Mata Kuliah Dosen Pengampu Tafsir dan Hadis Tarbawi Herlina, M. Ag
“KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR”
Disusun Oleh :
JABAL YASIR NASUTION (12110510218)
KELAS 6B
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga nya, para sahabat dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Penulisan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawi yang berjudul “Kewajiban Belajar Mengajar”. Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karna itu, sudah sempatasnya kami haturkan terimakasih kepada Ibu Herlina M. Ag selaku dosen mata kuliah Tafsir dan Hadis Tarbawi dan semua pihak yang tidak dapat kami sebut satu persatu dalam proses penyusunan makalah ini.
Akhirulkalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik konsruktif demi perbaikan makalah dimasaa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan menambah waawasan.
Pekanbaru, 31 Maret 2024
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penulisan ... 2
BAB II ... 3
PEMBAHASAN ... 3
A. Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 ... 3
1. Ayat dan Terjemahan ... 3
2. Mufradat ... 3
3. Asbabun Nuzul ... 3
4. Tafsir ... 4
5. Kaitan Surat Al-Alaq ayat 1-5 dengan Pendidikan ... 8
B. Surat At-Taubah ayat 122 ... 9
1. Ayat dan Terjemahan ... 9
2. Mufradat ... 9
3. Asbabun Nuzul ... 9
4. Tafsir ... 10
5. Kaitan Surat At-Taubah ayat 122 dengan Pendidikan ... 13
C. Surat Al-Imran ayat 79... 14
1. Ayat dan Terjemahan ... 14
2. Mufradat ... 14
3. Asbabun Nuzul ... 15
4. Tafsir ... 15
5. Kaitan Surat Al-Imran ayat 79 dengan Pendidikan ... 17
D. Surat Al-Ankabut ayat 19-20 ... 18
1. Ayat dan Terjemahan ... 18
2. Mufradat ... 18
iii
3. Asbabun Nuzul ... 19
4. Tafsir ... 19
5. Kaitan Surat Al-Ankabut ayat 19-20 dengan Pendidikan ... 22
BAB III ... 23
PENUTUP... 23
A. Kesimpulan ... 23
B. Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 25
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era modern saat ini tidak asing lagi jika kita membicarakan tentang belajar mengajar. Dunia pendidikan yang semakin berkembang dari masa kemasa yang menjadikan manusia menjadi semakin pintar dan berkembang.
Dari kemajuan pendidikan di dunia ini maka dari pelosok pelosok negeri sudah banyak mengenyam pendidikan, bukan hanya mengenyam pendidikan saja yang maju namun berbagai sisitem pendidikan berkembnag denganadanya modernisasi dan pertukaran pelajar.
Namun apakah kalian tau belajar mengajar dalam dunia pendidikan itu tertulis dalam ayat Al-Quran. Belajar mengajar sudah dilakukan pada zaman Rasulullah dan terus berkembang sampai zaman sekarang. Kewajiban belajar mengajar dilakukan dahulu pada zaman Rasullah untuk memerangi zaman Jahiliyah, dimana dahulu penduduk kota Mekah rakyatnya tidak mempunyai pengetahuan apa-apa sehingga disebut zarnan Jahiliyah atau zaman kebodohan. Maka dari itu Allah menurunkan wahyu yang terdapat dalam Al- Quran tentang kewajiban belajar mengajar sehingga manusia jauh dari kebodohan. Mencerdaskan pemikiranya, memperbaiki akhlaknya serta menjaga rohaninya.
Dari uaraian diatas kita tahu bahwa pendidikan dimulai sejak zaman Rasulullah tetapi masih banyak manusia yang tidak mengetahui ayat Al- Quran yang menerangkan tentang kewajiban belajar dan mengajar. Maka dari itu pemakalah akan memaparkan tentang tafsir kewajiban belajar dan mengajar.
2 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar?
2. Apa saja Mufradhat dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar?
3. Bagaimana asbabun nuzul dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar?
4. Bagaimana tafsir dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar?
5. Bagaimana kaitan ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar dengan pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar 2. Untuk mengetahui Mufradhat dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar
mengajar
3. Untuk mengetahui bagaimana asbabun nuzul dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar
4. Untuk mengetahui bagaimana tafsir dari ayat-ayat tentang kewajiban belajar
5. Untuk mengetahui bagaimana kaitan ayat-ayat tentang kewajiban belajar mengajar dengan pendidikan
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 1. Ayat dan Terjemahan
)َقَلَخ يِذﱠلا َكِّبَر ِمْسِ ْأَرْـقا ) ٍقَلَﻋ ْﻦِﻣ َنﺎَﺴﻧِْﻹا َقَلَخ ( ١
)ُمَرْﻛَْﻷا َكﱡبَرَو ْأَرْـقا ( ٢ ٣
(
)ِمَلَقْلِ َمﱠلَﻋ يِذﱠلا )ْمَلْﻌَـﻳ َْﱂ ﺎَﻣ َنﺎَﺴﻧِْﻹا َمﱠلَﻋ ( ٤
٥ (
Artinya: “(1) Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. (4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya" ( Q.S. Al-‘Alaq: 1-5).
2. Mufradat
Bacalah
ْأَﺮْـﻗا
Yang mengajar
َﻢﱠﻠَﻋ
Dengan pena
ِﻢَﻠَقْلِ
Apa yang tidak diketahui
ْﻢَﻠْﻌَـﻳ َْﱂ ﺎَﻣ
Tabel 1. Mufradat Q.S. Al-‘Alaq: 1-5 3. Asbabun Nuzul
Adapun tentang asbab al nuzul surat Al-‘Alaq ayat 1-5 dalam beberapa buku tafsir Al-Qur’an tidak ditemukan atau dijelaskan. Adapun yang disebutkan asbab al-nuzulnya dalam beberapa tafsir Al-Qur’an yaitu asbab al-nuzulnya surat Al-‘Alaq ayat 16-19.
4
Para Ulama’ sepakat surat ini diturunkan di Mekah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Para ulama juga menyepakati bahwa surat yang pertama kali turun adalah sekaligus lima ayat pertama surat Al-‘Alaq.
Atas dasar inilah, maka Thabathaba’i berpendapat, dari konteks uraian ayat-ayatnya, maka tidak mustahil bahwa keseluruhan ayat-ayat surat ini turun sekaligus1.
Akan tetapi berbeda dengan pendapat di atas, Ibnu Asyur sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, berpendapat bahwa lima ayat dari surat Al-‘Alaq turun pada tanggal 17 Ramadhan.2 Dari dua pendapat tersebut, pendapat kedualah yang banyak diikuti oleh kebanyakan ulama.
Disebutkan dalam beberapa hadis shahih, bahwa Nabi Muhammad SAW mendatangi gua Hira (Hira adalah nama sebuah gunung di Mekah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali kepada istrinya Siti Khadijah untuk mengambil bekal secukupnya, hingga padasuatu hari, di dalam gua beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya.
Perawi Mengatakan, bahwa untuk ketiga kalinya malaikat memegang Nabi Muhammad SAW dan menekan-nekannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al-‟Alaq ayat 1-53.
4. Tafsir
Menurut Ibnu Katsir bahwa surat Al-Alaq ayat 1-5 merupakan surat yang berbicara tentang permulaan rahmat Allah yang diberikan kepada
1 Muhammad Husain at-Tabataba’i, Al-Mizan fii Tafsir Alqur’an Juz 10, (Beirut: Lebanon, T.th.), h. 369
2 Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid. 15.
(Jakarta: Lentera Hati, 2004),h. 391
3 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir;Kamus Arab–Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, T.th.), h.1184
5
hamba-Nya, awal dari nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya dan sebagai tanbih (peringatan) tentang proses awal penciptaan manusia dari alaqah. Ayat ini juga menjelaskan kemuliaan Allah SWT yang telah mengajarkan manusia sesuatu hal (pengetahuan) yang belum diketahui, sehingga hamba dimuliakan Allah dengan ilmu yang merupakan qudrat- Nya. 4
Sementara itu, Ali Al-Shabuni menyebutkan surat Al-‘Alaq dengan surat Iqra’, ayat ini diturunkan di Mekah dengan memuat 3 (tiga) hal yaitu:
1) Menjelaskan awal turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, 2) Menjelaskan kekuasaan Allah tentang penciptaan manusia,
3) Menjelaskan tentang kisah celakanya Abu Jahal sebab mencegah (melarang) Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat5.
Quraish Shihab menafsirkan ayat Pendidikan yang terkandung dalam Q.S. Al-Alaq ayat 1-5. Jika diamati secara seksama ayat-ayat yang termaktub didalam surat Al-Alaq itu mengandung nilai-nilai keterampilan bagi manusia itu sendiri, akan terlihat bahwa surat tersebut telah memuat materi-materi dasar keterampilan dalam pendidikan yang dapat dikembangkan dalam pendidikan-pendidikan selanjutnya sesuai dengan perkembangan jiwa dan daya serap peserta didik. Adapun materi pendidikan yang tergambar dalam surat Al-‘Alaq, yaitu pada ayat 1 dan 3 (membaca), ayat 4 (menulis), dan ayat 2 (mengenal diri melalui proses penciptaan secara biologis).6
a) Membaca
4 Abu Fida Al-Hafiz ibn Katsir Al-Dimisqi, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim,Jilid 4,(Beirut: Dar- Al-Fikr,T.th.),h.645
5 Muhammad ‘Ali asy-Syabuni, Shafwah at-Tafasir Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, T.th.), h.580
6 Quraish Shihab,Op.Cit., h. 391
6
Membaca merupakan materi pertama yang disebutkan didalam surat Al-Alaq. Hal ini sesuai dengan perkembangan daya serap dan jiwa manusia (peserta didik). Kondisi ini sesuai dengan penegasan Allah dalam surat An-Nahl ayat 78 bahwa manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu pendengaran, penglihatan dan perasaan (hati).Penegasan Allah tersebut dapat dipahami bahwa di antara organ bayi yang baru lahir adalah organ pendengaran lebih dulu aktif. Hal ini cukup beralasan jika Rasulullah menganjurkan umatnya membacakan kalimat tauhid berupa adzan dan iqamat ditelinga bayi yang baru lahir.
b) Menulis
Pelajaran menulis tidak kalah pentingnya dari membaca, karena itu tidak heran jika didalam ayat ke 4 surat Al-‘Alaq Allah menegaskan bahwa Dia telah mengajar menulis kepada manusia dengan menggunakan qalam, yaitu alam tulis yang pertama kali dikenal dalam dunia pendidikan. Menulis merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Setelah ditulis, pengetahuan tersebut dapat diwarisi oleh generasi berikutnya sehingga generasi selanjutnya dapat meneruskan dan mengembangkan lebih jauh ilmu-ilmu yang dirintis oleh generasi sebelumnya.Membaca dan menulis merupakan dua hal yang sangat urgen dalam pendidikan, guna memperoleh ilmu pengetahuan dan memajukan umat manusia di muka bumi ini.7
c) Biologi
7 Muhammad Nasib Ar-rifa'i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, (Jakarta : Gema Insani, 2012), h. 771
7
Materi pendidikan ketiga yang mengandung keterampilan dapat diungkapkan dalam surat Al-Alaq ialah tentang penciptaan secara fisik yang bermula dari Al-Alaq. Ilmu yang mempelajari manusia dari sudut fisiknya disebut ilmu Biologi.
Walaupun surat Al-Alaq tidak menyebut secara eksplisit istilah Biologi, tidak salah jika penafsiran ayat itu dilihat dari sedikit pendidikan Biologi. Dengan perkataan lain mengajak umat manusia agar merenungkan sejarah asal-usul kejadian mereka dari sudut biologi agar mereka mau menyadari kondisi dan hakekat diri mereka yang sebenarnya.
Dengan demikian surat Al-Alaq tidak berbicara secara eksplisit tentang pendidikan Biologis, tetapi memberikan isyarat terhadap kondisi awal pertumbuhan manusia secara biologis yang disebut Al-Alaq supaya mereka tergugah untuk mempelajari lebih lanjut.
Menurut tafsir At-Thabari, Firman Allah yang disampaikan dalam ayat tersebut adalah “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu, Yang menciptakan". Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
(Q.S. Al-'Alaq: 1-2). Pada ayat ارقا Fi’il amar dalam ayat pertama ini dijelaskan dalam kitab tafsir At-thabari adalah sebuah perintah kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Istilah ناسنﻻا (manusia) dalam ayat kedua digunakan dalam bentuk tunggal, tetapi memiliki makna jamak. Ini adalah karakteristik dalam bahasa Arab di mana kata benda tunggal dapat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang ada dalam jumlah banyak atau secara umum. ﻖﻠﻋ ﻦﻣ Allah menjelaskan bahwa manusia telah diciptakan dari segumpal darah (‘alaqah).
Firman-Nya, مركﻷا كبرو أرقا "Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah," maksudnya adalah, bacalah hai Muhammad, مﻠقلاب مﻠﻋ يذلا
8
”Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam" menjadikannya kitab dan tulisan.
Firman, مﻠعي مل اﻣ ناسنﻻا مﻠﻋ terdapat rangkaian kutipan yang menceritakan tentang pengetahuan yang diajarkan kepada manusia, yakni dari Yunus menceritakan bahwa Ibnu Wahb mengabarkan bahwa Allah mengajarkan kepada manusia apa yang sebelumnya tidak diketahuinya, ia menyatakan bahwa Allah mengajarkan tulisan kepada manusia dengan menggunakan qalam (pena)8.
5. Kaitan Surat Al-Alaq ayat 1-5 dengan Pendidikan
Konsep pendidikan atau perintah belajar dan mengajar dalam surah Al-‘Alaq termaktub dalam ayat 1-5. Pada ayat pertama surah Al-
‘Alaq tertera instruksi untuk membaca. Dalam hal ini, malaikat Jibril memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk membaca tanpa menunjukkan objek apa yang mesti dibaca karena pada saat itu malaikat Jibril tidak membawa tulisan apapun. Hal ini menunjukkan bahwa konsep perintah membaca dalam ayat ini bersifat “global”, artinya mencakup pada siapa saja. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Allah menginstruksikan kepada Nabi Muhammad saw. untuk pandai membaca9.
Term allama itu sendiri disebutkan sebanyak 2 kali di dalam surah Al-‘Alaq ini, yaitu pada ayat 1 dan ayat 3. Hal ini menunjukkan bahwa perintah belajar atau perintah membaca dalam hal ini merupakan eksistensi yang sangat penting.
Dapat disimpulkan bahwa perintah belajar dan mengajar dalam surat Al-'Alaq 1-5 menunjukkan pentingnya belajar, inklusivitas
8 Ath-Thabari, A. J. M. bin J. Tafsir Ath-Thabari (Terjemahan) (1st ed.). (Pustaka Azzam, 2007)
9 Taufik, M. Konsep Belajar Mengajar dalam Al-Qur’an: Telaah Implikasi Edukatif QS. Al-
’Alaq (96): 1-5. Ulumuna: Journal of Islamic Studies, 11(2), 2007, 389–412.
9
pengetahuan untuk seluruh umat manusia, pengajaran melalui qalam, dan sifat kontinu dari proses pembelajaran. Perintah ini mengajak manusia untuk belajar, mengembangkan pengetahuan, dan menyebarkan pengetahuan kepada orang lain melalui berbagai cara termasuk menulis, mengajar, dan berbagi informasi.
B. Surat At-Taubah ayat 122 1. Ayat dan Terjemahan
ُهﱠقَفَـتَـيِّل ٌةَفى ۤﺎَط ْمُهْـنِّﻣ ٍةَقْرِف ِّلُﻛ ْﻦِﻣ َرَفَـﻧ َﻻْوَلَـف ًۗةﱠفۤﺎَﻛ اْوُرِفْنَـيِل َنْوُـنِﻣْؤُمْلا َنﺎَﻛ ﺎَﻣَو ِﻦْﻳِّﺪلا ِﰱ اْو
َنْوُرَذَْﳛ ْمُهﱠلَﻌَل ْمِهْيَلِا آْوُﻌَﺟَر اَذِا ْمُهَﻣْوَـق اْوُرِذْنُـيِلَو
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah: 122)
2. Mufradat
Dan tidak sepatutnya
ﺎَﻣَو
Pergi semuanya ke medan perang
اْوُﺮِﻔْﻨَـﻴِل
Beberapa orang dari mereka
ْﻢُﻬْـﻨِّﻣ
Memperdalam pengetahuan
اْﻮُﻬﱠقَﻔَـﺘَـﻴِّل
Dan memberi peringatan
اْوُرِﺬْﻨُـﻴِلَو
Tabel 2. Mufradat Q.S. At-Taubah: 122 3. Asbabun Nuzul
10
Asbabun nuzul surat At-Taubah, jika diruntut, banyak terjadi kisah- kisah menarik, pasalnya sebab turunnya surat at-taubah itu berkaitan dengan banyak hal. Namun asbabun yang terdapat di dalam Q.S At- taubah ayat 122 berkaitan dengan keharusan menuntut ilmu.
Allah menjelaskan dalam surat At- taubah ayat 122 ini bahwa pada waktu itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang.
Mereka tidak berangkat perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya di daerah Badui (pendalaman). Melihat kejadian itu, orang- orang munafik berkomentar, “Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pendalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.”
Kemudian turunlah surat ini (At-taubah ayat 122) yang menjawab komentar orang-orang munafik tersebut. “Tidak sepatutnya bagi orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).” (Q.S At-Taubah ayat 122)10.
4. Tafsir
Menurut tafsir al-azhar, “Dan tidaklah (boleh) orang-orang yang beriman itu turut semuanya” (pangal ayat 122). Sebagai juga ayat-ayat 113 dan 120, di sini sama bunyi pangkal ayat yaitu orang beriman sejati tidaklah turut bertempur berjihad dengan senjata ke medan perang.
“Tetapi alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golonngan itu, diantara mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama”.
Dengan susunan kalimat falaulaa, yang berarti di angkat naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembahagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat,
10 Idhoh Anas, Kaidah- Kaidah Ulumul Qur’an, ( Pekalongan : Al’asri, 2008), hal. 9
11
maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal di garis belakang memperdalam pengertian (Fiqh) tentang agama, sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah11.
Ada pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan di garis belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya isi-mengisi. Apa yang diperjuangkan di garis muka, kalau tidak ada dibelakang yang mengisi rohani. Suatu hal yang tekandung dalam ayat ini yang mesti kita perhatikan, yaitu alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama.
Menurut quraish shihab, Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad serta kecaman yang sebelumnya ditunjukan kepada yang enggan, menjadikan kaum beriman berduyun- duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya, karena ada arena perjuangan lain yang harus dipikul12.
Sementara ulama menyebut riwayat yang menyatakan bahwa ketika Rasul SAW. Tiba kembali ke Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu, sehingga jika dipeturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang.
Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju ke medan perang pergi
11 Hamka , Tafsir Al-Azhar,... , hal. 86
12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 749
12
semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasul SAW. Itu apabila nanti setelah selesainya tugas mereka, yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasul SAW karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka13.
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. Sementara ulama menggarisbawahi persamaan redaksi anjuran/ perintah menyangkut kedua hal tersebut.
Ketika berbicara tentang perang, redaksi ayat 120 dimulai dengan menggunakan istilah ن اك اﻣ (ma ka na ). Demikian juga ayat ini yang berbicara tentang pentingnya memperdalam ilmu dan penyebaran informasi14.
Menurut tafsir Al-Wasith, Ayat ini mengatur ketentuan-ketentuan jihad dan mengingatkan pentingnya mencari ilmu dan memperdalam pemahaman tentang hukum-hukum agama dan syariat. Sebab turun ayat adalah bahwa orang-orang yang beriman yang tinggal di daerah
13 Ibid., h. 750
14 Ibid., h. 752
13
pendalaman dan diutus untuk mengajarkan hukum-hukum syariat, ketika mereka mendengar firman Allah swt, “Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang),” hal ini membuat mereka gelisah. Maka mereka bergegas pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah saw. karena khawatir mereka akan berdosa karena tidak ikut dalam perang. Lalu turunlah ayat ini yang terkait kepergian mereka.15
Ayat ini tidak mewajibkan jihad bagi seluruh orang yang beriman dalam kondisi yang stabil. Akan tetapi, orang-orang yang beriman wajib mencari ilmu, karena jihad bersandar pada ilmu, dan karena penyebaran Islam pada dasarnya bergantung pada penjelasan, dan pemaparan yang meyakinkan dengan hujah dan argumentasi. Ini menuntut adanya pengaturan dan pembagian. Oleh karena itu, ada sebagian dari orang- orang yang beriman memfokuskan diri untuk mendalami ilmu dan belajar. Sementara kalangan yang lain berjihad, karena jihad menurut peraturan umum yang berlaku hukumnya fardhu kifayah bagi mereka, sebagaimana mencari ilmu juga fardhu kifayah hukumnya.
5. Kaitan Surat At-Taubah ayat 122 dengan Pendidikan
Surat At-Taubah ayat 122 sangat erat kaitannya dengan pendidikan atau kewajiban belajar mengajar. Ayat ini memerintahkan sebagian orang mukmin untuk memperdalam ilmu agama, “Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka...”. Ini menunjukkan pentingnya memiliki kelompok yang fokus belajar Islam untuk memahami ajarannya dengan baik. Ilmu tersebut kemudian disampaikan kepada masyarakat sebagimana dalam kalimat, “...dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali...” Para pelajar ini nantinya
15 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, (Jakarta : Gema Insani, 2012), hal. 821
14
memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan dan menyebarluaskan ilmu yang didapatkan kepada orang lain. Selanjutnya kalimat “...agar mereka dapat menjaga dirinya”. Ilmu agama yang dipahami dengan baik akan menjadi benteng bagi seseorang untuk terhindar dari perbuatan salah dan maksiat. Ini juga penting bagi para pengajar agar bisa menjadi teladan yang baik.
Surat At-Taubah ayat 122 ini menjadi dasar bagi kewajiban belajar mengajar dalam Islam. Mereka yang berilmu memiliki tanggung jawab untuk terus belajar dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, pemahaman agama yang baik bisa menyebar luas di masyarakat dan menjadi pedoman hidup.
C. Surat Al-Imran ayat 79 1. Ayat dan Terjemahan
اًدﺎَبِﻋ اْوُـﻧْوُﻛ ِسﺎﱠنلِل َلْوُقَـﻳ ﱠُﰒ َةﱠوُـبﱡـنلاَو َمْكُْﳊاَو َبٰتِكْلا ُّٰ ا ُهَيِتْؤﱡـﻳ ْنَا ٍرَشَبِل َنﺎَﻛ ﺎَﻣ ْﻦِﻣ ِّْﱄ
َّﲔِﻧﱠَر اْوُـﻧْوُﻛ ْﻦِكٰلَو ِّٰ ا ِنْوُد ْمُتْـنُﻛ ﺎَِﲟ
َنْوُمِّلَﻌُـت َبٰتِكْلا
ﺎَِﲟَو ْمُتْـنُﻛ َنْوُسُرْﺪ َت
Artinya: “Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (Q.S. Al-Imran:
79).
2. Mufradat
Jadilah kamu
اْﻮُـﻧْﻮُﻛ
Pengabdi-pengabdi Allah
َّﲔِﻧﱠَر
Mengajarkan kitab
َنْﻮُﻤِّﻠَﻌُـﺗ
15
kitab
َﺐٰﺘِﻜْلا
mempelajarinya
َنْﻮُﺳُرْﺪَﺗ
Tabel 3. Mufradat Q.S. Al-Imran: 79 3. Asbabun Nuzul
Qur’an surah Al-Imran yat 79-80 dijelasakan dalam tafsir al-Misbah karangan Prof.Dr.Quraishihab yaitu, sekelompok pemuka Kristen dan Yahudi menemui Rasulullah SAW. mereka bertanya : “Hai Muhammad apakah engaku ingin agar kami menyembahmu” salah seorang diantara mereka bernama ar-Rais mempertegas, “apakah untuk itu engkau mengajak kami ?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari penyembahan selain Allah atau menyuruh yang demikian. Allah sama sekali tidak menyuruh saya demikian tidak pula mengutus saya untuk itu”. Demikian jawab Rasul SAW yang memperkuat turunnya ayat ini.16
Ditegaskan bahwa bagi seorang nabi pun hal tersebut tidak wajar.
Bahwa yang dinafikan oleh ayat ini adalah penyembahan kepada selain Allah sangat pada tempatnya. Oleh karena apapun yang disampaikan oleh Nabi atas nama Allah adalah ibadah.
4. Tafsir
Dalam Tafsir Al-Misbah. Tidak wajar dan tidak bisa tergambarkan dalam pikiran atau hati betapapun keadaannya bagi seseorang manusia siapa itu dan setinggi apapun kedudukannya, baik Muhammad SAW, maupun ‘Isa as. dan selain mereka (para Rasul) yang Allah berikan kepadanya al- Kitab, dan hikmah yang digunakannya menetapkan suatu hukum putusan. Hikmah adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah dan
16 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah…h. 159
16
kenabian, yakni informasi yang diyakini kebenarannya bersumber dari Allah SWT yang disampaikan kepada orang-orang pilihan-Nya yang mengandung ajaran dan ajakan untuk mengesakan- Nya. Tidak wajar bagi seorang yang memperoleh anugerah-anugerah khusus itu kemudian dia berkata atas dasar berbohong kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Sungguh itu tidak wajar, bukankah kitab suci Yahudi atau Nasrani, terutama kitan suci umat Islam yaitu Al-Quran sangat melarang untuk mempersekutukan Allah SWT. Al-Quran senantiasa mengajak umat manusia mengesakan-Nya dalam Dzad, sifat, perbuatan dan ibadah kepada-Nya? Bukankah nabi dan rasul adalah yang paling mengetahui tentang Allah? Bukankah penyembahan kepada manusia, berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, sedangkan mereka adalah orang-orang yang iberikan anugerah yang istimewa, sehingga tidak mungkin meletakkan manusia atau makhluk apa pun di tempat dan kedudukan Allah, Sang Khaliq itu? Jika demikian, tidak mungkin ‘Isa as. Yang merupakan manusia ciptaan Allah dan pilihan-Nya itu, menyuruh orang lain menyembahnya, sebagaimana diduga oleh orang-orang Nasrani17.
Tafsir Ibnu Katsir. “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah- penyembahku bukan penyembah Allah…”. Maksud dari ungkapan ayat ini bahwa Nabi ataupun Rasul tidak pernah dan tidak akan mengajak manusia untuk menyembah sesuatu selain Allah SWT dan menyembah dirinya. Disini terdapat pesan tersirat atau mafhum muwafaqah apabila hal ini tidak boleh dilakukan oleh seorang Nabi ataupun Rasul maka lebih
17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah…h. 133
17
tidak pantas lagi apabila dilakukan oleh manusia biasa yang tidak mendapat hikmah, kitab dan keistimewaan lainnya18.
Secara tidak langsung ayat ini juga mencekam dan mencela orang- orang yang tidak mempunyai ilmu tentang Islam dan yang membawa ajaran kesesatan. Sangat berbeda dengan para Rasul dan para pengikutnya dari kalangan orang- orang ‘alim, mereka mengajak kepada jalan yang diridhoi Allah SWT dan mereka selalu konsisten terhadap tugasnya.
Mereka selalu menyeru apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan mereka pun juga melarang apa yang Allah SWT haramkan. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa seorang Nabi ataupun benar-benar utusan Allah SWT yang diutus untuk menyampaikan risalah kepada umat manusia19.
Kemudian mengenai firman-Nya yang artinya “karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Dalam tafrisnya Ibnu Katsir mengutip pendapat Adh-Dhahhak bahwa makna dari arti ayat tersebut adalah “sudah barang tentu orang yang belajar Al-Quran akan menjadi faqih”20. terdapat makna tersirat bahwa bukan sekedar menghafal ayat beserta artinya tetapi juga memahami isi kemudian mengajarkannya21.
5. Kaitan Surat Al-Imran ayat 79 dengan Pendidikan
Adapun prinsip pembelajaran yang terkandung dalam Qs. Ali-Imran ayat 79 yang pertama yaitu konsisten pada tugas-tugas pendidikan, sebagaimana penggalan dalam arti ayat diatas “Tidak wajar bagi
18 Abu Ihsan al-Atsari, Terjemahan Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Judul Asli Al-Misbaahul
Munir Fii Tahdzibii Tafsiiri Ibnu Katsiir, (Jakarta: PUSTAKA IBNU KATSIR, 2014), Cetakan ke 11, h. 365
19 Ibid. h. 365
20 Ibid. h. 365
21 Ibid. h. 365
18
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah…”. Dalam pandangan Shihab tidak wajar bagi seorang Rasul untuk melakukan hal tersebut, karena pada hakikatnya tugas para Rasul bukan untuk menyekutukan Allah. Disini terdapat makna tersirat bahwa seorang Rasul harus konsisten pada tugastugasnya. Dalam konteks pembelajaran seseorang yang dimaksud harus konsisten pada tugasnya yaitu pendidik (guru)22. D. Surat Al-Ankabut ayat 19-20
1. Ayat dan Terjemahan
ٌﲑِﺴَﻳ ِﷲ ﻰَلَﻋ َكِلَذ ﱠنِﺈُﻫُﺪيِﻌُﻳ ﱠُﰒ َقْلَْﳋا ُﷲ ُئِﺪْبُـﻳ َﻒْيَﻛ اْوَرَـﻳ َْﱂَو َأ )
١۹ (
َلَﻋ َﱠ ا ﱠنِإ َةَرِخ ْﻵا َةَأْشﱠنلا ُئِشْنُـﻳ ُﷲ ﱠُﰒ َقْلَْﳋا َأَﺪَب َﻒْيَﻛ اوُرُظْﻧﺎَف ِضْرَْﻷا ِﰲ اوُﲑِس ْلُق ﻰ
ٌرﻳِﺪَق ٍءْﻲَﺷ ِّلُﻛ )
٢٠
(
Artinya: “Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Ankabut: 19-20).
2. Mufradat
Memperhatikan
اْوَﺮَـﻳ
Bagaimana
َﻒْﻴَﻛ
Allah menciptakan
َﻖْﻠَْﳋا
22 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah… h. 139
19
Berjalanlah
اوُﲑِﺳ
Maka perhatikan bagaimana
َﻒْﻴَﻛ اوُﺮُﻈْﻧﺎَﻓ
Tabel 4. Mufradat Q.S. Al-Ankabut: 19-20 3. Asbabun Nuzul
Surat Al-Ankabut yang berarti rumah laba-laba adalah nama surah yang ke-29 di antara surah-surah di dalam Al-Qur‟an, terdiri dari 69 ayat dan termasuk dalam golongan surah makiyyah. Nama surat ini diambil dari perkataan alankabut yang terdapat pada ayat 41 surah ini.
“Dinamakan demikian karena dalam surah ini Allah swt mengumpamakan orang-orang yang menyembah berhala itu seperti rumah laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat dia berlindung dan sebagai tempat ia menangkap mangsanya. Padahal apabila ditiup angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, rumah itu akan hancur. Begitu pula dengan kaum musyrikin yang percaya dengan kekuatan sembahan-sembahan yang tidak mampu sedikitpun menolong mereka dari azab Allah swt di dunia.Apalagi menghadapi azab Allah swt di akhirat nanti23.
4. Tafsir
Kedua ayat ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari nasihat Nabi Ibrahim kepada kaumnya, setelah beliau melihat tanda-tanda penolakan mereka. Ayat ini merupakan jawaban atas keraguan orang musyrik terhadap hari kebangkitan.
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa disini Allah berfrman : Dan apakah mereka lengah sehingga tidak memperhatikan bagaimana Allah senantiasa memulai penciptaan semua
23 Ahsin w, Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Hamzah, 2006), Cet.2, 25-26
20
makhluk termasuk manusia. Setelah Allah menciptakan mereka kemudian dia mengulanginya kembali. Sesungguhnya yang demikian itu yakni penciptaan dan pengulangannya bagi Allah semata-mata dan khusus bagi- Nya adalah mudah. Jika demikian, bagaimana mereka mengingkari pengembalian manusia hidup kembali kelak di hari Kemudian24.
Kata (اوري) terambil dari kata (ىأر) yang dapat berarti melihat dengan mata kepala atau mata hati/memikirkan atau memperhatikan, maka jawaban dari keraguan atas hari kebangkitan tersebut jawabannya adalah melihat, memperhatikan dan merenungkan tentang penciptaan. Hal ini erat sekali kaitannya dengan ayat selanjutnya. Maksudnya adalah, apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai pernciptaan, Dia ciptakan dari bayi, kemudian anak-anak, kemudian remaja, kemudian dewasa atau tua renta.
Tsumma yu’iiduh yang artinya Kemudian mengulanginya (kembali), maksudnya adalah, kemudian Allah mengulanginya setelah hancur binasa, sebagaimana Dia memulainya pertama kali. Dia ciptakan sebagai makhluk yang baru. Semua itu tidak sulit bagi Allah. Bisyr menceritakan kepada kami, ia bekata: Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang ayat yang berbunyi awa lam yaraw kayfa yubdi-u allaahu alkhalqa tsumma yu’iiduhu yang artinya dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali), ia berkata,
“maksudnya adalah, dengan membangkitkan mereka setelah kematian mereka25. Inna dzaalika ‘alaa allaahi yasiirun yang artinya Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah…h. 51
25 Ibnu Athiyyah dalam Al-Muharrrar Al Wajiz (4/311). Lihat Ibnu Al Jauzi dalam Zad Al-
Masir (6/265).
21
Kemudian, qul siiruu fii al-ardhi yang artinya Katakanlah,
“Berjalanlah di (muka) bumi”. Maksudnya adalah, Allah berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, “wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang yang mengingkari Hari Berbangkit setelah kematian, orang- orang yang mengingkari pembalasan kebaikan dan hukuman, Berjalananlah kamu di bumi, lihatlah bagaimana Allah memulai segala sesuatu dan bagaimana Dia menciptakannya. Sebagaimana Dia telah menciptakan semua itu, maka tidak sulit bagi-Nya untuk menciptakan semua itu kembali26.
Tsumma allaahu yunsyi-u alnnasy-ata al-aakhirata yang artinya Kemudian Allah menjadikanya sekali lagi, maksudnya adalah, Allah lalu menciptakannya sekali lagi setelah semuanya hancur binasa. Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang ayat, qul siiruu fii al-ardhi faunzhuruu kayfa bada-a alkhalqa yang artinya
“Katakanlah, Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya”. Ia berkata, “Maksudnya adalah penciptaan langit dan bumi27.
Lalu, tsumma allaahu yunsyi-u alnnasy-ata al-aakhirata yang artinya “Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi”. Artinya, kebangkitan setelah kematian.” Muhammad bin Sa’ad menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku menceritakan kepadaku, ia berkata:
Pamanku menceritakan kepadaku dari bapaknya, dari Ibnu Abbas, tentang tsumma allaahu yunsyi-u alnnasy-ata alaakhirata yang artinya
26 Ahsan Askan, dkk, Terjemahan dari Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
h. 451.
27 Ibid.
22
Kemudian Allah mejadikannya sekali lagi, ia berkata, “Itulah kehidupan setelah kematian, yaitu Hari Berbangkit28.
Inna allaaha alaa kulli syay-in qadiirun “Sungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala seuatu,” maksudnya adalah, sesungguhnya kembali menciptakan makhluk-Nya yang telah binasa seperti sedia kala, dan dalam hal ini selain itu sesuatu dengan kehendak-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, semua kehendaknya pasti terlaksana29.
5. Kaitan Surat Al-Ankabut ayat 19-20 dengan Pendidikan
Dari penjelasan sebelumnya kedua ayat tersebut memiliki makna tentang pentingnya pengetahuan. Ayat 19 menyebutkan, Allah adalah pendidik yang memberitahukan bahwa diciptakan manusia dari permulaan kemudian mengulangimya (kembali). Ayat 20, manusia sebagai peserta didik ditugaskan oleh Allah agar memperhatikan, melakukakan riset, analisis, sehingga mendalami ilmu-ilmu hal ini disebut dengan menuntut ilmu. Keterkaitan ayat 19-20 juga menunjukkan bahwa adanya proses belajar mengajar oleh Allah kepada hamba-Nya.
Kemudian, setelah manusia sudah mempunyai ilmu yang didapatnya maka tugas manusia itu haruslah menyebarkan ilmu, membimbing dan menjalankan dakwah dengan baik kepada sesama manusia.
28 Asy-Syaukani dalam Fath Al- Qadir (4/199) dan As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al Mantsur
(6/458).
29 Ahsan Askan dkk, Terjemahan dari Tafsir Ath-Thabari, h. 452.
23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ayat-ayat diatas bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwasannya kedudukan ilmu dalam Islam itu sangatlah tinggi. Dimulai dengan membaca sebuah kitab suci, sampai pada akhirnya ialah membaca kehidupannya dengan petunjuk Al-Quran sebagai kitab sucinya yang akan membimbing setiap muslim untuk menjadi seorang muslim sejati dengan intelektual islami.
Dapat disimpulkan bahwa perintah belajar dan mengajar dalam surat Al-'Alaq 1-5 menunjukkan pentingnya belajar, inklusivitas pengetahuan untuk seluruh umat manusia, pengajaran melalui qalam, dan sifat kontinu dari proses pembelajaran. Perintah ini mengajak manusia untuk belajar, mengembangkan pengetahuan, dan menyebarkan pengetahuan kepada orang lain.
Surat At-Taubah ayat 122 ini menjadi dasar bagi kewajiban belajar mengajar dalam Islam. Kedudukan belajar mengajar bahkan sama dengan seorang yang pergi berjihad. Mereka yang berilmu memiliki tanggung jawab untuk terus belajar dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, pemahaman agama yang baik bisa menyebar luas di masyarakat dan menjadi pedoman hidup.
Begitu juga dengan surat al-imran ayat 79 dan al-ankabut ayat 19-20, sama-sama memiliki perintah untuk belajar mengajar, juga merenugnkan makhluk ciptaan Allah untuk dipelajari kemudian mengajarkannnya kepada yang lain.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal
24
ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan untuk evaluasi ke depannya dan penulis selanjutnya dapat mengembangkan tulisan serupa.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fida Al-Hafiz ibn Katsir Al-Dimisqi, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim,Jilid 4, Beirut:
Dar- Al-Fikr,T.th.
Abu Ihsan al-Atsari, Terjemahan Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Judul Asli Al- Misbaahul Munir Fii Tahdzibii Tafsiiri Ibnu Katsiir, (Jakarta: PUSTAKA IBNU KATSIR, 2014.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir;Kamus Arab–Indonesia, Yogyakarta:
Pondok Pesantren Al-Munawwir, T.th.
Ahsin w, Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, Jakarta: Hamzah, 2006.
Askan, Ahsan., dkk. Terjemahan dari Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Ath-Thabari, A. J. M. bin J. Tafsir Ath-Thabari (Terjemahan) (1st ed.). Pustaka Azzam, 2007
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 6, Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke-1, 2015.
Ibnu Athiyyah dalam Al-Muharrrar Al Wajiz (4/311). Lihat Ibnu Al Jauzi dalam Zad Al-Masir (6/265).
Idhoh Anas, Kaidah- Kaidah Ulumul Qur’an, Pekalongan : Al’asri, 2008
Muhammad ‘Ali asy-Syabuni, Shafwah at-Tafasir Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, T.th.), Muhammad Husain at-Tabataba’i, Al-Mizan fii Tafsir Alqur’an Juz 10,
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati, 2002
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid. 15.
Jakarta: Lentera Hati, 2004
26
Taufik, M. Konsep Belajar Mengajar dalam Al-Qur’an: Telaah Implikasi Edukatif QS. Al-’Alaq (96): 1-5. Ulumuna: Journal of Islamic Studies, 11(2), 2007 Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, Jakarta : Gema Insani, 2012