oid:7637:59715133 Similarity Report ID:
PAPER NAME
SHANIA OVILI ANGGREINI_200160032_
AKHIR - Shania Ovili Anggreini.docx
AUTHOR
Shania Ovili
WORD COUNT
11285 Words
CHARACTER COUNT
75220 Characters
PAGE COUNT
61 Pages
FILE SIZE
6.6MB
SUBMISSION DATE
May 22, 2024 8:40 AM GMT+7
REPORT DATE
May 22, 2024 8:41 AM GMT+7
14% Overall Similarity
The combined total of all matches, including overlapping sources, for each database.
13% Internet database 1% Publications database
Crossref database Crossref Posted Content database
8% Submitted Works database
Excluded from Similarity Report
Bibliographic material Quoted material
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Desain bangunan dalam dunia arsitektur terkadang banyak melibatkan pertimbangan yang kompleks antara visual yang menarik dan kegunaan yang optimal. Keseimbangan ini menjadi kunci penting agar bangunan dapat memenuhi kebutuhan fungsional penggunanya sambil menciptakan kesan estetika yang memukau. Namun, terdapat kasus suatu bangunan lebih mengutamakan aspek visual dibandingkan dengan kegunaan terhadap aktivitas di dalamnya. Bangunan yang mengedepankan visualitas biasanya menekankan penampilan luar yang menarik dan mencolok, dengan menempatkan estetika sebagai prioritas utama.
Kepentingan visualitas ini dapat mengorbankan kegunaan dan fungsionalitas ruang di dalamnya.
Setiap aktivitas memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Untuk mencapai nilai produksi yang sesuai dengan tujuan tersebut, aktivitas-aktivitas tersebut membutuhkan dukungan ruang yang paripurna atau prima. Faktor-faktor seperti tata letak ruang, peralatan, pencahayaan dan kenyamanan menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam merancang ruang yang sesuai dengan kebutuhan aktivitas tersebut. Konsep gelembung pribadi yang dikemukakan oleh Robbert Sommer menjadi relevan dalam konteks ini. Gelembung pribadi menyoroti pentingnya mempertimbangkan kebutuhan ruang yang sesuai dengan aktivitas dan kesejahteraan pengguna.
Gelembung pribadi berfungsi sebagai kerangka konseptual yang dapat diterapkan dalam merancang ruang koridor, ruang penerima, ruang transisi bagi mahasiswa arsitektur. Dengan memperhatikan gelembung pribadi, dapat dihasilkan ruang tersebut yang menjadi ruangan yang mendukung kegiatan kreatif, eksploratif, serta interaktif mahasiswa arsitektur (Sommer, 1969).
14
2
Ruang interaksi sosial merupakan aspek penting dalam lingkungan kampus yang berperan dalam membentuk hubungan antar individu, memfasilitasi kolaborasi, dan menciptakan iklim sosial yang positif (Tamariska & Ekomadyo, 2017). Namun, ruang interaksi sosial tidak hanya terbatas pada ruang publik seperti kelas, aula, atau perpustakaan. Faktor gelembung pribadi atau ruang pribadi juga memiliki peran yang signifikan dalam membentuk pola interaksi sosial. Gelembung pribadi merujuk pada area fisik dan psikologis yang individu anggap sebagai milik pribadi mereka. Hal ini mencakup jarak fisik antara individu, preferensi privasi, dan rasa nyaman yang berbeda-beda (Hall, 1966). Dalam konteks mahasiswa arsitektur, gelembung pribadi dapat menjadi faktor penting yang memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan sesama mahasiswa, dosen, atau anggota staf kampus lainnya.
Mahasiswa arsitektur memiliki realita sosial yang berbeda dengan mahasiswa dari disiplin ilmu lainnya. Aktivitas mereka seringkali melibatkan proses kreatif, eksplorasi ide, dan interaksi dengan elemen fisik dan konsep ruang yang melibatkan aspek mental dan intelektual (Saraswaty & Nasution, 2016).
Berdasarkan pengamatan praktis keberadaan ruang koridor, ruang penerima, ruang transisi yang tersedia pada fisik bangunan kampus terlihat hanya sebagai ruang perantara belaka tanpa terdapat ide atau gagasan keberadaan ruang yang dapat beradaptasi ruang interaksi sosial mahasiswa (Aulia et al., 2020). Sebagai bahan evaluasi maka diperlukan suatu kajian dalam kegiatan penelitian untuk mengungkapkan karakter ruang interaksi sosial mahasiswa agar mampu bertahan beraktivitas akademik di dalam lingkungan kampus tanpa memiliki keinginan untuk mencari tempat lain di luar kampus.
Tata ruang kelas melibatkan identifikasi kebutuhan ruang secara terperinci serta penggunaannya dalam menyusun faktor-faktor fisik yang diperlukan untuk pembelajaran yang efektif. Menurut (Jeanne, 2015) menjelaskan bahwa tatanan dari ruang kelas mencakup pembangunan dan pemeliharaan lingkungan kelas yang mendukung pembelajaran dan pencapaian mahasiswa. Kenyamanan di ruang kelas dianggap mampu mengurangi kebosanan selama proses belajar mengajar, menciptakan lingkungan yang kondusif di mana siswa dapat fokus dan berkonsentrasi tanpa terganggu oleh kondisi ruang kelas. Desain ruang kelas yang
1
1 17
65
3
baik dan sesuai dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, memotivasi siswa untuk berprestasi maksimal. Sebaliknya, ruang kelas yang tidak memadai, seperti kurangnya fasilitas, kebocoran atap, atau kondisi dinding yang tidak bersih, dapat menciptakan ketidaknyamanan dan mengganggu proses belajar mengajar.
Gelembung pribadi setiap individu berperan penting dalam menciptakan kenyamanan di kelas dari segi faktor internal. Gelembung pribadi dianggap sebagai area yang dapat memengaruhi cara individu berinteraksi dalam membina hubungan sosial. Beberapa ahli menggambarkan gelembung pribadi sebagai "gelembung pribadi" yang memberikan jarak yang sesuai saat berinteraksi dengan orang lain, melindungi individu dari gangguan eksternal yang dapat mengganggu proses interaksi yang efektif. Konsep gelembung pribadi juga terkait erat dengan privasi individu, menciptakan zona nyaman yang terlindungi selama interaksi dengan orang lain. Dengan demikian, gelembung pribadi memiliki peran untuk terciptanya lingkungan yang mendukung dan nyaman bagi individu selama proses pembelajaran dan interaksi sosial.
Penelitian ini memiliki orientasi yang sangat penting untuk dilakukan.
Keberadaan tatanan ruang ruang koridor, ruang penerima, ruang transisi mahasiswa arsitektur akan menentukan tingkat kreativitas ide pengguna di dalamnya. Jika ruang tersebut tidak mendukung, hal ini dapat menghambat produktivitas mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi realita sosial di dalamnya, dengan fokus pada arsitektur yang berpengaruh terhadap aspek mental dan pikiran, yang kemudian dapat memberikan pengaruh besar terhadap produktivitas dan perilaku mahasiswa.
1
4
1.2 Rumusan Masalah
Berlandaskan latar belakang pada observasi, rumusan permasalahan yang dibahas ialah:
1. Bagaimana kajian ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh melalui konsep gelembung pribadi arsitektur?
2. Bagaimana pengaruh gelembung pribadi pada kualitas dan intensitas interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaaleh?
3. Bagaimana pengaruh gelembung pribadi pada hubungan ruang interaksi sosial antar mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengeksplorasi ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Unimal melalui konsep gelembung pribadi.
2. Mengeksplorasi ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh melalui gelembung pribadi.
3. Menganalisis pengaruh tatanan ruang belajar terhadap tingkat kreativitas dan nilai karya akademik mahasiswa arsitektur di Unimal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep gelembung pribadi dalam konteks mahasiswa Arsitektur di Universitas Malikussaleh. Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori dan pemahaman tentang gelembung pribadi dalam lingkungan kampus.
2. Meningkatkan kreativitas dan produktivitas mahasiswa: gelembung pribadi dan lingkungan yang mendukung dapat memiliki dampak positif pada kreativitas dan produktivitas mahasiswa. Dengan menciptakan ruang kerja yang sesuai dengan preferensi gelembung pribadi, penelitian ini dapat memberikan lingkungan yang memungkinkan mahasiswa arsitektur untuk berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide inovatif, dan merespons tugas dan tantangan arsitektur dengan lebih efektif.
3. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial dalam
19 53
5
gelembung pribadi, penelitian ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi pengembangan strategi dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi sosial yang positif di antara mahasiswa Arsitektur di Universitas Malikussaleh. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kampus yang inklusif, kooperatif, dan mendukung pertumbuhan sosial mahasiswa.
2
2 2
6
1.5 Kerangka Alur Berpikir
Latar Belakang
1) Gelembung pribadi menyoroti pentingnya mempertimbangkan kebutuhan ruang yang sesuai dengan aktivitas dan kesejahteraan pengguna
2) Ruang interaksi sosial merupakan aspek penting dalam lingkungan kampus yang berperan dalam membentuk hubungan antarindividu, memfasilitasi kolaborasi, dan menciptakan iklim sosial yang positif.
Perumusan Masalah
1) kajian ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Unimal melalui konsep gelembung pribadi.
2) pengaruh gelembung pribadi pada kualitas dan intensitas interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Unimal.
3) pengaruh gelembung pribadi pada hubungan ruang interaksi sosial antar mahasiswa arsitektur di Unimal.
Tujuan Penelitian
1) Mengeksplorasi kajian ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Unimal melalui konsep gelembung pribadi.
2) Mengeksplorasi ruang interaksi sosial mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh melalui gelembung pribadi.
3) Menganalisis pengaruh tatanan ruang belajar terhadap tingkat kreativitas dan nilai karya akademik mahasiswa arsitektur di Unimal.
Studi Pustaka Awal
Kajian Teori Gambaran Objek/Data
Kerangka Teoritis 1) Ruang Koridor
2) Interaksi Sosial Mahasiswa
Pengamatan 1) Ruang Koridor
2) Interaksi Sosial Mahasiswa
Analisa menggunakan teori Robert Sommer (1969) Gelembung pribadi :
1) Skalatis Heroik 2) Skalatis Intim
Temuan-temuan Penelitian INPUTPROCESSPUT
17
7
1.6 Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan, memuat penjelasan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran (problem solving), metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II Tinjauan Pustaka, bab ini akan menguraikan tinjauan pustaka yang menjadi landasan teoretis penelitian. Konsep ruang interaksi sosial, teori gelembung pribadi dalam arsitektur, serta kaitannya dengan mahasiswa arsitektur akan dibahas pada bab ini. Studi kasus tentang kampus arsitektur Universitas Malikussaleh akan menjadi sorotan utama untuk memperkuat pemahaman tentang konteks penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian, memuat desain penelitian, pengumpulan data (meraih data melalui pengamatan secara senyap), kategori populasi dan sampel penelitian, analisis data (metode analisis kualitatif dan deskriptif).
BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini akan menyajikan hasil penelitian mengenai identifikasi gelembung pribadi mahasiswa arsitektur Unimal serta pengaruhnya terhadap kreativitas mahasiswa. Pembahasan yang mendalam akan dilakukan untuk menguraikan temuan-temuan penting yang muncul dari analisis data.
BAB V Penutup, bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian, merangkum temuan utama yang telah disajikan sebelumnya. Selain itu, bab ini juga akan menyajikan saran-saran yang dapat diimplementasikan untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan, baik dalam konteks penelitian maupun praktik arsitektur secara lebih luas.
12
14 21
22 31
48
55
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terminologi
a. Ruang
Ruang adalah konsep yang luas dan melibatkan area yang memiliki dimensi dan batasan tertentu. Ini adalah konsep fundamental dalam berbagai bidang, termasuk arsitektur, desain, psikologi lingkungan, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Ruang dapat merujuk pada area fisik yang dapat diisi dengan benda, manusia, atau entitas lainnya. Namun, ruang juga dapat memiliki konotasi abstrak, seperti ruang pikiran atau ruang virtual. “Space is real in the same sense that commodities are real since (social) space is a (social) product” (Lefebvre 2000:26) . Menurut Lefebvre (1991), ruang adalah elemen kunci dalam merancang bangunan dan lingkungan. Ruang arsitektur melibatkan pemikiran tentang tata letak, dimensi, proporsi, dan pencahayaan. Desainer arsitektur menciptakan ruang dengan mempertimbangkan fungsi, keindahan, dan pengalaman pengguna. Mereka memikirkan bagaimana ruang akan digunakan, bagaimana orang berinteraksi dengan ruang tersebut, dan bagaimana ruang tersebut menciptakan atmosfer yang diinginkan.
Dalam psikologi lingkungan, ruang juga merupakan topik yang penting.
Para ahli psikologi lingkungan mempelajari bagaimana ruang fisik mempengaruhi perilaku, kesejahteraan, dan interaksi sosial individu. Mereka memperhatikan faktor-faktor seperti pencahayaan, warna, tata letak, dan pengaturan ruang untuk memahami bagaimana hal-hal tersebut dapat memengaruhi suasana hati, konsentrasi, dan produktivitas.
Salah satu pakar dalam studi ruang adalah Kevin Lynch, seorang arsitek dan ahli perencanaan kota. Ia terkenal karena kontribusinya dalam memahami bagaimana manusia mempersepsikan dan berinteraksi dengan lingkungan mereka, termasuk ruang. Dalam karyanya "The Image of the City" (1960), Lynch mengidentifikasi lima elemen utama dalam memahami ruang: jalan, blok, bangunan, distrik, dan jaringan. Ia menjelaskan bagaimana elemen-elemen ini
57
9
membentuk gambaran mental individu tentang lingkungan mereka dan memengaruhi cara mereka bergerak dan berinteraksi.
Lynch menjelaskan bahwa pemahaman individu tentang ruang didasarkan pada pengalaman mereka dengan elemen-elemen tersebut. Individu membentuk citra mental tentang lingkungan mereka berdasarkan persepsi dan pengalaman mereka dengan jalan-jalan, blok, bangunan, distrik, dan jaringan yang membentuk lingkungan tersebut. Citra mental ini memengaruhi cara mereka bergerak, berinteraksi, dan membentuk hubungan dengan lingkungan sekitarnya.
b. Interaksi
Interaksi adalah proses saling mempengaruhi antara individu, kelompok, atau entitas lainnya. Melibatkan pertukaran informasi, komunikasi, dan respons terhadap tindakan atau perilaku orang lain. Interaksi dapat berlangsung dalam berbagai konteks, seperti interaksi sosial, komunikasi antarpribadi, kerjasama tim, atau antara manusia dan teknologi. Interaksi sosial adalah jenis interaksi yang melibatkan individu atau kelompok dalam berbagai situasi sosial yang meliputi komunikasi verbal dan nonverbal, seperti percakapan, gerakan, ekspresi wajah, dan interaksi fisik. Interaksi sosial berperan penting dalam membangun hubungan antarindividu, menetapkan norma sosial dan membentuk identitas sosial.
Komunikasi interpersonal adalah bentuk interaksi yang melibatkan pertukaran informasi, pemahaman, dan ekspresi antara dua orang atau lebih. Ini melibatkan kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, memahami, dan merespons dengan efektif. Komunikasi interpersonal mempengaruhi hubungan personal, pekerjaan tim, dan interaksi dalam kelompok sosial.
Salah satu pakar dalam studi interaksi adalah Erving Goffman, seorang sosiolog yang terkenal dengan karya-karyanya tentang dramaturgi sosial. Dalam bukunya yang berjudul "The Presentation of Self in Everyday Life" (1959), Goffman mengajukan konsep dramaturgi sosial untuk menjelaskan bagaimana individu memainkan peran dalam interaksi sosial. Ia menekankan pentingnya simbolik, ekspresi wajah, dan interaksi fisik dalam membentuk impresi sosial.
61
10
Pemahaman yang lebih baik tentang interaksi dapat membantu kita memahami dinamika sosial, komunikasi antarpribadi, kerja sama tim, dan hubungan manusia dengan teknologi. Dalam berbagai bidang, seperti psikologi sosial, sosiologi, antropologi, dan ilmu komunikasi, penelitian tentang interaksi terus berkembang untuk memahami kompleksitas dan dampak interaksi manusia dalam berbagai konteks (Hickman, 2013) .
c. Sosial
Menurut Emile Durkheim (1858-1917) arti kata sosial adalah keberadaan independen yang memengaruhi individu dan masyarakat secara luas. Ia menekankan bahwa sosial memiliki kekuatan yang lebih besar daripada individu, dan norma-norma, nilai-nilai, dan struktur sosial memainkan peranan yang penting untuk membentuk suatu tindakan dan perilaku individu.
Salah satu karya terkenal Durkheim adalah bukunya yang berjudul "The Division of Labor in Society" (1893), di mana ia mengemukakan konsep solidaritas sosial. Durkheim membagi solidaritas menjadi dua jenis, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organik. Solidaritas mekanis terjadi dalam masyarakat yang sederhana, di mana individu-individu terikat oleh kesamaan nilai dan norma yang kuat. Sementara itu, solidaritas organik terjadi dalam masyarakat yang kompleks, di mana individu-individu tergantung satu sama lain melalui spesialisasi dan saling ketergantungan dalam tugas dan peran mereka.
d. Mahasiswa
Mahasiswa adalah individu yang sedang menempuh pendidikan tinggi di perguruan tinggi atau universitas. Mereka adalah individu yang terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan diri dalam rangka memperoleh gelar akademik atau kualifikasi profesional di bidang tertentu. Mahasiswa adalah bagian integral dari sistem pendidikan tinggi dan berperan penting dalam masyarakat sebagai calon profesional di berbagai disiplin ilmu.
Mahasiswa biasanya memilih program studi atau jurusan yang sesuai dengan minat dan minat mereka. Mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan akademik, termasuk menghadiri kuliah, seminar, dan praktikum, serta melakukan penelitian
6
18
29
40 60
66
11
dan penulisan tugas atau makalah. Selain itu, mahasiswa juga terlibat dalam kegiatan sosial, organisasi mahasiswa, dan kegiatan di luar kurikulum untuk pengembangan pribadi dan pengayaan pengalaman mereka. Sebagai mahasiswa, mereka memiliki tanggung jawab untuk mencapai tujuan akademik dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan di bidang studi mereka. Mereka juga diharapkan untuk terlibat dalam diskusi intelektual, mengajukan pertanyaan, dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Mahasiswa juga diharapkan untuk mengembangkan keterampilan kritis, analitis, pemecahan masalah, dan komunikasi yang diperlukan untuk sukses dalam dunia kerja dan kehidupan setelah lulus.
Pakar yang terkait dengan studi tentang mahasiswa dan pendidikan tinggi adalah Alexander W. Astin. Astin adalah seorang profesor pendidikan tinggi dan seorang peneliti yang telah berkontribusi dalam memahami pengalaman mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan akademik dan perkembangan pribadi mereka. Dalam karyanya yang terkenal, "What Matters in College: Four Critical Years Revisited" (1993), Astin menyoroti pentingnya faktor-faktor seperti keterlibatan mahasiswa, interaksi dengan dosen dan rekan sebaya, dan lingkungan belajar yang mempengaruhi hasil belajar dan perkembangan pribadi mahasiswa.
e. Gelembung pribadi
Konsep gelembung pribadi telah banyak dipelajari dan diperdebatkan oleh para pakar dalam bidang psikologi dan antropologi. Salah satu pakar yang terkenal dalam studi gelembung pribadi adalah Robert Sommer, seorang psikolog lingkungan. Dalam bukunya yang berjudul "Gelembung pribadi: The Behavioral Basis of Design" (1969), Sommer mengkaji pentingnya mempertimbangkan kebutuhan ruang yang sesuai dengan aktivitas dan kesejahteraan individu. Menurut Tuan (1977), “What begins as undifferentiated space becomes place as we get to know it better and endow it with value … the ideas “space” and “place” require each other for definition ... Furthermore, if we think of space as that which allows movement, then place is pause; each pause in movement makes it possible for location to be transformed into place”. Maka space adalah ruang yang memuat
2 2
10 62
12
suatu pergerakan, yang dapat bertransformasi menjadi place apabila ada jeda henti dari pergerakan tersebut.
Dalam bukunya yang terkenal, "Gelembung pribadi: The Behavioral Basis of Design" (1969), Sommer menjelaskan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan ruang yang sesuai dengan aktivitas dan kesejahteraan individu. Ia menyelidiki bagaimana gelembung pribadi memengaruhi interaksi sosial dan bagaimana desain ruang dapat memenuhi kebutuhan gelembung pribadi.
Gelembung pribadi mengacu pada area fisik dan psikologis yang individu anggap sebagai milik pribadi mereka. Konsep ini melibatkan jarak interpersonal yang dianggap nyaman oleh individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Gelembung pribadi dapat bervariasi antara individu dan budaya, dan juga tergantung pada konteks sosial dan hubungan antarindividu.
Secara fisik, gelembung pribadi mencakup jarak antara individu dan orang lain ketika berinteraksi. Setiap individu memiliki preferensi yang berbeda mengenai jarak ini, yang dapat mencakup jarak intim (seperti saat berbicara dengan pasangan atau teman dekat), jarak sosial (misalnya ketika berinteraksi dengan rekan kerja), dan jarak publik (seperti ketika berada di tempat umum).
Gelembung pribadi juga mencakup aspek psikologis yang mencakup perasaan privasi, kebebasan dari gangguan, dan rasa kendali atas ruang dan lingkungan sekitar. Gelembung pribadi juga terkait dengan rasa nyaman dan keamanan dalam interaksi sosial, di mana individu merasa lebih baik ketika memiliki ruang pribadi yang dihormati.
Sommer menekankan bahwa gelembung pribadi bukan hanya tentang jarak fisik, tetapi juga tentang bagaimana ruang dan lingkungan dapat mempengaruhi perasaan individu dan interaksi mereka dengan orang lain. Ia menyoroti bahwa pengaturan ruang yang memadai dan penghormatan terhadap gelembung pribadi individu dapat berkontribusi pada kenyamanan, kepuasan, dan kualitas interaksi sosial.
8
13
2.2 Pengertian Gelembung Pribadi
Ruang merupakan prasyarat bagi pergerakan kita. Sekalipun ruang mempunyai dimensi yang tak terhingga. Namun untuk ruang kita memerlukann pembatas seperti awan, pepohonan atau benda lain yang menjadi batas visual fisik.
Melalui panca indera, seperti penglihatan, sentuhan, gerakan, dan penciuman, kita dapat merasakan ruang dan interaksi dengan lingkungan.
Sebagai makhluk sosial, kita selalu berinteraksi dengan sesama dan makhluk hidup lainnya, dan ruang merupakan salah satu yang memfasilitasi interaksi tersebut. Selama interaksi dengan objek atau orang lain, elemen arsitektur atau individu di sekitar kita menjadi terbatas dan konsep jarak muncul sebagai penghalang interaksi. Bagaimana perasaan seseorang terhadap individu yang pada waktu tertentu menjadi penentu utama terbentuknya jarak, karena perasaan akan ruang dan jarak dengan orang lain mempunyai kecenderungan untuk berubah secara dinamis. Oleh karena itu, konsep jarak tidak stabil, sebagian besar proses penentuan jarak terjadi di luar kesadaran kita.
Terdapat hubungan erat antar ruang dan antar individu, dimana keduanya saling bergantung. Dengan memahami ruang, manusia mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan merespons dengan cepat terhadap rangsangan di luar tubuhnya.
Dalam ruang yang ditempati oleh satu orang, kebutuhan ruang dapat dipenuhi tanpa batas waktu. Namun dalam lingkungan yang menyesuaikan jarak dari orang lain menjadi upaya untuk mempertahankan ruang pribadi yang diinginkan. Interaksi manusia tidak hanya terbatas pada yang diketahui saja, namun juga melibatkan orang asing.
George Simmel menggambarkan orang asing sebagai individu yang berlokasi dekat dan jauh, terlibat tetapi tidak terkait dengan suatu sikap obyektif atau netralitasnya dapat dianggap sebagai kebebasan, namun juga mempunyai potensi mengancam persepsi dan penilaian subyektif. Oleh karena itu, meskipun jarak fisik dari mereka mungkin jauh, perasaan tidak nyaman atau persepsi terhadap mereka muncul, tidak peduli seberapa dekat atau jauh kita dari mereka.
Ruang pribadi adalah gelembung ruang psikologis yang mengelilingi seorang individu. Manusia cenderung menjaga jarak minimum saat berinteraksi
1
1
4
14
dengan orang lain. Penempatan ruang dapat menjaga persepsi bebas kendali dalam situasi ramai. Situasi sulit ini dapat mengakibatkan hilangnya persepsi kebebasan dan kendali seseorang. Selain menempati ruang dapat mengkomunikasikan pesan nonverbal kepada orang lain untuk mendekatkan atau menjauhkan mereka. Sinyal non-verbal ini dapat membantu seseorang mengontrol interaksi dengan orang lain (Beck, 1992).
Hal ini terjadi karena gelembung ruang pribadi adalah suatu area yang jika ditembus oleh orang lain yang tidak diundang, dapat dianggap sebagai serangan dan pelanggaran terhadap kehidupan pribadi seseorang (Newell, 1995).
Robert Sommer telah memberikan kontribusi penting untuk memahami konsep “gelembung pribadi”. Gelembung pribadi, menurut Sommer (1969), adalah wilayah psikologis yang mengelilingi individu, memberikan perasaan privasi, keamanan, dan kendali atas lingkungan sekitarnya. Dalam pandangan Sommer, gelembung pribadi tidak hanya terdiri dari dimensi fisik, tetapi juga mencangkup aspek psikologis, emosional, dan sosial yang mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan lingkungan mereka. Sommer menekankan bahwa konsep gelembung pribadi meyoroti petingnya batas-batas psikologis yang memisahkan individu dari lingkunga luar. Gelembung pribadi ini merupakan zona di sekitar individu di mana mereka merasa aman dan bebas dari gangguan eksternal. Dalam gelembung pribadi mereka, individu dapat merasa nyaman untuk mengekspresikan diri dan melakukan aktivitas tanpa terganggu.
4
4
45
15
Seperti halnya manusia, hewan juga mempunyai batasan gelembung pribadi terhadap orang lain. Namun, berbeda dengan hewan yang bereaksi terhadap gangguan degan naluri, manusia cenderung bereaksi dengan pemikiran rasional untuk mengendalikan prilakunya.
Menurut Gifford dan Price (1979), ada dua jenis ruang yaitu ruang pribadi alfa dan ruang pribadi beta.
a) Gelembung Pribadi alfa:
Gifford dan Price menjelaskan bahwa ruang pribadi alfa adalah jarak objektif yang dapat diukur antara individu yang berinteraksi, sedangkan gelembung pribadi beta adalah pengalaman subjektif individu dalam menentukan jarak.
b) Gelembung pribadi beta:
Gelembung pribadi beta, menurut Gifford dan Price mengacu pada kepekaan individu terhadap jarak dalam lingkungan sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa gelembung pribadi beta memiliki jarak sekitar 24% lebih besar dibandingkan gelembung pribadi alfa (Gifford, 2012).
Gambar 2.1 Gelembung pribadi (Wilson, 1984)
1
1
1
16
2.2.1 Fungsi Gelembung Pribadi
Gelembung pribadi memiliki beberapa fungsi penting pada manusia dan lingkungannya. Berikut adalah beberapa fungsi utama dari gelembung pribadi:
1) Privasi: gelembung pribadi memberi individu ruang yang mereka rasa aman dan terlindungi dari gangguan. Hal ini memungkinkan individu memiliki waktu sendiri atau tanpa campur tangan orang lain.
2) Kenyamanan: gelembung pribadi menciptakan suasana yang nyaman bagi individu. Dalam gelembung pribadi, individu dapat bebas mengekpresikan dirinya tanpa tekanan dari lingkungan eksternal.
3) Kendali: gelembung pribadi memberi individu kendali atas interaksinya dengan lingkungannya. Hal ini memungkinkan individu untuk memilih sejauh mana mereka ingin terlibat dalam interaksi sosial dan lingkungan di sekitar mereka.
4) Intimasi: gelembung pribadi menciptakan peluang bagi orang untuk merasa intim dan terhubung secara mendalam dengan diri mereka sendiri atau dengan orang lain.
5) Proteksi: gelembung pribadi dapat berfungsi sebagai perlindungan terhadap rangsangan yang mengganggu atau berbahaya. Ini membantu individu menjaga kesejahteraan psikologis mereka dengan menyaring rangsangan dari lingkungan.
2.2.2 Jarak Individual
Konsep jarak individu dan ruang pribadi berkaitan dengan konsep gelembung pribadi, yaitu suatu area di sekitar individu yang memberikan rasa privasi dan kenyamanan dalam interaksi sosial. Jarak individu seperti ruang pribadi, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan situasi lingkungan tertentu. Ketika individu berinteraksi dengan orang lain, maka mereka harus menjaga jarak yang sesuai agar merasa aman dan terlindung dalam gelembung pribadinya. Jarak individu dapat berada di luar atau ruang pribadi, tergantung pada tingkat kenyamanan dan hubungan antar individu.
19
17
Ketika seseorang merasa nyaman dengan orang lain, individunya dapat berada di luar ruang pribadinya sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang lancar. Namun, dalam kasus ketidaknyamanan jarak mungkin terletak di dalam ruang pribadi yang menunjukkan gangguan pada gelembung pribadi. Mengontrol jarak pribadi dari orang lain juga merupakan cara individu mengelola gelembung pribadinya. Dengan menjaga jarak yang tepat, individu dapat merasa lebih nyaman dan lebih mengontrol interaksinya. Hal ini mencerminkan pentingnya gelembung pribadi dalam memahami bagaimana individu bereaksi dan mengatur jarak individu untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam interaksi sosial.
Manusia mengatur jarak personalnya dengan orang lain dalam pengendalian terhadap gangguan-gangguan yang ada,. Berikut pembagian jarak antar manusia menurut Edward (1972):
a. Jarak intim: fase dekat (0,00 – 0,15m) dan fase jauh (0,15 – 0,50m) Merupakan jarak nyaman untuk merangkul kekasih, sahabat, keluarga, olahraga fisik, dan hubungan seks. Pada jarak ini tidak perlu berteriak atau menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi, cukup dengan berbisik.
b. Jarak personal: fase dekat (0,50-0,75m) dan fase jauh (0,75-1,20m) Merupakan jarak nyaman untuk percakapan dua sahabat akrab.
Menggunakan gerakan tangan normal untuk berkomunikasi biasa dilakukan pada jarak ini.
c. Jarak sosial: fase dekat (1,20–2,10m) dan fase jauh (2,10–3,60m) Merupakan jarak nyaman individu dengan kegiatan yang serupa.
Berkomunikasi pada jarak ini menggunakan suara agak keras dan gerakan tubuh. Pada kenyataannya, jarak ini merupakan patokan dasar dalam pembentukan ruang atau dalam perancangan ruang
d. Jarak publik: fase dekat (3,60 – 7,50m) dan fase jauh (> 7,50m) Merupakan jarak untuk hubungan formal. Dapat dilihat pada pembicaraan lebih dari dua individu. Pada jarak ini seringkali orang sudah tidak mengindahkan sesamanya dan diperlukan usaha keras untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
1 5
18
Bryan Lawson juga menyebutkan jarak-jarak tersebut diatas dalam bukunya The Language of Space (2001). Ia mengatakan bahwa jarak-jarak tersebut telah banyak disepakati untuk tujuan desain yang berhubungan dengan pengaturan perilaku manusia.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Gelembung Pribadi
Penjelasan sebelumnya telah membahas bahwa gelembung pribadi dapat berubah-ubah. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gelembung pribadi manusia menurut (Bell, dkk, 1996) dan juga (Halim, 2005) :
a. Faktor Situasional
Gelembung pribadi dapat membesar dan mengecil tergantung dari situasi yang terjadi pada waktu tertentu. Beberapa faktor situasional tersebut antara lain :
1) Ketertarikan (Attraction)
Interaksi antar individu dapat dipicu oleh ketertarikan seseorang terhadap individu lain. Diawali dengan proses persepsi dimana seseorang merasa tertarik dalam berinteraksi dengan orang yang membuat dirinya tertarik. Semakin kuat daya tarik antar individu, semakin besar keinginan mereka untuk lebih dekat secara fisik.
Penelitian menunjukkan bahwa ketertarikan dapat didasarkan pada kesamaan pribadi dan gender. Menurut Byrne, individu cenderung tertarik pada orang yang mempunyai kepribadian serupa dengan yang tidak. Pasangan dengan kepribadian serupa menjadi lebih dekat dibandingkan pasangan dengan kepribadian berbeda.
Edwards mengemukakan bahwa perempuan merenspons ketertarikan pada jarak spasial yang lebih dekat dibandingkan laki-laki. Bell menambahkan, jarak antar teman dekat lawan jenis cenderung mengecil karena perempuan lebih cenderung mendekati pria yang disukainya.
2) Kesamaan (Similarity)
Dalam situasi yang baru bagi seseorang, mereka cenderung mencari orang lain yang mempunyai kesamaan dengan pemahaman tentang kesamaan ini wajar, karena dalam situasi yang asing, individu cenderung mencari keakraban atau rasa aman dalam interaksi sosial. Jika tidak ada individu yang dikenal dalam kelompok, maka mereka akan cenderung mencari orang lain yang menurut mereka dapat
1
1
19
memberikan kenyamanan dalam interaksi. Dalam konteks ini, individu akan mengevaluasi situasi dan orang secara individu, mencari orang yang mereka anggap memiliki kesamaan dengan mereka.
Skorjanc menunjukkan bahwa salah satu fungsi ruang pribadi adalah untuk melindungi diri dari ancaman, sehingga orang besar berinteraksi dengan individu lain yang memiliki karakteristik serupa dibandingkan dengan individu berbeda.
Dengan asumsi bahwa individu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang yang serupa dengan miliknya, maka mengurangi potensi ancaman yang dapat timbul.
3) Jenis Interaksi
Faktor lain yang mempengaruhi ruang pribadi adalah situasi tertentu, seperti dalam rapat, dimana setiap orang dapat menghadirkan ruang pribadi yag berbeda.
Posisi kursi ddalam rapat umumnya telah diatur dengan jarak tertentu. Semakin menyenangkan suatu kegiatan maka semakin orang mengurangi ruang pribadinya, sedangkan sebaliknya. Namun, dalam keadaan yang tidak menyenangkan, interaksi cenderung memperluas ruang pribadi, kecuali saat seseorang marah.
b. Faktor Individual 1) Budaya dan Ras
Edwards (1972) menegaskan bahwa individu yang tumbuh dalam budaya yang berbeda akan mengalami pembelajaran yang berbeda pula (Halim, 2005).
Perbedaan dalam budaya tercermin dalam jarak interpersonal, seperti yang dijelaskan oleh Robert Sommer bahwa orang Inggris umumnya mempertahankan jarak yang lebih besar daripada orang Perancis atau Amerika Selatan (Sommer, 1969).
2) Jenis Kelamin
Perempuan cenderung mengurangi jarak gelembung pribadinya ketika berinteraksi dengan orang yang mereka kenal atau akrab. Semakin dekat hubungan, semakin kecil gelembung pribadinya. Di sisi lain, pada pria, tingkat keakraban dengan sesama jenis tidak memengaruhi ukuran gelembung pribadinya. Gifford (1982) mencatat bahwa secara umum, hubungan antara pria memiliki jarak gelembung pribadi terbesar, diikuti oleh hubungan antara wanita, dan terakhir adalah hubungan antara lawan jenis (Laurens, 2004).
1
1
1
51
20
3) Usia
Menurut Aiello (1987) dan Hayduk (1983), pola spasial anak-anak di bawah usia lima tahun bervariasi, tetapi ketika mencapai usia enam tahun dan seterusnya hingga dewasa, jarak interpersonalnya cenderung meningkat (Halim, 2005). Selain itu, Hayduk (1983) juga mencatat bahwa secara umum, semakin tua seseorang, semakin besar jarak gelembung pribadi yang mereka pertahankan terhadap orang- orang tertentu (Halim, 2005). Pada masa remaja, gelembung pribadi terhadap lawan jenis cenderung lebih besar daripada pada masa anak-anak.
4) Tipe kepribadian
Kepribadian individu memiliki pengaruh terhadap ukuran gelembung pribadi yang mereka butuhkan. Orang dengan kepribadian eksternal, yang cenderung merasa bahwa faktor-faktor eksternal mempengaruhi kehidupan mereka lebih banyak, biasanya memerlukan gelembung pribadi yang lebih luas daripada orang dengan kepribadian internal, yang cenderung merasa bahwa faktor-faktor internal lebih dominan. Individu yang bersifat introvert, yang cenderung enggan bersosialisasi dan lebih pemalu, biasanya membutuhkan gelembung pribadi yang lebih besar. Di sisi lain, individu yang bersifat ekstrovert, yang lebih mudah bergaul, cenderung membutuhkan gelembung pribadi yang lebih kecil.
2.2.4 Gelembung Pribadi dan Arsitektur
Gelembung pribadi dimiliki oleh setiap individu. Dalam konteks ini, gelembung pribadi merupakan bagian integral dari sifat kemanusiaan seseorang.
Berbagai teori menjelaskan bahwa tidak adanya gelembung pribadi dapat menyebabkan ketidaknyamanan, ketidakamanan, stress, ketidakseimbangan, kesehatan yang buruk dan pembatasan kebebasan individu. Oleh karena itu, pentingnya gelembung pribadi dalam penentu interaksi antar individu sangatlah signifikan.
Pengetahuan tentang gelembung pribadi dapat menjadi aset bagi seorang arsitek dalam memahami kebutuhan ruang. Sejumlah penelitian telah menyoroti peran gelembung pribadi dalam lingkungan, khususnya di interior ruang publik seperti perpustakaan, bandara, sekolah, dan kantor. Hal ini menyoroti pentingnya
1 59
21
memberikan perhatian dan memahami kebutuhan psikologis individu ketika merancang lingkungan yang mendorong kesejahteraan dan interaksi sosial yang positif.
Peran suatu gelembung pribadi terhadap desain arsitektur dapat dibagi menjadi dua, sebagai berikut:
a) Ruang Sosiopetal (Sociopetal)
Istilah "sosiopetal" merujuk pada desain arsitektur yang dirancang untuk memfasilitasi interaksi sosial. Contohnya adalah meja makan, di mana anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja makan dan berhadapan satu sama lain.
Selain dari tata letak perabotan, pengaturan ruang juga memegang peranan penting dalam membentuk lingkungan yang mendukung interaksi sosial.
b) Ruang Sosiofugal (Sosiofugal)
Istilah "sosiofugal" merujuk pada desain arsitektur yang dirancang untuk mengurangi interaksi sosial. Contohnya adalah ruang tunggu di stasiun kereta atau bandara, di mana para pengunjung duduk dengan posisi saling membelakangi.
2.3 Komunal Ruang Interaksi Sosial
Ruang komunal merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat, berperan sebagai tempat berinteraksi dan melakukan kegiatan bersama dalam perkembangan kehidupan. Menurut Wellman dan Leighton, ruang komunal adalah suatu ruang yang dipengaruhi oleh tiga unsur utama : manusia sebagai aktor, aktivitas yang dilakukan, dan pemikiran manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ruang komunal merupakan tempat terjadinya interaksi sosial secara alami, sehingga memungkinkan individu untuk saling mempengaruhi dalam lingkungan yang terstruktur.
Menurut Shirvani, ruang bersama merupakan tempat sering berlangsungnya aktivitas publik, seperti arisan, permainan, dan interaksi antarwarga. Interaksi sosial sebagaimana menurut Walgito adalah suatu timbal balik antar individu yag saling mempengaruhi. Keberadaan ruang bersama menjawab kebutuhan akan forum sosial dan kegiatan bersama dalam masyarakat.
Menurut Yiftachel dan Hedgcock, keberlanjutan sosial sebuah kota
5
23 33
36
22
mencerminkan kapasitas untuk menjadi tempat yang kondusif bagi interaksi manusia, komunikasi, dan pengembangan budaya. Ruang komunal dalam kota menjadi indikator penting bagi keberlangsungan interaksi sosial. Oleh karena itu, ruang bersama memainkan peran penting dalam mendorong kehidupan sosial yang berkelanjutan di komunitas perkotaan.
Komunal ruang interaksi sosial kampus merujuk pada tempat-tempat di perguruan tinggi atau universitas di mana mahasiswa berkumpul dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, membagikan ide, dan membentuk hubungan sosial yang kuat. Kampus yang kaya dengan kesempatan interaksi, istilah "komunal" mengacu pada konsep yang terkait dengan kehidupan komunitas dan memiliki sifat kolektif (Purwanto, 2012).
Kesamaan orientasi sosial adalah faktor yang mempengaruhi interaksi sosial di ruang komunal. Ini merujuk pada keselarasan nilai-nilai, minat, tujuan, dan pandangan antara individu yang berinteraksi. Ketika individu memiliki orientasi sosial yang sama, mereka lebih cenderung berbagi minat, memiliki perspektif yang serupa, dan saling mendukung dalam mencapai tujuan mereka. Kesamaan orientasi sosial menciptakan landasan yang kuat untuk berinteraksi dalam ruang komunal, karena mereka memiliki kesamaan pemahaman, kepentingan, dan visi yang memudahkan komunikasi dan kolaborasi yang efektif.
Orientasi mentalitas dan intelektualitas di luar jam belajar menekankan minat dan dedikasi individu dalam terus belajar, mengembangkan diri, dan memperluas pengetahuannya di luar lingkungan pendidikan formal. Dalam konteks ini, mereka mencari pengetahuan baru melalui membaca, diskusi, partisipasi dalam kegiatan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan kritis, analitis, dan kreatif serta memperluas pemahaman tentang berbagai aspek kehidupan. Keseluruhan, komunal ruang interaksi sosial kampus dan orientasi mentalitas dan intelektualitas di luar jam belajar saling melengkapi, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan sosial dan intelektual mahasiswa di dalam dan di luar kampus.
2 37
23
2.3.1 Jenis Ruang Komunal
Menurut A. Wijaya, ruang komunal terdiri dari dua jenis utama:
a. Ruang publik tertutup, yakni ruang komunal yang berada di dalam suatu bangunan.
b. Ruang publik terbuka, yakni ruang komunal yang terletak di area terbuka di luar bangunan (open space).
Dalam ruang komunal, faktor sosial menjadi syarat utama untuk menghidupkan suasana berkumpul yang memungkinkan interaksi antar individu.
Selain faktor sosial, faktor lingkungan juga memainkan peran penting. Lingkungan yang nyaman akan meningkatkan daya tarik ruang tersebut sehingga orang-orang dapat beraktivitas di dalamnya dengan lebih nyaman.
Area ruang komunal juga dapat dikategorikan berdasarkan perilaku masyarakat, yang meliputi:
a) Ruang komunitas yang direncanakan dan dimanfaatkan secara efektif.
b) Area umum yang direncanakan namun tidak dimanfaatkan.
c) Area umum yang tidak direncanakan tetapi terbentuk karena tindakan atau perilaku masyarakat.
2.4 Interpretasi Gelembung Pribadi dalam Interaksi Sosial
Dimensi visual berdasarkan skalatis adalah konsep yang mengacu pada kemampuan seseorang dalam memproses informasi visual dengan tingkat kejelasan, detail, dan kompleksitas yang berbeda-beda (Gibson, J. J. 1979). Skala visual yang tinggi dapat memengaruhi sikap yang berkaitan dengan mental dan intelektual seseorang (Kosslyn et al., 2001).
Seseorang dengan skala visual yang tinggi cenderung memiliki sikap yang lebih analitis, kreatif, dan berpikir secara holistik. Mereka mampu memperhatikan detail kecil, memahami pola dan hubungan yang kompleks, serta membayangkan objek atau solusi dengan jelas (Nisbett, R. E., & Wilson, 1977). Kepekaan visual yang baik juga dapat mempengaruhi sikap yang teliti dan presisi dalam pemahaman informasi. Namun, penting untuk diingat bahwa skala visual hanyalah salah satu aspek dari berbagai faktor yang mempengaruhi sikap mental dan intelektual
11
24
seseorang (Margawati, 2014). Kemampuan verbal, logika, kreativitas verbal, serta pengalaman dan pendidikan juga turut berperan dalam membentuk sikap secara keseluruhan.
1. Skalatis Heroik:
Gelembung pribadi yang Luas: Individu dengan preferensi skalatis heroik cenderung membutuhkan gelembung pribadi yang lebih luas, dengan jarak fisik yang lebih besar antara diri mereka dan orang lain.
Aspek Mental: Skalatis heroik dapat berhubungan dengan sikap mental yang cenderung independen dan introvert. Individu ini mungkin lebih suka bekerja secara mandiri, memiliki waktu dan ruang pribadi untuk berpikir secara mendalam, dan mempertimbangkan solusi atau ide-ide dengan lebih teliti. Skalatis heroik dapat memberikan mereka ruang untuk refleksi, introspeksi, dan pengembangan pemikiran yang lebih mendalam.
2. Skalatis Intim:
Gelembung pribadi yang Dekat: Skalatis intim menggambarkan preferensi individu terhadap gelembung pribadi yang lebih dekat, dengan jarak fisik yang lebih kecil antara diri mereka dan orang lain.
Aspek Intelektual: Skalatis intim berhubungan dengan sikap intelektual yang cenderung ekstrovert dan kolaboratif. Individu dengan preferensi skalatis intim mungkin lebih terbuka terhadap interaksi sosial, menghargai kontak fisik, dan lebih suka berinteraksi secara intensif dengan orang lain. Dalam konteks intelektual, mereka dapat menunjukkan sikap yang lebih adaptif terhadap bekerja dalam kelompok, berbagi ide, dan berdiskusi secara aktif.
Skalatis heroik dan skalatis intim memiliki pengaruh terhadap sikap mental dan intelektual individu, tetapi dalam aspek yang berbeda (Aiello & Baum, 2016).
Skalatis heroik lebih berkaitan dengan sikap mental yang independen, introvert, dan pemikiran mendalam, sementara skalatis intim lebih berkaitan dengan sikap intelektual yang ekstrovert, kolaboratif, dan adaptif dalam konteks sosial (Hayduk, 2001).
25
2.5 Eksistensi Ruang Informal
Keberadaan ruang informal menjadi penting dalam konteks ruang bersama.
Ruang informal adalah kawasan lingkungan yang tidak diatur dan tidak direncanakan secara resmi, tetapi berfungsi sebagai tempat interaksi sosial dan aktivitas sehari-hari. Ruang-ruang informal terbentuk seringkali sebagai respons terhadap preferensi lokal serta dinamika sosial yang ada.
Ruang informal di lingkungan kampus bisa bermacam-macam bentuknya, seperti perpustakaan, kantin, tangga atau bahkan koridor antar gedung. Keberadaan ruang informal ini penting karena memberrikan kesempatan kepada siswa dan anggota komunitas untuk bersosialisasi tanpa tekanan formal.
Keberadaan ruang informal juga mencerminkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi lingkungan kampus terhadap kebutuhan mahasiswa yang dinamis. Meski tidak terorganisisr secara formal, ruang sering kali menjadi tempat menuculnya ide-ide kreatif, tempat terjadinya kolaborasi dan tempat menguatnya hubungan antar individu. Oleh karena itu, penting bagi pengelola kampus untuk mendukung keberadaan ruang informal tersebut sehingga memfasilitasi interaksi sosial yang bermakna dan produktif di lingkungan kampus.
Dimensi visual berdasarkan skalatis adalah konsep yang mengacu pada kemampuan seseorang dalam memproses informasi visual dengan tingkat kejelasan, detail, dan kompleksitas yang berbeda-beda. Skala visual yang tinggi dapat memengaruhi sikap yang berkaitan dengan mental dan intelektual seseorang (Hakim & Utomo, 2003).
Dalam bukunya yang berjudul "The Great Good Place", Ray Oldenburg memperkenalkan konsep Third Place (Tempat Ketiga) sebagai elemen kunci dalam membangun kehidupan sosial yang sehat dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Third Place merujuk pada suatu lingkungan yang berada di luar rumah (first place) dan tempat kerja (second place). Ini adalah tempat di mana orang berkumpul secara informal, tanpa tekanan waktu atau tujuan tertentu, untuk berinteraksi, menghabiskan waktu luang, dan membangun hubungan sosial (Oldenburg, 1989).
32
26
Third Place bukan hanya sekadar lokasi fisik, tetapi juga menciptakan suasana yang mempromosikan rasa kebersamaan, keterikatan, dan komunitas. Di sini, orang merasa diterima, nyaman, dan merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Ketika individu menghabiskan waktu di Third Place, mereka merasakan adanya ikatan sosial yang kuat dengan orang-orang di sekitarnya, memungkinkan pertukaran gagasan, pengalaman, dan dukungan yang saling memperkaya.
Third Place bisa berupa kafe, taman kota, perpustakaan, toko buku, atau tempat-tempat lain di mana orang dapat berkumpul secara informal. Pentingnya Third Place dalam masyarakat adalah bahwa tempat-tempat ini memfasilitasi interaksi sosial yang lebih mendalam daripada yang mungkin terjadi di rumah atau tempat kerja. Mereka memainkan peran penting dalam memupuk hubungan antarindividu, mempromosikan kesejahteraan mental dan emosional, dan memperkaya kehidupan sosial masyarakat secara keseluruhan.
Oldenburg menggambarkan Third Place sebagai suatu "jantung sosial"
dalam masyarakat, sebuah tempat di mana individu merasa benar-benar nyaman, diterima, dan terhubung dengan orang lain. Third Place mencangkup lingkungannya yang santai, ramah, dan inklusif, menciptakan suasana di mana individu dapat berinteraksi tanpa tekanan atau batasan yang kaku. Tempat ini menjadi sumber yang kuat untuk hubungan sosial, memfasilitasi pertukaran gagasan, dan membangun ikatan yang saling mendukung antar individu (Larice dan Macdonad, 2007).
30
27
Gambar 2.2 Diagram Third Place (Penulis, 2023)
First place bagi mahasiswa merujuk pada tempat tinggalnya yang berfungsi sebagai tempat privasi untuk dapat mengembangkan diri, bersantai, dan memulihkan energi setelah beraktivitas di luar. Second Place merujuk pada lingkungan kampus dan ruang belajar seperti perpustakaan, pusat studi, atau kafe kampus.
Second Place sering menjadi tempat pertemuan informal dan kolaborasi antar mahasiswa, memfasilitasi berbagi pengetahuan dan pengalaman. Second Place, atau tempat kedua, merupakan area di kampus yang sering kali menjadi pusat aktivitas informal dan kolaborasi di antara mahasiswa. Ini adalah tempat di mana mahasiswa dapat berkumpul untuk berdiskusi, berbagi ide, dan saling belajar satu sama lain tanpa adanya batasan formal seperti di dalam kelas. Mahasiswa sering kali mengadakan pertemuan informal untuk membahas topik-topik akademis, proyek-proyek kuliah, atau pengalaman pribadi mereka dalam menghadapi tantangan akademis. Diskusi semacam ini memungkinkan mereka untuk memperdalam pemahaman mereka tentang materi pelajaran dan menggali sudut pandang baru dari rekan-rekan sejawat mereka.
Third Place bagi mahasiswa berupa kedai kopi di sekitar kampus, taman kota, atau ruang publik di luar lingkungan kampus. Di Third Place, mereka dapat berbagi cerita, mendiskusikan topik yang tidak terkait dengan studi, dan merasa terhubung dengan mahasiswa lain yang memiliki minat yang sama. Tempat ini juga menjadi
46
28
sumber inspirasi dan relaksasi bagi mahasiswa (Suyudhi & Hadiwono, 2020).
2.6 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Yusuf Agung
Pratama, Wisnu Setiawan
Pengaruh Desain Dan Fasilitas Ruang Kelas
Kampus Ums
Terhadap Perilaku Mahasiswa
Mahasiswa banyak melakukan kegiatan selain belajar dalam ruang kelas. Kegiatan selain belajar banyak terjadi pada area belakang. Mahasiswa dalam melakukan aktivitas selain belajar selalu menghindari kontak dengan dosen.
2. Dedi Hantono, Diantara Pramitasari, 2018
Aspek Prilaku Manusia Sebagai Mahkluk Individu Dan Sosial Pada Ruang Terbuka Publik
Ruang publik tetap mempertimbangkan kebutuhan akan privasi bagi individu, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebudayaan, agama, dan jenis kelamin.
3. Ni Putu Ratih Pradnyaswari Anasta Putri, 2015
Perilaku Dan Teritori Penghuni
Pada Ruang
Komunal Kos Putri Casa Sofia, 2015
Pemilihan ruang oleh pelaku atau individu untuk melakukan sebuah ruang teritori antar lain disebabkan oleh: (1) kemudahan akses; (2) suasana ruang; (3) pencahayaan yang nyaman; (4) dukungan dari furniture; dan (5) view yang nyaman.
4. Taufan Hidjaz, 2011
Interaksi Perilaku Dan Suasana Ruang di Perkantoran Studi Kasus di 2
Penyesuaian variabel yang membentuk kualitas lingkungan, baik melalui komponen fisik seperti desain interior, maupun
1
1 1
1 7
20 28
29
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 2.7 Kebaruan Penelitian
Penelitian sebelumnya telah banyak menginvestigasi prilaku dan interaksi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan menganalisis keterkaitan antara perilaku manusia dengan persepsi mereka terhadap gelembung pribadi, baik secara visual maupun sensorik. Penelitian tersebut sering dilakukan di tempat- tempat umum seperti ruang kerja, stasiun, rumah susun, ruang komunal, dan lain sebagainya, dengan menggunakan metodologi kualitatif yang melibatkan
Lokasi Kantor Pusat PT.Telkom, Bandung
melalui komponen psikologis, memiliki dampak yang berbeda pada perilaku karyawan di dua gedung kantor pusat PT Telkom yang sedang diselidiki.
5. Heiko Hecht, Robin Welsch, Jana Viehoff, Matthew R.
Longo, 2019
The Shape Of Gelembung pribadi
Jenis kelamin memiliki dampak signifikan terhadap ukuran gelembung pribadi individu, dengan gelembung pribadi cenderung lebih kecil pada wanita daripada pada pria.
Namun, faktor-faktor seperti tinggi badan dan preferensi juga turut mempengaruhi ukuran gelembung pribadi.
6. Muhammad Galih Himawan, 2018
Persepsi Ruang Personal
Penggunaan
Fasilitas Ruang Tunggu Stasiun Gubeng Surabaya
Subjek penelitian ini mengungkapkan perasaan yang berbeda-beda mengenai kenyamanan ruang personal mereka.Faktor penyebabnya adalah usia, jenis kelamin, ras/suku.
1
1 1
1
1 25
64
30
pengumpulan data melalui angket dan observasi.
Penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengaplikasikan teori-teori tentang gelembung pribadi ke dalam aktivitas, yang merupakan pendekatan berbeda dari penelitian sebelumnya yang lebih berfokus pada interaksi sosial. Peneliti berusaha untuk menganalisis bagaimana mahasiswa mempersepsikan gelembung pribadi saat mereka sedang berinteraksi, dengan koridor sebagai lingkungan penelitian. Hal ini mengakui bahwa gelembung pribadi tidak hanya relevan ketika individu berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga ketika mereka terlibat dalam aktivitas tertentu, seperti berinteraksi. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah pada gelembung pribadi dalam konteks aktivitas interaksi sosial.
21
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Arsitektur Universitas Malikussaleh yang berada di Jl. Samudera Lama, Lancang Garam, Lhokseumawe, Aceh. Ruang- ruang kampus yang memiliki kapasitas yang berbeda akan menjadi fokus pengamatan. Ruang-ruang tersebut akan dipilih berdasarkan kepentingan penelitian dan representatifitas terhadap populasi mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh.
(a)
(b)
Gambar 3.1 (a)(b) Peta Kota Lhokseumawe (Google Maps)
16
26
32
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Kampus Arsitektur Universitas Malikussaleh di Jl.
Samudera, Lancang Garam, Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Penelitian dilakukan selama 1 bulan pada pagi sampai sore hari waktu perkuliahan.
(a) (b)
Gambar 3.2 : (a) (b) Titik Lokasi Penelitian (Googlemaps, 2024)
(a) (b) (c)
Gambar 3.3 (a) Denah Lantai 1, (b) Denah Lantai 2, (c) Denah Lantai 3 (Data Penulis, 2023)
Penelitian dilakukan pada koridor lantai 1, 2, dan 3 kampus arsitektur Universitas Malikussaleh. Fokus penelitian adalah mengamati interaksi sosial
13 43
54
58
33
mahasiswa di area tersebut, dengan tujuan untuk memahami dinamika gelembung pribadi dan skalatis heroik maupun intim yang terjadi di lingkungan koridor kampus.
Tabel 3.1 Waktu Pengumpulan Data (Penulis, 2023)
Minggu pertama Senin, 22 Mei 2023 Pagi
Masuk kuliah 08.00-10.00, pulang kuliah 10.00-12.00
Siang
Masuk kuliah 14.00-15.30, pulang kuliah 15.30-17.00 Selasa, 23 Mei 2023
Rabu, 24 Mei 2023 Kamis, 25 Mei 2023 Jumat, 26 Mei 2023 Minggu kedua Senin, 05 Juni 2023 Selasa, 06 Juni 2023 Rabu, 07 Juni 2023 Kamis, 08 Juni 2023 Jumat, 09 Juni 2023 Minggu ketiga Senin, 12 Juni 2023 Selasa, 13 Juni 2023 Rabu, 14 Juni 2023 Kamis, 15 Juni 2023 Jumat, 16 Juni 2023 Minggu keempat Senin, 19 Juni 2023 Selasa, 20 Juni 2023 Rabu, 21 Juni 2023 Kamis, 22 Juni 2023 Jumat, 23 Juni 2023
3.3 Fokus Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan gelembung pribadi, disertai dengan analisis Kualitatif dan teknik deskriptif (Denzin & Strauss, 1988), yang bertujuan untuk meraih data melalui pengamatan secara senyap guna memahami kenyataan interaksi mahasiswa terhadap kapasitas ruang tertentu yang relevan untuk memenuhi validitas tertentu. Pendekatan gelembung pribadi bertujuan untuk meneliti orientasi manusia yang tanggap terhadap keberadaan ruang disekitarnya.
Analisis kualitatif bertujuan menjelaskan fenomena yang terjadi pada objek penelitian dengan pengumpulan data.
Teknik deskriptif merupakan cara mengumpulkan data dengan menganalisis dan mengolah yang kemudian menyajikan data hasil observasi agar orang lain dapat mengetahui gambaran mengenai objek penelitian yang sudah diteliti dalam bentuk bahasa dan kata-kata. Pendekatan deskriptif digunakan
3 9
9 9
56
34
sebagai cara untuk memetakan dan merekam jejak interaksi mahasiswa, sehingga dapat merumuskan realita sosial yang mempengaruhi tingkat kualitas dan kreativitas akademik mahasiswa. Metode diatas digunakan dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data langsung dari lokasi penelitian, menganalisis fenomena yang terjadi pada mahasiswa arsitektur Universitas Malikussaleh yang ditentukan.
Peneliti hanya melakukan pengumpulan data melalui pengamatan secara senyap. Peneliti akan mengamati interaksi mahasiswa dalam ruang kampus yang ditentukan tanpa mengganggu alur interaksi yang sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan penuh kehati-hatian untuk mencatat perilaku, komunikasi, pola interaksi, dan dinamika kelompok mahasiswa. Data juga dapat direkam secara tertulis atau dengan menggunakan teknologi seperti audio atau video, dengan memperhatikan kebijakan privasi dan etika penelitian.
27
35
3.4 Sumber Data
Data yang dihasilkan pada penelitian ini berasal dari survei langsung dari peneliti yang diambil pada objek yang dituju yaitu dengan melakukan metode observasi dan dokumentasi. Sumber data lainnya yaitu berupa studi literatur yang didapatkan dari buku, jurnal dan internet. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa pergerakan mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh yang aktif terlibat dalam interaksi sosial di ruang kampus yang ditentukan.
Observasi yang dilakukan pada lapangan menghasilkan data primer dan data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini. Data primer yang berupa data yang didapatkan langsung pada lokasi penelitian atau survei langsung, sedangkan data sekunder adalah data yang di dapatkan dari studi kepustakaan yaitu mendapatkan informasi lengkap dari literatur atau referensi yang menjadi parameter dan arahan pada penelitian ini. Cara yang digunakan dalam pengambilan data ketika penelitian seperti observasi yaitu pengamatan dan pencatatan terhadap perilaku, pola interaksi, dan dinamika kelompok mahasiswa untuk merumuskan realita sosial yang mempengaruhi tingkat kualitas dan kreativitas akademik mahasiswa.
Gambar 3.1 Metode Memperoleh Data (Analisa Penulis, 2023)
Merekam jejak interaksi mahasiswa untuk memenuhi
validitas tertentu Pengamatan secara senyap
pemilihan sampel yang mewakili populasi mahasiswa arsitektur
secara umum
Memperhatikan dan mencatat setiap aktivitas beserta dengan
pergerakan aktivitasnya Observasi
Sesuai dengan teori gelembung pribadi (Robert Sommer) Menentukan dan memilih sampel
di objek penelitian Observasi
Berdasarakan teknik sampling purposive
24 34
35
39
50
36
3.5 Variabel Penelitian
Penelitian ini mempunyai indikator pemikiran yaitu gelembung pribadi yang didasari oleh indikator skalatis heroik (mental), skalatis intim (intelektual).
indikator skalatis heroik (mental), skalatis intim (intelektual), digunakan untuk menganalisis orientasi manusia yang tanggap terhadap keberadaan ruang disekitarnya. Indikator ini memungkinkan peneliti untuk memahami bagaimana mahasiswa arsitektur di Universitas Malikussaleh merespons dan berinteraksi dengan lingkungan kampus yang ditentukan. Partisipan dalam penelitian akan dipilih melalui proses pemilihan sampel yang mencerminkan populasi mahasiswa arsitektur secara umum, sehingga hasil penelitian dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang pola pikir dan perilaku mahasiswa arsitektur terkait dengan ruang interaksi kampus.
Pakar Teori Indikator Parameter Keterangan
Robert Sommer (1969)
Gelembung pribadi (gelembung pribadi) adalah sebuah konsep yang mengacu pada area ruang yang dianggap sebagai ruang pribadi atau jarak yang diharapkan antara individu dan orang lain.
Gelembung pribadi
Skalatis heroik
Skalatis intim
Praktik komunikasi interaksi dan ruang informal mahasiswa arsitektur Universitas Malikussaleh
Ide atau gagasan menjelaskan fisik dan non fisik
Tabel 3.1 Variabel Penelitian (Analisa Penulis, 2023) 16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi Ruang Interaksi Mahasiswa
Ruang interaksi dalam arsitektur merujuk pada ruang di mana orang, barang, atau informasi bergerak dari satu daerah ke daerah lain atau dari daerah asal menuju daerah tujuan. Ruang interaksi ini memainkan peran penting dalam menciptakan hubungan sosial dan komunikasi antar manusia (Casnugi, 2017).
Ruang di luar ruang kelas, yang sering disebut sebagai "ruang berkumpul", merupakan lingkungan yang penting bagi mahasiswa dalam mengembangkan interaksi sosial, kolaborasi, dan keterlibatan di dalam kampus. Ruang ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pertemuan informal, diskusi santai, dan berbagai kegiatan sosial di antara mahasiswa. Salah satu aspek penting dari ruang berkumpul adalah fleksibilitas. Ruang ini harus memiliki penyesuaian dan adaptasi untuk berbagai jenis interaksi.
Istilah ruang berkumpul adalah ruang yang didesain untuk memberikan lingkungan yang nyaman dan mendorong mahasiswa untuk berinteraksi secara informal. Fungsinya lebih dari sekadar ruang kosong atau lorong di antara gedung- gedung kampus. Ruang berkumpul sering kali ditempatkan di lokasi strategis di kampus, seperti ruang koridor, ruang penerima, ruang transisi mahasiswa sehingga mudah diakses oleh mahasiswa.
Ruang berkumpul memainkan peran penting dalam orientasi ruang interaksi sosial mahasiswa. Ini menjadi tempat yang mengundang bagi mahasiswa untuk menghabiskan waktu di luar ruang kelas, memberikan kesempatan untuk berkolaborasi, bertukar ide, dan mengalami pertumbuhan pribadi. Di dalamnya, mahasiswa dapat dengan bebas mengekspresikan gagasan mereka, menjelajahi konsep baru, dan mengasah keterampilan sosial melalui interaksi aktif dengan sesama mahasiswa. Selain itu, ruang ini menciptakan lingkungan inklusif di mana mahasiswa dari berbagai latar belakang dapat saling berinteraksi, berbagi pengalaman, dan memperluas pengetahuan mereka melalui dialog yang beragam.
Dengan demikian, ruang berkumpul bukan hanya tempat untuk bertemu dan
6
15
38
berbincang, tetapi juga menjadi sarana untuk memfasilitasi pertumbuhan intelektual dan sosial mahasiswa dalam lingkungan kampus.
(a) (b) (c)
Gambar 4.1 (a) Denah Lantai 1, (b) Denah Lantai 2, (c) Denah Lantai 3 (Data Penulis, 2023)
Koridor yang berfungsi sebagai jalur utama penghubung antarbangunan di kampus arsitektur Universitas Malikussaleh (UNIMAL) menjadi ruang yang strategis untuk menyatukan interaksi antara mahasiswa. Koridor mencerminkan peran pentingnya sebagai ruang yang menghubungkan, menginspirasi, dan memfasilitasi komunikasi di antara individu-individu yang bergerak di sepanjang jalurnya. Terdapat ruang duduk atau bangku-bangku yang strategis ditempatkan di sepanjang koridor, memungkinkan mahasiswa untuk berhenti sejenak, beristirahat, atau berinteraksi dengan sesama.
Koridor juga menjadi tempat untuk pameran proyek-proyek mahasiswa, karya seni, atau papan pengumuman yang mempromosikan berbagai kegiatan kampus. Hal ini memperkaya pengalaman mahasiswa dengan memberikan akses visual terhadap karya-karya kreatif dan informasi terkini tentang kegiatan akademik dan non-akademik di kampus. Informasi tentang jadwal kuliah, acara kampus, atau
8
39
pengumuman penting dapat ditampilkan secara real-time, memudahkan mahasiswa untuk tetap terhubung dengan kegiatan kampus.
Koridor ini bukan hanya menjadi jalur transportasi antarbangunan, tetapi juga menjadi ruang yang hidup dan dinamis di mana mahasiswa dapat bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengalaman. Ini menciptakan iklim sosial yang sehat dan mendukung pertumbuhan pribadi dan ak