MAKALAH
TEORI TENTANG UANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam Dosen Pengampu :
Endang Syarif, S.HI., MM.
Disusun Oleh : Kelompok 11
Muhammad Yoga Agung C. 2201002
Linda Waldah Mukarromah 2201017
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI LATIFAH MUBAROKIYAH 2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taupik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Ekonomi Islam” di program studi Manajemen pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Latifah Mubarokiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Endang Syarif, S.HI., MM. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Islam dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna terciptanya perbaikan dimasa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Ciamis, 10 Oktober 2023
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL/JUDUL
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan... 3
BAB II PEMBAHASAN ...4
2.1 Pengertian Uang...4
2.2 Uang dalam Ekonomi Konvensional...5
2.3 Teori Permintaan Uang...5
2.4 Uang dalam Ekonomi Islam...8
BAB III PENUTUP...12
3.1 Kesimpulan ...12
3.2 Saran ...12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka memperoleh makanan dari hasil berburu, bercocok tanam atau memakan berbagai buah- buahan yang berasal dari tumbuhan.
Karena jenis kebutuhannya yang masih sederhana, mereka belum membutuhkan dan memikirkan orang lain. Masing-masing individu memenuhi kebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin jauh dan maju. secara otomatis kegiatan dan interaksi antar sesama manusia pun meningkat tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Ketika itulah, masing-masing individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal tersebut dapat dipahami, karena ketika seseoarang menghabiskan waktu untuk bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri, atau kebutuhan lain.
Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Sejak saat itulah, manusia mulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter. Maka periode itu disebut dengan zaman barter.
Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama pada waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak- pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan
kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit menciptakan situasi ini.
Misalnya, pada satu ketika seseorang yang memiliki beras membutuhkan garam. Namun saat yang bersamaan, pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras melainkan daging, sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak terpenuhi. Keadaan seperti itu tentu akan mempersulit muamalah antar manusia. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Di awal peradaban manusia, mata uang logam sudah menjadi alat pembayaran dan kemudian disempurnakan dengan uang kertas. Uang logam telah dikenal oleh masyarakat dalam berbagai bentuk dan pecahan di masa kebangkitan Islam, yaitu di awal abad 6 maschi. Kemudian terdapat juga uang giral yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui surat- surat berharga seperti cek, giro, kartu kredit, dan lain sebagainya.
Kemunculan berbagai macam jenis uang ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Adanya berbagai macam sistem ekonomi yang berlaku di dunia, seperti ekonomi kapitalis dan ekonomi Islam memiliki perbedaan pandangan terhadap teori uang. Dalam ekonomi kapitalis, uang sering diidentikkan dengan modal. Sedangkan dalam ekonomi Islam. konsep uang jelas berbeda dengan modal. Dalam ekonomi Islam, uang adalah public goods dan flow concept sedangkan modal bersifat private goods dan stock concept. Oleh karena itu menurut ekonomi Islam, segala macam bentuk penimbunan atau kegiatan menumpuk uang dilarang karena akan menghambat perputaran uang yang ada di masyarakat. Dari uraian di atas, maka penelitian ini akan mencoba membahas teori tentang uang dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana pengertian uang itu dan apa definisinya?
1.2.2. Bagaimana definisi uang dalam ekonomi konvensional?
1.2.3.Apa saja teori permintaan dan jelaskan bagaimana teori permintaan itu?
1.2.4.Bagaimana definisi uang dalam ekonomi islam/
1.3. Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan agar mahasiswa mengetahui tentang pengertian uang , apa saja definisi uang itu , teori permintaan uang, definisi uang menurut konsep ekonomi konvensional , dan definisi uang dalam konsep ekonomi islam .
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al- naqdu-nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yiatu al-naqdu yang berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Qur'an dan hadist karena bangsa arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata 'ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sementara itu kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah (Rozalinda, 2014: 279).
Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), dirham dan dinar adalah nilai harga seseuatu sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi harga bagi keduanya, ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Al-Ghazali (wafat 505 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat, dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas (Ahmad Hasan, 2005: 5-8).
Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada. barang dan tenaga. Uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang dan tenaga. Misalkan harga adalah standra untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk manusia, yang masing- masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai barang dan tenaga orang. Perkiraan nilai-nilai barang dan jasa ini dinegeri manapun
dinyatakan dengan satuan-satuan, maka satuan- satuan inilah yang menjadi standar yang dipergunakan untuk mengukur kegunaan barang dan tenaga yang kemudian menjadi alat tukar (medium of exchange) dan disebut dengan satuan uang (Taqiyuddin An-Nabhani, 2000: 297).
2.2. Uang dalam Ekonomi Knvensional
Ilmu ekonomi konvensional mendefinisikan uang dalam
pengertiannya yang dapat dipertukarkan, yaitu uang sebagai alat tukar dan uang sebagai modal. Namun, uang seringkali diidentikkan dengan modal.
Para ekonom Barat juga berbeda dalam penafsirannya terhadap uang.
Konsep uang (modal) Irving Fischer adalah konsep aliran, sedangkan aliran Cambridge (Marshall-Pigou) mengartikan uang sebagai konsep saham. Uang dianggap sebagai barang pribadi. Islam mendefinisikan uang sebagai konsep aliran dan barang publik. Arti dari konsep aliran adalah uang harus beredar. Uang yang beredar merupakan barang publik,
kemudian menjadi milik seseorang (konsep saham). Uang menjadi milik pribadi (private good).
Untuk lebih jelasnya mengenai barang publik dan swasta dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Mobil adalah barang pribadi dan jalan tol adalah barang publik. Jalan tol akan berguna jika digunakan mobil melalui jalan tol. Artinya modal yang awalnya merupakan barang privat akan berguna jika digunakan melalui jalur barang publik, yaitu untuk kegiatan produktif. Jika uang (mobil) tidak digunakan untuk investasi produktif (jalan tol), maka uang (mobil) ini tidak menambah manfaatnya (perpanjangan).
Konsep Islam tentang kegunaan uang adalah uang hanya diakui sebagai alat perantara, alat tukar, atau satuan hitung. Uang bukanlah sebuah komoditas, karena kita tidak mendapatkan keuntungan dari uang itu sendiri melainkan dari fungsinya.
2.3. Teori Permintaan Uang
a. Teori Moneter Klasik (Sebelum Keynes)
Teori uang ini dikatakan klasik karena landasan pemikiran mengenai perekonomian dalam teori tersebut menggunakan asumsi klasik, yaitu perekonomian selalu dalam keadaan seimbang.
Teori permintaan uang menurut Irving Fisher seperti yang diuraikan dalam bukunya yang berjudul Transaction Demand Theory of The Demand for Money memandang uang sebagai alat pertukaran.
Teori ini mendasarkan pada falsafah hukum say, bahwa ekonomi akan selalu berada dalam keadaan full employment.
Menurut Fisher, apabila terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli, maka terjadi pertukaran antara uang dan barang/jasa, sehingga nilai dari uang yang ditukarkan pastilah sama dengan nilai barang/jasa yang ditukarkan.
Atau secara matematis dapat dituliskan rumus sebagai berikut:13
MV = PT
Dimana, M = jumlah uang beredar (penawaran uang) V = tingkat kecepatan (velocity)
pertukaran uang P = harga barang/jasa
T = jumlah (volume) barang/jasa menjadi objek transaksi b. Teori keynes
Dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money, Keynes menyatakan bahwa mekanisme pasar tidak dapat secara otomatis menjamin adanya full employment dalam perekonomian perlu adanya campur tangan pemerintah dalam hal ini.
Teori keuangan yang dikemukakan Keynes pada umumnya menerangkan tiga hal utama, yaitu: tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta , faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga, dan efek perubahan penawaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara.Terkait dengan tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta Motif transaksi , motif ini timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara reguler terhadap transaksi yang dilakukan.
Besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi ini ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan MDt = f, artinya semakin besar tingkat pendapat yang dihasilkan maka jumlah uang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan demikian sebaliknya Motif berjaga-jaga , selain untuk membiayai transaksi maka uang diminta pula oleh masyarakat untuk keperluan di masa yang akan datang .
Sama halnya dengan permintaan uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan, artinya semakin besar
tingkat pendapatan maka permintaan uang untuk berjaga-jaga juga akan semakin besar atau mempunyai hubungan positif san fungsinya dapat dinyatakan sama, yaitu MDp = f Motif spekulasi , pada suatu sistem ekonomi modern dimana lembaga keuangan sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, dan instrumen lainnya.
Faktor yang menentukan besarnya permintaan uang untuk motif spekulasi ini adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga ataupun capital gain.Untuk menyederhanakan pembahasan, maka fungsi permintaan uang tujuan spekulasi dapat dinyatakan sebagai berikut: MDs
= f .
c. Teori Permintaan Setelah Keynes
Terdapat tiga teori permintaan uang setelah masa Keynes, yaitu teori permintaan uang untuk tujuan transaksi oleh Baumol, teori
permintaan uang untuk spekulasi oleh Tobin, dan teori permintaan uang menurut Friedman.
Menurut Baumol yang dikutip oleh Nurul Huda, menyatakan bahwa adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan orang yang memegang uang tunai mengalami kerugian yang disebut opportunity cost dimana ia kehilangan kesempatan memperoleh bunga dari pendapatannya.
Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin tinggi pula biaya yang harus ditanggung seseorang dalam memegang uang tunai.
Apabila ia menyimpan semua pendapatannya di lembaga keuangan maka orang tersebut akan memperoleh keuntungan dari bunga tetapi ia tidak dapat melakukan transaksi atau melakukan konsumsi.
Oleh karena itu, seeorang akan menentukan jumlah uang yang akan dipakai untuk tujuan transaksi yang dapat mengoptimalkan
penghasilan.18
Seseorang yang memperoleh pendapatan di awal periode dapat menentukan berapa kali ia akan melakukan transaksi ke bank.
Jika pendapatannya sebesar Y dan ia menetapkan akan pergi ke bank sebanyak 2 kali, maka pada awal periode ia harus memasukkan uang ke bank sebesar 1/2Y.Jika ia menetapkan akan ke bank sebanyak 3 kali, maka ia harus menyimpan di awal periode sebanyak 2/3Y, begitu seterusnya.
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa bila seseorang menetapkan akan ke bank sebanyak n kali, maka ia harus menyimpan uangnya di bank pada awal periode sebanyak y/2n dan bila tingkat bunga sebesar i, maka pendapatan dari bunga adalah sebesar:
2.4. Uang dalam Ekonomi Islam
Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept. Islam tidak mengenal motif kebutuhan uang untuk spekulasi karena tidak bolehkan.
Uang adalah barang public, milik masyarakat. Karenanya, penimbunan uang yang dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar. Bila diibaratkan dengan darah dalam tubuh, perekonomian akan kekurangn darah atau terjadi kelesuan ekonomi alias stagnasi. Itulah hikmah dilarangnya meninbun uang (Adiwarman Aswar karim, 2001;
21).
Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku "The Wealth of Nations" pada tahun 1766 di Eropa, seorang ulama islam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitabnya "Ihya Ulumuddin" telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media pertukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
Maksudnya adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Dan uang bukan merupakan sebuah komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi Islam klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan (Adiwarman Aswar Karim, 2001: 21).
Dalam ekonomi barterpun, uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang. Misalnya, onta senilai 100 dinar dan kain senilai sekian dinar. Dengan demikian adanya uang sebagai ukuran nilai barang, uang akan berfungsi pula sebagai ukuran nilai barang, uang akan berfungsi sebagai media penukaran. Menurut al-Ghazali uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna (Adiwarman Aswar Karim, 2001: 53).
Sedangkan menurut Ibnu Khaldun dalam "Muqaddimah"nya, sebagaimana dikutip adiwarman karim, menjelaskan bahwa kekayaan suatu Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di Negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi Negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu Negara mencetak uang sebanyak- banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sector produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya, Sektor produksi merupakan motor penggerak pembangunan suatu Negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya (Adiwarman Aswar Karim, 2001: 55).
Lebih lanjut Ibnu Khaldun menyebutkan, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika disuatu kota makananny yang tersedia lebih banyak dari pada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali (Adiwarman Aswar karim, 2001: 56).
Al-Ghazali dengan merujuk kepada Al-Qur'an, berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori
moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, Al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang (Adiwarman Aswar Karim, 2001: 54).
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefenisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefenisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran (Wikipedia, 2016).
Uang adalah faktor paling strategis dalam berfungsinya sistem finacial manapun. Status, nilai, peran dan fungsi uang dalam keuangan Islam berbeda dari keuangan konvensional. Dalam sistem konvensional, uang dianggap sebagai komoditas yang dapat dijual/dibeli dan disewakan atas suatu keuntungan atau uang sewa yang harus dibayarkan oleh satu pihak, tanpa memandang penggunaan atau peran uang yang dipinjamkan di tangan peminjam (Muhammad Ayub, 2009: 141).
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang bukan capital. Sedang uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara interchangeability/bolak-balik, yaitu uang sebagai uang dan sebagai capital.
Para ahli dalam perkonomian Islam mengakui manfaat uang sebagai media pertukaran. Nabi Muhammad saw sendiri menyukai penggunaan uang dibandingkan menukarkan barang dengan barang.
Pelarangan atas riba Al-Fadl dalam Islam adalah langkah menuju transisi ke suatu perekonomian uang dan juga suatu upaya yang diarahkan untuk membuat transaksi barter bersifat rasional dan bebas dari elemen ketidakadilan serta eksploitasi (Muhammad Ayub, 2009: 141).
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada awal peradaban, mata uang logam sudah menjadi alat pembayaran dan
kemudian disempurnakan dengan uang kertas. Uang menurut ekonomi konvensional mengartikan uang secara interchangeability (bolak balik.
Serta uang menurut ekonomi islam bahwa uang adalah uang bukan capital seperti dalam ekonomi konvensional.
3.2. Saran
Tidak ada bagus
DAFTAR PUSTAKA
Nur Sa’idatul. (2018). Studi Komparasi Konsep Uang
Dalam Ekonomi Konvensional Dan Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Syariah. 1(1)
Rahmat Ilyas. (2016). Konsep Uang Dalam Ekonomi Islam. Jurnas Bisnis Dan Manajemen Islam. 4(1)
Santi Endriana. (2015). Konsep Uang : Ekonomi Islam VS Ekonomi Konvensional. Jurnal Anterior. 15(1): 70 - 75