• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketersediaan dan Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan

BAB 2 ETNIK DAYA DESA PADANG BINDU

3.2 Ketersediaan Pelayanan Kesehatan

3.2.1 Ketersediaan dan Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan

terdiri dari 2 orang dokter umum, 2 orang sarjana kesehatan masyarakat, 4 orang perawat, 22 orang tenaga bidan, serta 3 orang lulusan SMA.

Tabel 3.5 Jumlah pegawai di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Buay Runjung Tahun 2014

Status Jumlah CPNS 2

PNS 14

PTT 11

ST 6

Sumber : Profil Puskesmas Buay Runjung tahun 2014,

Puskesmas Buay Runjung melakukan kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung seperti pengobatan, pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi. Puskesmas Buay Runjung merupakan puskesmas rawat inap, namun fasilitas rawat inap di puskesmas tersebut masih belum memadai. Berdasarkan penjelasan kepala dinas kesehatan Kabupaten OKU Selatan, seluruh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas di Kabupaten OKU Selatan memang sudah memiliki payung hukum untuk melakukan pelayanan kesehatan rawat inap. Hal ini ditujukan agar masyarakat dapat memperoleh pelayaan kesehatan yang dekat dan memadai. Namun sebagian besar UPTD puskesmas belum memiliki sarana rawat inap yang layak.

Gambar 3.15 Kondisi UPTD Puskesmas rawat inap Buay Runjung Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

UPTD Puskesmas Buay Runjung sudah memiliki status rawat inap namun Puskesmas Buay Runjung belum memiliki fasilitas Pelayanan Neonatal dan Obstetri Dasar (PONED). Padahal dengan adanya fasilitas PONED di puskesmas, rujukan komplikasi dapat ditangani dengan segera di puskesmas. Hal ini perlu mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan. Melihat jarak antara kecamatan dan Muara Dua cukup jauh dengan kondisi jalan yang buruk maka pelayanan PONED pada Puskesmas Buay Runjung perlu difasilitasi.

Puskesmas Buay Runjung juga melakukan kegiatan secara aktif dengan mendatangi masyarakat secara langsung. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah pemantauan pertolongan persalinan bagi pasien yang tidak mampu ke puskesmas dan pertolongan persalinan ke rumah untuk ibu bersalin yang berada di talang.

Potensi besar yang dimiliki oleh fasilitas kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan adalah adanya Jaminan Kesehatan Semesta yang

menjadi program Gubernur Sumatera Selatan. Jaminan kesehatan ini memiliki administrasi sederhana yaitu dapat diperoleh hanya dengan menyerahkan fotokopi KTP atau kartu keluarga kepada pihak puskesmas untuk memperoleh pelayanan kesehatan gratis. Admnistrasi yang tidak sulit ini sangat menguntungkan masyarakat sehingga masyarakat tidak perlu takut jika akan berobat ke pelayanan kesehatan.

Untuk BPJS sendiri masih belum banyak diketahui oleh masyarakat. Selain itu sistem pendaftaran secara online dan pembayaran secara online menyulitkan masyarakat. Salah satu yang menjadi tantangan dalam program BPJS adalah akses msyarakat ke Muara Dua untuk mendaftar BPJS serta kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat untuk ikut serta dalam program ini.

Pengobatan sendiri (self medication) juga dilakukan oleh masyarakat. Pengobatan sendiri menjadi salah satu alternatif jika rasa sakit yang dirasakan masih dapat dibawa bekerja. Masyarakat dapat membeli obat di kalangan atau di warung kecil sekitar desa. Masyarakat biasanya juga dapat menitipkan obat dari Muara Dua kepada supir bus kecil yang lewat di desa tersebut.

“Kalau sakit perut paling maag, tifus udah makanya saya nggak maulah kalau sakit perut (ke bidan) mending beli sendiri obatnya, kalau beli sendiri kan murah. Kita ke bidan masa dia nanya dulu sakit apa.” Pak MT, Ketua Kelompok Tani.

Di Desa Padang Bindu disediakan Polindes untuk membantu pelayanan puskesmas. Namun Polindes hanya buka pada saat Posyandu, yang seharusnya buka setiap hari. Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan, bidan desa seharusnya berada di Polindes selama 24 jam. Namun, jika tidak bisa, setidaknya bidan desa berada di Polindes pada saat jam kerja. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Ketersediaan Polindes serta beberapa bidan termasuk bidan desa di Desa Padang Bindu merupakan sebuah potensi di masyarakat desa untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.

Gambar 3.16 Polindes Desa Padang Bindu yang hanya digunakan untuk Posyandu Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Kalangan dan Pelayanan Kesehatan

Desa Padang Bindu Kec.Buay Runjung memiliki keunikan tersendiri. Pada hari-hari biasa kita akan melihat desa ini cukup sepi pada siang hari. Hanya ada beberapa anak sekolah, pemuda yang sedang merapikan jemuran kopinya dan beberapa anjing penjaga rumah yang sedang berjemur di jalan raya. Bus dan mobil yang lewat hanya beberapa saja. Kita dapat merasakan denyut aktifitas di desa ini pada pagi dan sore hari. Pagi hari para muli (gadis) dan ibu-ibu akan keluar rumah satu persatu. Pada pukul 5 pagi hari sungai, atau biasa disebut siring,akan disibukkan oleh ibu-ibu yang mencuci dan mandi. Beberapa diantaranya menjauh dari kelompok untuk missing (BAB). Sepulang dari siring dan selesai menyiapkan bekal,

perempuan-perempuan itu akan keluar dengan sab atau keranjang bulat bertali satu yang ditahan dengan menggunakan kepala. Beberapa masyarakat yang memiliki kebun yang dekat dengan desa akan menggunakan sandal jepit biasa saat pergi ke kebun. Namun masyarakat yang memiliki kebun yang cukup jauh dari desa akan menggunakan sepatu karet untuk berjalan kaki ke kebunnya. Sepatu karet lengkap dengan kaus kakinya dapat diperoleh di kalangan. Pada saat pagi hari jalan-jalan desa akan ramai oleh orang-orang yang pergi ke kebun. Hal ini terulang lagi di saat sore hari. Pukul 3 atau 4 sore jalan-jalan desa akan kembali diramaikan oleh sapa riang mereka setelah seharian bekerja di kebun. Mereka berjalan pulang dari kebun ke rumah dengan wajah kelelahan. Gelapnya malam di Desa Padang Bindu akan melelapkan mereka untuk melenyapkan kelelahan hari itu.

Aktivitas rutin sehari-hari ini akan berbeda pada hari kalangan. Hari kalangan atau hari pasar di Desa Padang Bindu jatuh pada hari Kamis. Jika kita ingin tahu alasan mengapa kalangan di desa ini pada hari Kamis, masyarakat akan menjawabnya dengan sederhana. “Karena hari lain sudah diambil oleh desa lain” begitu kata seorang

Ajong (panggilan seorang perempuan kepada seorang kakek). Pada

hari kalangan hampir semua warga ada dirumah. Para pria yang biasanya menginap di sapo untuk menjaga kebun akan pulang ke rumah. Keluarga-keluarga kecil yang tinggal di sapo atau talangan–

talangan akan datang ke Desa Padang Bindu atau menginap di rumah

saudara mereka di desa.

Hari kalangan merupakan hari libur di Desa Padang Bindu, meskipun itu merupakan hari Kamis. Anak-anak sekolah tetap datang ke kalangan pada saat jam istirahat. Sedangkan pada hari Minggu masyarakat akan bekerja seperti biasanya. Pada hari kalangan masyarakat pergi ke kalangan dan kerap meluangkan waktu untuk bertegur sapa. Mereka juga mempersiapkan kebutuhan sehari-hari untuk seminggu kedepan hingga hari kalangan berikutnya.

Petugas kesehatan di Kecamatan Buay Runjung tidak akan menyia-siakan kesempatan pada hari kalangan ini. Bidan biasanya membuka praktik di masing-masing desa pada hari kalangan atau melaksanakan pelayanan posyandu. Ditengah tawar menawar penjual dan pembeli, di tengah tegur sapa masyarakat Padang Bindu dan Padang Sari, Bidan Desa Padang Bindu Ibu YN bergegas menuju rumahnya membawa belanjaan sambil sesekali menjawab pertanyaan ibu-ibu lainnya yang menanyakan pelaksanaan posyandu. Bidan YN akan membuka praktik di dekat kalangan pada hari Kamis.

Ada 2 orang bidan yang membuka praktik pada saat kalangan berlangsung di Desa Padang Bindu, yaitu Bidan UM dan Bidan YN. Masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan dapat memilih tempat pengobatan dimana mereka merasa cocok dengan pelayanan kesehatan yang diberikan bidan tersebut. Pengobatan yang dilakukan pun bervarisi. Ada masyarakat yang ingin memeriksakan tekanan darah, mempunyai keluhan badan lemah pusing, atau sekedar suntik KB, bahkan tindakan operasi kecil seperti pengobatan bisul pada balita. Bidan membawa obat-obatan dan perlengkapan masing-masing. Bidan membuka praktiknya di bagian bawah rumah (lantai dasar rumah masyarakat) yang berada dekat dengan kalangan. Tempat praktik pun seadanya, hanya ada meja untuk tempat obat-obatan, dipan dengan alas beberapa lembar selimut serta kursi tempat tunggu.

Posyandu juga dilaksanakan pada hari kalangan dengan alasan masyarakat lebih banyak berada dirumah pada saat kalangan, begitu ungkapan Bidan YN. Posyandu dilakukan di Polindes Padang Bindu yang terletak dekat dengan kalangan, sehingga ibu-ibu yang memiliki balita dapat singgah sepulang dari kalangan. Posyandu sengaja dilaksanakan sekitar pukul 12 siang untuk menunggu setelah kalangan selesai.

Gambar 3.17 Praktik Bidan UM pada hari kalangan Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015

Jika pada hari kalangan minggu tersebut tidak bersamaan dengan jadwal pelaksanaan posyandu, ibu-ibu di kalangan sering sekali menanyakan kapan jadwal posyandu dan siapa yang mengurus program pemberian makanan tambahan (PMT). Ibu-ibu yang memiliki balita, atau mbay yang memiliki cucu balita dapat bertanya pada Bidan YN (Bidan Desa Padang Bindu) atau Bidan DS (Bidan Desa Padang Sari) yang memegang tanggung jawab Posyandu. Desa Padang Sari dan Desa Padang Bindu memiliki jadwal posyandu yang sama.

Bidan UM juga membuka praktik di Desa Padang Bindu pada hari kalangan. Lokasi praktik Bidan UM dan Bidan YN berdekatan. Kedua lokasi tersebut dekat dengan kalangan. Sebagian besar masyarakat Padang Bindu dan Padang Sari lebih banyak berobat ke Bidan UM. Bidan UM merupakan salah satu bidan senior di desa tersebut karena Bidan UM pernah tinggal di desa tersebut selama 8 tahun sebelum pindah ke desa tetangga. Oleh karena itu, masyarakat yang sebelumnya pernah berobat ke Bidan UM dan merasa cocok

akan kembali mengunjungi Bidan UM untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

“Banyak yang cocok soalnya sama dia itu. Karena kalo ada yang sakit apa mau suntik KB misalnya ya kalo dia (Bidan UM) nggak datang ditunda sama orang. Nunggu dia datang. Kamis besok apa gitu. “ Ibu RTW

Setelah selesai praktek Bidan UM biasanya tidak langsung pulang ke rumah. Masyarakat biasanya meminta kepada Bidan UM untuk datang kerumahnya setelah kalangan selesai. Alasan mereka mengundang Bidan UM datang ke rumah mungkin karena malu jika diperiksa di tempat praktik Bidan UM atau karena merasa lebih nyaman di rumah. Setelah kalangan selesai, sekitar pukul 12 siang Bidan UM mulai menyusuri rumah-rumah warga yang memintanya datang berkunjung. Rutinitas Bidan UM mengunjungi rumah-rumah pasien ini biasanya berlangsung hingga malam hari. Seperti pada hari Kamis kali itu17, Peneliti ikut melihat proses persalinan yang ditolong oleh Bidan UM. Proses persalinan Yuk MR berlangsung cukup lama. Hingga menjelang adzan Maghrib barulah Bidan UM bersiap untuk pulang ke rumahnya.

3.2.2. Ketersediaan dan Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional

Etnik Daya Desa Padang Bindu mengenal beberapa jenis penyembuh tradisional dengan sebutan yang sama yaitu dukun. Dukun tersebut dibedakan menjadi 2, dukun beranak dan dukun urut. Meskipun di Desa Padang Bindu terdapat 3 orang bidan, namun masyarakat tetap memilih ke dukun baik itu sakit ringan maupun sakit berat seperti sulit punya anak. Kuantitas bidan di desa ternyata tidak

terlalu mempengaruhi masyarakat terhadap pencarian pengobatan, bahkan dikalangan keluarga bidan tersebut.

Hal ini terlihat ketika Dek AU terkena demam dan flu di suatu sore18. Dek AU adalah kerabat dekat salah satu bidan dimana Peneliti tinggal. Ibu Dek AU membawa Dek AU ke dukun Mbay D untuk mencari pengobatan meskipun ibu tersebut mempunyai kerabat tenaga kesehatan. Sebenarnya masih ada Bidan YN yang rumahnya lebih dekat dengan rumah Dek AU dibandingkan jarak rumah Dek AU dengan rumah dukun Mbay D.

Sore itu hujan cukup deras mengguyur Desa Padang Bindu disertai dengan angina yang cukup kencang. Dek AU mulai rewel. Sebenarnya sejak malam sebelumnya Dek AU sudah rewel, menangis sepanjang malam hingga membuat ibunya dan Mak Woh-nya tidak bisa tidur. Kerewelan Dek AU berlanjut hingga selesai kalangan19. Siang itu Dek AU meminta es, dan orang tuanya menuruti. Akhirnya

Mak-nya memutuskan membawa Dek AU ke Mbay D. Peneliti sempat

mengikuti ke rumah Mbay D. Di rumah Mbay D, Dek AU ditidurkan dan diurut di perut, dada hingga punggung oleh Mbay D. Proses urut tersebut tidak terlalu lama, hanya sekitar 5 menit. Setelah diurut,

Mbay D memberikan Dek AU sebungkus kecil air putih yang telah di-jampi dan sebutir bawang putih. Air putih itu untuk diminum oleh Dek

AU dan bawang putih untuk dioleskan ke kepala Dek AU. Baru keesokan harinya, ibu Dek AU berobat ke Bidan MP karena Bidan DS (kerabat ibu Dek AU) tidak berada di rumah. Peneliti sempat terkejut melihat ibu Dek AU yang masih sepupu dekat dengan Bidan DS memilih pergi ke dukun Mbay D ketika Dek AU sakit.

Masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan tradisional menurut kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh mahluk halus. Selain itu, keputusan berobat ke pengobat tradisional ini juga

18

Sekitar akhir April 2015

19

didasari apabila telah melakukan pencarian pengobatan medis namun penyakit tidak kunjung sembuh.

“Apalagi penyakitnya kan kita enggak tahu. Gak jelas kan penyaktnya, nggak kejang-kejang kayak gitu kan istilahnya. Kalo dibawa ke dokter kan bisa dikatakan percuma. Misalnya kemasukan setan, apa kena guna-guna itukan masih makai sedekahan.” Pak ALDN

Selain itu beberapa penyakit seperti mual muntah, pasangan yang sulit punya anak masih dapat diobati oleh pengobat tradisional. Masyarakat akan mencoba pengobatan dengan dukun, jika dirasakan penyakit yang dideritanya membaik maka pengobatan akan dilanjutkan. Faktor kepercayaan pasien sangat berperan dalam pencarian pengobatan. Masyarakat akan merekomendasikan dukun tersebut kepada orang lain apabila dirasakan gejala yang mirip dengan yang pernah disembuhkan oleh dukun tersebut.

Permasalahan akses masih menjadi salah satu alasan mengapa peran dukun cukup penting bagi Etnik Daya di Desa Padang Bindu. Menurut Ajong CM, karena kondisi desa yang cukup jauh serta pelayanan kesehatan yang masih terbatas sehingga peran dukun cukup penting bagi masyarakat.

“Istilahnya kalau di kampong ini jauh dari jangkauan yang memadai itu kan. Rumah sakit masih jauh, adapun juga puskesmas pembantu pelayanannya juga masih terbatas. Jadi kalau tidak ada jasa-jasa orang pintar itu (dukun) mungkin masih banyak kesulitan-kesulitan.” Ajong CM. Mbay D

Perempuan berusia sekitar 60 tahunan itu sedikit menatap awas pada kedua tamu yang baru ditemuinya malam itu. Tujuan Peneliti mengunjunginya adalah untuk mencari tahu sistem pengobatan yang dilakukannya. Perempuan tua itu bernama D. Sesuai dengan kebiasaan masyarakat Etnik Daya yang menyebut

perempuan itu dipanggil Mbay D. Mbay D bukan merupakan keturunan asli salah satu puyang Etnik Daya. Mbay D merupakan Etnik Jawa kelahiran Lampung yang besar di Desa Padang Bindu dan menikah dengan masyarakat asli Daya. Mbay D sudah tinggal di desa tersebut hampir selama hidupnya sehingga Mbay D sangat fasih menggunakan bahasa Daya sebagai bahasa sehari-hari. Mbay D menjadi kerabat dekat masyarakat Desa Padang Bindu karena suami

Mbay D merupakan keturunan salah satu puyang Desa Padang Bindu

Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki Mbay D sangat dikenal oleh masyarakat Desa Padang Bindu. Mbay Dtidak hanya menolong persalinan tapi juga melakukan pengobatan lain untuk sakit rematik, mual, muntah , batuk, anak yang rewel (njami), pasangan yang belum memiliki anak dan masih banyak lagi. Mbay D akan meminta keluarga pasien untuk memanggil bidan jika Mbay D merasa tidak mampu dalam proses menolong persalinan

Mbay SR

Mbay SR juga merupakan dukun urut yang juga dapat

menolong persalinan selain Mbay D. Perempuan tua yang selalu tersenyum dan menyelipkan beberapa tawanya disetiap percakapan masih rajin ke kebun. Jika malam tiba, pasien yang akan diurut datang kerumahnya, biasanya Mbay SR tidak mengurut pada saat sore hari. Pada saat sore hari Mbay SR mengaku masih merasa capek.

Mbay SR biasanya melakukan urut pada beberapa penyakit

yang berhubungan dengan salah urat seperti plintut dan kaki yang keseleo. Seperti yang dialami oleh Kak DR yang mengalami sakit di kakinya pasca kecelakaan. Mbay SR juga dapat membantu persalinan. Persalinan Bu ASH dibantu oleh Mbay SR. Mbay SR dijemput dan diajakk ke kebun, ke sapo ibu ASH. Pengobatan yang biasa dilakukan

Mbay SR biasanya hanya menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal

air putih dan bawang putih yang telah di jampi seperti pengobatan yang biasa dilakukan Mbay D.

Mbay SR merupakan kerabat dekat masyarakat Desa Padang

Bindu. Mbay SR adalah dukun asli yang merupakan keturunan langsung salah satu puyang di Desa Padang Bindu. Mbay SR memiliki banyak pengetahuan mengenai tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai ramuan obat. Sebagai seorang dukun atau tokoh penyembuh, Mbay SR memiliki ramuan lungsoġ, yang dipercaya masyarakat dapat mengobati penyakit morian20.

Ajong IS

Lelaki tua itu banyak dikenal masyarakat karena kemampuannya menyembuhkan beberapa penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan urut. Meskipun saat ini pendengaran Ajong IS sangat buruk, namun kepercayaan masyarakat terhadap kemampuannya tidak berkurang. Penyakit yang biasa disembuhkan oleh Ajong IS seperti sakit pada mata yang berupa bintik putih pada mata. Penyakit kulit sejenis herpes dan njami sampot. Biasanya Ajong IS menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut dengan cara dijilat. Selain Ajong IS, isterinya juga dapat mengobati beberapa jenis penyakit.

Pengobatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat tidak hanya berupa urut, namun juga berupa sedekahan. Sedekahan yang dilakukan adalah memasak satu atau dua ekor ayam, baik dibakar atau disayur. Sedekahan ini biasanya atas perintah dukun yang mengganggap perlu melaksanakan sedekah untuk menghilangakan gangguan makhluk gaib yang mengganggu dan menyebabkan sakit.

“Disini kan ada yang ke tempatya dukun. Kan disuruh sama dukun itu

sedekah katanya. Itukan makai itu disini. Ibaratnya kamu ada anak kamu

sakit kan ke saya, ibaratnya saya dukun. Umpama ya saya suruhkan sedekah ayam ini, ayam ini, ayam ini. Ya kebanyakanlah yang makai (sedekah) itu kalau dia ke dukun itu.” Pak ALDN