NOTULENSI TUTORIAL 1 SKENARIO 1 BLOK 18 Hari/Tanggal : Kamis, 17 Oktober 2024
Instruktur : Dr. drg. Widodo, M.M., M.Kes Moderator : Rezky Berlianoor
Notulen : Aura Amelia Anggota :
1. Nurdinada Dwi Arya Hakimia 2. Muhammad Thoha
3. Dinda Ayu Febrianti 4. Aisyah Nur Zahra 5. Naura Firda Lunetta 6. Muthi’ah Nadiyah Putri 7. Yumna Azkiyah
8. Vania Listiani
SKENARIO
I. Identifikasi dan Klarifikasi Istilah Asing - Thoha:JKN BPJS
- Muthiah: Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial merupakan suatu program dari pemerintah untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan agar semua ada dalam sistem terpadu, memudahkan segi monitoring, pelayanan, dan penentuan kebijakan agar sama rata.
- Aisyah: BPJS memiliki tingkatan 1-3, setiap bulan ada pembayaran tepatnya di tanggal 10.
- Rezky: Tingkatan ada 3. 1 seperti di puskesmas dan praktek dokter, untuk penyakit umum dan dikelola tenaga kesehatan biasa. 2 untuk spesialis untuk penyakit yang tidak bisa ditanggulangi di strata dirujuk ke strata 2, spt dokter spesialis. 3 untuk penyakit kronis dan tidak bisa dilakukan oleh spesialis biasa, dirujuk ke dokter subspesialis.
II. Identifikasi Masalah
1. Dinda: Apa langkah konkrit yang dapat diambil untuk memperbaiki sistem pengadaan alat dan bahan?
2. Yumna: Mengapa komunikasi antara pimpinan dan karyawan diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja sehat?
3. Naura: Bagaimana pengelolaan manajemen rumah sakit yang baik? Pada skenario sudah jelek, bagaimana mengembalikannya?
4. Nurdinada: Hal apa yang dapat dilakukan oleh pasien agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan segera?
5. Vania: Bagaimana cara meningkatkan kesadaran staf tentang pentingnya pelayanan yang berkualitas?
6. Thoha:Bagaimana prosedur rujukan yang sebenarnya?
7. Aura:Mengapa manajemen rumah sakit bisa buruk seperti skenario?
8. Rezky: Mahasiswa ingin mengeluh dan mengadu tapi takut, apa sikap mahasiswa yang sebaiknya dilakukan apabila ada hal tersebut?
9. Muthiah: Apa saja tindakan yang dapat dilakukan kepala rumah sakit untuk mengatasi masalah yang dialami rumah sakit tersebut?
III. Analisis Masalah
1. Apa langkah konkrit yang dapat diambil untuk memperbaiki sistem pengadaan alat dan bahan?
- Rezky: Perlu dilakukan diskusi dan rapat untuk perbaikan sistem pengadaan alat dan bahan untuk membicarakan terkait masalah yang ada di dalam rumah sakit tersebut agar susunan sistem menjadi lebih baik.
- Aisyah: Harus ada evaluasi alat dan pendataan stok bahan.
- Thoha: Sistem rujukan yang salah karena langsung ke tk. lanjutan, maka hal tersebut menyebabkan alat dan bahan seharusnya cukup malah tidak cukup.
2. Mengapa komunikasi antara pimpinan dan karyawan diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja sehat?
- Nurdinada: Dengan komunikasi yang baik maka akan berjalan secara efektif dan memudahkan koordinasi yang baik antara pemimpin dan karyawan juga mempermudah mencapai tujuan yang diinginkan.
- Dinda: Komunikasi yang baik menciptakan transparansi keputusan dan kebijakan sehingga karyawan merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan
- Muthiah: Dijadwalkan rapat untuk membahas kendala yang dialami rumah sakit dan mencari solusinya, staf sering mendapatkan komplain yang harus dikomunikasikan agar semua bagian paham terkait masalah dan agar dapat didapatkan penyelesaian yang konkrit
- Naura: Apabila komunikasi baik, maka pemecahan masalah baik.
Pemimpin cenderung membentuk suasana dalam kantornya, apabila memang pemimpin kurang baik dalam memimpin, sehingga lingkungan kerja menjadi tidak sehat.
3. Bagaimana pengelolaan manajemen rumah sakit yang baik? Pada skenario sudah buruk, bagaimana mengembalikannya?
- Yumna: Peningkatan komunikasi anatara staf dan pimpinan (rapat dan evaluasi terhadap pelayanan yang dilakukan), pelatihan dan pengembangan terkait manajemen pelayanan, pengadaan sumberdaya (tenkes, alat, dan bahan)
- Vania: Membuat sistem umpan balik, agar pasien dapat memberikan komentar tentang apa yang ingin ia dapatkan dan dapat diperbaiki dan diberikan yang lebih baik
- Aura:
- Thoha: 4 hal yang dapat dikelola, tenaga kerja; keuangan; pelayanan kesehatan ;... Permasalahan ada di sumber daya manusia dan keuangan. Bagian SDM bisa dilakukan transparansi dan pembuatan lingkungan kerja yang baik. Bagian keuangan diperbaiki agar dapat mengadakan alat dan bahan. Bagian pelayanan kesehatan, pasien dimarahi dan ditolak, itu harus diperbaiki. Permasalahan ada di bagian SDM dan manajemen keuangan, kalaupun anggaran dinaikkan tetapi SDM masih tidak kompeten dan jujur maka anggaran tdk bisa mnolong manajemen kesehatan di Indonesia
- Muthiah: Pemerintah memperhatikan kondisi dari faskes pertama, yaitu puskesmas, agar pasien dapat ditangani di puskesmas terlebih dahulu.
4. Hal apa yang dapat dilakukan oleh pasien agar mendapatkan pelayanan kesehatan segera?
- Rezky: Mencari tempat pelayanan terdekat lebih dahulu (puskesmas, klinik, dll), yang dapat memberikan pelayanan segera dan apabila px tidak dapat ditangani maka dapat dirujuk ke pelayanan selanjutnya.
- Thoha: Jangan pakai BPJS, ambil yang umum maupun di negeri dan swasta, apabila memang ingin cepat.
5. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran staf tentang pentingnya pelayanan yang berkualitas?
- Dinda: Dilakukan program pelatihan dan pendidikan yang berkala tentang standar pelayanan, etika profesionalitas, dan pendidikan layanannya untuk penanganan di rumah sakit.
- Aisyah: Memberikan penghargaan (misal staf terbaik), sehingga staf memiliki motivasi tinggi, kemudian juga bisa secara berkala saat diskusi membahas tentang hasil kuesioner setelah dilakukan perawatan pada pasien (setelah pelayanan kurang berkualitas) agar didapatkan perbaikan.
- Aura: Sistem pembayaran insentif
- Muthiah: Mengatur segi shift dari petugasnya (sering dokter dan perawat memiliki shift yang terlalu panjang) karena dapat memengaruhi kinerja pasien; ini harus dievaluasi karena dapat memengaruhi pelayanan kepada pasien.
6. Bagaimana prosedur rujukan yang sebenarnya?
- Nurdinada: Ke strata 1 dulu (fasilitas kesehatan tingkat pertama), dengan membawa kartu BPJS, kemudian didiagnosis oleh dokter di FKTP dan ditentukan apakah ditangani atau dirujuk. Apabila dirujuk, maka surat rujukan dibawa ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) atau strata 2 (surat berlaku selama 3 bulan), untuk pengecualiannya apabila kondisi pasien gawat darurat dapat langsung di rujuk ke FKRTL tanpa harus melalui FKTP.
- Naura: FKTP dulu untuk diagnosis sehingga apabila tdk dapat ditangani maka dirujuk (horizontal atau vertikal). Horizontal maka
antar klinik saja atau puskes-puskes untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik di tingkat yang sama. Apabila penyakit yang didiagnosis tdk dapat ditangani FKTP maka dirujuk ke tahap lanjutan (misal rumah sakit), yaitu rujukan vertikal atau daari rendah ke tinggi, tapi bisa dilakukan darir tinggi ke rendah misal untuk kontrol yang bisa dilakukan pada FKTP.
7. Mengapa manajemen rumah sakit bisa buruk seperti skenario?
- Vania: Terdapat ketiadaan bahan praktek, yaitu keterbatasan anggaran atau pengelolaan yang buruk. Sistem administrasi yang rumit menimbulkan px memberikan keluhan. Lingkungan kerja yang buruk sehingga motivasi pekerja menurun. Kurangnya fokus pada px spt kurangnya kepedulian pada keluhan px mempengaruhi juga.
- Rezky: Kepala RS-nya tdk transparansi, tdk mengelola dgn baik rapat dan pembinaan staf staf rumah sakit untuk mlebih baik dan gaya kepemimpinan yang otoriter karena mempengaruhi mindset dari staf rumah sakit.
- Thoha: Anggaran kesehatan juga menjadi problem mengapa manajemen bisa buruk
8. Mahasiswa ingin mengeluh dan mengadu tapi takut, apa sikap mahasiswa yang sebaiknya dilakukan apabila ada hal tersebut?
- Muthiah: Rundingan antarmahasiswa, kemudian disampaikan ke kaprodi atau ke direktur RSGMnya, agar mahasiswa tidak kesulitan lagi.
- Dinda: Mendata pengalaman (termasuk masalah px atau staf), merundingkan dahulu kemudian dilaporkan ke senior yang lebih didengar oleh atasannya.
- Yumna: Berkumpul > membahas > mencatat > sampaikan melalui unit pemgaduan atau layanan mahasiswa
9. Apa saja tindakan yang dapat dilakukan kepala rumah sakit untuk mengatasi masalah yang dialami rumah sakit tersebut?
- Yumna: Meningkatkan komunikasi antara kepala RS dgn staf, memperbaiki prosedur, mengelola anggaran dengan baik, dan menciptakan lingkungan kerja yang baik.
- Aisyah: Kepala RS harus sadar bahwa kepemimpinan tidak baik, diperlukan kerjasama antara staf yg merasakan hal tersebut, kkemudian bisa diberikan evaluasi ke unit pengaduan.
IV. Problem Tree
V. Sasaran Belajar
1. Mengetahui dan menjelaskan tentang perencanaan dari manajemen rumah sakit
a. Alat dan Bahan
2. Mengetahui dan menjelaskan tentang pelaksanaan dari manajemen rumah sakit
a. SOP
3. Mengetahui dan menjelaskan tentang evaluasi dari manajemen rumah sakit 4. Mengetahui dan menjelaskan tentang controlling dari manajemen rumah sakit 5. Mengetahui dan menjelaskan tentang manajerial dan kepemimpinan dari
manajemen rumah sakit a. Gaya kepemimpinan
NOTULENSI TUTORIAL 2 SKENARIO 1 BLOK 18 VI. Belajar Mandiri
VII. Sintesis Hasil Belajar Mandiri
1. Mengetahui dan menjelaskan tentang perencanaan dari manajemen rumah sakit A. Alat dan Bahan
-Dinda:
Menurut Permenkes RI Tahun 2016, Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
khususnya tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan serta dasar-dasar perencanaan yang sudah ditentukan diantaranya konsumsi, epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang sesuai dengan ketentuan maka apabila proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
1. Bahan baku obat harus selalu disertai sertifikat analisa,
2. Bahan berbahaya harus selalu menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS),
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai Harus memiliki Nomor Izin Edar, Masa kadaluarsa (Expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia dan lain-lain), atau pada saat kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Pelayanan kesehatan di rumah sakit berdekatan dengan penggunaan perbekalan farmasi yang terdiri dari obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, alat kesehatan habis pakai, alat-alat kedokteran dan gas medik.
5. Apoteker harus berperan serta dalam pelayanan kefarmasian dan bertemu langsung dengan pasien untuk mendapatkan terapi pasien secara optimal Sumber : Safitri, T. F., & Permadi, Y. W. (2021). Evaluasi Perencanaan Dan Pengadaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mitra Siaga Kabupaten Tegal. Jurnal Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy UMUS, 3(01), 46-53.
- Aisyah : Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit meliputi beberapa aspek yaitu
· Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan
· Perencanaan kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan f. Rencana pengembangan
· pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
· Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
· Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
· Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
· pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. dicabut izin edarnya
· pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
· administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu meliputi pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan, administrasi penghapusan.
A.Atirah Bunga Tawazzun, Aztriana , Nurlina. GAMBARAN PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI DI RSUD PROF. DR. H. ANWAR MAKKATUTU KAB. BANTAENG. Makassar Pharmaceutical Science Journal, 2024:2[1] (7), 66-77
- Rezky: Kefarmasian merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan di instalasi farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan meliputi peralatan
medis dan peralatan nonmedis yang memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, dan laik pakai. Peralatan medis berupa peralatan medis yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. Kualiatas pelayanan rumah sakit dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah kelengkapan sarana dan prasarana.
Adanya tempat yang bersih, nyaman, serta peralatan yang memadai untuk menunjang kesembuhan penyakit pasien sangat mempengaruhi kualitas pelayanan di rumah sakit.
Alat dan bahan yang dibutuhkan rumah sakit harus dikelola dengan baik dan diperhatikan secara terus menerus, adanya pengecekan ketersediaan alat bahan per tiap minggu/bulan akan mencegah terjadinya kekurangan stok alat dan bahan di rumah sakit.
Pratiwi RD, et al., 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi). Bandung:
CV. Media Sains Indonesia.
- Vania : Perencanaan peralatan medis di fasilitas pelayanan kesehatan membutuhkan keterlibatan dari tenaga teknis peralatan medis, tenaga medis, keperawatan, tenaga teknis sarana prasarana dan manajemen. Perencanaan ini meliputi:
a. Penilaian kebutuhan (need assessment) yang bertujuan untuk memenuhi standar peralatan medis sesuai dengan kemampuan/klasifikasi rumah sakit, untuk mengganti peralatan medis dan mengembangkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau perkembangan teknologi.
b. Perhitungan peralatan medis untuk pemenuhan kebutuhan sesuai standar. Jumlah peralatan medis harus memperhatikan kemampuan layanan berdasarkan klasifikasi rumah sakit dan ketersediaan sarana ruangan untuk penempatan peralatan dan volume pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Membentuk Tim perencanaan, membuat SOP pelaksanaan penilaian kebutuhan peralatan medis, melibatkan tenaga teknik eletromedik dan bidang sarana prasarana rumah sakit. (Kenedi J, et al. 2018. Analisis Pengadaan Alat Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Padang Pariaman Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(2):9-16)
- Muthiah : Perencanaan dalam manajemen rumah sakit adalah proses penting yang melibatkan pengembangan tujuan, strategi, dan langkah-langkah untuk mencapai efisiensi, kualitas layanan, dan keberlanjutan operasional. Berikut adalah beberapa aspek utama dalam perencanaan manajemen rumah sakit:
1. Penetapan Visi, Misi, dan Tujuan: Langkah awal dalam perencanaan adalah menetapkan visi (gambaran masa depan), misi (tujuan utama), dan tujuan jangka pendek dan panjang rumah sakit. Ini memberikan arah dan fokus bagi seluruh organisasi.
2. Analisis Lingkungan dan Pemangku Kepentingan: Manajemen rumah sakit harus melakukan analisis menyeluruh terhadap lingkungan internal (seperti infrastruktur, sumber daya manusia) dan eksternal (pasar layanan kesehatan, regulasi pemerintah) serta pemangku kepentingan (pasien, staf, masyarakat).
3. Perencanaan Strategis: Proses ini melibatkan pengembangan strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan rumah sakit. Strategi ini dapat mencakup ekspansi fasilitas, peningkatan kualitas pelayanan, atau pengembangan layanan baru.
4. Perencanaan Operasional: Detail perencanaan harian dan mingguan untuk menjalankan operasional rumah sakit. Ini termasuk perencanaan sumber daya manusia, manajemen inventaris, keuangan, dan administrasi.
5. Perencanaan Sumber Daya Manusia: Termasuk perencanaan kebutuhan tenaga kerja, pengembangan karyawan, pelatihan, dan manajemen kinerja untuk memastikan bahwa rumah sakit memiliki staf yang berkualitas dan terampil.
6. Perencanaan Keuangan: Pengelolaan anggaran dan sumber daya keuangan rumah sakit, termasuk perencanaan pendapatan, pengeluaran, dan investasi untuk memastikan keberlanjutan keuangan.
7. Perencanaan Pemasaran dan Komunikasi: Pengembangan strategi pemasaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang layanan yang ditawarkan rumah sakit dan komunikasi yang efektif dengan pasien dan masyarakat umum.
8. Perencanaan Keamanan dan Keberlanjutan: Memastikan bahwa rumah sakit memiliki rencana keamanan yang efektif untuk mengatasi keadaan darurat atau bencana serta upaya untuk mempromosikan praktik yang berkelanjutan.
Febri S, Stefanus S. Manajemen Rumah Sakit. Sidoarjo: Zifatama Jawara. 2020 -Toha: Untuk mendapatkan alat kesehatan yang sesuai kebutuhan, memenuhi standar dan optimal dalam pemanfaatan maka diperlukan manajemen logistik alat kesehatan yang baik. Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari supplier, diantara fasitas perusahaan dan kepada para langanan. Pengelolaan manajemen logistik alat kesehatan yang baik yaitu dengan memperhatikan rencana kebutuhan, skala prioritas, perencanaan pengembangan dan mengevaluasi manfaat. Keberhasilan dalam perencanaan kebutuhan harus didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan, bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya.
Jon Kenedi, Dasman Lanin, Zukarnain Agus. ANALISIS PENGADAAN ALAT KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANG PARIAMAN TAHUN 2017. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018
-Aura:
Perencanaan strategis harus diterapkan untuk memungkinkan rumah sakit dengan cepat dan fleksibel menyesuaikan strategi dengan perubahan lingkungan yang menjadi penting bagi keberhasilan mereka. Untuk mencapai tugas ini, dibutuhkan alat perencanaan strategis modern dengan proses perencanaan strategis yang menawarkan penyelarasan dan integrasi perspektif eksternal dan internal, memungkinkan rumah sakit dan manajer untuk merencanakan berbagai hasil dan opsi, dan dengan demikian menyediakan dasar yang kuat untuk menghadapi tantangan yang semakin meningkat atau skenario masa depan.
(Sumber: Ghanem, M., Schnoor, J., Heyde, C.E., Kuwatsch, S., Bohn, M. and Josten, C., 2015. Management strategies in hospitals: scenario planning. GMS Interdisciplinary plastic and reconstructive surgery DGPW,4.)
Manajemen strategis mencakup penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuan strategis jangka panjangnya. Perubahan dalam lingkungan eksternal (yaitu, transisi demografis dan epidemiologis, fluktuasi ekonomi, harapan publik dan politik), dan dalam sistem perawatan kesehatan (yaitu, pasar kesehatan, permintaan, biaya, teknologi baru, regulasi) telah memberikan tekanan pada manajer rumah sakit untuk menerapkan program manajemen strategis guna merespons tantangan lingkungan. Pengembangan kepemimpinan menyiratkan bahwa Rencana Strategis harus ada, dengan misi, visi, tujuan strategis, dan rencana aksi organisasi yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
Sebuah rumah sakit mengembangkan strategi, yang harus berasal dari analisis situasi atau strategis, yang paling sering dilakukan dengan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities and threats).
(Sumber: Terzic-Supic, Z., Bjegovic-Mikanovic, V., Vukovic, D., Santric-Milicevic, M., Marinkovic, J., Vasic, V. and Laaser, U., 2015. Training hospital managers for strategic planning and management: a prospective study.BMC medical education,15, pp.1-9.) - naura: Perencanaan menyangkut pembuatan keputusan tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan melakukannya, siapa yang akan melakukan, serta sasarannya. Hal ini mengandung arti bahwa fungsi perencanaan merupakan fungsi yang mendasari dan mendahului fungsi yang lain. Pentingnya fungsi perencanaan berkaitan dengan tujuan perencanaan yaitu:
- a. Mengurangi atau mengimbangi ketidakpastian dan perubahan di waktu yang akan datang
- b. Memusatkan perhatian pada sasaran
- c. Mendapatkan atau menjamin proses pencapaian tujuan terlaksana secara efisien dan efektif
- d. Memudahkan pengawasan Rencana Kerja
Berisi kegiatan operasional. Unsur yang harus muncul dalam rencana kerja adalah tujuan kegiatan, mengapa kegiatan itu harus dilaksanakan (Why), sasaran (What), siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan (Who), dimana kegiatan dilaksanakan (Where), Kapan dilaksanakan (When), Berapa targetnya dan indikator keberhasilannya (How many), Bagaimana atau caranya mencapai semua rencana tersebut (How). Dalam menyusun rencana kerja aspek yang harus diperhatikan adalah Administrative Feasibility yaitu kemampuan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi dan sarana) yang dimiliki organisasi dan prioritas program.
Rencana kerja dapat disusun berdasarkan sistem manajemen;
Input-proses-output-outcome dan dampak. Saat menyusun rencana kerja sering diperlukan suatu kebijakan yang berisi pedoman, panduan pelaksanaan kegiatan.
Setyawan, F. E. B., & Supriyanto, S. (2020).Manajemen rumah sakit. Zifatama Jawara.
2. Mengetahui dan menjelaskan tentang pelaksanaan dari manajemen rumah sakit B. SOP
- Yumna : SOP merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar. beberapa poin penting dalam SOP yaitu antara lain: 1.
Seperangkat instruksi/langkah-langkah tindakan yang telah dibakukan 2. Langkah-langkah/instruksi kerja tersebut dibuat dalam bentuk tertulis. 3. Langkah-langkah kerja tersebut mengikat bagi setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tindakan yang bersesuaian dengan SOP masing-masing tindakan medis 4. Langkah-langkah tersebut untuk menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. 5. SOP berisi tentang ketentuan cara melaksanakan, kapan waktu pelaksanaannya, dimana tempat pelaksanaannya dan siapa pelaksananya. 6. SOP ditetapkan oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
SOP tindakan medis merupakan pedoman yang berisi seperangkat instruksi atau langkah-langkah yang telah dibakukan dan dibuat secara tertulis, berdasarkan konsensus bersama oleh para dokter sesuai dengan bidang spesialisasi masing-masing dalam pemberian pelayanan medis atau tindakan medis tertentu kepada pasien. SOP tindakan medis menjadi salah satu indikator penilaian atas adanya kesalahan atau kelalaian dokter terkait kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, cacat, atau bahkan meninggalnya seorang pasien. Pelaksanaan tindakan medis yang sesuai dengan SOP akan memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi dokter dan pasien.
Matippanna A. 2022. Memahami Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam Tindakan Medis. Jurnal Sipatokkong BPSDM Sulawesi Selatan.
3(1); 46 – 49.
- Nurdinada :
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja rumah sakit berdasarkan indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja yang bersangkutan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit harus menyusun standar operasional prosedur (SOP) acuan pekerjaan. Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap tindakan perawat merupakan salah satu upaya untuk menjaga keselamatan pasien, meningkatkan pelayanan dan menghindari tuntutan malpraktik. SOP rumah sakit merupakan alat pengendalian layanan yang diberikan pasien dalam hal layanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Tujuan SOP adalah untuk menciptakan komitmen pekerjaan dalam mewujudkan good govermance sebagai alat penilaian kinerja yang bersifat internal dan eksternal (Nazvia et al., 2014). Untuk meningkatkan kinerja rumah sakit yang efektif dan efisien, perlu adanya SOP yang bersifat teknis, administratif dan prosedural sebagai pedoman dalam melaksanakan kinerja rumah sakit.
Pedoman pembuatan SOP rumah sakit mengacu pada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan. Kedua pedoman tersebut disesuaikan dengan kondisi rumah sakit setempat baik rumah sakit swasta maupun pemerintah. SOP rumah sakit merupakan pedoman keselamatan pasien untuk mendapatkan layanan dan pelayanan kesehatan yang optimal. Masih banyak rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta dalam menyusun SOP belum maksimal (SOP Peneriman dan SOP Pengeluaran). SOP tersebut digunakan untuk
mengukur efisiensi pelayanan dan layanan kesehatan secara optimal (Taufiq, A. R. 2019)
Taufiq, A. R. (2019). Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit. Profita: Komunikasi Ilmiah dan Perpajakan, 12(1), 56-66.
- Muthiah: Tahap penting dalam penyusunan SOP adalah dengan melakukan analisis sistem, dan prosedur kerja, analisis tugas, dan melakukan analisis prosedur kerja. Analisis sistem dan prosedur kerja merupakan aktivitas yang mengidentifikasi fungsi utama dan langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sistem dalam kesatuan unsur saling berhubungan dan mempengaruhi sedemikian rupa, sehingga muncul dalam bentuk keseluruahn pekerjaan. Analisis tugas merupakan proses manajemen dalam suatu pekerjaan, karena analisis tugas diperlukan dalam perencanaan organisasi. Sedangkan prosedur kerja dirumuskan sebagai serangkaian langka kerja yang berhubungan, biasanya dilaksanakan lebih dari satu orang. Analisis terhadap prosedur kerja akan menghasilkan suatu diagram alur (flow chart) dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Aktivitas kritis ini perlu didokumentasikan dalam bentuk prosedur dan selanjutnya memastikan bahwa fungsi serta aktivitas itu dikendalikan oleh prosedur kerja yang telah terstandarisasikan.
Prosedur kerja merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan tujuan organisasi, karena prosedur memberikan beberapa keuntungan diantaranya memberikan pengawasan yang lebih efektif dan efisien mengenai aktivitas dalam memperoleh hasil yang optimal.
Taufiq, A. R. (2019). Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit. Profita: Komunikasi Ilmiah dan Perpajakan, 12(1), 56-66.
- Aura: SOP memuat informasi tentang jangka waktu pelaksanaan kegiatan, pengguna layanan, hirarki struktur organisasi, serta langka kerja dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Pelaksanaan SOP di rumah sakit memiliki multifungsi baik sebagai alat deteksi potensi penyimpangan tugas pokok dan fungsi sebagai alat koreksi. Setiap penyimpangan yang terjadi sebagai alat evaluasi untuk meningkatkan kinerja yang efektif, efisien, profesional, transparan dan handal.
Kinerja satuan unit kerja yang efisien merupakan syarat mutlak bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan dan salah satu alat penting untuk mewujudkan visi dan misi rumah sakit. Evaluasi kinerja rumah sakit memiliki kekhususan tersendiri yang membedakan dengan evaluasi kinerja pada organisasi profit oriented yang berorientasi pada pelayanan yang didasari pada keuntungan. Pada unit kerja rumah sakit,
standar penilaian kinerja yang sifatnya eksternal didasarkan pada indikator responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Sementara standar penilaian kinerja yang sifatnya internal didasarkan pada SOP dan pengendalian program kerja rumah sakit yang bersangkutan.
Kedua jenis standar ini diarahkan untuk menilai sejauh mana akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dicapai. Artinya, standar eksternal maupun standar internal pada akhirnya akan bermuara pada penilaian tercapai inputs, outputs, results, benefits dan impacts yang dikehendaki dari suatu program yang ada di rumah sakit.
Pada prinsipnya, standar operasional prosedur lebih diorientasikan pada penilaian kinerja internal kelembagaan, terutama dalam hal proses kerja di lingkungan organisasi termasuk kejelasan unit kerja yang bertanggung jawab. Standar operasional prosedur berbeda dengan pengendalian program yang lebih diorientasikan pada penilaian pelaksanaan dan pencapaian outcome dari suatu program. Namun keduanya saling berkaitan karena standar operasional prosedur merupakan acuan bagi rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, termasuk dalam pelaksanaan program. SOP dapat digunakan untuk penilaian kinerja secara eksternal dan pedoman yang sifatnya internal digabungkan dengan pedoman eksternal berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas untuk terwujudnya akuntabilitas kinerja rumah sakit. Selama ini, penilaian akuntabilitas kinerja rumah sakit pada umumnya didasarkan pada standar eksternal.
Sebagai bentuk organisasi publik, rumah sakit memiliki karakteristik khusus yang bersifat birokratis dalam internal rumah sakit. Oleh karena itu, untuk menilai pelaksanaan mekanisme kerja internal tersebut unit kerja pelayanan publik harus memiliki acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja rumah sakit berdasarkan pada indikator teknis, administratif dan prosedural. Maka dari sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan dalam bentuk SOP.
Pentingnya SOP dalam penyelenggaraan rumah sakit dan hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja memiliki SOP dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja tentang pedoman penyusunan SOP.
(Sumber: Taufiq, A.R., 2019. Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit. Profita: Komunikasi Ilmiah dan Perpajakan,12(1), pp.56-66.)
(Sumber: Peltonen, L.M., Siirala, E., Junttila, K., Lundgrén‐Laine, H., Vahlberg, T., Löyttyniemi, E., Aantaa, R. and Salanterä, S., 2019.
Information needs in day‐to‐day operations management in hospital units: A cross‐sectional national survey. Journal of Nursing Management,27(2), pp.233-244.)
- Rezky: Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan non petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Dalam mengkaji manajemen kesehatan, terdapat lima pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji fungsi dan unsur manajemen yakni management by objective (Manajemen dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi), management is how to work with others (manajemen adalah kerja sama untuk mencapai tujuan bersama), manajemen ditinjau dari aspek perilaku manusia, manajemen sebagai suatu proses, dan manajemen sebagai ilmu terapan (Maulana, 2004 dalam Arifin dkk, 2016). Manajemen rumah sakit berarti penerapan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dalam rumah sakit yang memiliki fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pratiwi RD, et al., 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi).
Bandung: CV. Media Sains Indonesia.
- Toha: Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja rumah sakit berdasarkan indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP untuk menciptakan komitmen mengenai satuan unit kerja rumah sakit untuk mewujudkan good governance.
SOP tidak bersifat internal dan eksternal, karena SOP digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu. Selain itu SOP digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja rumah sakit di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja rumah sakit memiliki SOP, karena setiap satuan unit kerja pelayanan publik rumah sakit memiliki SOP sebagai acuan dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi rumah sakit dapat dievaluasi dan terukur
Taufiq, A. R. (2019). Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit. Profita: Komunikasi Ilmiah dan Perpajakan, 12(1), 56-66.
- Naura: Dalam melaksanakan rencana kerja diperlukan pengarahan, penggerakan, bimbingan, supervisi dan koordinasi kegiatan. Elemen dalam pelaksanaan ini hendaknya disusun dalam Gantt Chart, sehinga mudah nantinya untuk melakukan monitoring atau pengawasan dan pengendalian.
-
- Setyawan, F. E. B., & Supriyanto, S. (2020). Manajemen rumah sakit.
Zifatama Jawara.
-
3. Mengetahui dan menjelaskan tentang evaluasi dari manajemen rumah sakit Dinda :
Evaluasi sama pentingnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemantauan, dan pengendalian. Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi atas permasalahan yang ditemukan. Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Namun demikian, evaluasi kadang-kadang tidak dapat dilakukan dengan hanya menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi pada organisasi saja.
Contoh evaluasi proses operasional rumah sakit sebagai berikut :
1. Pengelolaan Waktu: Evaluasi operasional seringkali melibatkan analisis terhadap waktu tunggu pasien, kecepatan pelayanan, dan ketepatan waktu dalam penyelesaian prosedur medis.
2. Alur Kerja: Evaluasi juga mencakup alur kerja dari pendaftaran pasien hingga discharge. Rumah sakit yang memiliki alur kerja yang efisien dapat meningkatkan produktivitas dan meminimalkan hambatan dalam proses pelayanan.
Liker, S. S., & Van der Meer, P. L. M. (2019).Improving Hospital Management and Performance through Lean Healthcare.
Rahmanita Yusman, S. K. M. drg. Intan Kamala Aisyiah, MARS. 2021. Sistem Perencanaan Rumah Sakit.
Aisyah : Evaluasi (Evaluation) yaitu menilai apakah rencana dapat didiskusikan dengan baik dan tujuan dapat dicapai, adanya penyimpangan, apa sebabnya dan bagaimana agar tidak terulang.
Tujuannya yaitu untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dengan memperbaiki fungsi manajemen. Evaluasi ada beberapa macam, yaitu:
a. Evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dilaksanakan
b. Evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung c. Evaluasi terhadap output, dilaksanakan setelah pekerjaan selesai.
Ns. Arif Munandar. 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi). Media Sains Indonesia dan Penulis.
Vania : Evaluasi adalah proses peninjauan kembali secara terstruktur yang melibatkan penetapan nilai, karakteristik, apresiasi, mengidentifikasi masalah, serta memberi solusi atas masalah yang dirasakan. Evaluasi merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mendukung tujuan yang dicapai.
Tujuan evaluasi:
a. Mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk satu produk atau satu tim b. Validasi bagian produk ini dengan atau tanpa pembaruan
c. Menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang baik, setidaknya lebih lancar serta mudah diketahui, dan memudakan pekerjaan yang dikelola. (Wati, HF.
2021. Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dengan Menggunakan Metode Human Organization Technology (HOT) Fit. Syarif Hidayatullah Jakarta).
Proses evaluasi dimana meninjau setiap permasalahan yang mungkin terjadi selama tahap pelaksanaan kegiatan. Evaluasi yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit contohnya bisa menekankan pada kualitas dan kinerja sumber daya manusia dalam pelaksanaannya. Proses pelaksanaan pelayanan yang diberikan walaupun telah melakukan tahap perencanaan dan pengorganisasian yang matang, namun, proses input dan pelaksanaan pelayanan ini biasanya masih kurang sehingga diperlukan adanya evaluasi. (Saragih J, et al. 2023. Analisis Sistem Pelayanan Administrasi dalam Penerimaan Peserta Pasien BPJS di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon. Jurnal Pendidikan Tambusai. 7(1): 2490-2499).
Nurdinada : Evaluasi perlu dilakukan terhadap sistem yang telah berjalan untuk mengetahui aspek positif yang mendorong penggunaan sistem. Evaluasi manajemen rumah sakit adalah proses untuk memastikan bahwa sistem yang ada di rumah sakit berjalan optimal sehingga mempermudah pengambilan keputusan dan tercapai efisiensi di Rumah Sakit. Akan tetapi, regulasi kebijakan tersebut belum terealisasi secara maksimal meningkatkan produktivitas tenaga profesional pelayanan kesehatan, meningkatkan efisiensi dan akurasi kode serta data penagihan keuangan pasien, meningkatkan kualitas layanan kesehatan, meningkatkan manajemen klinis dalam hal diagnosis dan perawatan pasien, mengurangi biaya kebutuhan kertas untuk rekam medis, meminimalisir kesalahan medis, meningkatkan keselamatan pasien, memperbaiki hasil perawatan pasien dan meningkatkan kepuasan pasien, dari berbagai manfaat tersebut terdapat manfaat
yang paling dirasakan dari implementasi Sistem Informasi Rumah Sakit dalam peningkatan akses informasi di Rumah Sakit antar petugas layanan kesehatan maupun dengan pasien sehingga alur pelayanan lebih efisien.
Fadilla, N. M. (2021). Sistem informasi manajemen rumah sakit dalam meningkatkan efisiensi: mini literature review. JATISI (Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi), 8(1), 357-374.
Muthiah : Evaluasi manajemen rumah sakit adalah proses sistematis untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan kualitas operasional rumah sakit dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa rumah sakit terus berkembang dan meningkatkan layanannya sesuai dengan standar kesehatan dan harapan pemangku kepentingan, seperti pasien, staf, dan regulator. Berikut adalah beberapa aspek utama dari evaluasi manajemen rumah sakit:
1. Evaluasi Kinerja Rumah Sakit secara Keseluruhan
Proses ini mencakup penilaian terhadap keberhasilan rumah sakit dalam mencapai tujuan strategis dan operasionalnya. Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan cara:
● Mengukur Key Performance Indicators (KPI): Rumah sakit sering kali menetapkan KPI, seperti tingkat kepuasan pasien, rata-rata lama perawatan (length of stay), tingkat infeksi nosokomial, tingkat pemanfaatan tempat tidur, dan tingkat kematian. Evaluasi KPI membantu manajemen menilai efektivitas berbagai aspek operasional dan klinis.
● Membandingkan Kinerja dengan Standar: Kinerja rumah sakit dibandingkan dengan standar nasional, internasional, atau standar akreditasi yang relevan. Ini membantu mengidentifikasi kesenjangan antara praktik aktual dan yang diharapkan.
2. Evaluasi Kualitas Pelayanan Kesehatan
● Kepuasan Pasien: Evaluasi ini melibatkan survei dan pengumpulan umpan balik dari pasien untuk mengetahui pengalaman mereka selama perawatan di rumah sakit.
Kepuasan pasien merupakan indikator penting dari kualitas pelayanan.
● Tingkat Keselamatan Pasien: Rumah sakit harus mengukur frekuensi dan jenis kejadian keselamatan (seperti kesalahan medis, infeksi, atau cedera) yang terjadi selama perawatan. Data ini membantu dalam mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.
● Outcome Kesehatan: Evaluasi hasil perawatan pasien (clinical outcomes) seperti tingkat kesembuhan, komplikasi, atau mortalitas membantu menilai kualitas klinis rumah sakit.
3. Evaluasi Efisiensi Operasional
● Penggunaan Sumber Daya: Menilai efisiensi penggunaan sumber daya (seperti tenaga kerja, peralatan medis, dan obat-obatan) untuk memastikan tidak ada pemborosan dan bahwa rumah sakit beroperasi secara optimal.
● Pengelolaan Keuangan: Mengukur kinerja keuangan rumah sakit melalui evaluasi anggaran, pengeluaran, dan sumber pendapatan. Ini mencakup penilaian efektivitas penagihan, pembayaran klaim asuransi, dan pengendalian biaya.
● Waktu Pelayanan: Evaluasi waktu tunggu pasien untuk mendapatkan layanan (misalnya, waktu tunggu di UGD, konsultasi dokter, atau prosedur medis) untuk memastikan pelayanan yang efisien dan responsif.
4. Evaluasi Sumber Daya Manusia
● Kinerja Karyawan: Evaluasi ini mencakup penilaian kinerja individu atau tim untuk mengetahui apakah tenaga kerja di rumah sakit memenuhi standar kompetensi dan produktivitas yang diharapkan. Penilaian ini bisa dilakukan melalui tinjauan kinerja, umpan balik dari rekan kerja, dan survei kepuasan staf.
● Pengembangan SDM: Rumah sakit juga harus mengevaluasi efektivitas program pelatihan dan pengembangan profesional untuk memastikan bahwa karyawan terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan perkembangan industri kesehatan.
● Retensi dan Kepuasan Karyawan: Menilai tingkat kepuasan karyawan dan retensi staf membantu manajemen memahami masalah internal yang dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas tenaga kerja.
5. Evaluasi Infrastruktur dan Teknologi
● Fasilitas Fisik: Penilaian kondisi fisik bangunan, ruang perawatan, dan peralatan medis dilakukan untuk memastikan bahwa rumah sakit memiliki infrastruktur yang memadai dan aman untuk mendukung operasi.
● Teknologi Informasi: Evaluasi ini mencakup efektivitas penggunaan sistem informasi manajemen rumah sakit, seperti sistem pencatatan medis elektronik (EMR) dan sistem manajemen keuangan. Kinerja dan keamanan sistem ini sangat penting dalam mendukung operasional dan menjaga kerahasiaan data pasien.
● Pengelolaan Alat Medis: Alat dan peralatan medis harus dievaluasi secara rutin untuk memastikannya berfungsi dengan baik dan sesuai dengan standar kesehatan.
6. Evaluasi Keamanan dan Keselamatan
● Protokol Keselamatan: Evaluasi implementasi protokol keselamatan untuk staf dan pasien, termasuk pemantauan kepatuhan terhadap prosedur kebersihan, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan manajemen risiko infeksi.
● Keamanan Fasilitas: Mengevaluasi langkah-langkah keamanan fisik dan lingkungan rumah sakit, seperti sistem keamanan, penanggulangan kebakaran, dan kesiapan menghadapi keadaan darurat.
7. Evaluasi Program Peningkatan Kualitas (Continuous Improvement)
Rumah sakit harus menjalankan program peningkatan kualitas yang berkelanjutan.
Evaluasi ini melibatkan peninjauan apakah program yang telah diterapkan berhasil meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan kualitas layanan. Misalnya:
● Pelaksanaan Rekomendasi Audit: Meninjau apakah rekomendasi hasil audit sebelumnya telah diterapkan dengan efektif dan apakah hasilnya telah memperbaiki kinerja.
● Penggunaan Data dan Analisis: Mengevaluasi sejauh mana data operasional dan klinis digunakan untuk membuat keputusan yang meningkatkan kualitas layanan.
8. Evaluasi Manajemen Risiko
● Identifikasi dan Mitigasi Risiko: Evaluasi ini mencakup bagaimana rumah sakit mengidentifikasi risiko (misalnya, risiko medis, keuangan, atau operasional) dan langkah-langkah yang diambil untuk memitigasinya. Proses ini dapat mencakup peninjauan insiden dan near-misses untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
● Evaluasi Kejadian Keselamatan: Setiap kejadian yang mempengaruhi keselamatan pasien atau staf perlu dievaluasi dengan cermat untuk memahami penyebabnya dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
9. Tinjauan Akreditasi dan Kepatuhan
● Kepatuhan terhadap Standar: Evaluasi apakah rumah sakit mematuhi standar akreditasi nasional dan internasional, serta peraturan pemerintah yang berlaku. Proses ini mencakup peninjauan dokumen, audit eksternal, dan inspeksi oleh badan akreditasi.
● Pembaruan Akreditasi: Evaluasi kesiapan rumah sakit untuk mengikuti proses akreditasi ulang atau audit reguler dari badan pengawas untuk menjaga status dan standar kualitas.
10. Tindak Lanjut dan Penyesuaian
Setelah proses evaluasi selesai, rumah sakit harus melakukan:
● Tindak Lanjut Evaluasi: Menindaklanjuti temuan evaluasi dengan menerapkan tindakan perbaikan, melakukan pelatihan tambahan, atau merevisi prosedur operasional.
● Penyesuaian Rencana Strategis: Jika hasil evaluasi menunjukkan adanya penyimpangan dari tujuan strategis, manajemen harus menyesuaikan rencana strategis, mengalokasikan ulang sumber daya, atau menetapkan prioritas baru.
Febri S, Stefanus S. Manajemen Rumah Sakit. Sidoarjo: Zifatama Jawara. 2020
Naura: Evaluasi ini diperlukan karena memungkinkan rumah sakit untuk tetap tumbuh dan terus melakukan peningkatan seiring berkembangnya teknologi, kebijakan, dan kebutuhan pengguna. Dengan terus mengukur kinerja sistem dan melakukan perbaikan berkelanjutan, rumah sakit dapat terus meningkatkan efisiensi, kualitas, dan keamanan layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Jadi, evaluasi menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa rumah sakit dapat beroperasi dengan optimal dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Laila, L., Sulistyawati, S., & Hidayat, M. S. (2024). Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS): Studi Literatur. Jurnal Promotif Preventif,7(4), 710-723.
Toha: Evaluasi manajemen rumah sakit melibatkan beberapa aspek penting untuk memastikan bahwa semua fungsi dan proses berjalan dengan efektif dan efisien.
Berikut adalah beberapa komponen evaluasi manajemen rumah sakit:
1. Evaluasi Kinerja Internal
Standar Operasional Prosedur (SOP) : SOP digunakan untuk menilai kinerja internal rumah sakit. Ini mencakup prosedur administratif, operasional, dan ketentuan yang berlaku untuk melaksanakan aktivitas rumah sakit. SOP membantu dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional, serta memastikan bahwa semua kegiatan dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.1
2. Evaluasi Kinerja Eksternal
Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas : Standar penilaian kinerja eksternal didasarkan pada indikator responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Ini memastikan bahwa rumah sakit dapat merespons kebutuhan pasien, bertanggung jawab atas layanan yang diberikan, dan akuntabel dalam penggunaan sumber daya.1 3. Manajemen Data Pasien Efektif
SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) : SIMRS digunakan untuk mengelola data pasien dengan efektif. Ini memastikan bahwa data pasien tercatat dengan baik, mudah diakses, dan terlindungi. Hal ini membantu dalam pengobatan dan analisis statistik secara optimal, serta mendukung keputusan klinis yang tepat.2 4. Keselamatan dan Keamanan
Manajemen Risiko Fasilitas/Lingkungan : Rumah sakit harus memiliki program monitoring manajemen risiko fasilitas/lingkungan untuk mengurangi bahaya dan risiko. Program ini melibatkan identifikasi, evaluasi, kontrol, dan mitigasi risiko untuk memelihara kondisi aman di fasilitas medis.3
5. Pentingnya Evaluasi Terhadap SIM
Evaluasi SIM : Evaluasi terhadap SIM di rumah sakit sangat penting karena membantu memastikan pelayanan yang cepat, akurat, dan tepat waktu kepada pasien.
Melalui evaluasi, kelemahan dalam sistem dapat diidentifikasi dan diperbaiki, serta meningkatkan kepatuhan regulasi privasi data pasien dan standar medis.2
6. Inovasi dan Perkembangan
Evaluasi Terus-Menerus : Evaluasi yang terus-menerus memungkinkan rumah sakit untuk mengadopsi teknologi baru dan inovasi dalam SIM. Ini tidak hanya meningkatkan kualitas layanan tetapi juga memberikan dorongan untuk terus berkembang dan menjawab kebutuhan pasien yang semakin kompleks.2
Dengan demikian, evaluasi manajemen rumah sakit harus dilaksanakan secara holistis, melibatkan SOP internal, responsibilitas eksternal, manajemen risiko fasilitas,
dan evaluasi terus-menerus atas sistem informasi manajemen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja overall rumah sakit dan memastikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi pasien.
Taufiq, A. R. (2019). Penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit. Profita: Komunikasi Ilmiah dan Perpajakan, 12(1), 56-66.
4. Mengetahui dan menjelaskan tentang controlling dari manajemen rumah sakit
- Rezky : Controlling seorang manajer harus mempu mengendalikan aktifitas proses kerja agar berjalan sesuai konsep sesuai perencanan sebelumnya.
Seorang manjer harus yakin bahwa apa yang di kerjakan bawahannya adalah sesuai dan benar. Dalam konsep controlling ini seorang manajer harus mampu menjalankan fungsinya dalam hal pengawasan, penilaian, dan evaluasi terhadap priduktifitas dan hasil kerja yang di lakukan karyawan pelaksana.
Berikut beberapa kegiatan seorang manajer pada tahap controlling: a.
Implements control systems b. Performance measures c. Identifies variances d.
Fixes variances.
Pratiwi RD, et al., 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi).
Bandung: CV. Media Sains Indonesia.
- Aura: Komponen Utama Pengendalian Manajemen Rumah Sakit
1. Sistem Pengendalian Manajemen (MCS): MCS di rumah sakit berfokus pada metrik kinerja keuangan dan non-keuangan, memungkinkan pengawasan menyeluruh terhadap operasi. Mereka membantu dalam mengidentifikasi ketidakefisienan dan meningkatkan penyampaian layanan dengan memberikan data yang relevan kepada manajer.
2. Sistem Informasi: Integrasi sistem informasi yang kuat sangat penting untuk akses dan analisis data secara real-time. Rekam Medis Elektronik (EHR) sangat penting dalam meningkatkan koordinasi perawatan, meningkatkan efisiensi, dan memastikan keamanan data pasien Sistem-sistem ini memfasilitasi komunikasi yang lebih baik di antara penyedia layanan kesehatan dan memperlancar proses administrasi.
3. Pengukuran Kinerja: Menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang jelas sangat penting untuk melacak kinerja rumah sakit. KPI umum termasuk waktu tunggu rata-rata pasien, tingkat perputaran tempat tidur, dan pemanfaatan peralatan medis.
Memantau indikator-indikator ini membantu rumah sakit mempertahankan standar perawatan yang tinggi sambil mengelola biaya secara efektif.
4. Kontrol Horizontal vs. Vertikal: Manajemen rumah sakit modern semakin lebih memilih sistem kontrol horizontal yang mendorong kolaborasi antar departemen daripada sistem vertikal tradisional yang mungkin menghambat kerjasama antar departemen. Perubahan ini mendorong pendekatan yang lebih terintegrasi dalam mengelola lingkungan perawatan kesehatan yang kompleks.
5. Penetapan Tujuan dan Akuntabilitas: Manajemen yang efektif melibatkan penetapan tujuan spesifik dan memastikan akuntabilitas di antara staf. Pemisahan
tanggung jawab yang jelas membantu mengidentifikasi area untuk perbaikan dan mendorong budaya tanggung jawab dalam organisasi.
(Sumber: Lunkes RJ, Naranjo-Gil D, Lopez-Valeiras E. Management Control Systems and Clinical Experience of Managers in Public Hospitals. Int J Environ Res Public Health. 2018 Apr 17;15(4):776. doi: 10.3390/ijerph15040776. PMID: 29673192;
PMCID: PMC5923818.)
(Sumber: Lewandowski, Roman. (2023). Management Control in Hospitals: A Breakthrough Approach to Improving Performance and Efficiency.
10.4324/9781003366553.) Dinda :
Controlling (pengawasan), yaitu rangkaian kegiatan untuk melakukan pengawasan, penyempurnaan, dan penilaian dalam menjamin agar tujuan dapat dicapai seperti yang telah ditetapkan pada perencanaan. Fungsi ini meliputi proses mengukur kinerja, membandingkan dengan standar, mengidentifikasi penyimpangan, dan mengambil tindakan korektif jika diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah meletakkan standar dan membandingkan yang sebenarnya dan mengoreksi penyimpangan-mencapai tujuan sesuai rencana.
Raden, J. S. Manajemen dan Kepemimpinan dalam Keperawatan. 2024
Yumna: Controlling merupakan salah satu fungsi paling penting dalam manajemen suatu organisasi. Controlling memiliki arti sebagai suatu proses untuk mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Controlling dianggap penting karena tanpa adanya pengawasan yang baik, tujuan organisasi maupun kepuasan pekerja mungkin tidak tercapai secara optimal.
Di dalam suatu organisasi, terdapat beberapa tipe pengawasan yang digunakan, antara lain:
1. kontrol pendahuluan (preliminary control)
2. kontrol pada saat kerja berlangsung (concurrent control) 3. kontrol umpan balik (feedback control)
Dalam proses contolling, diperlukan beberapa tahapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahapan controlling tersebut terdiri dari:
1. Penetapan standar
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan 3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan
4. Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis penyimpangan 5. Pengambilan tindakan korektif
Ahmad, R. and Pratama, A., 2021. Faktor manajemen profesional: perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian (suatu kajian studi literatur manajemen sumberdaya manusia).Jurnal Ilmu Manajemen Terapan,2(5), pp.699-709
Muthiah : Sistem pengendalian terdiri dari teknik dan mekanisme yang digunakan perusahaan untuk menetapkan tujuan, menyelesaikan tujuan dan secara sukses menghasilkan pencapaian strategi. Sistem pengendalian menggabungkan, meng gerakkan, membantu pengambilan keputusan, mengkomunikasikan tujuan, dan memberikan informasi feedback. menyatakan bahwa sistem pengendalian menjamin tercapainya suatu keadaaan yang diinginkan (kinerja). Efektivitas sistem pengendalian berhubungan dengan keberhasilan pencapaian kinerja yang diharapkan perusahaan.
Salah satu pendekatan kontinjensi yang mempengaruhi sistem pengendalian manajemen adalah yaitu ketidakpastian lingkungan. Alasan penggunaan variabel ini dikarenakan ketidakpastian lingkungan telah diidenti fikasi sebagai variabel kontekstual yang dapat mempengaruhi kinerja manajer
Andry. APAKAH SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN MAMPU
MENGUKUR EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS KINERJA RUMAH SAKIT. 2022 Nurdinada : Pengendalian dalam manajemen rumah sakit merujuk pada proses memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan rencana perawatan serta tindakan yang telah direncanakan untuk memastikan bahwa tujuan tercapai secara efektif dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Fungsi pengendalian memiliki peran penting dalam memastikan bahwa perawatan pasien berjalan dengan baik, risiko dikelola dengan tepat dan perbaikan kontinu dilakukan. Fungsi pengendalian meliputi evaluasi kinerja, akuntabilitas pajak, kontrol kualitas, manajemen etika, dan manajemen profesional dan kolektif. Contoh fungsi pengendalian manajemen meliputi evaluasi berkala terhadap filosofi, misi, tujuan, dan sasaran unit; pengukuran kinerja individu dan kelompok terhadap kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. individu dan kinerja kelompok terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya; dan audit terhadap tujuan dan hasil pasien (Risal Wintoko, 2020).
Wintoko R., dan Yadika ADN. (2020). Manajemen Terkini Perawatan Luka. Jurnal Kedokteran Unila. 4(2):183-189.
5. Mengetahui dan menjelaskan tentang manajerial dan kepemimpinan dari manajemen rumah sakit
a. Gaya kepemimpinan
- Toha: Kepemimpinan dalam manajemen rumah sakit dapat dikategorikan ke dalam beberapa model atau jenis yang berbeda, masing-masing dengan karakteristik dan penerapan yang unik.
1. Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan demokratis cenderung melibatkan staf dalam pengambilan keputusan. Mereka menghargai masukan dan saran dari bawahan, menciptakan suasana kerja yang kolaboratif.
Penerapan: Penelitian menunjukkan bahwa di banyak rumah sakit, seperti RSUD Daya Makassar, tipe kepemimpinan ini mendominasi dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal ini terbukti meningkatkan kinerja dan moral staf.
2. Kepemimpinan Otoriter
Dalam gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin mengambil keputusan secara sepihak dan mengharapkan bawahan untuk mengikuti arahan
tanpa banyak diskusi.
Penerapan: Gaya ini lebih sering diterapkan dalam situasi pengawasan dan ketika keputusan cepat diperlukan. Meskipun tidak sepopuler gaya demokratis, kepemimpinan otoriter dapat efektif dalam keadaan darurat di mana waktu adalah faktor kritis1.
3. Kepemimpinan Laissez-Faire
Pemimpin laissez-faire memberikan kebebasan penuh kepada staf untuk mengambil keputusan dan bertindak tanpa intervensi langsung dari atasan.
Penerapan: Gaya ini jarang diterapkan secara eksklusif di rumah sakit karena lingkungan medis sering membutuhkan lebih banyak struktur dan bimbingan.
Namun, dalam tim yang sangat terampil, pendekatan ini bisa digunakan untuk mendorong inovasi5.
4. Kepemimpinan Inovatif
Pemimpin inovatif fokus pada pengembangan ide-ide baru dan solusi kreatif untuk masalah yang ada. Mereka mendorong budaya inovasi di seluruh organisasi.
Penerapan: Dalam konteks pandemi COVID-19, kepemimpinan inovatif menjadi semakin penting untuk menghadapi tantangan baru dan meningkatkan efisiensi operasional rumah sakit4.
5. Kepemimpinan Strategis
Pemimpin strategis berfokus pada perencanaan jangka panjang dan pengembangan visi organisasi. Mereka mengintegrasikan berbagai fungsi manajemen untuk mencapai tujuan bersama.
Penerapan: Gaya ini penting untuk memastikan bahwa semua bagian dari rumah sakit bekerja menuju tujuan yang sama dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan
Ardianto, A., & Susanto, E. (2020). *Strategi Pembangunan Rumah Sakit*.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Daya, R. (2019). *Manajemen Rumah Sakit Modern*. Bandung: Alfabeta.
Widyastuti, E., & Sudarmawan, U. (2020). *Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Staf di RSUD Daya Makassar*. Jurnal Manajemen Rumah Sakit, 2(1), 15–25.
- Vania: Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Kepemimpinan merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya manusia yang sangat
menentukan keberhasilan suatu organisasi seperti rumah sakit. Seorang pemimpin memiliki karakteristik tertentu, memahami ciri-ciri kepemimpinan seseorang harus dipahami bahwa kepemimpinan mempunyai tiga komponen yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi seseorang yang dikatakan sebagai pemimpin yang baik dalam satu situasi dan dengan pengikut tertentu, belum tentu sebaik itu dalam situasi dan pengikut yang lain. Berdasarkan teori kepemimpinan klasik bahwa gaya kepemimpinan terbagi atas tiga bagian besar yaitu:
a. Gaya kepemimpinan otokratis yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata mata.
b. Gaya kepemimpinan demokratis yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
c. Gaya kepemimpinan laizzes-faire (laizzes-faireleadership) berpandangan bahwa individu-individu tetap perlu dimotivasi oleh kekuatan dan dorongan internal dan individu-individu cenderung untuk diberi kesempatan mengambil keputusan sendiri tentang bagaimana melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya. (Handayani S. 2020. Tinjauan Literatur : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja, Kedisiplinan Dan Budaya Organisasi Di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Medika Saintika;
11(2): 258-262).
- Yumna : 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Dalam gaya kepemimpinan otoriter, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Direktur RS tentu memiliki risiko yang akan berdampak pada seluruh pegawai yang ada pada unit kerjanya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemimpin yang otoriter mengatur setiap langkah aktivitas dan teknik secara detail, sehingga langkah ke depan selalu tidak menentu. Pemimpin biasanya mendiktekan tugas dan pekerjaan lainnya kepada setiap anggota.
Pemimpin juga memiliki peran dalam memuji dan mengkritik secara pribadi, namun tetap tidak aktif dalam kelompok kecuali untuk memperagakan sesuatu. Ia bisa ramah atau tidak manusiawi, tetapi tidak bersikap bermusuhan secara terbuka. Saat menerapkan gaya kepemimpinan otoriter, direktur akan memberikan tugas kepada bawahan dengan deadline yang disertai dengan peringatan apabila tugas tersebut tidak selesai pada waktunya. Dalam menjalankan organisasi, diperlukan aturan dan hukum yang berfungsi sebagai alat pengendali agar kinerja organisasi berjalan dengan baik. Jika aturan dan hukum dalam organisasi tidak berjalan dengan baik, maka akan terjadi konflik kepentingan baik antar individu maupun antar organisasi. Fungsi penting dari sistem punishment ini adalah membatasi perilaku, artinya hukuman akan menghalangi terjadinya pengulangan terhadap perilaku yang tidak diharapkan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan yang dikenal pula sebagai gaya partisipatif ini berasumsi bahwa para anggota organisasi yang ambil bagian secara pribadi dalam proses pengambilan keputusan akan lebih memungkinkan mempunyai komitmen yang jauh lebih besar pada sasaran dan tujuan organisasi. Pendekatan ini tidak berarti para pemimpin tidak membuat keputusan, tetapi justru seharusnya memahami terlebih dahulu apa yang menjadi sasaran organisasi sehingga mereka dapat mempergunakan pengetahuan para anggotanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa landasan dari kepemimpinan demokratis adalah anggapan bahwa dengan adanya interaksi dinamis, tujuan organisasi akan tercapai. Untuk itu, seorang pemimpin harus selalu mementingkan musyawarah dan mengesampingkan kepentingan pribadi demi tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, tercipta hubungan serta kerja sama yang baik dan harmonis.
3. Gaya Kepemipinan Laissez Faire
Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi.
Dengan pemberian kebebasan ini, karyawan akan lebih mudah dalam pelaksanaan tugas-tugas kantor karena tidak adanya rasa tertekan yang dirasakan oleh bawahan.
Yantu, I., 2021. Gaya Kepemimpinan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi Gorontalo. JAMIN: Jurnal Aplikasi Manajemen dan Inovasi Bisnis, 3(2), pp.1-9.
- Dinda :
Menurut Golemen (2004), ada empat gaya kepemimpinan yang menghasilkan resonansi (sebuah konsep yang berfokus pada kecerdasan emosional dan hubungan antara pemimpin dan timnya), yaitu:
1. Gaya kepemimpinan visioner, pemimpin visioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan bagaimana cara mencapai tujuan membebaskan orang untuk berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.
2. Gaya kepemimpinan pembimbing : seni memimpin perorangan, pemimpin melakukan perbincangan mendalam dengan seorang pengawal, yang membahas hal-hal yang lebih dari sekadar persoalan sehari-hari dan menjelajahi kehidupan seseorang, termasuk impian-impiannya, tujuan hidupnya dan harapan kariernya.
3. Gaya kepemimpinan afiliatif: pembangun relasi, dipakai ketika pemimpin berusaha untuk membangun resonansi pada semua situasi, tetapi perlu diterapkan ketika pemimpin berusaha meningkatkan harmoni tim, meningkatkan moral, memperbaiki komunikasi dan memperbaiki kepercayaan yang pernah putus di dalam sebuah organisasi.
4. Gaya Kepemimpinan demokratis, kepemimpinan demokratis akan sangat bermanfaat untuk memancing ide-ide tentang cara terbaik bagaimana pelaksanaan suatu pekerjaan. Pemimpin harus terbuka terhadap segala sesuatu berita baik maupun berita buruk dan harus membuat orang merasa aman berbicara, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan jika kita mau terbuka terhadap ide-ide.
Mizwar, C., & Mulyanti, D. (2023). Analisis Pengaruh Kepemimpinan Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Manajemen Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Amanah, 7(1), 68-77.
Rezky : Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa pemimpin atau manajer harus memikirkan kombinasi gaya kepemimpinan tergantung pada kebutuhan, tugas yang dilaksanakan dan situasi serta kondisi. Gaya kepemimpinan terdiri dari empat dimensi gaya kepemimpinan yaitu:
1. Gaya Otoriter
Gaya kepemimpinan yang tidak membutuhkan pokok-pokok pikiran dari bawahan dan mengutamakan kekuasaan serta prestasi sehingga seorang pemimpin mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam pengambilan keputusan.
2. Gaya Pengasuh
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin memperhatikan bawahan dalam peningkatan karier, memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan bersikap baik serta menghargai bawahan yang bekerja dengan tepat waktu.
3. Gaya Berorientasi pada tugas
Gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin menuntut bawahan untuk disiplin dalam hal pekerjaan atau tugas.
4. Gaya Partisipatif
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengharapkan saran-saran dan ide-ide dari bawahan sebelum mengambil suatu keputusan. Dalam gaya kepemimpinan
partisipatif untuk pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh partisipasi bawahan.
Pratiwi RD, et al., 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi).
Bandung: CV. Media Sains Indonesia.
Nurdinada : Menurut (Veithzal Rivai, 2006), Mengatakan bahwa seorang manajer adalah seseorang yang memiliki tanggungjawab utamanya melaksanakan proses manajemen. Seorang manajer adalah seorang yang menjadi pimpinan dalam suatu jabatan tertentu yang memegang kendali untuk mengelola alur organisasi bawahnya untuk menjalankan tugas mencapai visi perusahaan. Suatu organisasi tergantung dari manajer, keberhasilan dan kegagalan yang didapat dalam organisasi kunci utamanya adalah koncep seorang manajer. Seorang manajer harus mempunyai wawasan yang luas terhadap berbagai aspek walaupun tidak semua aspek informasi di ketahui secara terperinci, dengan adanya pengetahuan itu seorang manajer akan mampu mengambil keputusan yang tepat dan mampu menentukan arahkan kebijakan yang tepat untuk organisasi.
Kepemimpinan merupakan pilar yang sangat penting dalam suatu pengelolaan manajemen RS. RS sendiri memiliki beragam jenis layanan bisnis dimana banyak karya, banyak modal, beragam teknologi yang tentunya tidak luput dari berbagai masalah yang akan muncul. Dalam mencapai tujuan RS, seorang leader atau pemimpin diharapkan dapat memiliki 1) kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok 2) kemampuan membimbing dan mengarahkan tingkah laku 100 bawahan atau orang lain. Pemimpin harus melakukan perubahan mulai dari dalam dahulu, pemimpin saat ini tidak hanya mengandalkan kekuasaannya saja namun pemimpin harus mengerti dan harus bisa melayani kebutuhan bawahannya. Keberhasilan seseorang pemimpin dalam mengorganisir bawahannya akan sangat dipengaruhi oleh perilaku yang juga disebut gaya kepemimpinan
Pratiwi RD, et al., 2022. Manajemen Rumah Sakit (Teori dan Aplikasi). Bandung:
CV. Media Sains Indonesia.
Aisyah : Menurut As’ad 1991 (dalam Faturahman, 2018) terdapat lima model kepemimpinan, yaitu :
1) Model otokratik merupakan pemimpin yang mempunyai sifat egois dan merasa bahwa sesuatu yang dilakukannya selalu benar dan tidak menerima masukan, ide dan gagasan dari setiap anggotanya. Ciri-ciri dari model kepemimpinan otokratik menurut Mattayang (2019) adalah :
a) Pemimpin memiliki egoisme yang sangat besar.
b) Memperlakukan bawahan sama dengan alat-alat lain dalam sebuah organisasi.
c) Pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksana tugas dengan kepentingan dan kebutuhan bawahan.
d) Mengabaikan peran bawahan dalam pengambilan keputusan.
2) Model kharismatik merupakan tipe pemimpin yang memiliki daya tarik serta memiliki jiwa kharismatik, sehingga mudah
untuk mempengaruhi orang lain.
Ciri-ciri dari model kepemimpinan kharismatik menurut Mattayang (2019) adalah : a) Memiliki daya tarik untuk mempengaruhi orang.
b) Banyak dikagumi oleh bawahan.
c) Tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut.
d) Bawahan tetap mengikuti dan setia pada pemimpin yang memiliki model kharismatik.
3) Model paternalistik atau maternalistik merupakan tipe pemimpin yang mempunyai sifat kebapakan atau keibuan, sehingga dapat merangkul para bawahannya seperti keluarga sendiri. Ciri-ciri dari model kepemimpinan paternalistik menurut Mattayang (2019) adalah :6
a) Perannya dalam kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para bawahannya.
b) Dapat berperan seperti seorang ayah yang bersifat melindungi serta dapat menjadi teman untuk berdiskusi.
c) Mengutamakan nilai kebersamaan.
d) Berlaku adil dan serata mungkin.
4) Model demokratis merupakan tipe pemimpin yang memanusiakan manusia, sehingga seluruh gagasan atau saran dari bawahan selalu diterima dan dipilih mana yang baik untuk kemajuan organisasi. Ciri-ciri dari model kepemimpinan demokratis menurut Mattayang (2019) adalah :
a) Dapat memberikan bimbingan yang efisien kepada bawahannya.
b) Bersedia mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan.
c) Dihormati, disegani serta menghargai pendapat maupun kreasi bawahannya.
d) Menumbuh kembangkan daya inovasi dan kreativitas bawahannya.
e) Dapat mendengarkan saran, pendapat serta kritikan bawahannya.
f) Bertugas menjadi pelindung dan penyelamat bagi bawahannya.
5) Model Laissez Faire atau delegatif merupakan tipe pemimpin yang mudah memberikan kepercayaan kepada bawahannya sehingga tanggung jawab pekerjaan dilimpahkan secara keseluruhan terhadap bawahan.
Ciri-ciri dari model kepemimpinan Laissez Faire menurut Mattayang (2019) adalah :
a) Dapat mendorong kemampuan anggotanya dalam mengambil inisiatif.
b) Pemimpin kurang berkontribusi dalam penggunaan kekuasaannya.
c) Membiarkan bawahannya berbuat sesuka hati.
d) Kurang interaksi dan kontrol kepada bawahan.
- Aura: Manajer rumah sakit dan administrator bertanggung jawab untuk mengartikulasikan dan mencapai visi dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Kapabilitas dan keterampilan manajerial sangat penting untuk berfungsinya sistem kesehatan. Memang, manajemen yang tidak efektif adalah alasan utama kegagalan intervensi kesehatan. Bukti menunjukkan bahwa banyak rumah sakit saat ini memiliki tingkat ketidakefisienan rumah sakit yang tinggi dan ketidakpuasan pasien, akibat penyediaan layanan kesehatan yang tidak tepat dan tidak memadai. Masalah-masalah ini sebagian besar disebabkan oleh manajemen yang buruk, yang dapat mengakibatkan ketidakefisienan sumber daya dan penurunan produktivitas. Manajemen yang buruk telah disoroti sebagai masalah dalam kemajuan menuju pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Oleh karena itu, investasi dalam pembangunan kapasitas manajemen dan kompetensi adalah tantangan utama untuk reformasi sistem kesehatan di seluruh dunia. Untuk membangun dan memp