• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip-prinsip, Syarat dan Pihak dalam Kepailitan

N/A
N/A
Simon TM

Academic year: 2025

Membagikan "Prinsip-prinsip, Syarat dan Pihak dalam Kepailitan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP, SYARAT DAN PIHAK DALAM KEPAILITAN

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kepailitan Dosen Pengampu : Tatu Afifah M.Kn

Disusun Oleh : Kelompok 2

1. Muhammad Chaerul Rijal 61121035 2. Muhamad Samsul Ma'arif 61121040 3. Putri Salsa Nabila 61121052 4. Rai Indah Nurhidayah 61124036 5. Siti Shefiani 61121074

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DAN HUKUM PROGARAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SERANG RAYA SERANG-BANTEN

2024-2025

Jl.Raya Cilegon No.Km.5, Taman, Drangong, Kec.Taktakan, kota Serang, Banten 42162

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dengan judul “Prinsip-prinsip, syarat dan pihak dalam kepailitan".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, Kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Serang, 29 Oktober 2024 Penyusun

Kelompok 2

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 4

2.1 Prinsip-Prinsip Dalam Hukum Kepailitan ... 4

2.2 Syarat-Syarat Pernyataan Pailit ... 5

2.3 Hutang Dan Jenis-Jenisnya ... 7

2.4 Permohonan Pailit ... 9

2.5 Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 11

BAB III PENUTUP ... 13

3.1 Kesimpulan ... 13

3.2 Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia perkembangan ekonomi semulanya berputar dengan sangat baik, ditambah dengan pembangunan bersinambungan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi makro dan mikro yang lebih maju sejalan dengan perkembangan perusahaan kecil dan perusahaan besar di dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut menjadikan mobilitas sumber daya manusia dan usaha menjadi tinggi, terjadi transaksi modal dan kekayaan yang semakin maju di dalam dunia perekonomian. Namun, krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan banyak perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya membayaran utang. Dunia usaha terkena imbas yang paling besar dari krisis tersebut sehingga menyebabkan banyak perusahaan yang bangkrut atau jatuh pailit.1

Pailit adalah sebuah keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan pembayaran- pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditor. Keadaan tersebut pada umumnya terjadi karena kesulitan dalam kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang mengalami kemunduran atau kebangkrutan. Sedangkan, kepailitan merupakan suatu putusan pengadilan yang dapat mengakibatkan sita umum atas segala kekayaan yang dimiliki debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Proses pengurusan dan pemberesan kepailitan ini dilakukan oleh para kurator dengan di awasi oleh hakim pengawas.

Hal ini bertujuan untuk menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit secara proporsional (prorate parte) serta sesuai dengan struktur kreditor.2

Dilihat dari kacamata Sejarah, secara embrional suatu pranata yang Bernama hukum kepailitan atau dikenal pula dengan nama hukum kebangkrutan, pada mulanya berkembang pada masa Romawi. Eksistensi hukum Romawi terhadap perkembangan hukum kepailitan

1 Amaylia Noor Alaysia, Hukum Kepailitan Dalam Perwujudan Perlindungan Hukum Bagi Debitor, Vol. 7, Jurnal

Pendidikan Tambusai, 2023, hlm. 2

2 Rizal Syah Nyaman, Prosedur Hukum Permohonan Pailit Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia, Vol. 5, Jurnal

Hukum Saraswati (JHS), 2023, hlm. 3

(5)

2

modern yang berkembang kini adalah sebagai bukti bahwa hukum kepailitan modern itu dibangun diatas prinsipprinsip hukum Romawi kuno sebagai pancangannya.

Secara etimologis istilah kepailitan berasal dari kata banco rotto yang pertama kali dipakai di Italia, yaitu saat terjadinya peristiwa pedagang yang memperjualbelikan valuta tak lagi mempunyai uang tunai untuk membayar para kreditornya. Pada masa itu berlaku tradisi jika peristiwa tersebut terjadi sang pedagang akan memecahkan atau membawa pergi meja tempat dia memperdagangkan uangnya sebagai simbol bahwa dia telah bangkrut. Kemudian pranata hukum kepailitan ini berkembang pula dibeberapa negara di Eropa seperti Perancis, Inggris, Amerika, Belanda, dan Indonesia.3

Pailit merujuk pada status hukum di mana suatu perusahaan atau individu dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya yang jatuh tempo. Pailit dapat mengakibatkan likuidasi aset debitor atau reorganisasi keuangan untuk mencoba memulihkan kesehatan keuangan debitor. Kemudian, istilah kepailitan merujuk pada kondisi ketidakmampuan debitor untuk membayar utang-utangnya kepada kreditor dalam jumlah yang jatuh tempo. Kepailitan dapat dipandang sebagai keadaan keuangan yang serius di mana debitor tidak dapat memenuhi kewajiban keuangannya. Likuidasi adalah proses penjualan atau pengeluaran aset debitor yang tidak dapat membayar utang-utangnya untuk memenuhi klaim kreditor.

Dalam hukum kepailitan juga dikenal beberapa istilah lainnya, seperti likuidasi, pengadilan pailit, dan pengurus pailit. Likuidasi bertujuan untuk menghasilkan dana yang cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban yang terhutang dan menyelesaikan kepailitan.

Pengadilan pailit adalah badan peradilan yang memiliki yurisdiksi untuk memproses permohonan pailit, mengawasi proses kepailitan, dan memutuskan masalah hukum yang terkait. Pengadilan pailit bertindak sebagai pengawas independen dalam menjalankan proses kepailitan dan memastikan pemenuhan hak-hak semua pihak yang terlibat. Sedangkan, pengurus pailit adalah orang atau entitas yang ditunjuk oleh pengadilan pailit untuk mengelola aset dan urusan keuangan debitor selama proses kepailitan. Tugas pengurus pailit meliputi pengumpulan aset, penilaian klaim kreditor, distribusi hasil likuidasi, dan melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan oleh hukum kepailitan.

3 Muhammad Ridduwan, Kajian Hukum Terhadap Perkembangan Hukum kepailitan Di Indonesia, Vol. 22, Fakultas

Hukum Universitas Palembang, 2024, hlm. 16

(6)

3

Dalam kepailitan terdapat beberapa konsep dasar yang harus di pahami. Beberapa konsep dasar tersebut adalah mengenai kepentingan kreditor, aset debitor, serta utang piutang.

Kepentingan kreditor merujuk pada hak-hak dan klaim yang dimiliki oleh individu atau perusahaan yang memiliki utang piutang terhadap debitor. Kepentingan kreditor meliputi hak untuk memperoleh pembayaran utang, kepentingan keamanan, dan hak partisipasi dalam proses kepailitan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Kemudian, aset debitor mencakup semua properti, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dimiliki oleh debitor. Aset debitor mencakup barang inventaris, properti fisik, rekening bank, piutang dagang, dan aset lainnya yang dapat digunakan untuk membayar utang-utang yang jatuh tempo. Sedangkan, utang piutang adalah kewajiban keuangan yang dimiliki oleh debitor terhadap kreditor. Utang piutang meliputi utang-utang yang jatuh tempo, seperti hutang bank, utang dagang, dan utang lainnya yang harus dibayar oleh debitor kepada kreditor.4

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prinsip-prinsip dalam hukum kepailitan?

2. Bagaimana syarat dan pihak dalam kepailitan?

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui apa saja prinsip-prinsip kepailitan, syarat pernyataan pailit, permohonan pailit, dan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit.

2. Dapat mengetahui penjelasan tentang hutang dan jenis-jenis nya.

4 Nyaman, loc. Cit., hlm. 4-6

(7)

4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-Prinsip Dalam Hukum Kepailitan

Menurut Pasal 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang mengungkapkan bahwa paling sedikit mesti terdapat 2 kreditur, serta debitur sedikitnya tidak membayar satu utang yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih.

Keharusan adanya minimal 2 kreditur merupakan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata, yang mana bahwa pada dasarnya pembagian atas kekayaan debitor antara para kreditor mesti berlangsung secara pari passu prorata parte. Adapun prinsip-prinsip dalam hukum kepailitan sebagai berikut:

1) Prinsip Paritas Creditorium

Paritas creditorium memiliki makna bahwa seluruh kekayaan debitor, baik yang berupa barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak dan juga harta yang sekarang ada serta barang yang bakal debitur miliki kemudian hari terikat terhadap penyelesaian kewajiban pihak debitur. Filosofinya yaitu bahwasanya adalah sebuah ketidakadilan apabila debitur punya harta benda sedangkan utang-utang debitor tidak terbayarkan.

2) Prinsip Pari Passu Prorata Parte

Prinsip hukum kepailitan ini menyatakan bahwa harta kekayaan itu adalah jaminan bersama bagi para kreditur dan juga hasilnya mesti dibagikan secara proporsional antara mereka. Terkecuali apabila antara para kreditor tersebut ada yang menurut peraturan perundang-undangan mesti lebih dulu dalam menerima pembayaran tagihannya. Prinsip kepailitan ini memberi keadilan untuk para kreditur menggunakan konsep keadilan proporsional. Artinya, kreditur yang punya debitur dengan jumlah piutang besar bakal memperoleh pembayaran yang besar dan begitu pula sebaliknya.

3) Prinsip Structure Creditors

Structured Creditors merupakan prinsip yang mengklasifikasikan serta mengelompokkan berbagai macam debitur sesuai dengan kelasnya masing-masing.

Dalam kepailitan. Kreditor ini terbagi menjadi 3 macam, yakni kreditor separatis, kreditor preferen, dan juga kreditor konkuren.

(8)

5 4) Prinsip Utang

Di dalam proses kepailitan ini, konsep utang itu sangatlah menentukan. Ya, tanpa adanya utang maka esensi dari kepailitan menjadi tak ada. Konsep utang di dalam hukum kepailitan Belanda yang juga berlaku di Tanah Air, bahwasanya utang merupakan sebuah bentuk kewajiban guna memenuhi prestasi di dalam suatu perikatan.

5) Prinsip Debt Collection

Prinsip hukum kepailitan yang menegaskan bahwa hutang mesti dibayar menggunakan harta yang dimiliki debitur sesegera mungkin. Hal itu guna menghindari itikad buruk dari debitur dengan cara menyembuyikan seta menyelewengkannya.

Implementasi prinsip ini di dalam kepailitan yakni ketentuan untuk melakukan pemberesan aset dengan jalan likuidasi, prinsip pembuktian sederhana, ketentuan masa tunggu, putusan serta merta, kurator sebagai pelaksana pengurusan maupun pemberesan.

6) Prinsip Debt Pooling

Prinsip ini adalah prinsip yang mengatur bagaimana harta kekayaan pailit mesti dibagi di antara para kreditur. Di dalam melakukan pendistribusian aset kurator bakal berpegang kepada prinsip paritas creditorium dan pari passu prorata parte, serta pembagian menurut jenis masing-masing kreditornya atau structure creditors.

2.2 Syarat-Syarat Pernyataan Pailit

Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit, terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Syarat pengajuan permohonan pernyataan pailit dijelaskan pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) yang berbunyi:5

Pasal 2 ayat (1) :

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”

5 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU)

(9)

6 Pasal 8 ayat (4) :

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi”

Berdasarkan kedua pasal ini mengungkapkan bahwa permintaan pailit yang dilimpahkan kepada pengadilan niaga harus bisa memenuhi beberapa syarat, antara lain:

1) Adanya debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak bisa membayar lunas sedikitnya satu hutang yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih. Dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik itu atas permohonan sendiri atau atas permohonan satu atau lebih kreditur;

2) Adanya kreditur yang memberikan uang pinjaman kepada debitur yang bisa berupa perseorangan atau badan usaha;

3) Adanya permohonan pernyataan pailit dari lembaga kredit;

4) Ada beberapa hutang yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih. Hutang tersebut bisa dikarenakan sudah diperjanjikan, terjadinya percepatan waktu penagihan, sanksi ataupun denda, atau putusan pengadilan dan arbiter.6

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan Pengadilan Niaga apabila beberapa persyaratan tersebut di atas terpenuhi. Namun, apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi maka permohonan pernyataan pailit akan ditolak.7 Selain itu, Undang-Undang Kepailitan juga mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), sebagai berikut:

1) Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia;

2) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal;

6 Noor Azizah. Buku Ajar: Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Banjarmasin: Universitas islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al- Banjari. 2020), him. 57

7 Ibid. hlm. 59

(10)

7

3) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

2.3 Hutang Dan Jenis-Jenisnya a. Hutang

Menurut pengertiaannya utang piutang merupakan perjanjian berupa Pinjam meminjam yang di lakukan antar Pihak yang satu dengan pihak yang lain Dengan objek perjanjiannya berupa Uang. Dalam perjanjian utang piutang Pihak yang memberikan pinjamannya di Sebut sebagai kreditur, sedangkan pihak Yang menerima pinjaman tersebut ialah Debitur. Mengenai uang yang menjadi Objek pinjaman akan di berikan batasan Waktu untuk mengembalikannya sesuai Dengan yang di per janjikan Dalam perbuatan utang piutang Tersebut yang di tuangkan dalam bentuk Perjanjian utang-piutang oleh para pihak Antara kreditur dan debitur bukanlah Tanpa resiko. Karena pada dasarnya Resiko kemungkinan akan terjadi bila Debitur tidak wajib membayar utangnya Secara lunas atau tunai maupun oleh Karena kepercayaan atau alasan tertentu Yang di alami oleh debitur, Sesuai dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bahwa suatu persetujuan Adalah suatu perbuatan di Mana satu Orang atau lebih mengikatkan diri pada Satu orang lain atau lebih. Sedangkan Menurut pendapat Subekti, bahwa Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa Dimana seseorang berjanji kepada Seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji melaksanakan suatu hal.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengatur tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, memberikan pengertian utang sebagai berikut:

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam Jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, Baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau Kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang Wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor"

b. Jenis-jenis Hutang

Adapun mengenai jenis-jenis utang yaitu:

1. Hutang Jangka Pendek

(11)

8

Hutang yang pembayarannya dalam kurun waktu setahun dalam siklus akuntansi operasi normal perusahaan, dengan pemakaïan aktiva lancar atau hasil pembentukan kewajiban lancar lain. Maka dari pengertian tersebut dapat dikatakan jika kewajiban lancar”merupakan utang yang wajib dibayar dalam kurun waktu setahun, Hutang ini memiliki manfaat bagi suatu perusahaan, yaitu biayanya yang lebih murah dan fleksibel. Dikatakan bersifat fleksibel karena dapat digunakan sewaktu-waktu terkait kebutuhan dalam kurun waktu singkat.

Adapun kelemahan hutang jangka pendek antara lain mencakup dua hal, yaitu:

memiliki likuiditas lebih buruk dibanding hutang jangka panjang, dan ketidakpastian biaya. Dikatakan memiliki likuiditas yang buruk karena hutang jangka panjang lebih mantab dan terjamin, sementara kewajiban dengan kurun waktu singkat mengharuskan debitur mempersiapkan dana jangka pendek untuk pelunasannya, atau hanya membayar biaya serta memperpanjang pokok pinjaman berulang-ulang.

Ada beberapa jenis hutang jangka pendek yaitu:

1) Hutang wesel adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal di masa Mendatang yang timbul dari kegiatan pembelian, pembiayaan, atau Transaksi lainnya.

2) Hutang dagang adalah kewajiban yang timbul Akibat terjadinya Suatu pembelian barang dagangan.

3) Hutang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo artinya Sebagian hutang tersebut menjadi hutang jangka pendek yang harus Segera dibayar.

4) Penghasilan bayar di muka adalah biaya yang telah Terjadi namun belum dibayar.

5) Beban yang masih harus Dipenuhi adalah pemanfaatan uang untuk kegiatan penjualan barang Atau jasa yang belum dilakukan.

2. Hutang Jangka Panjang

Hutang dengan tempo pebayarannya lebih dari setahun sejak Tanggal neraca.

Hutang jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan Dananya tidak hanya bersumber dari aktiva lancar. Kewajiban ini Biasa ditimbulkan karena suatu kebutuhan dana yang diperlukan Untuk kegiatan pembelian tambahan aktiva tetap, meningkatkan Jumlah

(12)

9

modal kerja tetap, membeli perusahaan lain atau untuk Melunasi hutang lain. Berikut ni yang Kewajiban jangka panjang meliputi:

1) Hutang Obligasi Adalah Suatu Instrumen Keuangan Yang Diterbitkan oleh perusahaan Kemudian dijual kepada para Investor. Dalam hal ini penjualan surat berharga yang memuat beberapa perjanjian spesifik dan menjanjikan pembayaran pada periode tertentu.

2) Saham, yaitu bukti kepemilikan suatu perusahaan, dimana Pemegang saham mendapat pengahasilan dari deviden dan capital gain.

3) Hipotek, yaitu suatu instrumen utang dengan penyerahan hak pertanggungan atas properti dan pinjaman kepada pemberi pinjaman sebagai jaminan terhadap kewajibannya.

4) Hutang dari lembaga keuangan lain, yaitu utang yang didapat dari bank dan lembaga bukan bank. Hutang ini memiliki karakteristik adanya amortisasi (pembayaran bertahap) dan adanya jaminan.

5) Saham preferen, merupakan sebuah saham yang tidak memiliki karakteristik obligasi dikarenakan perolehan deviden yang besarnya tetap

6) Modal ventura, adalah wujud penyertaan modal yang besumber dari perusahaan pembiayaan kepada perusahaan yang memerlukan dana dalam turun waktu tertentu.

Hutang ini lebih menguntungkan jika didukung beberapa situasi antara lain: dalam hal penjualan serta pendapatan yang relatif stabil, adanya peningkatan besar dalam tingkat harga di masa mendatang, rasio hutang lebih rendah dari lini bisnis, harga saham terkait obligasi dapat ditekan untuk sementara.

2.4 Permohonan Pailit

Permohonan pailit adalah proses hukum di mana seorang debitor atau kreditor mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menyatakan bahwa debitor tidak mampu membayar utang-utangnya yang jatuh tempo. Permohonan pailit dapat diajukan oleh debitor sendiri (permohonan pailit sukarela) atau oleh kreditor yang memiliki klaim terhadap debitor (permohonan pailit paksa).

Tujuan utama dari permohonan pailit adalah untuk melindungi kepentingan kreditor dan mengatur proses penyelesaian utang secara adil dan teratur. Dengan diajukannya permohonan pailit, pengadilan akan memeriksa keadaan keuangan debitor, melibatkan pengurus pailit yang

(13)

10

ditunjuk, dan mengawasi proses likuidasi atau reorganisasi perusahaan untuk membayar utang-utang yang belum dilunasi.

Prosedur permohonan pailit melibatkan tahapan-tahapan seperti pengajuan permohonan ke pengadilan, pemanggilan sidang pengadilan, pemeriksaan keuangan debitor, penunjukan pengurus pailit, dan proses penyelesaian utang. Pengadilan akan mengadakan sidang untuk mendengarkan argumen dari pihak-pihak terkait dan memutuskan apakah permohonan pailit dapat diterima atau ditolak.

Pemahaman yang baik tentang prosedur hukum permohonan pailit sangat penting karena melibatkan hak-hak dan kewajiban debitor, kreditor, dan pengurus pailit. Pemegang kepentingan seperti kreditor ingin memastikan bahwa klaim mereka terhadap debitor diperlakukan dengan adil dan mendapatkan pemulihan sebanyak mungkin dari utang yang belum dilunasi. Pemahaman yang baik tentang prosedur hukum permohonan pailit juga penting bagi pengembangan sistem hukum kepailitan secara umum, karena dapat memberikan wawasan baru, pemahaman yang lebih baik, dan kontribusi pada perbaikan dan pengembangan sistem yang lebih efektif dalam menangani situasi keuangan yang sulit.

Permohonan pailit biasanya diajukan ke pengadilan yang berwenang untuk mengadili kasus kepailitan. Tempat pengajuan permohonan pailit dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi dan peraturan hukum yang berlaku di suatu negara. Umumnya, permohonan pailit diajukan ke pengadilan yang memiliki yurisdiksi atas wilayah atau tempat tinggal debitor. Di Indonesia, misalnya, permohonan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga yang berada di wilayah hukum tempat debitor berkedudukan atau memiliki aset utama.

Pengadilan Niaga memiliki kewenangan untuk memproses kasus kepailitan dan mengambil keputusan terkait likuidasi atau reorganisasi perusahaan.

Permohonan pailit melibatkan beberapa langkah penting yang harus diikuti. Berikut adalah gambaran umum dari prosedur permohonan pailit:

1. Pengajuan Permohonan: Pemohon (baik debitur atau kreditor) mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan Niaga.

2. Penetapan Sidang: Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang paling lambat 20 hari setelah permohonan diajukan.

3. Pemanggilan Para Pihak: Pengadilan akan memanggil debitur dan kreditor untuk hadir dalam sidang.

(14)

11

4. Sidang dan Bukti: Dalam sidang, pemohon harus membuktikan bahwa debitur tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

5. Putusan Pengadilan: Pengadilan akan memberikan putusan paling lambat 60 hari setelah permohonan diajukan. Jika dikabulkan, Pengadilan akan menetapkan status pailit dan menunjuk Kurator untuk mengurus harta pailit.

Proses ini memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan kesempatan yang adil untuk menyampaikan bukti dan argumen mereka.

Selain itu, dalam beberapa kasus, permohonan pailit juga dapat diajukan ke pengadilan di negara lain jika terdapat kaitan lintas batas dalam hal aset, utang, atau kegiatan bisnis debitor.

Dalam situasi seperti itu, berlaku prinsip hukum internasional yang mengatur pengaturan forum dan pengakuan pengadilan dari yurisdiksi yang berbeda. Dalam hal pengajuan permohonan pailit, penting untuk mengacu pada undang-undang kepailitan yang berlaku di negara atau yurisdiksi yang relevan untuk mengetahui persyaratan dan prosedur yang harus diikuti serta pengadilan yang berwenang untuk menerima permohonan pailit.

2.5 Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit Pasal 2 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) menjelaskan siapa saja pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit. Berikut diantaranya:

1) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Debitur

Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan secara tegas debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang jatuh waktu dan dapat ditagih dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Dalam istilah bahasa Inggris permohonan pailit yang diajukan oleh debitor sendiri disebut voluntary petition. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, kemungkinan demikian itu menandakan bahwa UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang permohonan pernyataan pailit bukan saja dapat diajukan untuk kepentingan para kreditor, tetapi dapat juga ditujukan untuk kepentingan debitur sendiri.

2) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Kreditor

Di dalam hukum perikatan, kreditor bermakna sebagai pihak yang berhak atas menuntut pemenuhan suatu prestasi dari pihak debitor. Kreditor memiliki piutang.

(15)

12

Piutang sendiri adalah hak untuk menuntut pemenuhan utang atau prestasi.Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

3) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Kejaksaan

Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa jaksa juga dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang tidak membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang demi kepentingan umum.

Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya: a) debitor melarikan diri; b) debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan; c) debitor mempunyai utang kepada badan BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat; d) debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dari masyarakat luas.

4) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Bank Indonesia

Dalam hal debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih dan tidak membayar utang sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat dan dapat ditagih adalah bank, menurut Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (BI).

5) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Badan Pengawas Pasar Modal

Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Sekarang tugas dan kewenangan Bapepam sebagai regulator dan pengawas pasar modal di Indonesia telah digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

6) Permohonan Pernyataan Pailit oleh Menteri Keuangan

Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa dalam debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit dapat hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

(16)

13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini :

1. Definisi dan Konsep Kepailitan adalah keadaan di mana seorang debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang yang telah jatuh tempo kepada para kreditor. Proses kepailitan melibatkan keputusan pengadilan yang menyebabkan seluruh aset debitor disita untuk melunasi utangnya secara proporsional kepada para kreditor sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku meliputi; paritas creditorium (kesetaraan kreditor), pari passu prorata parte (pembagian aset secara proporsional), structured creditors (pengelompokan kreditor), serta prinsip utang yang menekankan bahwa kepailitan tidak dapat terjadi tanpa adanya kewajiban utang yang belum dibayar. Prinsip-prinsip ini bertujuan menjaga keseimbangan hak antara debitor dan kreditor.

2. Syarat utama pernyataan pailit meliputi adanya dua kreditur atau lebih, utang yang telah jatuh tempo, serta pengajuan permohonan oleh pihak yang berwenang seperti debitur, kreditur, Kejaksaan, Bank Indonesia, OJK, atau Menteri Keuangan. Pengaturan hukum kepailitan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak kreditur, memastikan proses yang adil dalam penyelesaian utang, dan mencegah tindakan penyembunyian aset oleh debitur.

3.2 Saran

1. Perlu ada sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan kepailitan. Salah satu nya adalah melalui digitalisasi laporan keuangan dan aset debitur yang dapat diakses oleh pihak-pihak terkait, seperti kreditor dan pengadilan, untuk meningkatkan transparansi.

2. Mengadakan program pendidikan dan pelatihan khusus bagi hakim niaga, kurator, dan pihak-pihak terkait lainnya. Dengan pelatihan yang tepat, mereka akan lebih memahami proses dan implikasi kepailitan, sehingga dapat menjalankan tugas dengan lebih efektif dan adil.

(17)

14

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Noor Azizah. (2020). Buku Ajar: Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Banjarmasin: Universitas islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al- Banjari).

Susanti Adi Nugroho, (2018). Hukum kepailitan di Indonesia: dalam teori dan praktik serta penerapan hukumnya. Jakarta, Kencana.

Jurnal, Web, Dokumen lain.

Amaylia Noor Alaysia. (2023). Hukum Kepailitan Dalam Perwujudan Perlindungan Hukum Bagi Debitor. Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 7.

Muhammad Ridduwan. (2024). Kajian Hukum Terhadap Perkembangan Hukum kepailitan Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Palembang. Vol. 22.

Rizal Syah Nyaman. (2023). Prosedur Hukum Permohonan Pailit Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia, Jurnal Hukum Saraswati (JHS). Vol. 5.

Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

https://heylaw.id/blog/mengenal-pihak-pihak-yang-dapat-memohon-pernyataan-pailit https://www.hukumonline.com/klinik/a/syarat-kepallitan-c11266/

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang kepailitan harus memberikan manfaat bukan saja bagi kreditor tetapi juga baik debitor. Sejalan dengan itu, Undang- Undang Kepailitan juga harus

Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan.

Sebagai pengadilan khusus Pengadilan Niaga memiliki beberapa karakteristik khusus dalam perkara kepailitan yaitu diantaranya penyebutan para pihak dalam perkara kepailitan, pihak-pihak

Dimana indikasi keperpihakan suatu pengaturan Undang- Undang Kepailitan dapat dilihat dari tambah minimnya hambatan karena pengaturan yang sejalan dengan prinsip-prinsip yang benar

Makalah ini membahas tentang hakikat dan prinsip pertumbuhan, perkembangan, dan

Makalah ini bertujuan untuk memberi pemahaman tentang objek hukum Islam atau mahkum fih dalam disiplin hukum Islam dan membahas prinsip-prinsip dalam hukum

Makalah ini membahas tentang masalah nilai atas dan syarat batas transformasi

Makalah ini membahas tentang fungsi hukum bisnis berdasarkan prinsip umum dan