• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 ETNIK DAYA DESA PADANG BINDU

2.9. Petani kopi dan kehidupan baru di Sapo

Sapo merupakan tempat tinggal yang dipakai oleh masyarakat

Daya sebagai tempat tinggal di sekitar kebun kopi. Sapo dibangun pada awalnya untuk mempunyai tujuan sebagai tempat berteduh ketika musim hujan dan tempat untuk menjaga kebun dari binatang.

Sapo juga berguna sebagai tempat mengawasi tanaman dari pencuri

terutama pada saat musim panen. Pada saat musim panen, penduduk yang punya sapo tidak akan pulang ke rumah, kecuali pada saat ada

kalangan pada hari Kamis. Namun setelah penduduk di Desa Padang

Bindu mengalami perkembangan, sapo dipakai sebagai tempat tinggal dan menetap di area sekitar perkebunan kopi. Biasanya yang tinggal dan menetap di sapo adalah penduduk yang telah menikah dan di rumah sudah ada lebih dari satu kepala keluarga. Keuntungan tinggal

di sapo adalah tiap hari tidak perlu pulang pergi menempuh perjalanan jauh ke kebun untuk beraktivitas di kebun. Seperti apa yang telah diceritakan oleh Bapak Mustakim berikut ini,

“…Belum ada rumah dia buat pondok di kebun memang dari dusun desa kita ini. Biasanya ada juga tapi mereka tinggal di pondok hanya pada waktu musim panen saja nginapnya untuk jaga kopi itu lain. Itu ya tinggal, mereka tinggal di dusun inilah ada 20 KK yang tinggal di sapo. Kadang-kadang dalam 1 rumah ada yang 3-4 KK, anak yang nikah belum bisa berkembang masih ikut orang tua ada yang tinggal di kebun…”

Di setiap perkebunan kopi pasti ada sapo. Sapo di Desa Padang Bindu ada dua jenis yaitu sapo yang berbentuk panggung dengan tiang penyangga dan sapo depok yaitu tanpa tiang penyangga dan lantainya menyatu dengan tanah. Jarak antara sapo yang satu dengan yang lain agak jauh, tergantung dengan luas dari kebun kopi.

Gambar 2.31 Sapo panggung Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015.

Sapo yang saling berdekatan membentuk kelompok sendiri

yang disebut dengan talang. Biasanya talang ini terdiri dari 3 sampai 5

sapo, bila semakin banyak sapo yang semakin mengelompok maka

disebut dengan umbulan. Penghuni sapo juga merupakan penduduk Desa Padang Bindu, namun mereka membentuk kehidupan sendiri di area perkebunan. Penduduk yang ada di sapo jarang sekali

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di desa, misalnya pelayanan Posyandu untuk balita dan pemeriksaan kesehatan bagi orang yang sakit. Memang jarak dari sapo ke desa lumayan jauh. Penghuni sapo bila sakit akan pergi ke dukun yang ada dan tinggal di

sapo juga.

Gambar 2.32 Sapo depok Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015.

Aktivitas penduduk dalam pola produksi tanaman kopi akan sangat padat sekali, terutama pada saat panen. Musim panen kopi di Desa Padang Bindu berlangsung pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni. Pada saat-saat itu hampir semua penduduk bekerja di kebun. Pada pagi hari sekitar pukul 6 pagi, baik perempuan dan laki-laki sudah beranjak untuk berangkat ke kebun ataupun sawah. Pada sore hari sekitar pukul 4 sore, penduduk sudah kembali dari kebun. Dapat dipastikan pada saat siang hari, pemukiman di Desa Padang Bindu sepi sekali seperti tidak berpenghuni. Bagi yang mempunyai

sapo, biasanya lebih memilih tinggal di sapo dan tidak pulang ke

rumah. Ada juga penduduk yang punya sapo, tetapi hanya suaminya yang tinggal di sapo sedangkan istrinya lebih memilih tiap hari pulang ke rumah. Ketika Peneliti ada di Desa Padang Bindu, Peneliti mencoba berinteraksi dengan penduduk Desa Padang Bindu. Usaha berinteraksi dengan penduduk adalah dengan ikut ke kebun salah satu penduduk.

Suatu pagi Peneliti akan ikut ke kebun dengan salah satu penduduk desa. Kebetulan memang di pagi hari banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang akan pergi ke kebun. Salah satunya adalah istri Pak Burlian yang akan berangkat ke kebun. Jarak kebun kopi dari rumah Pak Burlian lumayan cukup jauh. Menurut istri Pak Burlian, untuk ke kebun kopi miliknya harus berjalan kaki sekitar 1 jam. Istri Pak Burlian setiap hari pulang ke rumah, akan tetapi Pak Burlian tidak setiap hari pulang. Pak Burlian tidur di pondok yang ada di kebun untuk menjaga tanaman kopi supaya tidak diambil orang atau dimakan binatang. Pak Burlian pulang ke rumah hanya pada waktu ada kalangan di desa yaitu pada hari Kamis untuk membeli persediaan makanan dan rokok sebagai kebutuhan sehari-hari selama 1 minggu tinggal di pondok.

Gambar 2. 33. Aktivitas di dalam Sapo Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015

Jarak lokasi area perkebunan kopi dan persawahan dari lokasi pemukiman penduduk relatif bervariasi. Jarak area perkebunan yang paling jauh dengan lokasi pemukiman yaitu sekitar satu jam perjalanan bila ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk area perkebunan kopi yang paling dekat jaraknya dengan pemukiman sekitar 10 menit perjalanan dengan berjalan kaki. Kalau ditempuh dengan kendaraan roda dua, maka waktu yang di tempuh relatif lebih cepat. Untuk menuju ke area perkebunan kopi dan area persawahan

kopi dan persawahan, dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan kendaraan roda dua. Akan tetapi apabila pada saat musim hujan, jalan setapak itu menjadi licin dan becek sehingga kendaraan roda dua akan sulit melintasinya. Bila tidak biasa naik kendaraan roda dua di jalan setapak itu, bisa menyebabkan kecelakaan. Tidak semua penduduk Desa Padang Bindu yang mempunyai kendaraan roda dua, sehingga lebih banyak penduduk yang memilih berjalan kaki. Aktivitas berjalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan roda dua ke kebun dilakukan setiap hari oleh penduduk, kecuali yang punya sapo.

Gambar 2.34. Jalan menuju kebun kopi yang becek pada saat musim hujan Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015

Penduduk Desa Padang Bindu tidak akan melakukan aktivitas ke kebun pada hari Kamis, mereka libur bekerja untuk beristirahat. Hari Kamis itu adalah saat pergi ke kalangan untuk berbelanja keperluan sehari-hari atau hanya sekedar berjalan-berjalan. Begitu juga penduduk yang tinggal di sapo, mereka akan pergi ke kalangan dan sekaligus dimanfaatkan untuk pulang ke rumah. Hari libur penduduk Desa Padang Bindu tidak seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya. Pada umumnya masyarakat berhenti melakukan

aktivitas pekerjaannya atau libur pada Hari Minggu, namun penduduk Desa Padang Bindu akan berhenti melakukan aktivitas pekerjaannya pada hari Kamis di saat ada kalangan.

Aktivitas berjalan kaki pergi dan pulang kebun membutuhkan fisik yang sangat berat. Hal ini banyak dikeluhkan oleh warga. Pada saat ini banyak warga yang mengeluhkan nyeri pada persendiannya. Ada yang mengatasi keluhan itu dengan membeli obat di kalangan atau ada pula yang membuat ramuan untuk pengobatan tradisional. Namun nyeri sendi tersebut tidak menyurutkan semangat warga untuk tetap bekerja ke kebun.