• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 ETNIK DAYA DESA PADANG BINDU

3.1. Status kesehatan

3.1.2 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

3.1.2.3 Budaya dan Adat Pada Kehamilan

Pengaruh budaya dan adat masih kental dalam proses kehamilan dan persalinan. Keluarga ibu hamil biasanya akan melakukan sedekah Koan Limau9menjelang persalinan dengan tujuan untuk mengurangi resiko terjadi penyakit saat persalinan. Hal ini dipercaya dapat mencegah datangnya mahluk dari neġeri tua yang dapat mengganggu poses persalinan.

Tanyo dia bagaimana aku ini mau ngerjakan sedekah, iya baguslah sedekahlah dengan ayam tiga macam itu. Yo dengan jeruk itu jeruk nipis katanya ya.

Dengan jeruk nipis itu tiga, alatnya sedekah tu. Ada yang telok (Telur).Ada yang ayam itu.Tapinya harusnya ayam tiga macam.Ayam putih, ayam kakinya itu kuning paguhnya itu kuning juga, kakinya itu putih paguhnya itu putih juga.Itu.

7

Rumah kecil di tengah kebun. Tidak ada jaringan listrik serta sangat mengandalkan sungai sebagai sumber air. Biasanya masyarakat yang tinggal di sapo adalah keluarga kelurga kecil yang baru menikah dan belum mampu membangun rumah di desa.

8

Talang-talang adalah kumpulan beberapa sapo yang berdekatan. Biasanya karena letak kebun juga berdekatan. Talang-talang ini memiliki ketua.

Kalo sudah masak itukan namanya dikendurenkan aku inilah yang ucapkan yang manggil itu kan. Kan ada ayam itamnya, ayam itam itu manggil dari

neġeri tua itu kalau bahasa sini. Misalnya orang ini mau melahirkan idak

sedekah dengan itu, sedekah Koan limau itu namanya. Waktu lahiran nanti,

Galak-galak dia datang nanti yang dari neġeri tua itu. Iyo mau menggigit itu

ya seperti kesurupan itu lah.Maka itu sedekahnya itu ayam hitam, ketan hitam. Pekunduhan itu kalau bahasa sininya, yang ayam putih kaki putih paguh putih , kalau ayam putih kuning” Mbay D

Ibu hamil yang melahirkan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan dianggap mampu menekan angka kematian ibu secara signifikan dibandingkan dengan melakukan persalinan oleh dukun. Namun, pemilihan penolong persalinan di Desa Padang Bindu masih sangat dipengaruhi oleh mertua. Dalam budaya Etnik Daya, pasca menikah isteri akan ikut dengan suami (baybay).

“Kalau melahirkan memang kita anjurkan ke tenaga kesehatan. Banyak kan disini bidan. Tapi balik balik ke masalah perilaku kan. Kayak tadi kan padahal ANC nya rajin sama saya. Dia maunya lahiran sama saya tapi akhirnya kan…. Saya saja baru tahu (Yuk Sari yang melahirkan dengan Dukun).Sudah banyak bidan.Tinggal pola pikir mertuanya kayaknya (sambil tertawa).Ibu-ibu kan biasanya ikut suami (baybay) yang tau kan biasanya kan mertua.” Bidan UM

Hal ini sesuai dengan informasi dari Puskesmas Buay Runjung bahwa kunjungan K1 selalu lebih besar dari K4 perbulan. Hal ini karena pada akhir masa kehamilannya ibu hamil cenderung tidak ke periksa ke tenaga kesehatan lagi tapi lebih memilih dukun, seperti tampak pada tabel 3.2

Tabel 3.2. Kunjungan K1 dan K4 di UPTD Puskesmas Buay Runjung Tahun 2014 Bulan K1 K4 Jumlah Jumlah Januari 33 30 Februari 30 28 Maret 28 20 April 36 34 Mei 42 38 Juni 38 35 Juli 44 42 Agustus 33 31 September 41 38 Oktober 49 47 November 43 40 Desember 44 43

Sumber : Profil UPTD Puskesmas Rawat Inap Buay Runjung Tahun 2014 Menurut Ajong CM, yang pernah menjabat menjadi kepala desa selama delapan tahun, menyatakan bahwa dukun dan bidan masing-masing memiliki kelebihan. Dukun mengerti mengenai lokasi bayi dan memiliki kemampuan untuk membenarkan letak bayi yang sungsang dangan cara diurut, sementara bidan mengetahui obat-obatan medis.

“Jadi ada istilahnya kalau secara mediskan Cuma menunggau waktunya kan. Kalo dukun itu dia misalnya kurang benar, masih kejepit atau msih salah belok itu bisa melalui urut dia bisa luruskan sehingga tidak ada halangan si bayi ini dia dak sampai tebalik. Alhamdulillah berkat adanya dukun bayi ini jarang sekali yang sampai dioperasi.” Ajong CM.

Mbay SR, salah satu dukun urut di Desa Padang Bindu juga

dapat menolong persalinan. Yuk ASH yang tinggal di salah satu sapo kebun melahirkan anaknya yang ketiga di sapo yang berada di tengah kebuh kopi dengan dibantu oleh Mbay SR. Bayi perempuan yang dilahirkannya bernama MLY. Yuk ASH mengatakan bahwa Mbay SR menggunakan batang durian yang dibakar untuk mengeringkan tali pusar dek MLY. Arang dari hasil pembakaran tersebut ditaburkan di atas tali pusar.

Kepercayaan mayarakat pada keberhasilan dukun dalam melakukan proses penyembuhan akan menyebabkan masyarakat mengulangi kembali metode pengobatan yang sama. Seperti ibu SHN yang menaburkan arang batang durian ke tali pusar anaknya, meskipun proses persalinan anaknya dibantu oleh bidan dan telah diberikan obat berupa betadine oleh bidan.

“Saya ingat yang MR ini yang sudah sama bidan (persalinannya). Tapi saya masih ingat, walaupun dikasih bidan betadin itu, obat merah. Ya masih saya ingat yang ajaran dukun yang sama MLI itu yang nyari batang duren itu. Diarangkan, udah diarangkan diinikan (dihaluskan) dipiring itu. Nah dikasi minyak. Cept kering. Udah dua malam udah lepas.”Ibu SHN

Pasca melahirkan, baik Mbay D maupun Mbay SR akan melakukan urut pada ibu yang baru saja bersalin. Urut pasca persalinan yang dilakukan Mbay D biasanya dilakukan selama 3 hari pasca persalinan. Namun, hal ini tergantung dengan kekuatan ibunya. Jika ibu yang baru bersalin sehat, urut hanya dilakukan sekali saja untuk membetulkan posisi tempat anak yang berada di dalam perut si ibu.

Gambar 3.6 Mbay D yang Melakukan Urut Pasca Persalinan Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Uniknya, meskipun Mbay D cukup dikenal hingga ke desa tetangga dan sering di panggil untuk menolong persalinan di desa tetangga, namun persalinan menantu Mbay D sendiri ditolong oleh tenaga kesehatan. Mbay D enggan menjelaskan mengenai hal ini kepada Peneliti. Mbay D hanya mengangkat bahu ketika ditanya mengapa Mbay D tidak menolong persalinan menantunya tersebut.

Pasca persalinan, biasanya ibu akan diobati dengan kunyit yang diparut kemudian dibakar dengan dibungkus oleh daun pisang. Setelah panas, kunyit tersebut didekatkan dengan jalan lahir bayi. Uap hangat dari kunyit yang dibakar ini dipercaya dapat menyembuhkan

berturut-turut dengan pemakaian sekali pakai setiap hari. Menurut Mbay D, penggunaan parutan kunyit ini akan lebih baik bila diiringi dengan membasuh jalan lahir dengan rebusan air sirih. Ibu yang persalinannya ditolong dengan bidan juga tetap menggunakan obat ini. Peneliti melihat pada saat Yuk MR pasca bersalin, ibu dan mertua Yuk SR menyiapkan parutan kunyit tersebut. ibu bersalin akan meminum air rebusan kabing salak. Kabing salak adalah sejenis rebung yang berasal dari tumbuhan salak. Minuman ini diminum selama tiga hari pasca melahirkan.

“Abis ngelahirkan itu kan ada minuman yang dikasih tau dukun itu di suruh dia nyari batang salak itu untuk minuman kan. Malam ini ngelahir nah besok pagi dia cari batang salak. Itu direbus. Cuma itu, direbus, diminum. Rasanya kayak apa, pait. Obat orang kampong. Udah puas tiga hari udah.” Ibu SHN

Pasca menolong persalinan, keluarga ibu bersalin menyiapkan satu buah kelapa muda yang digunakan untuk mencuci tangan dukun. Mencuci tangan dengan air kelapa muda ini dianggap sebagai tanda terima kasih kepada dukun yang telah membantu persalinan. Menurut masyarakat hal ini harus dilakukan untuk membersihkan tangan dukun setelah membantu proses persalinan sebab dukun yang membantu menolong persalinan telah terkena darah persalinan yang dianggap kotor oleh masyarakat. Jika ritual ini tidak dilakukan akan menyebabkan dukun tersebut sakit. Namun ritual ini tidak hanya dilakukan jika penolong persalinan seorang dukun. Ketika Peneliti mengamati proses persalinan Yuk MR yang dibantu bidan UM, ritual ini juga dilaksanakan. Setelah bayi dan Yuk MR dibersihkan, keluarga mengupas sebuah kelapa muda yang masih berwarna hijau. Kemudian, Yuk MR menuangkan air kelapa muda tersebut dan Bidan UM mencuci tangannya dengan air kelapa yang dituang Yuk MR tersebut.

Gambar 3.7 Proses cuci tangan pasca melahirkan Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Perawatan masa nifas pada Etnik Daya tidak terlalu banyak. Selain parutan kunyit dan basuhan air sirih, perawatan nifas hanya berupa urut selama tiga hari. Selain itu, untuk pencegahan morian biasanya dilakukan dengan diurut pasca persalinan dengan tujuan membersihkan darah di dalam perut yang dapat menyebabkan

morian.

Menurut Ibu BDR, sebenarnya sebelum 1 bulan pasca persalinan seorang ibu bersalin tidak diijinkan untuk keluar rumah meskipun hanya ke lantai bawah10. “di pucuk (di lantas atas) ini ajalah.” kata Ibu BDR. Namun karena kebiasaan masyarakat yang memiliki aktifitas yang tinggi, maka banyak ibu bersalin yang langsung

beraktifitas seperti biasa setelah dua atau tiga hari pasca melahirkan dan merasa tubuhnya sudah sehat.