• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 ETNIK DAYA DESA PADANG BINDU

2.13. Adat pernikahan di Desa Padang Bindu

Adat pernikahan memerlukan suatu proses, yaitu sebelum, pada saat upacara pernikahan dan sesudah upacara pernikahan yang

mempunyai proses sendiri-sendiri dan satu sama lainya tidak dapat dipisahkan. Mulai dari pencarian jodoh yang dimulai dari perkenalan ataupun dengan melalui pendekatan antara laki-laki dan perempuan, bisa di katakan masih pacaran atau dalam istilah bahasa Dayanya

cewekan. Proses yang selanjutnya yaitu penentuan jodoh. Di Desa

Padang Bindu tidak ada larangan dalam menentukan jodoh. Bagi yang sudah siap menikah, maka orang tua akan mengikuti kehendak anak. Usia pernikahan paling muda yaitu umur 14 tahun dan paling dewasa umur 25 tahun. Kalau laki-laki biasanya yang paling muda berumur 18 tahun, sedangkan yang paling tua ada juga yang berumur sekitar 25 tahun.

Masyarakat Suku Daya Desa Padang Bindu mengenal 3 adat pernikahan setelah menikah, yaitu bay-bay, semanda dan Ghohasan

Phahlujadi. Adat pernikahan bay-bay adalah biasanya perempuan

mengikuti laki-laki karena perempuan masih punya adik laki-laki yang belum menikah. Laki-laki boleh membawa Istri ke tempat tinggal orang tua laki-laki jika belum mampu secara ekonomi. Kalau sudah mampu secara ekonomi, maka mereka bisa membangun rumah sendiri dan tidak tinggal bersama orang tua laki-laki maupun orang tua perempuan.

Gambar 2.35 Pakaian adat pernikahan masyarakat Desa Padang Bindu Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015

Adat yang kedua adalah semanda, yaitu laki-laki yang ikut perempuan dalam waktu tertentu (berjangka) karena di rumah perempuan tidak ada saudara laki-laki atau laki-laki lain. Walaupun masih punya adik laki-laki tetapi masih kecil atau belum menikah, sehingga harus menunggu adik laki-laki perempuan tersebut menikah terlebih dulu dan baru bisa pergi untuk tinggal bersama orang tua yang laki-laki atau bisa tinggal di rumah sendiri kalau sudah mampu secara ekonomi.

Adat yang ketiga yaitu Ghohasan Phahlujadi, dimana adat pernikahan yang berlaku bagi anak tengah. Setelah menikah, pihak perempuan bisa ikut laki - laki, atau pihak laki-laki bisa ikut perempuan. Adat pernikahan yang ini pada dasarnya tidak mengikat antara kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan.

Adat pernikahan tersebut masih berlaku pada pengantin yang baru menikah pada saat ini, namun ada beberapa penduduk yang ingin hidup secara mandiri sehingga tidak ingin tinggal bersama orang tua. Biasanya bagi pasangan yang baru menikah dan belum memiliki cukup biaya untuk membuat rumah, maka memilih untuk tinggal di kebun dengan mendirikan Sapo. Tinggal di Sapo selain tidak membutuhkan biaya yang besar, juga dapat melakukan pengawasan di kebun kopi. Namun ada juga pasangan baru menikah yang perempuan ikut laki-laki, tetapi karena tempat tinggal antara yang laki-laki dan perempuan cukup dekat sehingga kadangkala setiap satu minggu sekali pulang ke rumah orang tua perempuan untuk tinggal selama 2 sampai 3 hari kemudian balik lagi kerumah orang tua laki-laki.

Upacara sebelum pernikahan ada beberapa proses yang harus dilakukan dan beberapa jenjang serta berakhir dengan upacara pernikahan. Proses sebelum pernikahan yaitu masing – masing calon pengantin wanita dan laki – laki di tanyai oleh kedua orang tua mereka, benar apa nggak mereka pacaran dan mau menikah. Kemudian masing – masing menghadap kepala desa atau perangkat

desa yang lain bahwa mereka akan menikah, setelah itu Kepada Desa atau perangkat desa membuat pernyataan. Setelah itu keluarga laki-laki datang ke tempat perempuan bahwa sudah ada keterangan dari Kepala Desa atau perangkat desa yang lain dan juga untuk menentukan hari pernikahan. Setelah itu yang wanita di ajak untuk menginap di rumah laki – laki, tetapi tidak tidur dalam satu kamar. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan calon Istri kepada semua kerabat laki – laki ini yang di sebut dengan Batok. Selain itu dalam upacara batok juga ada acara bujang –gadis. Dalam acara ini ada gadis yang membuat pempek dan yang bujang hanya melihat saja, setelah membuat pempek selesai dan kemudian dimakan bersama-sama.

Setelah itu pada saat upacara pernikahan keluarga laki-laki berembuk dengan tetangga lain dalam satu kampung adat yang menceritakan kepada seluruh keluarga tentang waktu akad nikah. Kemudian ada acara Mbuġau yang intinya memberitahu bahwa si A dan si B di akad nikahkan pada hari tertentu sekaligus makan bersama. Pada saat ini pula di beritahukan waktu hajatan dan minta tolong pada waktu pelaksanaan upacara nikahan dari awal sampai akhir. Selanjutnya ada acara siuġawan yaitu musyawarah untuk pembentukan panitia dan menyerahkan hajatan kepada orang lain. Kebiasaan yang harus di lakukan calon pengantin sebelum acara prosesi pernikahan adalah Begawang, yaitu berkunjung ke makam

phuyang. Hal tersebut di lakukan agar acara hajatan berlangsung

dengan meriah tanpa ada gangguan dari roh halus. Namun kebiasaan ini ada yang melakukan dan juga tidak, karena phuyang yang di miliki penduduk Desa Padang Bindu tidak sama sehingga hanya yang memiki kepercayaan terhadap nenek moyang yang melakukan kebiasaan itu.

Setelah itu seperti pada upacara pernikahan pada umumnya, yaitu di mulai dengan akad nikah dan kemudian acara pernikahan. Pada upacara pernikahn ini juga di sebutkan adok dari kedua pengantin. Setelah melakukan upacara pernikahan, keesokan harinya

pengantin perempuan di ajak ke rumah Raden dengan tujuan untuk mengenalkan pengantin perempuan kepada sesepuh adat.

Setelah itu ada upacara pernikahan di rumah mempelai laki – laki yang di kenal dengan istilah Ngemantu oleh masyarakat Suku Daya. Prosesi Ngemantu di lakukan setelah proses upacara pernikahan, biasanya di lakukan setelah 7 hari pernikahan. Ngemantu dilakukan dengan tujuan mengantarkan kedua pengantin untuk pulang ke rumah mempelai laki – laki. Prosesi Ngemantu di mulai dari rumah orang tua mempelai Perempuan. Kedua mempelai sebelum berangkat ke rumah orang tua mempelai laki – laki, terlebih dulu berpamitan dan memohon doa restu kepada Ketua Adat. Setelah berpamitan dan memohon doa restu kepada Ketua Adat, kedua mempelai berangkat menuju ke rumah orang tua laki – laki diantar oleh kerabat mempelai perempuan. Setelah sampai di rumah orang tua mempelai laki – laki, kedua mempelai dan kerabat mempelai perempuan tidak langsung masuk kerumah orang tua mempelai laki-laki tetapi terlebih dulu berkumpul di rumah kerabat mempelai laki-laki – laki. Di rumah itu, kerabat perempuan melakukan musyawarah terlebih dulu. Musyawarah berlangsung sekitar 30 menit, selanjutnya prosesi Ngemantu dilaksanakan. Kedua mempelai berjalan di depan dan kerabat perempuan berjalan di belakangnya. Sesampai di rumah orang tua mempelai laki – laki, sudah di sediakan tempat untuk pengantin. Tempat tersebut berupa 2 bantal besar sebagai tempat duduk kedua mempelai. Kerabat mempelai wanita duduk terpisah antara laki – laki dan perempuan. Dalam upacara ini juga ada acara pemberian Adok untuk kedua pengantin.

Ada pula upacara pernikahan ketika ada Adik yang melangkahi Kakak dalam pernikahan, maka Adik yang akan menikah tersebut harus memenuhi permintaan Kakak yang di langkahi. Bentuk dari permintaan Kakak yang di langkahi biasanya berupa pakaian atau uang. Bila ada Adik yang tidak memenuhi permintaan Kakak, maka biasanya Adik yang melangkahi akan di kenai sangsi oleh keluarga.

Sangsinya biasanya berupa tidak akan menegur atau mengacuhkan adik yang tidak memenuhi permintaan Kakaknya.