• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ajaib-Nya dalam kejadianku

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 195-199)

Judul: Ajaib-Nya dalam kejadianku

Kerajaan sering kali disebut dengan nama raja pahlawan pendirinya. Misalnya Han di Tiongkok, Ramses di Mesir, dlsb. Nama-nama itu sekaligus semacam barometer kebesaran dinasti tersebut. Namun tidak satu pun yang demikian hebat sampai bisa bertahan abadi dalam sejarah.

Siapa pencipta umat Israel? Siapakah pendiri kerajaan Yehuda? Yakub yang penipu dan

pengecut itu? Siapa membuat Israel wilayah kekuasaan Allah dan Yehuda kekudusan-Nya? (2). Allah sendiri, Pencipta langit dan bumi dan Pencipta umat-Nya. Bukankah maksud mazmur ini untuk membangkitkan kesadaran bahwa landasan umat bukan pada kehebatan nama besar pendahulu mereka, tapi pada Allah yang telah menebus mereka dari perbudakan Mesir? Peristiwa Keluaran bukanlah hal yang biasa-biasa saja. Peristiwa itu luar biasa karena dua hal. Pertama, kekuasaan Allah nyata di dalamnya. Semua kekuatan lain nyata hanya ciptaan yang harus gemetar tunduk kepada kehendak dan pengaturan Sang Pencipta (5-8). Kekuatan alam yang waktu itu melambangkan andalan bangsa-bangsa kafir, malahan menjadi pesuruh Allah semata. Kedua, dengan mengingat-ingat Yahwe sebagai pendiri Yehuda, umat mendapatkan kepastian tentang tujuan keberadaan mereka. Umat harus menjadi alat Allah yang di dalam dan melaluinya keagungan Allah dinyatakan ke seluruh bumi.

Kejadian kita sebagai gereja dari Yesus Kristus pun lebih dahsyat lagi. Kita didirikan oleh Dia yang telah meruntuhkan sendi-sendi kerajaan maut melalui kematian-Nya. Darah-Nya membuat kita lepas dari maut, diri-Nya sendiri telah menjadi batu penjuru yang di atas-Nya kita berdiri sebagai gereja selama berabad-abad. Janji-Nya menyertai gereja bahwa tidak ada kekuatan sedahsyat maut sekalipun dapat melenyapkan gereja-Nya.

Renungkan: Hendaknya kehadiran-Nya menggerakkan kita hidup dan melayani begitu rupa hingga orang tidak sanggup seenaknya saja berdosa dan menentang kebenaran.

196 Minggu, 2 Juli 2006 Bacaan : Mazmur 115

(2-7-2006)

Mazmur 115

Ketahanan iman

Judul: Ketahanan iman

Memiliki iman bahkan bertahan dalam iman adalah hal yang mustahil bila tidak karena

anugerah-Nya. Mengapa demikian? Sebab iman sepenuhnya bergantung pada Allah, tidak pada yang bukan Allah. Juga tidak pada diri sendiri. Iman sepenuhnya membuat orang ingin

memuliakan Allah saja (1), sebab orang beriman menyadari bahwa perjalanan hidupnya terjadi karena penyertaan dan pertolongan Allah saja.

Posisi beriman sulit dan selalu dalam keadaan tertantang sebab tidak mengandalkan hal-hal yang biasa orang jadikan pegangan. Bagi orang yang percaya akan apa yang tampak atau yang konsep "iman"-nya memungkinkannya mengalami banyak tanda nyata, beriman model pemazmur ini adalah kebodohan. "Di mana Allah mereka?" (2) ejek para pemberhala, seolah beriman yang takluk kepada Allah yang berdaulat malahan sama sekali tidak ber-Allah! Pemazmur

menegaskan bahwa Allah ada di surga dan tidak identik dengan berhala, konsep, pengalaman yang tak sesuai firman-Nya (3). Ilah atau berhala mati adanya, juga konsep- konsep allah yang dapat diatur keinginan manusia. Pemazmur memilih hanya mengimani Allah, bukan berhala atau iman rekaannya sendiri, sebab semua yang salah itu akan membuatnya sama mati dan sia-sia dengan berhala (8).

Zaman kita, boleh dibilang, adalah zaman berhala maniak (tergila-gila pada berhala). Meski, berhalanya sudah beroleh wajah modern bukan lagi patung, tapi gaya hidup dan konsep. Orang berbondong-bondong meminati disiplin meditasi dan kerohanian yang menjanjikan, meski di sana ada penyimpangan dari ajaran Alkitab tentang Allah dan kehendak-Nya. "Ah, jangan ekstrimlah. Yang penting ada pengalaman nyata yang bermanfaat. Bukankah itu tanda bahwa berkat dan urapan Allah sedang terjadi," demikian orang berkilah.

Renungkan: Meski melawan arus, kita harus punya prinsip: "Allah kita berdaulat, Ia bukan budak keinginan kita."

197 Senin, 3 Juli 2006 Bacaan : Mazmur 116

(3-7-2006)

Mazmur 116

Kurban syukur

Judul: Kurban syukur

Beberapa tahun yang lalu, saya mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan kaki saya patah dan harus menjalani operasi. Pada saat kecelakaan itu terjadi, saya sedang berhadapan dengan maut. Dari musibah itu, saya bersyukur karena Tuhan menyelamatkan saya dan memulihkan saya. Saya ingin hidup sebagai persembahan syukur bagi Tuhan karena saya percaya rencana-Nya itu baik bagi saya.

Pemazmur juga mempunyai pengalaman hampir direnggut maut, meski apa penyebabnya tidak dia tuliskan (3). Pengalaman itu membuat pemazmur semakin mengenal Allah dan makin bergantung kepada-Nya (5-6). Allah menjawab seruannya (1-2, 4, 10). Pengalaman gelap pemazmur menjadi cara Tuhan yang menghasilkan tiga hal. Jiwanya yang goyah dikuatkan, pandangannya terhadap maut diperbarui, kasihnya kepada Allah yang mengasihinya semakin besar. Oleh karena itu, pemazmur melihat kematian secara berbeda (15). Pemazmur

menyimpulkan: "Berharga kematian semua orang yang dikasihi-Nya." Ungkapan pemazmur itu didukung oleh prinsip sepadan: berharga bagi Tuhan hidup setiap orang yang hidup di dalam- Nya.

Dorongan ingin membalas kasih Tuhan adalah dasar dari hasrat untuk hidup dan berkarya bagi Tuhan (12). Tentu saja tak mungkin dapat membalas kebaikan Tuhan. Akan tetapi, menyaksikan kebaikan Tuhan dan menghayati hidup sebagai ibadah (16-18) adalah bentuk syukur yang layak bagi Tuhan (bdk. Roma 12:1-2).

Jadilah anak Tuhan yang peka akan setiap ungkapan kasih Tuhan dalam hidup ini. Hargailah dan syukurilah setiap penyataan kasih-Nya dengan hidup yang sepadan dengan kemuliaan-Nya. Jangan tunggu sampai terjadi hal-hal yang menggoncangkan hidup baru belajar menghargai hidup dan menyukai Tuhan.

Ingat: Belajarlah menyukai Tuhan dan menghargai hidup melalui peristiwa sehari-hari yang kita alami.

198

Selasa, 4 Juli 2006

Bacaan : Mazmur 117

(4-7-2006)

Mazmur 117

Pujian bagi Tuhan

Judul: Pujian bagi Tuhan

Ada saat untuk menaikkan puji-pujian yang sarat dengan kebenaran teologis. Ada juga saat untuk menaikkan puji-pujian yang kental dengan kehangatan kasih kepada Tuhan. Pujian jenis yang pertama biasanya berisi syair yang panjang yang melaluinya kita merenungkan kebenaran- kebenaran yang membuat kita memuliakan Allah. Pujian jenis yang kedua sebagaimana yang nyata dalam mazmur ini: singkat, padat, kental emosi, dan dengan mudah dapat didengarkan. Kedua ciri pujian ini perlu kita kembangkan seimbang agar kualitas ibadah dan kerohanian kita semarak dan mantap. Meski singkat tidak berarti tidak ada sentralitas teologis penting di dalam mazmur ini! Ada dua unsur inti, yaitu ajakan untuk memuji Tuhan yang ditujukan kepada semua bangsa (1), dan dasar sekaligus isi pujian tersebut kepada Allah. Inilah yang membentuk inti dari puji-pujian yang benar di hadapan Tuhan, yang perlu kita jadikan pola juga bagi puji-pujian kita (2).

Undangan ini ditujukan kepada segala bangsa dan suku bangsa (bhs. Ibrani menggunakan dua istilah berbeda). Ini petunjuk bahwa pemazmur menulis mazmur ini dengan kesadaran akan hadirnya suku-suku bangsa lain di tengah-tengah Israel, yang membuat Israel makin peka akan misinya kepada bangsa-bangsa lain. Kepekaan misi dalam ujud meng-ajak semua bangsa dan semua kaum memuji Tuhan bersumber pada keyakinan iman bahwa Allah adalah Allah semua bangsa.

Alangkah indahnya apabila dari keragaman suku, kaum, dan bahasa kita lahir respons pujian memuliakan Allah dengan sehati. Setiap orang Kristen perlu memiliki kerinduan melihat ini sebagai visi hidupnya dan gerejanya. Visi itu hanya dapat digenapi bila misi menyaksikan Kristus kita jalani dengan tekun dan setia.

Responsku: _____________________________________________________________ _____________________________________________________________

199

Rabu, 5 Juli 2006

Bacaan : Mazmur 118

(5-7-2006)

Mazmur 118

Dalam dokumen publikasi e-sh (Halaman 195-199)