• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 ETNIK DAYA DESA PADANG BINDU

2.3. Cerita asal mula Desa Padang Bindu

Gambar 2.6 : Silsilah keturunan Suku Daya Sunur dan Desa Padang Bindu Sumber : Ilustrasi Peneliti, 2015.

2.3. Cerita Asal Mula Desa Padang Bindu

Menurut cerita dari tokoh masyarakat dan tokoh agama di Desa Padang Bindu adalah salah satu desa yang penduduknya merupakan keturunan dari Phuyang (Puyang) Buay Semaġno. Dari tiga orang keturunan dari Buay Semaġno, Desa Padang Bindu merupakan garis keturunan yang paling akhir atau paling bungsu yang bernama Patih Mapak. Dikisahkan bahwa pada mulanya sebelum terbentuknya Desa Padang Bindu, wilayahnya merupakan suatu hutan yang ditanami pohon Bendo. Pada saat itu Patih Mapak mempunyai niat untuk menetap dan mendirikan tempat tinggal di hutan tersebut. Pohon–pohon Bendo itu kemudian oleh Patih Mapak ditebangi untuk dijadikan tempat tinggal, karena semakin berkembangnya keturunan dari Patih Mapak maka semakin banyak tempat tinggal yang didirikan di hutan pohon Bendo tersebut. Semakin banyaknya penghuni dan tempat tinggal di hutan Bendo itu, maka tempat itu dinamakan dengan sebutan Desa Padang Bindu.

Semaġno

Patih Gajahmada

( Phuyang Desa Nagar Agung )

Patih Penilih

( Phuyang Desa Saung Naga )

Patih Mapak

( Phuyang Desa Padang Bindu dan Desa Padang

Sari )

Ġak Sanga Tahu

Patih Penilih Phuyang Mangkubumi ( Kampung Talang )

Ġadja Penanggungan

Phuyang Umpun Singaji

( Kampung Renog )

Phuyang Umpun Kaġija (

Kampung Ngaġaja Wai/Jalan ke air )

Phuyang Umpun Pati

Gambar 2.7 : Makam Phuyang Patih Mapak Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015.

Padang Bindu semakin lama semakin berkembang, dari seorang Patih Mapak memiliki banyak keturunan sampai saat ini. Penyebaran keturunan dari Puhyang Patih Mapak menyebar sampai ke Padang Sari. Dari Puhyang Patih Mapak yang tinggal di Padang Bindu, mempunyai tiga orang putra. Putra yang pertama mempunyai nama Ġak Sanga Tahu, putra yang kedua diberi nama Puhyang Patih Penilih (nama yang sama dengan putra yang kedua dari Semaġno) dan putra yang ketiga atau yang bungsu diberi nama Puhyang Ġadja Penanggungan. Ketiga putra tersebut masing–masing juga mempunyai keturunan. Namun dari ketiga putra Patih Mapak, hanya dari Puhyang Ġadja Penanggungan sebagai putra paling Bungsu yang dapat diketahui cerita sejarah keturunannya. Cerita sejarah garis keturunan

Puhyang Ġadja Penanggungan diperoleh dari informan maupun

catatan dari para Ketua Adat terdahulu. Berdasarkan catatan dari Ketua adat terdahulu bahwa putra dari Puhyang Ġadja Penanggungan ada tiga yaitu Puhyang Umpun Singaji adalah putra yang tertua, putra yang kedua yaitu Puhyang Umpun Kaġija dan putra yang paling bungsu adalah Puhyang Umpun Pati. Sedangkan putra Patih Mapak yang paling tua yaitu Ġak Sanga Tahu, tidak diketahui secara pasti garis keturunannya. Garis keturunan putra yang kedua yaitu Patih Penilih, informan juga tidak ada yang tahu sampai garis keturunan

sampai ke Puhyang Mangkubumi. Puhyang Mangkubumi merupakan cikal bakal adanya penduduk Kampung Talang pada saat ini.

Masing–masing putra dari Patih Mapak memiliki satu garis keturunan, kecuali putra yang paling tua tidak diketahui secara pasti cerita garis keturunannya dan putra yang kedua yaitu Patih Penilih yang garis keturunannya sempat terputus dan cerita garis keturunannya tersambung kembali mulai dari Puhyang Mangkubumi sehingga tidak ada yang tahu Puhyang Mangkubumi ini merupakan garis keturunan yang keberapa. Garis keturunan dari masing–masing putra Patih Mapak itu yang kemudian disebut dengan Kampung Adat. Kampung adat di Desa Padang Bindu ada empat, dan masing–masing Kampung Adat terbentuk dari empat garis keturunan. Garis keturunan dari putra Patih Penilih anak kedua dari Patih Mapak yang dimulai dari

Puhyang Mangkubumi, merupakan cikal bakal terbentuknya Kampung

Talang. Seperti diceritakan oleh Bapak Aliyidin sebagai berikut,

“…Phuyang Mangkubumi adalah phuyang kami dari Kampung Talang,

Phuyang Mangkubumi namanya Setajim. Gelarnya adalah Mangkubumi.

Istrinya ada dua, yang satu dari Desa Air Baru dan yang satunya dari Kota Karang. Setelah itu saya kurang paham, kalau dari situ sampai sini terlalu panjang. Kalau Cik Raden dari Kota Karang, kalau saya dari Air Baru. Salah satu penemuan Phuyang kami adalah sarang walet…”

Makam Phuyang Mangkubumi ada di desa yang lama dan saat ini masih terpelihara dengan baik. Menurut kepercayaan beberapa penduduk Kampung Talang keturunan dari Phuyang Mangkubumi, bila punya keinginan mereka akan datang ke makam Phuyang. Bila keinginannya terkabul maka penduduk itu membeli kelambu dan ditaruh di makam Phuyang Mangkubumi.

Gambar 2.8 Makam Phuyang Mangkubumi dan bentuk makam jaman dulu Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015.

Garis keturunan dari Ġadja Penanggungan, putra yang tertua yaitu Puhyang Umpun Singaji adalah merupakan cikal bakal terbentuknya Kampung Renog. Putra yang kedua yaitu Puhyang Umpun Kaġija, merupakan cikal bakal terbentuknya Kampung Ngaġaja Wai yang berarti jalan ke air. Putra yang paling bungsu yaitu Puhyang Umpun Pati, merupakan cikal bakal terbentuknya Kampung Tengah. Masing–masing Kampung Adat itu dipimpin oleh seorang Ketua Adat.

Pada awal terbentuknya Kampung Adat, masing–masing Kampung Adat tinggal secara mengelompok yang disebut dengan Way

Tupak. Kampung–kampung Adat itu tempatnya berada di dalam

hutan, karena pada saat itu di dalam hutan merupakan sumber makanan. Kampung Adat Padang Bindu berada di antara dua aliran sungai, yaitu sungai Kima dan Sungai Semingkap. Untuk bertahan hidup pada saat itu, Puhyang mendirikan tempat tinggal. Tempat tinggal masyarakat suku Daya Desa Padang Bindu pada awalnya terbentuk dari kayu batang pohon dan bambu. Untuk menghindar dari binatang buas, tempat tinggal dibuat di atas dalam bentuk rumah panggung.

Semakin berkembangnya waktu, maka semakin padat penghuni di kampung adat itu. Dalam proses kehidupan manusia ada yang lahir dan ada yang meninggal. Di kehidupan masyarakat Suku

Daya Padang Bindu, bagi orang yang meninggal akan dimakamkan di sekitar rumah tempat tinggal. Makamnya ditandai dengan nisan dari batu, tanpa ada pemberian nama di nisannya. Seiring dengan perkembangan waktu dan semakin padatnya penduduk di Kampung

Way Tupak, maka penduduk bergeser dan mendirikan tempat tinggal

yang dekat dengan aliran sungai Semingkap. Pada awalnya hanya sekitar tujuh rumah yang berada di sekitar sungai Semingkap. Namun karena perkembangan waktu, semakin banyak yang mengikuti dan mendirikan tempat tinggal di sepanjang aliran sungai Semingkap. Pada akhirnya, penduduk Kampung Adat Desa Padang Bindu meninggalkan kampung yang lama atau Tiu Taha sampai tidak berpenghuni. Setelah itu mereka mendirikan rumah–rumah baru di sepanjang aliran sungai Semingkap mulai dari hulu sampai hilir, sehingga menjadi Desa Padang Bindu sekarang yang letak rumahnya berada di sepanjang aliran sungai Semingkap.

Phuyang Desa Padang Bindu pada jaman dulu tidak

meninggalkan bukti-bukti berupa tulisan. Bukti tulisan dibuat oleh Ketua Adat sebelum generasi yang sekarang. Walaupun tidak meninggalkan bukti berupa tulisan, namun Phuyang jaman dulu mempunyai benda-benda atau alat-alat hasil kebudayaan yang dipergunakan pada saat masih hidup. Benda-benda tersebut pada saat ini masih ada yang disimpan oleh para Ketua Adat, dan ada yang sudah tidak ada lagi. Benda-benda yang masih ada dan tersimpan yaitu seperti kotak dari kayu, sebilah pedang, dan beberapa perlengkapan makan. Ada juga sebuah piring besar yang dapat juga menyembuhkan penyakit mata. Namun ada juga yang sudah tidak ada, menurut cerita dari beberapa masyarakat bahwa dulu ada sebuah mangkuk makanan. Bila mangkuk itu diisi makanan, makanan itu tidak akan pernah basi. Namun mangkuk makanan dan alat kesenian tradisional itu sekarang sudah tidak ada lagi. Hampir semua tokoh adat atau tokoh masyarakat tidak ada yang mengetahui di mana keberadaan benda-benda peninggalan Phuyang tersebut. Ada juga

alat kesenian tradisional yaitu gong dan gamelan yang biasa dipakai pada saat ada pernikahan. Alat musik tradisional gamelan dan gong pada tahun 1975 masih ada yang menggunakan, tetapi pada tahun 1980 sudah mulai hilang.

Gambar 2.9 Benda-benda bersejarah pedang dan kotak peninggalan phuyang Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015.