapan dapat melahirkan suatu generasi yang siap hidup toleran (tsamuh) dalam wacana multikultiralisme sehingga tidak melahirkan masyarakatyang ekstrim, yang kurang mampu menghargai perbedaan dan toleransi antar umat beragama. Banyak siswa di SMA yang berasal dari latar belakang yang sangat beragam baik Agama, suku, status sosial ekonomi, pendidikan orang tua, daerah termasuk adat istiadat dan budaya. Kemudian di lanjutkan Joan (dalam Aunurrahman6 “menyatakan perbedan-perbedaan inilah yang harus dipahami dan bahkan saling dihormati, sehingga memungkinkan tumbuhnya solidaritas dan kebersamaan antar anak. Misalnya, seorang anak harus belajar menghormati ketika temannya melaksanakan ibadah”.
Mengajari toleransi kepada siswa sebaiknya dimulai dari sikap guru yang menghargai dan menghormati perbedaan yaitu dengan kebersamaan, kepedulian dan kasih sayang. Al Munawar7 menyatakan bahwa ada dua macam toleransi Agama, yakni toleransi statis dan toleransi dinamis. Toleransi statis adalah toleransi dingin yang tidak melahirkan kerjasama. Bila pergaulan antar umat beragama hanya dalam bentuk statis, maka akan melahirkan toleransi semu. Toleransi dinamis adalah toleransi aktif yang melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat beragama sebagai refleksi dari kebersamaan umat beragama sebagai satu bangsa.
Dengan adanya beragama dan perbedaan Agama ini rentan terjadinya perselisihan dalam interaksi di lingkungan sekolah. Namun hal ini bisa menjadi permasalahan ketika mereka tidak menerima perbedaan-perbedaan itu. Dari hasil observasi langsung ke lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Pemenang dapat disimpulkan bahwa dalam menjaga kerukunan terhadap siswa-siswi kepala sekolah berusaha memberikan pengertian tentang pentingnya menjaga toleransi agar tidak ada pertengkaran tentang perbedaan yang mengakibatkan budaya kerukunan antar Agama tidak menjadi harmonis, disamping itu guru-guru juga memberikan contoh kepada siswa-siswi dan selalu mengingatkan di setiap pelajran sedang berlngsung maupun di acara-acara beragama agar selalu menjaga budaya toleransi.
Dalam waktu yang sama peneliti melakukan wawan cara dengan siswa dan guru Agama menerangkan bahwa meski mereka berasal dari Agama yang berbeda-beda dan bahkan berbeda kultur mereka masih bisa menjaga hubungan baik di lingkungan sekolah, walaupun secara kultural terdapat perbedaan antar warga sekolah. Hal ini tidak terlepas dari peran seorang kepala sekolah, guru-guru dan siswa dalam melaksanakan tugasnya demi terciptanya suasana multikultural.8 Hal yang sama juga di sampaikan oleh siswa bahwa selama kami sekolah disini kami tidak merasa ada perbedaan sama sekali meskipun kami disini dari tiga Agama di antaranya Islam, Hindu dan Budha kami tetap harmonis, ini semua tidak terlepas dari peran kepala sekolah dan guru-guru di sini yang mengajari kami
6 Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran. (Bandung: Alfabeta 2003)
7 Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2003.) hal 77
8 Wawancara dengan guru dan siswa di lokasi penelitian, (pemenang 18 Januari 2022)
pentingnya menjaga toleransi karena jangan sampai masalh perbedaan bisa memicu perpecahan.
Seseorang pemimpin sebuah organisasi, seperti lembaga pendidikan sangat menentukan berhasil tidaknya lembaga yang dipimpinnya tersebut. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipimpin tidak hanya oleh kepala sekolah, tetapi juga wakil kepala sekolah, guru, wali kelas, dan sebagainya.
Pemimpin di lebaga pendidikan adalah kepala sekolah memimpin segala sumber daya yang ada disuatu sekolah, sehingga pembelajaran berjalan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Kepala sekolah mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan sekolah yang dipimpinnya, salah satunya dalam hal mengembangkan kegiatan-kegiatan yang bersifat intra maupun ekstra. Tugas itu tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah, tetapi juga personil sekolah lainnya yang menjadi bagian dalam kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dapat dikatakan berhasil apabila kegiatan yang menjadi program sekolah dapat terlaksana dengan baik dan sesuai harapan. Namun, kepemimpinan dikatakan gagal, apabila kegiatan yang menjadi program sekolah belum berjalan secara maksimal. Oleh karena itu, agar kegiatan-kegiatan yang menjadi program sekolah dapat terlaksana dengan baik, maka perlu kepemimpinan kepala sekolah yang baik.
Seorang pemimpin yang ideal mempunyai ciri-ciri khusus seperti: fokus pada kelompok, melimpahkan wewenang, merangsang kreativitas, memberi semangat dan motivasi, memikirkan program penyertaan bersama, kreatif dan proaktif, memperhatikan sumber daya manusia, membicarakan persaingan, membangun karakter, kepemimpinan yang tersebar, dan mampu bekerja sama dengan masyarakat.9 Ciri-ciri tersebut juga perlu dimiliki oleh personil sekolah lainnya yang menjadi bagian dari kepemimpinan kepala sekolah. Contohnya seperti: guru, wali kelas, wakil kepala sekolah, dan sebagainya.
Sehingga, tujuan sekolah dapat tercapai sesuai dengan harapan. Kepala sekolah dibantu dengan dewan guru, berusaha mengawal dan menghimbau semua warga sekolah untuk menciptakan budaya Agama di sekolah dan melaksanakannya semaksimal mungkin.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan budaya beragamanya SMAN 1 Pemenang harus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta keinsanian yang kokoh dalam tantangan jaman seperti jaman sekarang yang penuh glamoristik, hasutan dan tipuan duniawi. Sehingga, kepemimpinan kepala sekolah akan sangat berperan penting dalam upaya pengembangan sekolah, seperti pengembangan budaya beragama yang di dalamnya terdapat beragama dan heterogen. Dugaan ini berasal dari pengamatan yang peneliti lakukan ini ada berbagai macam etnis atau suku, Agama, dan budaya. Sebagai misal dalam Agama, di sekolah ini terdapat Agama Islam, yang menjadi Agama mayoritas, Hindu dan Budha yang menjadi Agama minoritas. Oleh karena itu, peneliti tertarik dan perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pembudayaa Kerukunan Umat Beragama di SMA Negeri 1 Pemenang”.
9 H. E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 49-54.
ﺫ ْﻦ ﻣ ْﻢ ﻛﺎ ﻨْﻘ ﻠ ﺧ ﺎَّﻧ إ سﺎَّﻨﻟا ﺎ ﻬُّﻳ أ ﺎ ﻳ َّللَّا َّﻥ إ ۚ ْﻢ ﻛﺎ ﻘْت أ َّللَّا ﺪْﻨ ﻋ ْﻢ ﻜ ﻣ ﺮْﻛ أ َّﻥ إ ۚ اﻮ ﻓ ﺭﺎ ﻌ ﺘ ﻟ ﻞ ئﺎ ﺒ ﻗ ﻭ ﺎًﺑﻮ ﻌ ﺷ ْﻢ ﻛﺎ ﻨْﻠ ﻌ ﺟ ﻭ ى ثْﻧ أ ﻭ ٍﺮ ﻛ
ﻢﻴ ﻠ ﻋ ﺮﻴ ﺒ ﺧ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al-Hujurot ayat 13)
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka, persoalan yang dihadapi dalam kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan kerukunan umat beragama dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Lokasi SMA Negeri 1 Pemenang yang berada di kawasan dimana masyarakata yang suku, budaya dan Agamanya yang berbeda-beda.
b. Fasilitas sekolah yang kurang mendukung untuk kegiatan beragama.
2. Batasan Masalah
Suatu penelitian agar dapat mengarah pada pokok persoalan, maka peneliti memandang perlu untuk membatasi ruang lingkup masalah penelitian. Dimana penelitian ini, adalah ingin mengetahui kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan kerukunan umat beragama di SMAN 1 Pemenang memfokuskan pada menggerakkan, tipologi, dan metode kultur sekolah. Melihat permasalahan keadaan sekolah di SMAN 1 Pemenang, kepala sekolah harus dapat menggerakan warga sekolah, kepala sekolah harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, serta mampu menumbuhkan hubungan kerja sama diantara warga sekolah. Sehingga warga sekolah mau dan mampu melaksanakan tugas sesuai dengan tupoksi yang semuanya itu diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Kepala sekolah juga harus mampu memotivasi warga sekolah, utamanya pada guru, staf sekolah dan siswa sehingga mereka memiliki semangat dan gairah membangun kultur sekolah sehingga dapat menjalankan tugas-tugas atau pekerjaannya dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh sekolah.
3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tipe kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan kerukunan umat beragama di SMA Negeri 1 Pemenang?
2. Bagaimana bentuk strategi pembudayaan kerukunan uamat beragama bagi siswa SMA Negeri 1 Pemenang?
3. Bagaimana Budaya Kerukunan Beragama Siswa SMAN 1 Pemenang?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penetitian 1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui tipe kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan beragama di SMA Negeri 1 Pemenang.
b. Untuk mengetahui bentuk strategi pembudayaan beragama bagi siswa SMA Negeri 1 Pemenang.
c. Untuk mengetahui Budaya Kerukunan Beragama Siswa SMAN 1 Pemenang
2. Manfaat penelitian a. Manfaat Teoritik
Dari penelitian ini nanti diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam kepemimpinan pendidikan terkait dengan pembudayaan beragama di SMA Negeri 1 Pemenang.
b. Manfat Praktis
1) Bagi kepala sekolah dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kepemimpinan, sehingga dapat membudayakan beragama secara optimal.
2) Bagi guru dapat dijadikan pedoman dalam mendidik, menanamkan nilai-nilai beragama pada diri peserta didik.
3) Bagi peneliti dapat memberikan informasi yang aktual dalam mengembangkan diri sendiri, serta dapat meningkatkan ilmu pengetahuan di bidang kepemimpinan pendidikan.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dari hasil penelurusan yang dilakukan peneliti, penelitian yang akan dilakukan peneliti memiliki kemiripan dan keterkaitan dengan penelitian-penelitian terdahulu, diantaranya:
Tabel 1.1
Persamaan dan perbedaan kajian terdahulu dengan kajian yang sekarang
N o
Deskripsi Penelitian
Persamaan Perbedaan Keaslian Penelitian
1 Tria Ratnasari, kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan
beragama ( study di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten
Berebes10
Sama-sama menelaah kepemimpinan kepala sekolah tentang pembudayaan.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Berebes.
Penelitian ini menggunakan
penelitian Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1). Ada Empat tipologi kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan beragama antara lain a). tipe otokratis digunakan di saat kegiatan beragama karena tipe ini sangat ringan. b). Tipe Demokratis di gunakan pada semua kegiatan sekolah. c). Tipe karismatik dilihat saat memimpin suatu kegiatan kelihatannya menyenangkan bagi semua. d). Tipe administratif dilihat dari keaktifan seorang pemimpin dalam administrasi. 2).
Metode dan evaluasi dalam pembudayaan beragama antara lain metode pembiasan, metode keteladanan, metode ceramah digunakan oleh guru, dan metode latihan,
Tesis dengan judul Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pembudayaan Kerukunan Umat Beragama Di SMAN
1 Pemenang
Lombok Utara, Penelitian ini dilakukan Di SMAN
1 Pemenang
Lombok Utara, dengan Jenis Penelitian kualitatif dengan tehnik pengambilan data dilakukan dengan cara Observasi, dokumentasi dan Wawancara.
Penelitian dalam peneliti ini mendeskripsik an fakta Kepemimpinan kepala sekolah Dalam Pembudayaan Kerukunan Umat Beragama Di SMAN
1 Pemenang
Lombok Utara, Subjek penelitian ini adalah SMAN 1 Pemenang, Sumber Penelitian ini meliputi Kepala Sekolah, Guru, Siswa.
10 Tria Ratnasari, kepemimpinan kepala sekolah dalam pembudayaan keberagaman ( study di SMA Negeri 1 Salem Kabupaten Berebes, 2015.
sedangkan evaluasi digunakan berupa penelian formatif seperti praktek. 3).
Faktor pendukung dan penghambat antara lain ada peluang dan kekuatan lawan dari itu ada kelemahan dan ancaman.
2 Wahyu Widhayat, Sikap Toleransi
Antar umat
Beragama Pada
Siswa Sma
Muhammadiyah 4 Porong11
Sama-sama meneliti tentang toleransi antar umat beragama
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak pada metode penelitian dimana penelitian terdahulu menggunakan metode deskriptif dengan menganalisa data menggunakan rumus persentase sedangkan penelitian sekrang menggunakan metode penelitian kualitatif.
Selain itu perbedaan terletak di hasil penelitian di mana penelitian terdahulu dapat disimpulkan sebagai berikut: 1).
muhammadiyah secara kelembagaan
merespons kebutuhan masyarakat dengan menciptakan sistem pendidikan Islam modern yang integratif- holistik, berupa sekolah
umum yang
mengintegrasikan ilmu- ilmu Agama Islam, dan
madrasah yang
mengintegrasikan ilmu- ilmu umum. 2). Sikap toleransi penting
11 Wahyu Widhayat, Sikap Toleransi Antar umat Beragama Pada Siswa Sma Muhammadiyah 4 Porong, 2018.
ditumbuhkan dalam Pendidikan di sekolah-
sekolah untuk
membentuk karakter kebangsaan yang saling menghargai. Sikap toleransi tersebut sangat erat kaitannya dengan Agama, sehingga Peneliti memilih tempat penelitian di SMA Muhammadiyah 4 Porong.
3 Ibnu Solihin, Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Sekolah (studi kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren) 12
Sama-sama meneliti tentang kerukunan umat beragama
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu trletak di Lokasi penelitiannya dan judulnya dimana peneliti terdahulu meneliti tentang Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Sekolah (studi kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren), sedangkan peneliti sekarang meneliti tentang kepemimpinan kepala
sekolah dalam
pembudyaan kerukunan umat beragama di SMAN 1 Pemenang Lombok Utara, selain dari itu juga terletak perbedaan di hasil penelitiannya dimana hasil peneliti terdahulu dapat di simpulkan bawha SMK Yadikan 5
Pondok Aren
merupakan
konsekewensi logis dari kemajemukan Agama yang dianut oleh warga Indonesia, namun dari
12 Ibnu Solihin, Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Sekolah (studi kasus di SMK Yadika 5 Pondok Aren), 2008.
kemajemukan tersebut tidak menjadikan
konflik namun
sebaliknya memperlihatkan
kehidupan yang rukun antar siswa dengan berbagai Agama.
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan
diantaranya: 1).
Penelitian Kepustakaan 2). Penelitian lapangan yaitu terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data primer.
E. Kerangka Teori
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah a. Kepemimpinan
Dalam sebuah organisasi dibutuhkan seorang manajer atau pemimpin.
Pemimpin biasanya dipilih kepada seseorang yang memiliki nilai lebih dari sejumlah anggota organisasi yang ada. Orang yang memiliki nilai lebih itulah yang kemudian ditunjuk dan diangkat untuk mengatur orang lainnya, agar perjalanan kegiatan organisasi bisa mencapai tujuannya.
1) Pengertian kepemimpinan
Menurut beberapa para ahli kepemimpinan diartikan berbeda antara pendapat satu ahli dengan lainnya. Hal ini dipengaruhi dari sudut pandang mana melihatnya.13 bahwa kepemimpinan (leadership)merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya14.
Dimana kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi orang banyak dengan cara komunikasi. Komunikasi merupakan bagian penting dari kepemimpinan. Seorang pemimpin bisa saja masuk ke ruang kerja bawahannya dan memberi pujian karena dia telah berhasil menemui banyak yang potensial.15
13 Robbins, T.A. 2015. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
14Fiedler, Fred E. “Model Kepemimpinan Kontigensi (Leardership Contingency Model)” dalam Veithzal Rivai. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
15 Dubrin Andrew J., 2005. Leadership (Terjemahan), Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta.
2) Unsur-unsur kepemimpinan
Dalam kepemimpinan, ada unsur-unsur yang mendasarinya yaitu:
a) Kemampuan mempengaruhi orang lain, kecakapan memahami bahwa setiap manusia memiliki daya motivasi yang berbeda pada waktu dan keadaan yang berlainan.
b) Kemampuan mengarahkan atau memotivasi orang lain atau kelompok, kemampuan menggugah semangat dan memberi inspirasi.
c) Memiliki kemampuan persepsi sosial, kemampuan berpikir abstrak, dan kestabilan emosi.16
Ada enam unsur yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, yaitu: (1) kepribadian, pengalaman masa lalu, dan harapan pemimpin, (2) harapan dan perilaku para atasan, (3) karakteristik, harapan dan perilaku bawahan, (4) kebutuhan tugas, (5) iklim dan kebijaksanaan organisasi, dan (6) harapan dan perilaku rekan.17
3) Tipe kepemimpinan
Bahwa kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu :18 a) Tipe otoriter
Gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh, para bawahan hanya melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Tipe ini disebut juga sebagai kepemimpinan authoritarian, dimana pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok, bawahan hanya sebagai pembantu dengan mengikuti dan menjalankan perintah, dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran.
Pemimpin semacam ini ingin berkuasa penuh dalam berbagai situasi dan dalam menjalankan roda pemerintahannya tanpa konsultasi dengan bawahannya. Kepemimpinan otokratis itu berdasarkan kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan biasanya yang dikembangkan dalam kegiatannya hanya melaksanakan perintah atasan, sementara bawahan tidak diberi kesempatan untuk berinisiatif dan mengeluarkan pendapat- pendapat.19 Dalam kepemimpinan otokriter seorang pemimpin sangat egois, menentukan kebijakan, dan mengambil keputusan menurut kehendaknya sendiri, dan juga dapat disebut pemimpin diktator. Tipe kepemimpinan semacam ini memiliki keuntungan yaitu kedisiplinan sangat tinggi dan dapat mengontrol pekerjaan bawahannya dengan mudah. Adapun kekurangannya yaitu bawahan tidak memiliki kreatifitas,
16 Nasrudin. 2010. Psikologi Manajemen. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
17 James A.F. Stoner, Management, Prentice / Hall International, Inc., Englewood Cliffs, New York,
1982, halaman 8.
18 Nasrudin, 2010. Psikologi Manajemen. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
19 Nawawi, Hadari. 2003, “Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi”, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 91
dikarenakan tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan pengambilan keputusan untuk perkembangan organisasi.
b) Tipe Kepemimpinan Paternalistik.
Menurut Kartini Kartono, tipe kepemimpinan paternalistik yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat antara lain:
1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
2) Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).
3) Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri.
4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif.
5) Dia tidak pernah memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikutnya dan bawahanya untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreatfitas untuk mereka sendiri.
6) Selalu bersikap maha tau dan maha benar.20
Selain itu juga, dalam kesempatan ini dibahas mengenai tipe kepemimpinan maternalistik. Tipe Kepemimpinan Maternalistik adalah adanya sikap over protective atau terlalu melindungi yang lebih menonjol, diertai kasih sayang yang berlebihlebihan.21
Demikianlah pembahasan tipe kepemimpinan paternalistik dan beberapa sifat atau karakteristiknya, serta tipe kepemimpinan maternalistik, untuk dapat dimengerti dan dipahami bagi kita yang konsen terhadap masalah kepemimpinan.
c) Tipe demokratis
Tipe kepemimpinan ini sangat berbeda dengan tipe kepemimpinan otokrasi yang mendasarkan pada kekuasaan, sedangkan tipe kepemimpinan demokratis melibatkan bawahan yang harus melaksanakan keputusan. Hal ini sesuai penjelasan Kartini Kartono bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.22
Juga dapat dipahami definisi yang dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto bahwa kepemimpinan demokratis yaitu pemimpin yang partisipatif berkonsultasi dengan bawahan tentang tindakan dan keputusan yang diusulkan serta mendorong adanya keikutsertaan
20 Kartini, Kartono. 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 81
21 Ibid, h. 82
22 Ibid, h. 86
bawahan.23 Jalannya kepemimpinan demokratis menurut Veithzal Rivai ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif.24
Di bawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri. Dalam kepemimpinannya demokratis seorang pemimpin lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan individu dan golongan. Dasar utama dalam kepemimpinannya melakukan musyawarah dan kekeluargaan dalam menyelesaikan masalah dan terciptalah iklim kerja yang sehat, saling membantu, dan saling pengertian di antara mereka. Selanjutnya M.
Ngalim Purwanto menjelaskan tentang sifat-sifat kepemimpinan demokratis, yaitu:
1) Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat manusia itu makhluk yang termulia di dunia. b. Selalu berusaha untuk mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahan.
2) Senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan.
3) Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan.
d) Tipe Kepemimpinan Laizzes Faire.
Tipe kepemimpinan ini dipersepsi bahwa roda pekerjaan organisasi diserahkan pada bawahannya. Seorang pemimpin memberikan keleluasaan pada bawahan dan menganggap bawahannya orang yang dewasa, sehingga pemimpin tidak perlu intervensi terhadap perjalanan organisasi. Di sini sang pemimpin percaya penuh pada bawahan atas keberhasilan, tujuan, dan sasaran yang hendak dicapai organisasi. Tipe kepemimpinan semacam ini dikatakan oleh Sondang P. Siagian bahwa seorang pemimpin dalam perannya memiliki pandangan pada umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya, karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui segala sesuatu tujuan organisasi, sasaran organisasi, tugas para anggotanya, dan pemimpin tidak perlu melakukan intervensi kehidupan organisasi.25
Sejalan dengan itu Kartini Kartono menjelaskan bahwa kepemimpinan laizzes faire ditampilkan oleh seorang tokoh ketua dewan yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya.26 Selanjutnya Hadari Nawawi mengatakan bahwa tipe
23 M. Ngalim Purwanto. 2004, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya), h.
49 24
Rivai, Veithzal. 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori dan Praktek, (Jakarta: Rajawali Press) h. 61
25 Sondang P. Siagian. 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rinekacipta), h.38
26 Kartini, Kartono. 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 76
kepemimpinan Laissez Faire yaitu pemimpin berkedudukan sebagai simbol karena dalam realita kepemimpinannya dilakukan dengan memberikan kebebasan sepenuhnya pada orang yang dipimpin untuk berbuat dan mengambil keputusan secara perseorangan. Puncak pimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya hanya berfungsi sebagai penasehat dengan memberikan kesempatan bertanya manakala merasa perlu.27 Dari ketiga penjelasan tentang tipe kepemimpinan laissez faire di atas dapat dipahami bahwa:
1) Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya.
2) Bawahan dianggap sudah paham tugasnya masing-masing.
3) Pemimpin tidak perlu intervensi bawahan, tidak ada kontrol dari pimpinan, tidak ada koreksi atasan, dan membiarkan bawahan untuk berbuat menurut kehendaknya.
4) Tanggung jawab atas pekerjaan tidak jelas dan simpang siur, serta struktur organisasinya juga tidak jelas.
e) Tipe Karismatik
Sampai saat ini, para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar.
Karena kurangnya pemimpin yang karismatik, sering dikatakan bahwa pemimpin demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa tipe kepemimpinan kharismatik adalah suatu tipe kepemimpinan yang memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara kongkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.28
Melihat penjelasan itu pemimpin kharismatik memiliki kekuatan yang sangat baik dalam menarik dan memengaruhi bawahan atau orang lain. Melalui kekuatan itu sangat mungkin menggaet orang/pengikut yang sangat besar jumlahnya. Selaras dengan ungkapan Kartini Kartono tipe kepemimpinan kharismatik adalah tipe kepemimpinan yang memiliki kekuatan energi, daya tarik, dan pembawa yang luar biasa untuk memengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.29
27 Nawawi, Hadari.2003, “Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi”, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 94-95
28 Sondang P. Siagian. 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rinekacipta), h.37
29 Kartini, Kartono. 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 81
b. Kepemimpinan Kepala Sekolah
kepemimpinan kepala sekolah menunjukan pada gaya dan strategi seorang kepala sekolah melaksanakan tugas kepemimpinan kepala sekolah.
Kepemimpinan merupakansuatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah harus mampu menggerakan seluruh sumber daya manusia untuk dapat bekerja secara maksimal uuntuk dapat mencapai tujuan sekolah secara efisien.
Dalam bahasa inggris kepemimpinan sering di sebut leader dari akar kata to lead dan kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Dalam kata kerja to lead tersebut terkandung dalam beberapa makna yang saling berhubungan erat yaitu, bergerak lebih cepat, berjalan ke depan mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain, membimbing, menuntun menggerakan orang lain lebih awal, berjalan lebih depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, mempelopori suatu tindakan, mengarahkan pikiran atau pendapat, menuntun dan menggerakan orang lain melalui pengaruhnya.30
Secara etimologi, Kepala Sekolah merupakan padanan dari school principal yang bertugas menjalankan principalship atau kekepala sekolahan.
Istilah kekepala sekolahan, artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai Kepala Sekolah.31
Dalam konteks beragama, bahwa kepala sekolah adalah seorang pemimpin. Dan setiap apa yang dilakukan akan dipertanggungjawab manusia bersifat individual. Setiap orang bertanggung jawab atas semua yangdilakukannya. Sebagai mana yang disebut dalam Al-Qur‟an dalam surah At Thur, ayat 21:
Artinya: “dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiaptiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakananya.
Prinsip ini juga dikemukakan dalam sebuah hadis sebagai berikut:
“sesungguhnya Abdullah Bin Umar berkata: saya mendengar rasulullah Bersabda: setiap dan kalian adalah pemimpin.setiap dan kalian akan diminta pertanggung jawaban tentang orang yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki (Suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia diminta pertanggungjawaban tentang orang-orang yang dipimpinnya.
Seorang perempuan (istri) adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan dia diminta pertanggungjawaban tentang orang-orang yangdipimpinnya.
Seorang pelayan(pembantu) adalah pemimpin dalam harta milik tuannya dan
30 Hasan Basri, Kepemimpinan Kepala Sekolah(Bandung:Pustaka Setia,2014),h.39
31 Imam suprayono, revormasi visi pendidikan islam, (malang: stain press, cet 1,1999)
dia diminta pertanggungjawaban tentang barang-barang yang diurusinya” (HR:
Bukhari).32
Kompetensi dalam implementasi peran kepala sekolah dalam perspektif kebijakan Pendidikan Nasional terdapat tujuh peran utama kepala sekolah, yaitu sebagai: 1 edukator (pendidik), 2 Manager 3. administrator 4. supervisor 5. leader pemimpin 6 pencipta iklim kerja dan 7 wirausahawan merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.33
1) kepala sekolah sebagai educator (pendidik) kegiatan pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala Sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus-menerus meningkatkan kompetensinya.
2) kepala sekolah sebagai manajer dalam mengelola tenaga kependidikan Salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. dalam hal ini kepala sekolah dapat memfasilitasi dan memberikan kesempatan yang luaskepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan diklat. baik yang dilaksanakan di sekolah seperti MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) , diskusi profesional dan sebagainya atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti barbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain . 3) Kepala sekolah sebagai administrator Berkenaan dengan pengelolaan
keuangan , tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi pada guru.34
4) Kepala sekolah sebagai supervisor Secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses belajar secara langsung terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode media yang
32 Shopia Azhar, Pemimpin kepala sekolah efektif, universitas islam negeri alaudin Makasar, volume V nomor 1 januari-Juni 2016
33 Kompri, standarisasi kompetensi kepala sekolah : pendekatan teori untuk praktik profesoonal, (jakarta : kencana, 2017)h.61
34 Ibid,h. 62
digunakan dan ketertiban siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan selanjutnya diupayakan solusi. Pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada.
5) Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerja secara unggul yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilaksanakannya menarik dan menyenangkan. Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dan bekerja para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut. a) Para guru harus selalu diberi tahu tentang dari setiap pekerjaannya. b) Pemberian hadiah lebih baik dari hukuman c) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio psiko fisik guru sehingga memperoleh kepuasan.
6) Kepala sekolah sebagai wirausahawan Dalam menerapkan prinsip- prinsip kewirausahaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru maka kepala sekolah dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang.
c. Budaya Sekolah
Menurut Zamroni35 memberikan batasan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaankebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Warga sekolah menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdiri dari peserta didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendidik serta komite sekolah. Salah satu subyek yang diambil dalam penelitian budaya sekolah ini yaitu peserta didik (siswa).
Kondisi sekolah yang dinamis merupakan perpaduan seluruh warga sekolah yang memilki latar belakang kehidupan sosial yang berbeda dan saling berinteraksi secara kontinyu, sehingga membentuk sistem nilai yang membudaya dan menjadi milik bersama di sekolah. Budaya yang berintikan tata nilai mempunyai fungsi dalam memberikan kerangka dan landasan yang berupa ide, semangat, gagasan dan cita-cita bagi seluruh warga sekolah.
Memperhatikan konsep diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan pola-pola yang mendalam, kepercayaan nilai, upacara,
35 Zamroni. 2011, Permendiknas No. 39 Tahun 2008, http: asfts63.wordpress.com diakses 8 Mei 2018.
simbol-simbol dan tradisi yang terbentuk dari rangkaian, kebiasaan dan sejarah sekolah, serta cara pandang dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada di sekolah.
Budaya sekolah merupakan aset yang bersifat unik dan tidak sama antara sekolah satu dengan yang lainnya. Budaya sekolah dapat diamati melalui pencerminan hal-hal yang dapat diamati atau artifak. Artifak dapat diamati melalui aneka ritual sehari-hari di sekolah, berbagai upacara, bendabenda simbolik di sekolah, serta aktifitas yang berlangsung di sekolah. Keberadaan kultur ini segera dapat dikenali ketika orang mengadakan kontak dengan sekolah tersebut.
Menurut Ajat Sudrajat36 mengutip pendapat Nursyam, setidaknya ada tiga budaya yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur sosial budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kulturini harus menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah. Pertama, kultur akademik. Kultur akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik yang kuat. Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji. Budaya akademik juga dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian. Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan siswa selalu berpegang pada pijakan teori dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya.
Kedua, kultur sosial budaya. Kultur sosial budaya tercermin pada pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya serta menerapkan kehidup sosial yang harmonis antar warga sekolah. Sekolah akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan materialisme.
Ketiga, kultur demokratis. Kultur demokratis menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama membangun kemajuan suatu kelompok maupun bangsa. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta.
Warga sekolah selalu bertindak objektif dan transparan pada setiap tindakan maupun keputusan. Kultur demokratis tercermin dalam pengambilan keputusan dan menghargai keputusan, serta mengetahui secara penuh hak dan kewajiban diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara.
Proses pembudayaan atau pembiasaan membudayakan pendidikan karakter secara aktif, peserta didik mengembangkan potensi dirinya dengan melakukan proses internalisasi dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan
36 Ajat Sudrajat,2011."Mengapa Pendidikan Karakter?." Jurnal Pendidikan Karakter
masyarakatyang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Koesoema“ Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang di terima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir”.37 Pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagai negara. Pandangan pro dan kontra mewarnai diskursus pendidikan karakter sejak lama, sejatinya, pendidikan karakter merupakan bagian esensial yang menjadi tugas sekolah, tetapi selama inikurang perhatian.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai- nilai karakter peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif”38. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala upaya yang dilakukan guru, yang mampumempengaruhi karakter peserta didik. Tugas guru adalah membentuk karakterpeserta didik yang mencakup keteladanan, perilaku guru, cara guru menyampaikan, dan bagaimana bertoleransi.
Pendidikan karakter merupakan aspek yang penting untuk kesuksesan manusia dimasa depan. Karakter yang kuatakan membentuk mental yang kuat, sedangkan mental yang kuat akan melahirkan spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengalami proses panjang, serta menerjang arus badai yang bergelombang dan bahaya. Karakter yang kuat merupakan prasarat untuk menjadi seorang pemenang dalam medan kompetisi kuat seperti saat ini dan yang akan datang, yang terkenal dengan era kompetitif. Asmani menyatakan bahwa anak mudah frustasi, menyerah, dan kehilangan semangat juang sampai titik darah penghabisan. Berdasarkan kenyataan itulah, pendidikan karakter sangatmendesak untuk dilaksanakan, khususnya di organisasi sekolah39.
Dapat disimpulkan budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Dalam pengertian lain Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem Agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
37 A, Doni Koesoem .Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta:
Grasindo.2007)
38 Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan.
(Jakarta: Kencana. 2011) hal 26
39 Asmani, Jamal Ma‟mur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. (Yogyakarta : Diva Press.2012) hal 19